REFERAT
STRUMA NODOSA NON TOKSIK
Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik pada Bagian/SMF Bedah RSUD Kabupaten Bekasi
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Disusun Oleh :
Dewi Ratna Sari
1102010072
Pembimbing :
Dr. Aladin Sampara, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD KABUPATEN BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 28 APRIL-06 JULI 2014 KABUPATEN BEKASI
1
BAB I PENDAHULUAN
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak mempengaruhi bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut dengan struma. Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi. Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi Struma Toksik (Diffusa, Nodosa), Struma Non Toksik (Diffusa, Nodosa).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Istilah struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh,maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai Struma Nodosa Non Toksik. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menemukan diantara 696 pasien struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31 diantaranya yang bersifat toksik. Penelitian Lukitho di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung didapatkan dari 325 kasus struma nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1:4,2 sedangkan penelitian di Jakarta oleh Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan penderita struma nodosa antara pria dan wanita adalah 1:5,6. Etiologi umumnya multifaktorial, terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium.
Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh penderita dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan tidak bermaknanya kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang terjadi. Diagnosis Struma dapat ditegakkan dengan cara melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien serta dilakukan pemeriksaan tambahan berupa tes laboratorik, pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH), termografi dan petanda tumor. Tindakan operatif atau bedah berupa reseksi subtotal atau lubektomi total masih merupakan pilihan untuk penatalaksanaan Struma Nodosa Non Toksik.
2
BAB II PEMBAHASAN
1.1.Kelenjar Tiroid
1.1.1. Embriologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan. Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktud tyroglossus, tiroid servikal, tiroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tiroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tiroid, merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.
1.1.2. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus,
3
pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid.
Tiroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak.
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel limfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.
Nodus Limfatikus tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.
5
1.1.3. Histologi Kelenjar Tiroid
Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000).
1.1.4. Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang
6
terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA).
Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler.
Pengaturan faal tiroid :
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi.
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat.
7
Kedua hormon (T3 dan T4) ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid
Efek metabolisme Hormon Tyroid :
1. Kalorigenik 2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.
8
1.2. Struma Nodosa Non Toksik 1.2.1. Definisi
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi :
Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi : Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus, seperti yang ditemukan pada Grave’s disease, Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu lobus, seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease.
Struma Non Toksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi : Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter, Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid.
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Istilah struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses,
9
baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai Struma Nodosa Non Toksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari dan harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.
1.2.2. Epidemiologi
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menemukan diantara 696 pasien struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31 diantaranya yang bersifat toksik. Penelitian Lukitho di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung didapatkan dari 325 kasus struma nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1:4,2 sedangkan penelitian di Jakarta oleh Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan penderita struma nodosa antara pria dan wanita adalah 1:5,6. Etiologi umumnya multifaktorial, terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium.
1.2.3. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. Pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang iodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidisme dan cretinisme (kerdil).
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tiroid.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batu bara. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna.
1.2.4. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif
10
yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
1.2.5. Klasifikasi
Struma nodusa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu :
Berdasarkan jumlah nodul : Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
Berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif, dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu: nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.
Berdasarkan konsistensinya:
Nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.
1.2.6. Gejala Klinis
Pada umumnya Struma Nodosa Non Toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroid atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid dan pada palpasi dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol kedepan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arahkontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
11
1.2.7. Diagnosis dan Pemeriksaan 1. Anamnesis
Anamnesis sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis/macam kelainan dari struma nodosa non toksik tersebut. Perlu ditanyakan :
a. Umur, sex, asal
Penting sekali menanyakan asal penderita, apakah penderita tinggal di daerah pegunungan atau dataran rendah, bertujuan apakah berasal dari daerah endemik struma.
b. Pembengkakan : mulainya kapan (jangka waktu) dan kecepatan tumbuh. c. Keluhan penekanan : adakah dysphagia, dyspnea dan suara serak.
d. Keluhan toksik seperti : tremor, banyak keringat, BB turun, nafsu makan, palpitasi, nervous/gelisah tidak tenang.
e. Apakah ada keluarganya yang menderita penyakit yang sama dan meninggal.
2. Pemeriksaan Fisik Inspeksi
- Posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi.
- Pembengkakan :
• bentuk : diffus atau lokal • ukuran : besar dan kecil
• permukaan : halus atau modular • keadaan : kulit dan tepi
• gerakan : pada waktu menelan.
Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan ludah dimana kelenjar tiroid akan mengikuti gerakan naik turunnya trakea untuk menutup glotis. Karena tiroid dihubungkan oleh ligamentum cartilago dengan thyroid yaitu ligamentum Berry.
Palpasi
- Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan dan tepinya.
- Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya).
- Ditentukan ukuran (diameter terbesar dari benjolan).
12
- Mobilitas.
- Infiltrasi terhadap kulit/jaringan sekitar.
- Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid : ada atau tidak.
- Nyeri pada penekanan atau tidak.
Perkusi
- Jarang dilakukan
- Hanya untuk mengetahui apakah pembesaran sudah sampai ke retrosternal.
Auskultasi
- Jarang dilakukan
- Dilakukan hanya jika ada pulsasi pada pembengkakan.
3. Pemeriksaan Tambahan
Tes laboratorium
Hasil pengukuran T4, T3, TSH atau T3RU biasanya normal, tetapi ambilan radio-iodium dan kadar TSH dapat sedikit meningkat.
Pemeriksaan Sidik Tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk, lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi iodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
1. Nodul dingin bila penangkapan iodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
2. Nodul panas bila penangkapan iodium lebih banyak dari sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Nodul hangat bila penangkapan iodium banyak dari sekitarnya.
Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain. Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita hadapi itu suatu keganasan atau sesuatu yang jinak.
13
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair. Gambaran USG dapat dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik, isoekoik atau campuran. Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop, USG lebih menguntungkan karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan kapan saja, pemeriksaan lebih aman dan lebih dapat dibedakan antara yang jinak dan yang ganas.
Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yaitu Biopsi Aspirasi Jarum Italis (BAJAH) atau Fine Needle Aspiration (FNA) mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Cara ini mudah, aman, dapat dilakukan dengan berobat jalan, biopsi jarum halus tidak nyeri, tidak menyebabkan dan hampir tidak ada bahaya penyebaran sel-sel ganas. Ada beberapa kerugian pada biopsi. Jarum ini yaitu dapat memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu. Negatif palsu biasanya karena lokasi biopsi yang kurang tepat, teknik biopsi yang kurang benar atau preparat yang kurang baik dibuatnya. Hasil positif palsu dapat terjadi karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
Termografi
Adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan mengukuran suhu kulit pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Telethermography Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya >0,9C dan dingin apabila <0,9C. Pada penelitian Alves dkk didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya ganas. Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini adalah cara yang paling sensitif dan spesifik.
Petanda Tumor (tumor marker)
Petanda tumor yang telah diuji hanya peninggian tiroglobulin (Tg) serum yang mempunyai nilai yang bermakna. Kadar Tg normal ialah antara 1,5-30 ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan pada keganasan rata-rata : 424 ng/ml.
1.2.8. Diagnosis Banding
• Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan menopause, infeksi.
• Tiroiditis akut • Tiroiditis subakut
14
• Tiroiditis kronis, limpositik (hashimoto), fibrous-invasif (riedel) • Struma endemik
1.2.9. Penatalaksanaan
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-macam teknik operasinya antara lain :
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar disisakan seberat 3 gram.
b. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid.
c. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan dan sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan untuk mencegah kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N. Rekurens Laryngeus.
I. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat.
II. Edukasi
Program ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
1. Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40% tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
2. Penatalaksanaan Bedah
Indikasi untuk eksplorasi bedah glandula tiroidea meliputi :
1. Terapi : pengurangan masa fungsional dan pengurangan massa yang menekan.
2. Ekstirpasi : penyakit keganasan.
3. Paliasi : eksisi massa tumor yang tidak dapat disembuhkan, yang menimbulkan gejala penekanan mengganggu.
Reseksi Subtotal
Reseksi subtotal akan dilakukan identik untuk lobus kanan dan kiri, dengan mobilitas sama pada tiap sisi. Reseksi subtotal dilakukan dalam kasus struma multinodular toksik, struma multinodular non toksik.
15
Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap lobus, yang memotong pembuluh darah tiroidea superior, vena + tyroidea media dan vena tiroidea inferior utuh. Bagian kelenjar yang dieksisi merupakan sisi anterolateral tiap lobus, isthmus dan lobus piramidalis. Ligasi pembuluh darah tiroidea superior harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus nervus laryngeus superior dapat menimbulkan perubahan suara yang bermakna. Sisa thyroidea dari lobus kiri harus sekitar 3 sampai 4 gram. Ini dapat dinilai dengan menilai berbagai ukuran thyroidea pada timbangan. Lobus dapat dieksisi lengkap dengan memotong isthmus atau ia dapat dijaga kontinyu dengan isthmus yang dikupas bebas dari tracea di bawahnya.
Lobektomi Total
Dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroidea dan bila penyakit unilobaris yang mendasari tidak pasti. Bila dilakukan pengupasan suatu lobus, untuk tumor ganas maka pembuluh darah tiroidea superior, vena tiroidea media dan vena tiroidea inferior perlu dipotong. Glandula paratiroidea dan nervus laryngeus diidentifikasi dan dilindungi. Lobus tiroidea diretraksi ke medial dengan dua glandula paratiroidea terlihat dekat cabang terminal fasia (ligamentum Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai struktur putih tipis yang berjalan di bawah ligamentum dan biasanya di bawah cabang terminal arteria tiroidea inferior. Pada sejumlah tumor ganas seperti varian folikularis dan meduler direkomendasikan lobektomi total bilateral dengan pengupasan kelenjar limfe sentral.
Pengobatan untuk nodul tiroid yang bukan tiroiditis atau keganasan : - Apabila didapatkan nodul hangat, dapat diberikan preparat l-thyroxin selama 4-5 bulan dan kemudian sidik tiroid dapat diulang. Apabila nodul mengecil maka terapi dapat diteruskan namun apabila tidak mengecil dilakukan biopsi aspirasi atau operasi. - Nodul panas dengan diameter < 2,5 cm observasi saja, tetapi kalau > 2,5 mm terapinya ialah operatif karena dikhawatirkan mudah timbul hipertiroidisme.
1.2.10. Komplikasi
Komplikasi tiroidektomi :
1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan tekanan.
16
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum.
6. Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.
7. Trakeumalasia (melunaknya trakea). Trakea mempunyai rangka tulang rawan. Bila tiroid demikian besar dan menekan trakea, tulang-tulang rawan akan melunak dan tiroid tersebut menjadi kerangka bagian trakea.
1.2.11. Prognosis
17
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Struma Nodosa Non Toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroid. Klasifikasi dari Struma Nodosa Non Toksik didasarkan atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah nodul, berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif dan berdasarkan konsistensinya. Etiologi dari Struma Nodosa Non Toksik adalah multifaktorial namun kebanyakan struma diseluruh dunia diakibatkan oleh defisiensi iodium langsung atau akibat makan goitrogen dalam dietnya. Gejala klinis tidak khas biasanya penderita datang dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan tanpa keluhan hipotiroid atau hipertiroidisme. Diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesa. Pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH), termografi, dan petanda tumor (tumor marker). Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-thyroksin atau terapi pembedahan yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau lobektomi total. Komplikasi dari tindakan pembedahan (tiroidektomi) meliputi perdarahan, terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara, trauma pada nervus laryngeus recurrens, sepsis, hipotiroidisme dan traceomalasia.
18
DAFTAR PUSTAKA
Djokomoeljanto, 2001. Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya. Dalam : Suyono, Slamet (Editor), 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta
Kaplan, Edwin. L, Thyroid and Parathyroid, in Principles of Surgery, New York, 1994, hal : 1611-1621.
Sabiston, David. C. Jr, MD, Buku Ajar Bedah Sabiston, Alih Bahasa Petrus Andrianto, Timan IS, Editor Jonatan Oswari, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal 415-427.
Sjamsuhidayat, R, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998, hal 926-935.
Sri Hartini, KS, Struma Nodosa Non Toksik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Penerbit FKUI, Jakarta 1996, hal 757-761.
Widjosono-Garjitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997 : 925 – 952.