• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Grand Mal Epilepsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Grand Mal Epilepsi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

GRAND MAL EPILEPSI

DISUSUN OLEH HENI HANDAYANI 1102009131 PEMBIMBING : Dr. MUKHDIAR, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RSU CILEGON FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 24 NOVEMBER – 26 DESEMBER 2014

(2)

1 KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan referat dengan judul “Grand Mal Epilepsi” dapat saya selesaikan penyusunannya dalam rangka memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan klinik ilmu penyakit saraf di Rumah Sakit Umum Cilegon periode 24 November – 26 Desember 2014.

Dalam menyelesaikan presentasi kasus ini, saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Mukhdiar, Sp.S selaku pembimbing dalam penyusunan referat dan sebagai salah satu pembimbing selama menjalani kepaniteraan ini.

Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, saya akan menerima kririk dan saran. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.

Cilegon, Desember 2014

(3)

2 DAFTAR ISI Kata Pengantar ... 1 Daftar Isi ... 2 Bab I ... 3 Bab II... 4 Daftar Pustaka... 14

(4)

3

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Epilepsi adalah suatu kondisi neurologik yang mempengaruhi system saraf. Epilepsy juga dikenal sebagai penyakit kejang. Epilepsi dapat didiagnosis paling tidak setelah mengalami dua kali kejang yang tidak disebabkan oleh kondisi medis seperti kecanduan alkhohol atau kadar gula yang sangat rendah (hipoglikemi). Terkadang menurut International League Against Epilepsy, epilepsy dapat didiagnosis setelah mengalami satu kali kejang, jika seseorang berada dalam kondisi dimana mereka memiliki risiko tinggi untuk menderita kejang lagi. Kejang pada epilepsy mungkin berhubungan dengan trauma otak atau kecenderungan keluarga tetapi kebanyakan penyebab epilepsy tidak diketahui (Carold,2008).

Lebih dari 5% populasi didunia mungkin mengalami satu kali kejang dalam hidup mereka. Kurang lebih sebanyak 60 juta orang didunia menderita epilepsy. Anak-anak dan remaja lebih cenderung menderita epilepsy dengan sebab yang tidak diketahui atau murni genetic daripada orang dewasa. Epilepsy dapat mulai terjadi pada semua usia. Pada penelitian terbaru memperlihatkan bahwa 70% kejang yang terjadi pada anak-anak dan dewasa yang baru terdiagnosis epilepsy dapat dikontrol dengan baik oleh pengobatan. Dan 30% orang yang mengalami kejang tidak memberikan responyang baik dengan pengobatan yang tersedia (steven,2006).

II. Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme terjadinya epilepsy sehingga diagnosis dapat ditegakan lebih dini serta mendapat penanganan yang adekuat dan tepat agar dapat mengontrol gejala dengan baik.

(5)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Epilepsy adalah sebuah kondisi dimana terjadi kejang berulang. Kejang

diartikan sebagai adanya gangguan pelepasan muatan listrik abnormal pada sel saraf diotak yang menyebabkan gangguan sementara pada fungsi motorik, sensorik dan mental (Stephen,2005).

Epilepsi grand mal adalah epilepsi yang terjadi secara mendadak, di mana penderitanya hilang kesadaran lalu kejang-kejang dengan napas berbunyi ngorok dan mengeluarkan buih/busa dari mulut. Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, dibagian dalam serebrum dan bahkan di batang otak dan thalamus, kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit.3,4

II. Epidemiologi

Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy  pada kondisi tanpa serangan, pasien terlihat normal dan semua data lab juga normal, selain itu ada stigma tertentu pada penderita epilepsy  malu/enggan mengakui . Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai umur 50 th, dan meningkat lagi setelahnya terkait dg kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovaskular. Pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum umur 18 tahun.3,5

III. Etiologi 1. Idiopatik

2. Factor herediter, ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

3. Factor genetik; pada kejang demam dan breath holding spells

4. Kelainan congenital otak; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum 5. Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia

6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak danselaputnya,toxoplasmosis

(6)

5 7. Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural

8. Neoplasma otak dan selaputnya

9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen 10. Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air

11. Lain-lain; penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone, degenerasi serebral,dan lain-lain.6 Faktor Pencetus 1. kurang tidur 2. stress emosional 3. Infeksi 4. Obat-obat tertentu 5. Alcohol 6. Perubahan hormonal 7. Terlalu lelah 8. Fotosensitif. 6 IV. Patofisiologi

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi padasinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yangdisebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane neuron bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron, yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalamsel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaansebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yangmenimbulkan potensial membran.Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi ataulepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga selneuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan

(7)

6 glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Halini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan seluruhsel akan melepas muatan listrik.Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruanganekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak. 3,6

V. Gejala Klinis

Grand mal atau serangan tonis klonis ‘generalized’ Ciri-cirinya :

 Kejang kaku bersamaan dengan kejutan – kejutan ritmis dari anggota badan.

 Hilangnya untuk sementara kesadaran dan tonus. Pada umunya serangan diawali suat perasaan khusus (aura). Hilangnya tonus menyebabkan penderita terjatuh, kejang hebat dan ototnya menjadi kaku. Fase tonis berlangsung kira-kira 1 menit disusul oleh fase klonis dengan kejang-kejang dari kaki tangan, rahang dan muka.  Penderita kadang mengigit lidahnya sendiri dan juga dapat terjadi inkontinensia

urin atau feces.

 Gerakan ritmis dari kaki tanga secara tak sadar, sering kali dengan jeritan, mulut berbusa, mata membelalak.

 Lamanya serangan berkisar antara 1 dan 2 menit disusul dengan keadaan pingsan selama beberapa menit dan sadar kembali dengan perasaan kacau serta depresi.

(8)

7  Serangan myoclonis yaitu kontraksi otot-otot simetris dan sinkron yang tak ritmis dari bahu dan tangan (tidak dari muka), berlangsung berurutan dengan jangka waktu singkat kurang dari 1 detik.

 Status epileptikus serangan yang bertahan lebih dari 30 menit berlangsung beruntun dengan cepat tanpa diselingi keadaan sadar. Situasi ini bisa fatal karena kesulitan pernafasan dan kekurangna oksigen di otak. Umunya disebabkan ketidakpatuhan penderita minum obat, menghentikan pengobatan secara tiba-tiba atau timbulnya demam.3,5

VI. Diagnosis

a. anamnesis

Riwayat kesehatan adalah dasar dari diagnosis epilepsy. Dokter membutuhkan semua informasi tentang apa yang terjadi sebelum, selama dan setelah kejang. Jika pasien tidak dapat memberikan informasi yang cukup, orang lain yang melihat kejadian kejang dapat turut memberikan informasi.

Pertanyaan sebelum terjadinya kejang

 Apakah anda mengalami stress yang tidak biasa atau kurang tidur?

 Kapan terakhir kali kejang?

 Apakah anda mengkonsumsi obatan termasuk jamu, alkhohol, atau

obat-obatan terlarang?

 Apa yang segera anda lakukan saat terjadinya kejang (berbaring, duduk, berdiri)?

Pertanyaan selama kejang

 Berapa kali dalam sehari kajang terjadi?

 Apakah anda tetap sadar atau jatuh pingsan?

 Bagaimana kejang ini berawal?

 Apakah ada peringatan sebelum terjadinya kejang?

 Apakah mata, mulut, wajah , kepala, tangan dan kaki bergerak abnormal?

 Apakah anda mampu berbicara dan memberikan respon?

 Apakah anda kehilangan kemmapuan untuk mengontrol kandung kemih dan isi perut?

(9)

8 Pertanyaan setelah kejang

 Apakah anda merasa bingung atau lelah?

 Dapatkah anda berbicara normal?

 Apakah anda merasa pusing?

 Apakah otot tubuh terasa sakit?

Pertanyaan riwayat penyakit dahulu

 Apakah proses kelahiran anda sulit?

 Apakah anda pernah mengalami kejang demam ketika anda masih bayi?

 Apakah anda pernah mengalami trauma kepala, jika iya, apakah anda kehilangan kesadaran setelah peristiwa? Berapa lama anda tidak sadar?

 Apakah anda pernah menderita meningitis atau ensefalitis?

 Apakah ada anggota keluarga yang menderita epilepsy, penyakit neurologi, atau penyakit yang berhubungan dengan kehilangan kesadaran?

Jika peristiwa terjadi berulangkali, cobalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan. Sebagai contoh, seorang wanita dengan epilepsy memiliki episode serangan yang lebih sering saat siklus menstruasi sehingga qita harus lebih waspada pada saat siklus menstruasi datang. Beberapa orang mencoba untuk menghubungkan kejang dengan faktor longkungan seperti stress, pemakaian antibiotic atau terlalu banyak makan gula (Carl,2004).

Pemeriksaan Fisik

 Pemeriksaan Fisik Umum:

Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol, atau obat terlarang, kelainan pada kulit (neurofakomatosis), kanker, dan defisit neurologik fokal atau difus.

 Pemeriksaan Neurologik

Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat bergantung pada interval antara saat dilakukanya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir.

* Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka akan tampak tanda pasca-iktal terutama tanda fokal seperti Todd‟s paresis, transient aphasic symptoms, yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi.

(10)

9 * Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir berlalu, sasaran utama adalah untuk menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi sistem saraf permanen (epilepsi simptomatik) dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.1

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Electro-encephalography (EEG).

Rekaman EEG merupakan pemeriksan yang paling berguna pada dugaan suatu bangkitan. Pemeriksaan EEG akan membantu menunjang diagnosis dan membantu penentuan jenis bangkitan maupun sindrom epilepsi. Pada keadaan tertentu dapat membantu menentukan prognosis dan penentuan perlu/tidaknya pengobatan dengan AED.

 Pemeriksaan pencitraan Otak (brain imaging)

Pemeriksaan CT Scan dan MRI meningkatkan kemampuan kita dalam mendeteksi lesi epileptogenik di otak. Dengan MRI beresolusi tinggi berbagai macam lesi patologik dapat terdiagnosis secara non-invasif, misalnya mesial temporal sclerosis, glioma, ganglioma, malformasi kavernosus, DNET (dysembryoplastic neuroepihelial tumor). Ditemukannya lesi-lesi ini menambah pilihan terapi pada epilepsi yang refrakter terhadap OAE. Funtional brain imaging seperti Positron Emission Tomography (PET), Single Photon Emission Comuted Tomography (SPECT) dan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) bermanfaat dalam menyediakan informasi tambahan mengenai dampak perubahan metabolik dan perubahan aliran darah regional di otak berkaitan dengan bangkitan.3

 Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan hematologik

Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, lekosit, hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium). kadar gula, fungsi hati, ureum, kreatinin). Pemeriksaan ini dilakukan pada awal pengobatan, beberapa bulan kemudian, diulang bila timbul gejala klinik, dan rutin setiap tahun sekali.

(11)

10 Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat target level setelah tercapai steady state, pada saat kebangkitan terkontrol baik, tanpa gejala toksik. Pemeriksaan ini diulang setiap tahun, untuk memonitor kepatuhan pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pula bila bangkitan timbul kembali, atau bila terdapat gejala toksisitas, bila akan dikombinasi dengan obat lain, atau saat melepas kombinasi dengan obat lain, bila terdapat perubahan fisiologi pada tubuh penyandang (kehamilan, luka bakar, gangguan fungsi ginjal).2,3

VII. Diagnosis Banding A. Epilepsi Umum

 Epilepsi Petit Mal

Epilepsi petit mal adalah epilepsi yang menyebabkan gangguan kesadaran secara tiba-tiba, di mana seseorang menjadi seperti bengong tidak sadar tanpa reaksi apa-apa, dan setelah beberapa saat bisa kembali normal melakukan aktivitas semula. Serangan singkat sekali antara beberapa detik sampai setengah menit dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Keadaan termangu-mangu (pikiran kososng, kehilangan kesadaran dan respons sasaat), muka pucat, pembicaraan terpotong-potong atau mendadak berhenti bergerak terutama anak - anak. Setelah serangan anak kemudian melanjutkan aktivitasnya seolah - olah tidak terjadi apa – apa. Serangan petit mal pada anak dapat berkembang menjadi gran mal pada usia pubertas.4

 Epilepsi Myoklonik Juvenil

Epilepsi myoklonik Juvenil adalah epilepsi yang mengakibatkan terjadinya kontraksi singkat pada satu atau beberapa otot mulai dari yang ringan tidak terlihat sampai yang menyentak hebat seperti jatuh tiba-tiba, melemparkan benda yang dipegang tiba-tiba, dan lain sebagainya.

B. Epilepsi Parsial (Sebagian) 1. Epilepsi Parsial Sederhana

 Epilepsi parsial sederhana adalah epilepsi yang tidak disertai hilang kesadaran dengan gejala kejang-kejang, rasa kesemutan atau rasa kebal di suatu tempat yang berlangsung dalam hitungan menit atau jam.4,5

(12)

11 2. Epilepsi Parsial Kompleks

 Epilepsi parsial komplek adalah epilepsi yang disertai gangguan kesadaran yang dimulai dengan gejala parsialis sederhana namun ditambah dengan halusinasi, terganggunya daya ingat, seperti bermimpi, kosong pikiran, dan lain sebagainya. Epilepsi jenis ini bisa menyebabkan penderita melamun, lari tanpa tujuan, berkata-kata sesuatu yang diulang-ulang. Penderita memperlihatkan kelakuan otomatis tertentu seperti gerakan mengunyam dan / menelan dan berjalan dalam lingkaran.4,5

VIII. Penatalaksanaan Terapi serangan

Kebanyakan lamanya serangan kurang dari 5 menit dan berhenti dengan sendirinya tanpa pengobatan. Bila berlangsung lebih lama, barulah harus diberikan obat sebagai berikut :

1. Diazepam rektal

Jika belum menghasilkan efek sesudah 5-10 menit, pemberian dapat diulang atau diberi midazolam/klonazepam secara oromucosal.

2. Diazepam intravena

Umumnya serangan berhenti dalam 5-15 menit. Dosis tidak boleh terlalu tinggi karena resiko depresi pernapasan. Bila penanganan belum berhasil dan terjadi status epilepticus, maka terapi segera dilanjutka di rumah sakit.

3. Benzodiazepin /fenitoin

Pasien biasanya diberi diazepam 10 mg i.v, disusul dengan infus i.v dari 200 mg per liter selama 24 jam.5

Terapi Pemeliharaan

1. Epilepsi luas „generalized‟

 Pilihan pertama pada grand mal adalah valproat

 Pada grand mal dengan serangan myoclonis dapat digunakan kombinasi dengan klonazepam

 Kombinasi klonazepam – klobazam, karbamazepin – valproat dan lamotigrin – valproat juga sering kali efektif.

(13)

12  Pada bentuk tonis klonis karbamazepin, valproat atau fenitoin memberikan efek

baik.

IX. Prognosis

Pada sekitar 70 % kasus epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat anti epilepsi,sedangkan pada 30-50 % pada suatu saat pengobatan dapat dihentikan. Namun prognosetergantung dari jenis serangan, usia waktu serangan pertama terjadi, saat dimulai pengobatan,ada tidaknya kelainan neurologik atau mental dan faktor etiologik. Prognosis terbaik adalah untuk serangan umum primer seperti kejang tonik klonik dan serangan petit mal, sedangkan serangan parsial dengan simtomatologi kompleks kurang baik prognosenya. Juga serangan epilepsi yang mulai pada waktu bayidan usia dibawah tiga tahun prognosenya relatih buruk. 4,5

X. Pencegahan

 Upaya sosial luas yang mengembangkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan aktikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan, ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi harus dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cidera akhirnya menyebabkan kejang yang terjadi pada janin selama kehamilan dan persalinan.  Infeksi pada masa kanak-kanak harus dikontrol dengan vaksinasi yang benar, orang

tua dengan anak yang pernah mengalami kejang demam harus diinstruksikan pada metode untuk mengkontrol demam (kompres dingin, obat anti peuretik).

 Cidera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat dicegah, tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cidera kepala.

 Untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi daya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini. 4

(14)

13 Daftar Pustaka

1. Dewanto B,Suwono J,Riyanto B,Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. 2007. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2. Hartono A. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan Bates.

Terjemahan. Lynn SB. Bates‟ guide to physical examination & history taking. 2009. Edisi ke-8. Jakarta: EGC

3. Levitt LP,Weiner HL. Buku saku neurologi. 2001. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Bradley J,Wayne D,Rubenstein D. Kedokteran klinis. Edisi Keenam. 2008. Jakarta : Penerbit Erlangga.

5. Fakultas kedokteran Indonesia. Kapita selekta kedokteran jilid I.2005. Edisi VII. Jakarta : Media Aesculapics.

6. Price SA,Wilson L.M. Patofisiologi. Edisi Keenam. 2006. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Referensi

Dokumen terkait

KEAHLIAN, INDEPENDENSI, ETIKA, DAN SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDIT ”.. Penyususnan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi

Isu strategis penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat,

dikirimkan melalui internet [2]. Untuk menjamin kerahasiaan, keaslian, dan integritas data dapat diterapkan algoritma enkripsi pada embedded system. Salah satu

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keaktifan pembelajaran ips materi lingkungan alam dan buatan melalui metode Problem Based Instruction (PBI) pada siswa kelas III

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji manajemen penangkaran, ukuran keberhasilan penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan burung kakatua sumba (Cacatua

Pemerintah Aceh juga harus serius dalam upaya meningkatkan taraf hidup ini terutama yang berada di kantong-kantong konflik tanpa mengabaikan begitu saja daerah-daerah lain yang

(digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan