1.1 Latar Belakang
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di rongga
mediastinum dan berasal dari salah satu struktur atau organ yang berada di rongga tersebut (Mukty, Abdul, 2002). Proses pembentukan karsinogenesis merupakan kejadian somatic dan sejak lama diduga disebabkan karena akumulasi perubahan genetik dan epigenetic yang menyebabkan perubahan pengaturan normal control molekuler perkembangbiakan sel (Syaifudin, 2007).
Pembedahan yang dilakukan oleh Becha, dkk dari Perancis terhadap 89 pasien tumor mediastinum dan terdiri dari 35 kasus timoma invasive, 12 karsinoma timik, 17 sel germinal, 16 limfoma, 3 tumor saraf, 3 karsinoma tiroid, 2 radition induced sarcoma dan 1 kasus mesotelioma mediastinum. Penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA mendapatkan 219 pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit keganasan primer, jenis terbanyak adalah limfoma 55%, sel germinal 16%, timoma 14%, sarcoma 5%, neurogenik 3% dan jenis lainnya 7%.
Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda, karenanya ketrampilan dalam prosedur diagnostik memegang peranan sangat penting (PDPI, 2003).
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah perkuliahan diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita tumor mediastinum.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep teori tumor mediastinum. 1) Mengetahui anatomi mediastinum
2) Mengetahui definisi tumor mediastinum 3) Mengetahui gejala klinik tumor mediastinum
4) Mengetahui jenis tumor mediastinum 5) Mengetahui etiologi tumor mediastinum 6) Mengetahui patofisiologi tumor mediastinum 7) Menjelaskan WOC tumor mediastinum
8) Mengetahui pemeriksaan diagnotik tumor mediastinum 9) Mengetahui penatalaksanaan tumor mediastinum
10) Menjelaskan prognosis tumor mediastinum
11) Mengetahui asuahn keperawatan tumor mediastinum
1.3 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami anatomi, definisi, gejala klinik, jenis, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan diagonstik,
penatalaksanaan, prognosis tumor mediastinum serta dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan dwarfisme, khususnya pada mahasiswa keperawatan.
2. Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana mahasiswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai bahan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Anatomi Mediastinum
Gambar 2.1 Letak Mediastinum Sumber:
Gambar 2.1 http://www.slideshare.net
Mediastinum adalah rongga yang terletak di bagian tengah toraks dan mempunyai batas-batas anatomi. Secara garis besar, mediastinum dibagi atas 4 bagian penting sebagai berikut (PDPI, 2003):
a. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum. Berisi timus, trakea atas, esophagus, dan arkus aorta serta cabangnya.
b. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di depan jantung. Berisi aspek inferior timus maupun jaringan adipose, limfatik, dan areola.
c. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di belakang jantung. Berisi esophagus, nervus vagus, rantai saraf simpatis, duktus torasikus, aorta desenden, system azigot dan hemiazigos, kelenjar limfe paravertebralis dan jaringan arteola.
d. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior. Berisi jantung,
pericardium, nervus frenikus, bifurkasio trakea dan bronkiprinsipalis, nodi limfasit trakealis, dan bronkialis.
Gambar 2.2 Pembagian Mediastinum Gambar 2.2 http://www.beliefnet.com
Adapun organ-organ penting yang terdapat di dalamnya antara lain: Jantung da pembuluh darah besar, kelenjar dan saluran getah bening, esophagus, trakea dan bronkus besar, ganglion, dan saraf otonom (Mukty, Abdul, 2002).
2.1.2 Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di rongga
mediastinum dan berasal dari salah satu struktur atau organ yang berada di rongga tersebut (Mukty, Abdul, 2002).Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri (PDPI, 2003).
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yang ada pada tubuh, sedangkan mediastinum adalah suatu rongga yang terdapat di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah
bening dan salurannya. Tumor mediastinum adalah tumor yang berada di daerah mediastinum (Rahmadi, Agus, 2010).
2.1.3 Etiologi
1. Anterior mediastinum
a. Sel kuman (germ cell): mayoritas dari sel kuman neoplasma (60-70%) adalah tumor jinak dan bisa ditemukan pada laki-laki dan perempuan.
b. Lymphoma: tumor ganas termasuk penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin
c. Timoma dan kista timus: penyebab paling sering dari massa kista. Mayoritas timoma adalah tumor jinak yang terkandung dalam kapsul fibrosa. Namun 30% dari timoma dapat menjadi lebih agresif dan menjadi invasive melalui kapsul fibrosa
d. Massa tiroid mediastinum: biasanya tumbuh jinak, seperti gondok, kadang-kadang bisa menjadi kanker.
2. Middle maediastinum
a. Kista bronkogenik: pertumbuhan tumor jinak yang berasal dari respiratori
b. Limfadenopati mediastinal: pembesaran kelenjar limpa
c. Kista pericardial: pertumbuhan tumor jinak yang dihasilkan dari “out-pouching” dari pericardium.
d. Massa tiroid mediastinum: biasanya tumbuh jinak, seperti gondok, kadang-kadang bisa menjadi kanker.
e. Tumor trakea: termasuk neoplasma trakea dan massa non-euplastic seperti tracheobronchopathia osteochondroplastica (tumor jinak). f. Kelainan pembuluh darah: termasuk aneurisma aorta dan diseksi
aorta
3. Posterior mediastinum
a. Extramedullary haematopoiesis: penyebab yang jarang dari massa yang terbentuk dari perluasan sumsum tulang belakang dan berkaitan dengan anemia berat.
b. Limfadenopati mediastinal
c. Neuroenteric kista mediastinum: pertumbuhan langka yang melibatkan saraf dan elemen gastrointestinal
d. Neurogenik neoplasma mediastinum: penyebab paling umum dari tumor mediastinum posterior, diklasifikasikan sebagai neoplasma seluubung saraf, neoplasma sel ganglion dan neoplasma sel
paraganglionic. Sekitar 70% dari neoplasma neurogenik adalah jinak. Kelainan esofagus termasuk akalasia esofagus, neoplasma esofagus dan hernia hiatus. Kelainan paravertebral termasuk kelainan menular, ganas dan trauma tulang belakang dada.
Sumber:
https://my.clevelandclinic.org/services/heart/disorders/hic_mediastinal_tumor 2.1.4 Gejala Klinik
Umumnya tumor itu sendiri tidak memberikan gejala, namun penekanan pada organ-organ di sekitarnya akan menimbulkan keluhan antara lain (Mukty, Abdul, 2002):
a. Trakea : batuk, sesak, stridor b. N.laringeus recurrens : suara parau
c. Esophagus : disfagi (kesulitan menelan) d. Vena cava superior : sindroma vena cava superior e. Jantung : gangguan hemodinamik
Tabel 2.1 Gejala klinik penderita tumor mediastinum (disusun menurut persentase) (Mukty, Abdul, 2002).
No. Gejala Klinik Jumlah Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Sesak napas Batuk
Sindroma vena cava superior Pembesaran kelenjar Nyeri dada Suara parau Nyeri dada Tanpa gejala 60 57 24 20 12 10 9 2 88,2 83,8 35,3 29,4 17,6 14,7 13,2 2,9 Menurut PDPI (2003) gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat, yaitu sebagai berikut :
1. Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakeadan/atau bronkus utama,
2. Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esophagus
3. Sindrom vena kava superior lebih sering terjadi pada tumor mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak.
4. Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringeal terlibat dan paralisis diafragma.
5. Timbul apabila penekanan nervus frenikus.
6. Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem syaraf.
2.1.5 Jenis Tumor Mediastinum
Anterior Middle Posterior Timoma
Limfoma Tumor germ sel - Teratoma - Seminoma - Disgerminoma - Tumor germ sel
campuran Tumor endokrin (tiroid, paratiroid, karsinoid) Kista - Pericardial - Bronkogenik Lesi nonkista - Limpoma Tumor neurogenik (schwannoma, neurofibroma) Limpoma
(dikutip dari Pulmonary Diseases and Disorders, Companion Handbook, Fishman, A. P)
1. Timoma
Timoma merupakan tumor mediastinum yang paling sering dijumpai di mediastinum anterior, dapat dijumpai pada semua umur terutama pada golongan dewasa muda. Tidak terdapat predeleksi jenis kelamin (Mukty, Abdul, 2002).
1) Gejala klinis
Membedakan jenis jinak atau ganas dapat dilakukan dengan
memperhatikan derajat invasi serta kesempurnaan kapsul tumornya. Tumor jinak tidak mengadakan invasi ke jaringan sekitar serta berkapsul
sempurna. Pada foto thoraks, tumor jinak akan tampak lebih bulat, lebih kecil, dan biasanya hanya tumbuh pada salah satu sisi dada tanpa
menyeberangi garis tengah. Duapertiga pasien dengan timoma disertai dengan keluhan batuk, nyeri dada, sindromavena cava superior, dan keluhan paratimus, berupa miastenia gravis (penyakit yang menyerang hubungan antara sistem saraf (nervus) dan sistem otot (muskulus)). Sekitar 30-50% penderita timoma mengalami miastenia gravis dan sekitar 10-15% penderita miastenia gravis menalami timoma. Miastenia gravis merupakan gangguan autoimun, yaitu gangguan yang disebabkan oleh antibody atau sel T yang menyerang molekul, sel, atau jaringan organism yang
memproduksi mereka (Venuta F. 2012). Staging berdasarkan sistem Masanoka:
a. Stage 1: makroskopik berkapsul, secara mikroskopik tidak tampak invasi ke kapsul.
b. Stage 2: Invasi secara makroskopik ke jaringan lemak sekitar pleura mediastinal atau invasi ke kapsul secara mikroskopik.
c. Stage 3: Invasi secara makroskopik ke organ sekitarnya. d. Stage 4 A: Penyebaran ke pleura atau perikardium. e. Stage 4 B: Metastasis limfogen atau hematogen. 2) Penatalaksanaan Timoma
a) Stage 1: Extended thymo thymecthomy (ETT). b) Stage 2: ETT + radiasioterapi.
Penatalaksanaan timoma tipe medular stage 1-2 : bedah + kemoterapi.
c) Stage 3: ETT + extended resection + radioterapi + kemoterapi. Pada stage 3: kemo/radioterapi neoadjuvant.
d) Stage 4 A : Debulking + kemoterapi + radioterapi.
Penatalaksanaan timoma tipe medular stage 4 A: kemoradioterapi adjuvant 2 siklus + radiasi 4000 cGy + debulking + kemoterapi siklus berikutnya.
e) Stage 4 B: Kemoterapi + radioterapi + debulking.
Penatalaksanaan timoma tipe medular stage 4 B : paliatif (kemoterapi + radioterapi paliatif).
Pada timoma tipe campuran, penatalaksanaan disesuaikan dengan tipe histologik yang dominan.
2. Tumor Teratoid
Tumor terotoid berasal dari elemen abnormal yang telah ada sejak lahir, namun biasanya baru tampak secara radiologis menjelang dewasa. Oleh karena itu, terutama banyak dijumpai pada golongan dewasa muda tanpa ada predeleksi jenis kelamin.
a) Berdasarkan pemeriksaan patologi dibedakan 2 jenis tumor teratoid (Mukty, Abdul, 2002):
I : Kista dermoid
Terdiri atas komponen ectoderm, konsistensi kistus dengan isi beraneka ragam antara lain kulit, rambut, gigi, tulang, dan sebagainya. Biasanya jinak.
II : Teratoma
Terdiri atas komponen mesoderm, konsistensi padat dengan isi terutama endoderm. Biasanya ganas dari jenis adeno karsinoma.
b) Gejala klinis
Sama dengan tumor mediastinum pada umumnya, namun pada kista dermoid, dahak dapat mengandung rambut, sehingga dapat dianggap patognomonik untuk diagnosis (Mukty, Abdul, 2002).
c) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan melalui pembedahan dengan prognosis yang cukup baik untuk tumor yang jinak, namun pada tumor ganas mempunyai angka kematian 50% dalam 6 bulan pasca bedah. Kecuali untuk jenis seminoma (Mukty, Abdul, 2002).
3. Tumor Tiroid
Tumor tiroid lebih sering diderita oleh penderita umur lima puluhan. Gejala klinik
Tidak berbeda dengan tumor mediastinum lainnya namun yang menunjang diagnosis adalah 50% kasus disertai pembesaran kelenjar gondok. pada pemeriksaan radiologi terdapat massa padat dengan densitas homogeny (Mukty, Abdul, 2002).
4. Kista Perikardial
Kista dapat terjadi karena perikard bagian ventral tetap tumbuh. Radiologi memberikan gambaran massa bulat atau lonjong, berbatas jelas dengan densitas homogeny (Mukty, Abdul, 2002).
Penatalaksanaan tetap dianjurkan pembedahan. Walau sering tidak memberikan gejala serta jarang mengalami penyulit keradangan (Mukty, Abdul, 2002).
5. Limfoma
Sekitar 90% tumor mediastinum medial bersifat ganas dan sebagian besar merupakan limfosarkoma atau penyakit Hodgkin.
a) Gejala klinik
Dapat disebabkan tumor itu sendiri, atau akibat manifestasi penyakit sistem getah bening. Diagnosis dapat ditegakkan dengan biopsy kelenjar getah bening terutama kelenjar skalenus, pemeriksaan sumsum tulang dan darah tepi (Mukty, Abdul, 2002).
b) Penatalaksanaan
Berbeda dengan tumor mediastinum lainnya yaitu bukan pembedahan, melainkan radiasi dan sitostatika.
6. Kista Bronkogenik
Sering ditemukan pada anak atau menjalang dewasa muda. Merupakan kelainan congenital yang timbul sebagai akibat gangguan pertumbuhan
primitive foregut. Berdasarkan lokalisasinya dapat dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu (Mukty, Abdul, 2002):
I : paratracheal II : carinal III : hilar
IV : paraesofageal V : miscellaneous
I dan II adalah yang paling sering dijumpai. a) Gejala klinik
Batuk persisten, sesak napas bahkan sianosis. b) Penatalaksanaan
Harus dilakukan tindakan pembedahan.
7. Menurut Tabrani, 2010, tumor germ sel merupakan salah satu jenis tumor mediastinum. Secara histopatogenesis tumor ini pindah ke mediastinum pada fase embrional. Ada 5 jenis tumor yang termasuk dalam tumor germ sel, yakni:
1) Teratoma
Bentuk jinaknya disebut dengan kista dermoid. Dalam kista ini terdapat ektoderm, mesoderm, dan endoderm. Bila kista ini pecah ke dalam bronkus, maka pada waktu pasien batuk akan keluar rambut, daarah, atau kelenjar keringat. Begitu pula bila tumor ini pecah ke dalam jantung, maka akan terjadi tamponade jantung, dan bila pecah dalam pleura maka akan terjadi pneumotoraks.
Terapi
Dilakukan tindakan reseksi yang komplit atas pertimbangan agar tidak menjadi ganas atau agar massa tidak mengalami pembesaran.
2) Seminoma
Seminoma adalah tumor yang sensitif terhadap radiasi dan kemoterapi. Tidak ada indikasi bedah untuk tumor jenis ini. Kemoterapi diberikan setelah radiasi selesai, tetapi respons terapi akan lebih baik dengan cara kombinasi radio-kemoterapi. Bila ada kegawatan napas, radiasi
diberikan secara cito, dilanjutkan dengan kemoterapi sisplatin based. 3) Disgerminoma dan koriokarsinoma
Tumor ini disebut juga karsinoma sel embrional yang kadang terjadi bersamaan dengan koriokarsinoma.sel tumor melepaskan alfa
fetoprotein, antigen karsinoembrionik, sementara itu koriokarsinoma akan menghasilkankorionik gonadotropin.
4) Tumor germ sel campuran
Tumor ini pada dasarnya adalah sel germ yang multipotensial, sehingga dengan demikian dihasilkan berbagai macam tumor, yaknimulai dari teratoma, karsinoma embrional, dan sebagainya.
8. Tumor Neurogenik
Dapat ditemukan pada semua umur, namun terbanyak pada golongan usia muda. Melihat asal tumor dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu (Mukty, Abdul, 2002):
I : berasal dari saraf tepi: neurofibroma, neurilemoma.
II : berasal dari ganglion simpatetik: ganglioneuroma, neuroblastoma, simpatikoblastoma.
III : berasal dari sel paraganglion: phaeochromocytoma, paraganglioma.
Penatakasanaan melalui pembedahan dengan prognosa pasca bedah yang baik.
2.1.6 Patofisiologi
Penyebab timbulnya tumor mediastinum belum diketahui secara pasti, hanya diduga berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan sel-sel kanker pada jaringan mediastinum.
Pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi di dalam rongga
mediastinum. Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi secara mekanis akan menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya. Timbulnya karsinoma dapat meningkatkan daya merusak sel kanker terhadap jaringan sekitarnya terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relative lemah.
Menurut Price dan Wilson (2002) yang dikutip oleh Muttaqin (2007) adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanis juga dapat menyebabkan penekanan pada jaringan sekitar yang
menimbulkan penyakit infeksi pernapasan lain seperti sesak napas, nyeri pada saat inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lender berwarna merah (hemaptoe).
Kondisi kanker juga meningkatkan risiko timbulnya infeksi sekunder sehingga kadang kala manifestasi klinis yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran pernapasan seperti pneumonia atau TB paru (Muttaqin, 2007).
2.1.7 WOC
Etiologi penyebab tumor mediastinum MK: Pola napas tidak efektif Penurunan fungsi dan ekspansi paru Trakea tertekan Gangguan difusi alveoli MK: Gangguan pertukaran gas Paru tertekan MK: Bersihan jalan napas Serangan batuk, bronkospasme Sulit menela n Nervus vagus tertekan MK: Nutrisi kurang Kompres i esofagus MK: Nyeri akut Peningkatan volume massa Pertumbuhan sel tumor abnormal tidak terkontrol Formasi tumor terbentuk Sel tumor terbentuk Sel berproliferasi Terjadi perubahan struktur
sel
Sel-sel tumor memerlukan waktu yang lama untuk menimbulkan manifestasi klinis
Tekanan terhadap organ, pembuluh darah dan jaringan di sekitar
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik
1. Menurut Desen (2013) tumor mediastinum secara morfologis sulit dibedakan dari tumor primer maupun sekunder paru, limfadenopati, hemangioma, dll. Metode pemeriksaan yang sering dipakai adalah :
1) Sinar-x: dapat menunjukkan lokasi, kontur, densitas, ada tidaknya kalsifikasi atau osifikasi, dll, sehingga dapat menentukan secara awal jenis tumor. Pemeriksaan minum barium dapat mengetahui apakah esofagus atau organ sekitar terketan.
2) Bronkoskopi atau esofagoskopi fiber: membantu menunjukkan kondisi dan derajat desakan pada bronkus atau esofagus, untuk menilai kemungkinan di operasi.
3) Mediastinoskopi: menunjukkan ada tidaknya pembesaran kelenjar limfe paratrakea, subkarina, juga dapat melakukan biopsi untuk diagnosis eitologik.
4) CT-scan: terhadap tumor mediastinum anterior, limfadenopati, lesi jaringan lemak mediastinum (misal, lipoma) lebih dapat diandalkan dibandingkan sinar X. Akurasi CT-scan dalam diagnosis tumor dan limfadenopati mediastinum dapat mencapai 90% lebih.
5) Biopsi kelenjar limfe leher: tuberkulosis kelenjar limfe dan limfoma bronkial sering mengenai kelenjar limfe leher, biopsi kelenjar limfe dapat membantu diagnosis.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menurut PDPI, 2003 antara lain: 1) Pemeriksaan rutin sering tidak memberikan informasi yang
berkaitan dengan tumor. LED kadang meningkatkan pada limfoma dan TB mediastinum.
2) Uji tuberculin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB. 3) Pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid. 4) Pemeriksaan a-fetoprotein dan b-HCG dilakukan untuk tumor
mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal, yakni jika ada keraguan antara seminoma atau nonseminoma.
2.1.9 Prognosis
Banyak faktor yang menentukan prognosis penderita timoma.
Menghitung umur tahan hidup 5 tahun berdasarkan staging penyakit, 92,6 % untuk stage I, 85,7 % untuk stage II, 69,6 % untuk stage II dan 50 % untuk stage IV (Masaoka dalam Hamid, 2015). Prognosis tumor
mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda variasi prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil diagnostic spesifik, derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain akan mempengaruhi (Sudoyo, 2006).
2.2 Asuhan Keperawatan 2.2.1 Pengkajian
1) Anamnesis
Tumor mediastinum sering tidak menampakkan gejala dan terdeteksi pada saat dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi peningkatan ukuran tumor, yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur mediastinum. Sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekatan atau invasi ke struktur mediastinum. a. Identitas
Pada tumor timoma dan tumor teratoid dijumpai pada semua umur terutama pada golongan dewasa muda dan ada predeleksi jenis kelamin. Kista bronkogenik sering ditemukan pada anak atau menjelang dewasa muda. Timoma banyak terjadi pada usia 40-60 tahun.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang berulang dan tidak khas, batuk atau batuk darah bila ada. Pada beberapa kasus, kebanyakan klien mencari pelayanan medis karena keluhan infeksinya. Predisposisi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA dan influenza sering terjadi dalam rentang waktu yang relatif lama dan berulang.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang aktu yang relatif lama dan berulang.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita tumor mempunyai risiko lebih tinggi menderita tumor daripada orang yang tidak mempunyai keturunan penyakit tumor.
e. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Adanya kesimpulan penekanan diagnosis medis karsinoma akan memberikan dampak terhadap keadaan status psikologis klien.
Mekanisme koping biasanya maladaptif yang diikuti perubahan mekanisme peran dalam keluarga, kemampuan ekonomi untuk pengobatan, serta prognosis yang tidak jelas merupakan faktor-faktor pemicu kecemasan dan ketidakefektifan koping individu dan keluarga.
2.2.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu:
1) B1 (Breathing)
Terjadi sesak napas, dada tertekan, nyeri dada berulang, hiperventilasi, batuk produktif ataupun nonproduktif, penggunaan otot diafragma, pernapasan diafragma dan perut meningkat, laju pernapasan meningkat, terdengar stridor, ronchi pada lapang paru, terdengar suara napas abnormal. 2) B2 (Blood)
Denyut nadi meningkat, disritmia, vasokontriksi pembuluh darah. 3) B3 (Brain)
Penurunan kesadaran, gelisah, letargi. 4) B4 (Bledder)
Produksi urin menurun 5) B5 (Bowl)
Mual muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan, berat badan menurun. 6) B6 (bone and skin)
Kulit pucat, sianosis, turgor menurun, tonus otot menurun, lemah. 2.2.3 Analisis Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan 1. DS: klien mengeluh
sesak napas.
DO: napas dalam dan cuping hidung, takipneu, penggunaan otot bantu pernapasan.
Tumor mediastinum Menekan trakea Penurunan fungsi dan
ekspansi paru
Pola napas tidak efektif
2. DS: klien mengatakan batuk berdahak. DO: suara nafas wheezing, perubahan irama dan frekuensi pernapasan, sputum
Tumor mediastinum Menekan nervus vagus
Serangan batuk, bronkospasme
Bersihan jalan napas tidak efektif
berlebihan.
3. DS: klien mengeluh sesak napas.
DO: AGD abnormal, pH arteri abnormal, sianosis, hipoksia, hipoksemia, takikardia. Tumor mediastinum Menekan paru Gangguan difusi alveoli
Gangguan pertukaran gas
4. DS: klien mengatakan mual dan tidak nafsu makan.
DO: porsi makan tidak dihabiskan, penurunan berat badan, muntah >>.
Tumor mediastinum ↑ metabolisme dan
proses keganasan, kemoterapi Intake tidak adekuat,
mual/muntah
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. DO: klien mengatakan nyeri pada dada. DS: klien meringis kesakitan, posisi menghindari nyeri, gangguan tidur.
Tumor mediastinum Pertumbuhan sel tumor
abnormal tidak terkontrol
Tekanan terhadap organ, PD & jaringan sekitar
Nyeri akut
2.2.4 Diagnosis Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
trakeobronkial, nyeri, penurunan ekspansi paru dan proses inflamasi. b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
sekresi trakeobronkial, obstruksi bronkial sekunder karena invasi tumor.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli atau ke bagian utama paru dan perubahan membran alveoli kapiler (atelektasis, edema paru, effusi, perdarahan aktif dan sekresi berlebihan).
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, peningkatan metabolisme dan proses keganasan.
e. Nyeri akut berhubungan dengan invasi kanker ke pleura dan dinding dada.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi 1. Pola Nafas tidak
efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial, nyeri, penurunan ekspansi paru dan proses inflamasi
NOC :
1. Respiratory status : Ventilation
2. Vital sign Status Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 3. Tanda Tanda vital
dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) NIC : Airway Management 1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Berikan bronkodilator bila perlu
4. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
5. Monitor respirasi dan status O2
6. Ajari dan anjurkan klien untuk napas dalam Terapi Oksigen 1. Atur peralatan
oksigenasi
2. Monitor aliran oksigen 3. Pertahankan posisi
pasien
4. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 5. Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas 5. Monitor kualitas dari
nadi
6. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 7. Monitor suara paru 8. Monitor pola pernapasan
abnormal
9. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 10. Monitor sianosis perifer 2. Bersihan jalan
napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi trakeobronkial, obstruksi bronchial sekunder karena invasi tumor NOC : 1. Respiratory status : Ventilation 2. Respiratory status : Airway patency 3. Aspiration Control Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 3. Mampu
mengidentifikasika n dan mencegah factor yang dapat
NIC : Airway suction
1. Auskultasi suara nafas 2. Berikan O2 sesuai
kebutuhan
3. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
tindakan
4. Monitor status oksigen pasien
Airway Management 1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 3. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 5. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
6. Berikan bronkodilator bila perlu
7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
8. Monitor respirasi dan status O2
menghambat jalan nafas 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran udara ke alveoli atau ke bagian utama paru dan perubahan membrane alveoli kapiler (atelektasis, edema paru, effuse, perdarahan aktif dan sekresi berlebihan) NOC : 1. Respiratory Status : Gas exchange 2. Respiratory Status : ventilation 3. Vital Sign Status
Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 4. Tanda tanda vital
dalam rentang normal
NIC :
Airway Management 1. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 3. Pasang mayo bila perlu 4. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
5. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 6. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
7. Berika bronkodilator bial perlu
8. Barikan pelembab udara 9. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
10. Monitor respirasi dan status O2
Respiratory Monitoring 1. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan usaha respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur 4. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)
6. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 7. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya. 4. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, peningkatan
metabolism dan proses keganasan
NOC :
1. Nutritional Status : food and Fluid Intake Kriteria Hasil : 1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 2. Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda
tanda malnutrisi 5. Tidak terjadi
penurunan berat badan yang berarti
NIC : Nutrition Management 1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula 6. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7. Berikan makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. 9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori 10. Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan 3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4. Monitor lingkungan
selama makan
5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan 6. Monitor kulit kering
dan perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit 3. Nyeri akut
berhubungan dengan invasi kanker ke pleura dan dinding dada NOC : 1. Pain Level, 2. Pain control, 3. Comfort level Kriteria Hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi NIC : Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4. Kaji kultur yang
mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau 6. Bantu pasien dan
dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
dan menemukan dukungan
7. Kurangi faktor presipitasi nyeri 8. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
9. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
10. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
11. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
BAB 3 STUDI KASUS
3.1 Kasus
Tn. R usia 38 tahun datang IGD RS “H” diantar oleh keluarganya dengan keluhan sesak napas, nyeri dada di bagian tengah dan terasa sakit saat menelan makanan yang membuat klien tidak nafsu makan kemudian klien disarankan untuk rawat inap. Klien terlihat lemah dan menekan dadanya. Klien mendapat terapi O2 3 lpm, obat golongan bronkodilator serta Ringer
Laktat. Berdasarkan data pengkajian dari keluarga klien bekerja sebagai buruh di pabrik kimia tidak jauh dari tempat tinggal, 3 tahun yang lalu klien juga pernah mengalami batuk berdarah namun tidak dibawa berobat.keluarga juga mengatakan klien mengalami penurunan berat badan 4 kg menjadi 54 kg.
Berdasarkan hasil photo thorax, dokter menduga klien mengalami tumor mediastinum jenis timoma derajat II. Pemeriksaan fisik, BP: 120/90 mmHg, RR: 29 bpm, Term: 37,1 oC, P: 105 bpm. Pemeriksaan lab, Hb: 7,5
g/Dl. Pemeriksaan diagnostic, photo thorax terdapat gambaran kapsul pada mediastinum yang sudah menginvasi jaringan sekitar. Terapi kolaborasi, O2 3
lpm, obat golongan bronkodilator serta Ringer Laktat.
3.2 PENGKAJIAN 1. Anamnesa
a. Data Demografi Klien
Nama : Tn. R
Usia : 38 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Jl.Airlangga 5 No. 5, Surabaya
Agama : Islam
Tanggal MRS : 30 November 2015 Jam MRS : 10.00 WIB
Diagnosa : Susp. Tumor mediastinum jenis timoma derajad II
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Hub. dengan klien : Istri klien
c. Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak napas, nyeri dada di bagian tengah dan terasa sakit saat menelan makanan yang membuat klien tidak nafsu makan.
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang IGD RS “H” diantar oleh keluarganya dengan keluhan sesak napas, nyeri dada di bagian tengah dan terasa sakit saat menelan makanan yang membuat klien tidak nafsu makan kemudian klien disarankan untuk rawat inap. Klien juga terlihat lemah. Klien mendapat terapi O2 3 lpm, obat golongan bronkodilator serta Ringer
Laktat. Berdasarkan data pengkajian dari keluarga, klien bekerja sebagai buruh di pabrik kimia tidak jauh dari tempat tinggal e. Riwayat Penyakit Masa Lalu
Tiga tahun yang lalu klien juga pernah mengalami batuk berdarah namun tidak dibawa berobat
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Istri klien mengatakan keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang di derita klien.
g. PemeriksaanFisik 1. B1 (Breathing)
- Inspeksi : terdapat penggunaan otot napas tambahan, retraksi dada positif pada ICS dan sub sternum, RR: 29 bpm
- Palpasi : fremitus vocal teraba dan bentuk simetris - Perkusi : sonor, nyeri tekan pada mediastinum - Auskultasi :suara napas tambahan ronkhi dan ada
stridor 2. B2 (Blood)
BP: 120/90 mmHg, P: 105 bpm, Hb: 7,5 g/dL, mendapat O2 3 lpm,
CRT <2 sec. serta mendapat obat golongan bronkodilator, dan ringer laktat
3. B3 (Brain)
Kesadaran kompos mentis, GCS 14 4. B4 (Bladder)
Tidak ada masalah, cateter tidak terpasang 5. B5 (Bowel)
Nyeri telan, nafsu makan berkurang, penurunan berat badan 6. B6 (Bone and Integument)
Klien terlihat lemah dan hanya terbaring di tempat tidur, pucat, sianosis
7. Pemeriksaan penunjang
Photo thorax terdapat gambaran kapsul pada mediastinum yang sudah menginvasi jaringan sekitar
3.3 ANALISA DATA N
O
SIGN AND SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
1. DS:
- Klien mengeluh sesak napas DO:
- RR: 29 bpm
- Terdapat penggunaan otot napas tambahan, retraksi
Penurunan fungsi dan ekspansi paru Ketidakefektifan pola nafas
dada positif pada ICS dan sub sternum
- Terdapat suara napas tambahan ronkhi dan ada stridor
- Klien mendapat terapi O2 3
lpm serta mendapat obat golongan bronkodilator 2. DS:
- Klien mengatakan sakit saat menelan dan membuat tidak nafsu makan DO:
- Klien terlihat lemah dan hanya terbaring di tempat tidur, pucat
- Penurunan berat badan 4 kg menjadi 54 kg.
Ketidakmampua n menelan
makanan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. DS:
- Pasien mengatakan nyeri pada dada bagian tengah DO:
- Klien terlihat menekan dadanya - BP: 120/90 mmHg, RR: 29 bpm, P: 105 bpm Agen injuri biologi Nyeri akut 3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan penurunan fungsi dan ekspansi paru.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi 3.5 INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan
Kriteria Hasil
Intervensi 1. Pola Nafas tidak
efektif berhubungan dengan penurunan fungsi dan ekspansi paru NOC : 1. Respiratory status : Ventilatio NIC : Airway Management 1. Posisikan pasien untuk
2. Vital sign Status Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasika
n batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) 3. Tanda Tanda vital
dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) memaksimalkan ventilasi
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
3. Berikan bronkodilator bila perlu
4. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
5. Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen 1. Atur peralatan
oksigenasi
2. Monitor aliran oksigen 3. Pertahankan posisi
pasien
4. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 5. Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 5. Monitor kualitas dari
nadi
6. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 7. Monitor suara paru 8. Monitor pola
pernapasan abnormal 9. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit 10. Monitor sianosis perifer 2. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan NOC : Nutritional Status : food and Fluid Intake Kriteria Hasil : 1. Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan 2. Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi badan 3. Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Tidak ada tanda
tanda malnutrisi 5. Tidak terjadi
penurunan berat badan yang berarti
NIC:
Nutrition Management 1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula 6. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi 7. Berikan makanan yang
terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10. Berikan informasi
tentang kebutuhan nutrisi
Nutrition Monitoring 1. BB pasien dalam batas
normal
penurunan berat badan 3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4. Monitor lingkungan
selama makan
5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan 6. Monitor kulit kering
dan perubahan pigmentasi
7. Monitor turgor kulit 3. Nyeri akut
berhubungan dengan
agen injuri biologi NOC :
1. Pain Level, 2. Pain control, 3. Comfort level Kriteria Hasil : 5. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 6. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 7. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 8. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang 9. Tanda vital dalam
NIC : Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau 6. Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan 7. Kurangi faktor
presipitasi nyeri 8. Pilih dan lakukan
rentang normal penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
9. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi 10. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi 11. Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri
BAB 4 PENUTUP
4.1 1Simpulan
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di rongga mediastinum dan berasal dari salah satu struktur atau organ yang berada di rongga tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut untuk mengetahui terjadinya tumor mediastinum. Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor mediastinum bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul dan meningkatkan derajat kesehatan klien.
4.2 Saran
Pencegahan tumor mediastinum dapat dilakukan dengan cara pola hidup sehat, dengan menghindari rokok. Selain itu berolahraga secara teratur untuk mempertahankan daya tahan tubuh. Serta dukungan keluarga bagi penderita tumor mediastinum dalam proses pengobatan sangat diperlukan untuk mencapai kesembuhan.
Perawat berperan penting dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien tumor media stinum, sehingga pengetahuan tentang konsep tumor mediastinum harus dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Masaoka A, Monden Y, Nakahara K, Tanioka T. Follow-up study oh thymomas with
Masaoka A, Monden Y, Nakahara K, Tanioka T. Follow-up study oh thymomas with special reference to their clinical stages. Cancer 1981; 48(11): 2485-92 Temes R, Chavez T, Mapel D, Ketai L, Crowell R, Key C, et al.
Mukty, Abdul. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press.
Primary mediastinal malignancies: finding in 219 patients. West J Med 1999; 170(3): 161-6.
Venuta F, Rendina EA, Anile M, de Giacomo T, Vitolo D, Coloni GF . Thymoma and thymic carcinoma. Eur J Cardio-Thorac. 2012;60:1-12. 6.
Wilkinson, M. Judith. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.
https://my.clevelandclinic.org/services/heart/disorders/hic_mediastinal_tumors diakses pada 27 Nopember 2015.
http://www.eramuslim.com/konsultasi/sehat/tumor-mediastinum-itu-apa.htm. diakses pada 4 Nopember 2015.
http://www.klikpdpi.com.konsensuskonsensustumormediastinumtmrmediastinum. pdf diakses pada 4 Nopember 2015.
http://mardhiyah-hayati-fkp12.web.unair.ac.id/ diakses pada tanggal 6 Nopember 2015.
33