• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA

TERTINGGAL KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

TAHUN 2008

SKRIPSI

Oleh:

AGUSTARIA GINTING NIM. 061000212

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ii

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA

TERTINGGAL KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

TAHUN 2008

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

AGUSTARIA GINTING NIM. 061000212

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA

TERTINGGAL KECAMATAN PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

TAHUN 2008

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh

AGUSTARIA GINTING NIM. 061000212

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 09 Januari 2009 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH drh. Hiswani, M.Kes NIP. 130702002 NIP. 132084988 Penguji II Penguji III

Drh. Rasmaliah, M.Kes Drs. Jemadi ,M.Kes NIP.390009523 NIP. 131996168

Medan, Maret 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

iv

ABSTRAK

Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang ditularkan melalui tanah, dengan dampak mengganggu perkembangan fisik, kecerdasan, mental, prestasi, dan menurunkan ketahanan tubuh. Hasil survei Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara di Sekolah Dasar ditemukan prevalensi kecacingan 68%. Survei Sub Program P2P dan PL Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir di 44 Sekolah Dasar ditemukan prevalensi kecacingan 25,49%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak SD Negeri di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Penelitian bersifat observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi 202 orang anak dan sampel adalah total sampling. Hasil penelitian ditemukan prevalensi kecacingan 56,40%. Prevalensi Ascaris lumbricoides 38,60%. Proporsi berdasarkan jenis infeksi campuran 47,40%. Proporsi kelompok umur 6-8 tahun 48,50%, laki-laki 57,40% dan makan obat cacing ≥ 6 bulan 81,70%. Proporsi tidak memiliki jamban 76,70%, tempat biasa pembuangan tinja di kebun 52,00%, personal higiene kategori sedang 68,30%. Proporsi Ascaris lumbricoides + Trichuris trichiura 40,70%. Derajat infestasi Ascaris lumbricoides ringan 89,74%, Trichuris trichiura ringan 100% dan Hookworm ringan 95,12%. Prevalensi kelompok umur ≥ 12 tahun 65,50%, perempuan 58,10%, dan makan obat cacing ≥ 6 bulan 68,50%. Hasil uji Chi Square Tidak ada hubungan bermakna antara faktor umur, jenis kelamin, kepemilikan jamban, tempat biasa buang air besar dengan kejadian kecacingan. Ada hubungan bermakna antara personal higiene, makan obat cacing dengan kejadian kecacingan (p < 0,05) .

Kepada pihak sekolah agar senantiasa memberikan pengetahuan pentingnya personal higiene dan penyediaan sarana air bersih serta jamban untuk mencegah terjadinya infeksi kecacingan. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir dan Puskesmas Buhit supaya meningkatkan pembinaan dan melaksanakan program penanggulangan kecacingan yang sudah berjalan.

(5)

v

ABSTRACT

Worm Infections is one of the soil transmitted diseases that have impacted in influencing physic, intelligence, and body resistance. The results of a survey have done by the Provincial of Health of North Sumatra at Elementary schools found that 68% of the pupils have infected by worms. A survey done by the CDC and Healthy Environment at District of Health Samosir found that from 44 Elementary schools 25.49% of school children have infected by worms.

This study was designed to determine the association of factors with the state of worm infection among the pupils at public elementary schools in undeveloped villages in the Sub-district of Pangururan, District of Samosir. The study was done by analytical observation using cross sectional study. Population consist of 202 children and sample is total sampling.

The results of the study showed that 56.40% of the pupils were infected by worms. The proportion of Ascaris lumbricoides was 38.60%. The proportion of mixed infections was 47.40%. The proportion of infected children in the age-group of 6-8 years was 48.50%, males 57.40%, and having taken medicine against worms > 6 months was 81.70%. The proportion of them not having access to a toilet was 76.70%. The proportion of them who usually defecate in the garden is 52.00%, have moderate personal hygiene 68.30%. The proportion of Ascaris lumbricoides and Trichuris trichiura 40.70%. Have infections of Ascaris lumbricoides 89.74%, Tirchuris trichiura 100% and Hookworm 95.12%. The prevalence rate of infections in the age group of > 12 years was 65.50%, female 58.10% and having taken medicine against worms > 6 months 68.50%. The results of the Chi square test showed that no significant association between the factors of age, sex, having access to a toilet, and the place of defecation, with being infected by worms. There was a significant association between personal hygiene and having taken medicine against worms with being infected by worms (p < 0.05).

Suggest to the school teachers to keep the personal hygiene of school children and to provide clean water and toilets to avoid infection by worms. The Department of Health at Samosir District and the Buhit Health Centre should have to increase their educational programs and to continue implementing their present programs in minimizing the worms infection.

(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Agustaria Ginting

Tempat/ Tanggal Lahir : Juhar, 15 Agustus 1972

Agama : Kristen Katolik

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Beringin III No. 9 Helvetia

Medan, Sumatera Utara

Riwayat Pendidikan :

1. SD Impres No. 043944, Juhar Kab. Karo : Tahun 1979-1986

2. SLTP Negeri Juhar, Kab. Karo : Tahun 1986-1989

3. SLTA Negeri Tigabinanga, Kab. Karo : Tahun 1989-1992

4. Akademi Perawat St. Elisabet Medan : Tahun 1994-1997

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas segala berkat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Dalam Penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH, selaku Kepala Departemen

Epidemiologi dan Pembimbing I yang telah membantu, membimbing dan

mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu drh. Hiswani M.kes, selaku Dosen pembimbing II yang telah membantu

dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu drh. Rasmaliah M.Kes, selaku Dosen penguji I yang memberi saran dan

kritik untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Jemadi M.Kes, selaku Dosen penguji II yang memberi saran dan

(8)

viii

6. Ibu dr. Halinda Sari Lubis M.KKK, selaku Pembimbing Akademik selama

perkuliahan yang ikut berperan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Sumihar Sinaga selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri No. 137637

Sigumbang dan Ibu Kartini Sitanggang selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri

No. 176385 Huta Tinggi Kecamatan Pangururan yang telah banyak

membantu dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini.

8. Bapak Manigor Simbolon SKM, sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

Samosir yang telah memberi dukungan dalam penelitian ini.

9. Ibu dr. Friska Situmorang sebagai Kepala Puskesmas serta Staf Puskesmas

Buhit yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

10.Bapak Julianus Barus dan Ibu Agnes Sembiring selaku petugas laboratorium

yang telah memberikan bantuan yang tak terhingga bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

11.Ibu Veronika, dr. Endang, dr. Nimpan Karo-karo, Helpi Sitanggang, Natalia

Sitinjak, Riama, Novi, Dosma, Rosmani Manihuruk, Susan Lumban Tobing

terima kasih atas bantuan, dukungan dan doannya.

12.Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i di lingkungan Departemen Epidemiologi,

serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang juga

(9)

ix

Teristimewa ucapan terima kasih kepada orang tua tercinta, S. Ginting dan

R. br. Tarigan, yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik penulis sejak kecil,

serta Ordo dan Persaudaraan Kapusin Emmaus Helvetia yang senantiasa

memberikan dukungan doa, materi, moral sehingga penulis dapat menyelesaikan

pendidikan ini.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih perlu disempurnakan, maka dari itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun

dan memperkaya materi skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih selalu menyertai dan memberkati kita

semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Medan, Januari 2009

(10)

x

2.4.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Kecacingan ... 15

(11)

xi

5.1.2.3. Data Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Buhit... ... 33

5.2.3. Proporsi kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing... ... 36

5.2.4. Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Campuran... ... 36

5.2.5. Karakteristik Anak Sekolah Dasar ... . 37

5.2.6. Lingkungan Anak Sekolah Dasar ... 38

5.2.7. Kejadian Kecacingan Berdasarkan Berat Ringannya Infeksi Kecacingan ... 39

5.2.8. Analisis Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan . 40

5.2.9. Analisis Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Kecacingan ... 41

5.2.10.Analisis Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Kecacingan ... 42

5.2.11.Analisis Hubungan Tempat Biasa Pembuangan Tinja Dengan Kejadian Kecacingan... ... 43

6.1. Prevalensi Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar …. ... 46

(12)

xii

6.3. Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi

Cacing Anak Sekolah Dasar ... .. 49

6.4. Proporsi Kejadian Kecacingan berdasarkan Jenis Infeksi Cacing Campuran Anak Sekolah Dasar ... .... 51

6.5. Karakteristik Anak Sekolah Dasar ... 53

6.6. Lingkungan Anak Sekolah Dasar ... 55

6.7. Berat Ringannya Infeksi Kecacingan Anak Sekolah Dasar ... 59

6.8. Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar ... ... 61

6.9. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar ... ... 63

6.10.Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar... ... 64

6.11.Hubungan Tempat Biasa Pembuangan Tinja Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar ... 66

6.12.Hubungan Personal Higiene Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar ... 68

2. Hasil Pemeriksaan Feses Anak SD Negeri Kecamatan Pangururan 3. Master Data Hasil Penelitian

4. Hasil Output Analisis Univariat dan Bivariat 5. Surat Izin Penelitian

6. Surat Keterangan Selesai Penelitian

7. Klasifikasi Kelurahan Kecamatan Pangururan 8. Surat Keputusan Bupati Samosir

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2007 . ... 32

Tabel 5.2. Jumlah Sarana Kesehatan Di Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2007 . ... 33

Tabel 5.3. Jenis Penyakit dan Jumlah Penderita di Puskesmas Buhit

Tahun 2007. ... 33

Tabel 5.4. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Buhit

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2007. ... 34

Tabel 5.5. Distribusi Prevalensi Kejadian Kecacingan Pada Anak SD di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

Tahun 2008 ... 35

Tabel 5.6. Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Pada Anak SD di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 35

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 36

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing Campuran Pada Anak SD di Desa Tertinggal

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 ... 36

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Karakteristik di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 37

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Lingkungan di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 38

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Berat Ringannya Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides,

Trichuris trichiura, Hookworm Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

(14)

xiv

Tabel 5.12. Tabulasi Silang Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan

Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 40

Tabel 5.13. Tabulasi Silang Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008. ... 41

Tabel 5.14. Tabulasi Silang Hubungan Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2008... ... 42

Tabel 5.15. Tabulasi Silang Hubungan Tempat Biasa Pembuang Tinja Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2008... ... 43

Tabel 5.16. Tabulasi Silang Hubungan Personal Higiene Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2008... ... 44

Tabel 5.17. Tabulasi Silang Hubungan Frekuensi Makan Obat Cacing Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

(15)

xv

Gambar 6.1. Distribusi Prevalensi Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 46

Gambar 6.2. Distribusi Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 ... 48

Gambar 6.3. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 50

Gambar 6.4. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Campuran Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 51

Gambar 6.5. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan umur di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 53

Gambar 6.6. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 54

(16)

xvi

Gambar 6.8. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Kepemilikan Jamban di Desa Tertinggal Kecamatan

Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008... ... 56

Gambar 6.9. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Tempat Biasa Pembuangan Tinja di Desa Tertinggal Kecamatan

Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 ... 57

Gambar 6.10. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Personal Higiene di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten

Samosir Tahun 2008 ... 58

Gambar 6.11. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 ... 61

Gambar 6.12. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008 ... 63

Gambar 6.13. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2008... 64

Gambar 6.14. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Tempat Biasa Pembuangan Tinja Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir Tahun 2008... 66

Gambar 6.15. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Personal Higiene Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun

2008... 68

Gambar 6.16. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Frekuensi Makan Obat Cacing Dengan Kejadian Kecacingan Anak Sekolah Dasar Negeri di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 termaktub tujuan bangsa Indonesia,

yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan pardamaian

abadi dan kehidupan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan

program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah,

termasuk di dalamnya pembangunan bidang kesehatan.1

Kebijakan pembangunan kesehatan telah ditetapkan beberapa program dan

salah satu program yang mendukung bidang kesehatan ialah program upaya

kesehatan masyarakat. Adapun tujuan program ini antara lain meningkatkan mutu

kesehatan, mencegah terjadinya penyebaran penyakit menular, menurunkan angka

kesakitan, kematian, yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan.2

Pencegahan dan pengobatan penyakit menular seperti infeksi kecacingan,

pemerintah dan masyarakat telah bersama-sama melaksanakan berbagai program

pemberantasan infeksi kecacingan, terutama di sekolah dasar. Kegiatan tersebut

meliputi penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, higiene

keluarga dan higiene pribadi. 3

Infestasi cacing pada manusia banyak dipengaruhi faktor perilaku,

(18)

ii

banyak ditemukan di daerah dengan kelembaban tinggi dan terutama mengenai

kelompok masyarakat dengan personal higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang

baik.4

Kerugian dan dampak akibat infeksi kecacingan tidak menyebabkan manusia

mati mendadak akan tetapi dapat mempengaruhi pemasukan, pencernaan,

penyerapan dan metabolisme makanan. Selain dapat menghambat perkembangan

fisik, kecerdasan, mental, prestasi, dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga

mudah terkena penyakit lain.5

Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminths yang sering dijumpai pada anak usia Sekolah Dasar yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm.6

WHO tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia

masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing

Hookworm.7

Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia menurut

jenis cacing tahun 2002–2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002 prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0%, Trichuris trichiura 19,9% dan Hookworm 2,4%. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7%, Trichuris trichiura 21,0% dan Hookworm

(19)

iii

Berdasarkan Survei Seksi P2ML Sub Dinas P2P & PL, Dinas Kesehatan

Tingkat I Sumatera Utara pada anak Sekolah Dasar di tiga belas Kabupaten/Kota

tahun 2003-2006 diperoleh hasil yaitu prevalensi Ascaris lumbricoides 39%,

Trichuris trichiura 24%, dan Hookworm 5%.9

Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Samosir (2004) penderita kecacingan

sebanyak 790 orang dan penyakit ini berada pada urutan ke 10 dari sepuluh penyakit

terbesar. Menurut laporan Bidang Yankes Kabupaten Samosir (2006) ditemukan

penderita kecacingan sebanyak 2.252 orang dan penyakit ini berada pada urutan ke

6 dari 10 penyakit terbesar. Angka penderita kecacingan tahun 2007 sebanyak 2.352

orang dan berada pada urutan 7 dari 10 penyakit terbesar. Hasil survei kecacingan

yang dilaksanakan oleh Sub Program P2P dan PL Dinas Kesehatan Kabupaten

Samosir (2007) di 44 Sekolah Dasar diperoleh prevalensi cacing Ascaris lumbricoides 23%, Trichuris trichiura 2% dan Hookworm 0,49%. 10, 11, 12,13

Kecamatan Pangururan mempunyai luas wilayah 121,43 km2, dengan 28

desa. Pekerjaan penduduk sebahagian besar mempunyai mata pencaharian petani dan

berkebun. Daerah ini masih banyak dijumpai pemukiman yang belum memenuhi

sanitasi lingkungan, faktor utamanya ialah tingkat sosial ekonomi dan pendidikan

yang masih rendah. Beberapa desa seperti desa Parmonangan, Aek Nauli,

Pardomuan Nauli, Parbaba Dolok, Huta Tinggi, Parhorasan, berada pada daerah atau

desa yang tertinggal. Daerah atau desa tertinggal ialah daerah atau desa yang relatif

kurang berkembang dibandingkan dengan daerah atau desa lain dalam sekala

nasional. Adapun kriterianya ialah (1) Secara geografis yaitu: sulit dijangkau karena

(20)

iv

sumber daya alam yang terbatas, (3) Sumber daya Manusia yaitu: daerah ini

mempunyai tingkat pendidikan yang rendah serta keterampilan yang relatif rendah,

(4) Prasarana dan Sarana yaitu: keterbatasan transportasi, pendidikan, irigasi dan air

bersih, (5) Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial yaitu seringnya suatu daerah

mengalami bencana alam dan konflik sosial dan (6) Kebijakan Pembangunan yang

kurang memihak pembangunan daerah.14,15

Jumlah penduduk Kecamatan Pangururan 28.553 jiwa, 4.213 orang

merupakan anak Sekolah Dasar yang terdaftar di 37 Sekolah Dasar Negeri dan 208

terdaftar di Sekolah Dasar Swasta. Sekolah Dasar Negeri No. 173763 Sigumbang

desa Parhorasan dan SD Negeri No. 176385 desa Huta Tinggi berada pada daerah

atau desa tertinggal dengan sanitasi lingkungan kurang baik dengan kriteria WC

belum ada / tidak berfungsi dengan baik, air bersih yang kurang, beberapa lantai

rungan Sekolah Dasar Negeri tersebut sudah terkelupas dan berdebu. Pada tahun

2006 penyakit kecacingan di kecamatan ini berada pada urutan ke delapan dari 10

penyakit terbesar dengan jumlah sebanyak 1.127 orang dan pada tahun 2007

penyakit kecacingan berada pada urutan ke 4 dengan jumlah sebanyak 578 orang.

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak

(21)

v

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

kecacingan pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir tahun 2008.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

kecacingan pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir tahun 2008.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prevalensi kejadian kecacingan pada anak SD di desa

tertinggal tahun 2008.

b. Untuk mengetahui prevalensi kejadian kecacingan berdasarkan jenis cacing

pada anak SD di desa tertinggal.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi kejadian kecacingan berdasarkan jenis

infeksi cacing pada anak SD di desa tertinggal.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi kejadian kecacingan berdasarkan jenis

cacing campuran pada SD di desa tertinggal.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi anak sekolah dasar berdasarkan

karakteristik (umur, jenis kelamin, frekuensi makan obat cacing) pada anak

(22)

vi

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi anak sekolah dasar berdasarkan

lingkungan (kepemilikan jamban, tempat biasa pembuangan tinja, personal

higiene) pada anak SD di desa tertinggal.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi kejadian kecacingan berdasarkan berat

ringannya infeksi cacing usus pada anak SD di desa tertinggal.

h. Untuk mengetahui prevalensi kejadian kecacingan berdasarkan karakteristik

(umur, jenis kelamin, frekuensi makan obat cacing) pada anak SD di desa

tertinggal.

i. Untuk mengetahui hubungan umur dengan kejadian kecacingan pada anak

SD di desa tertinggal.

j. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian kecacingan pada

anak SD di desa tertinggal.

k. Untuk mengetahui hubungan kepemilikan jamban dengan kejadian

kecacingan pada anak SD di desa tertinggal.

l. Untuk mengetahui hubungan tempat biasa pembuangan tinja dengan kejadian

kecacingan pada anak SD di desa tertinggal.

m. Untuk mengetahui hubungan personal higiene dengan kejadian penyakit

kecacingan anak SD di desa tertinggal.

n. Untuk mengetahui hubungan frekuensi makan obat cacing dengan kejadian

(23)

vii

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi staf pengajar di Sekolah Dasar agar dapat memberikan

pengarahan/penyuluhan tentang pencegahan penyakit kecacingan di Kecamatan

Pangururan Kabupaten Samosir.

2. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap upaya penanggulangan penyakit

kecacingan serta bahan evaluasi dalam program penanggulangan penyakit

(24)

viii

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Kecacingan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke

dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung arti menderita atau mengalami kejadian. Dengan demikian, kata kecacingan berarti seseorang yang mengalami kecacingan. Sedangkan Menurut Dinkes Jawa Timur

(2003) Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa

cacing) ke dalam tubuh manusia.16,17

2.2. Penyebab dan Morfologi

Helmint (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan manusia. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua yaitu:

1. Nemathelminthes (cacing gilik) 2. Plathyhelminthes (cacing pipih)

Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu kelas Nemotoda yang terdiri dari Nematode usus dan Nematoda jaringan. Sedangkan yang termasuk

Plathyhelminthes adalah kelas Trematoda dan Cestoda.18

Namun yang akan dibahas di bawah ini adalah kelompok Nematoda usus. Sebab sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan penyebab kecacingan yang sering dijumpai pada masyarakat Indonesia khususnya pada usia Sekolah Dasar.

(25)

ix

a. Ascaris lumbricoides

b. Trichuris trichiura

c. Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)19

a. Ascaris lumbricoides

Cacing Ascaris lumbricoides salah satu penyebab kecacingan pada manusia yang disebut penyakit askariasis. Cacing dewasa mempunyai ukuran paling besar di antara

Nematodaintestinalis yang lain. Bentuknya silindris (bulat panjang), ujung anterior lancip. Bagian anterior dilengkapi oleh tiga bibir yang tumbuh dengan sempurna.18,20

Cacing betina berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan cacing jantan,

dengan ukuran panjangnya 20-35 cm. Pada cacing betina bagian posteriornya

membulat dan lurus. Tubuhnya berwarna putih sampai kekuning kecoklatan dan

diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris halus. Cacing jantan panjangnya

10-30 cm, warna putih kemerah-merahan. Pada cacing jantan ujung posteriornya

lancip dan melengkung ke arah ventral dilengkapi pepil kecil dan dua buah spekulum

berukuran 2 mm. 19,20,21

(26)

x

Gam bar 2.2. Ascaris lum bricoides: A. Bet ina; B; Jant an31

b. Trichuris trichiura

Dalam bahasa Indonesia cacing ini dinamakan cacing cambuk karena secara

menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Hospes defenitifnya adalah manusia. Cacing

ini lebih sering ditemukan bersama-sama dengan cacing Ascaris lumbricoides. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia terutama di daerah sekum dan

kolon. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis. 18,20

Telur Trichuris trichiura berbentuk bulat panjang dan memiliki “sumbat” yang menonjol di kedua ujungnya, dan dilengkapi dengan tutup (operkulum) dari bahan mucus yang jernih. Telur berukuran 50-54 x 32 mikron. Kulit luar telur berwarna

kuning tengguli dan bagian dalam jernih. Cacing jantan panjangnya ± 4 cm, dan

cacing betina penjangnya ± 5 cm.19,21

(27)

xi

c.Hookworm

Ada beberapa spesies cacing tambang yang penting dalam bidang medik,

namun yang sering menginfeksi manusia ialah cacing Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale. Hospes dari kedua cacing ini adalah manusia. Dan kedua cacing ini menyebabkan penyakit Nekatoriasis dan Ankilostomiasis.20

Telur cacing tambang sulit dibedakan, karena itu apabila ditemukan dalam

tinja disebut sebagai telur hookworm atau telur cacing tambang. Bentuk telurnya oval, dinding tipis dan rata, warna putih. Larva pada stadium rhabditiform dari cacing tambang sulit dibedakan. Panjangnya 250 mikron, ekor runcing dan mulut

terbuka. Larva pada stadium filariform (Infective larvae) panjangnya 700 mikron, mulut tertutup ekor runcing dan panjang oesophagus 1/3 dari panjang badan.19,21

Cacing dewasa jantan berukuran 8 sampai 11 mm sedangkan betina

berukuran 10 sampai 13 mm. Cacing Necator americanus betina dapat bertelur ±9.000 butir/hari sedangkan cacing Ancylostoma duodenale betina dapat bertelur ±10.000 butir/hari. 18,21

(28)

xii

Gambar 2.5. Cacing Necator americanus Dewasa 31

2.3. Daur Hidup

a. Ascaris lumbricoides

Manusia dapat terinfeksi cacing ini karena mengkonsumsi makanan,

minuman yang terkontaminasi telur cacing yang telah berkembang. Telur yang telah

berkembang tadi menetas menjadi larva di dalam usus halus. Selanjutnya larva tadi

akan bergerak menembus pembuluh darah dan limfe di usus untuk kemudian

mengikuti aliran darah ke hati atau aliran limfe ke ductus thoracicus menuju ke jantung. Setelah sampai di jantung larva ini akan dipompakan ke seluruh tubuh

antara lain ke paru-paru. Larva di dalam paru-paru ini mencapai alveoli dan tinggal

selama 10 hari untuk berkembang lebih lanjut. Bila larva ini telah mencapai ukuran

1,5 mm, ia mulai bermigrasi ke saluran nafas, ke epiglotis dan kemudian ke

esofagus, lambung akhirnya kembali ke usus halus dan menjadi dewasa yang berukuran 15-35 cm.22

Seekor cacing betina mampu menghasilkan 200.000-250.000 telur perhari.

(29)

xiii

minggu dan dapat hidup lama serta tahan terhadap pengaruh cuaca buruk.

Keseluruhan siklus hidup ini berlangsung kurang lebih 2-3 bulan. Cacing dewasa ini

akan tahan hidup di dalam rongga usus halus hospes selama 9-12 bulan.18,22

Gam bar 2.6. Siklus hidup Cacing Ascar is lum br icoides31

b. Trichuris trichiura

Manusia terinfeksi cacing ini melalui makanan yang terkontaminasi telur

(30)

xiv

usus dan mulai memproduksi telur sebanyak 2000-7000 telur perhari. Telur yang

dihasilkan cacing ini akan keluar dari tubuh bersama tinja. Di luar tubuh, di tempat

yang lembab dan hangat, telur ini akan mengalami pematangan dalam waktu 2- 4

minggu dan siap menginfeksi host lain. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan

mulai dari telur sampai menjadi dewasa adalah ± 1-3 bulan.20,22

Gambar 2.7. Siklus Hidup Cacing Trichuris trichiura32

Sumber : Prof. Dr. Sri Oemijati

c. Hookworm

Cacing jantan dan betina dewasa berhabitat di usus kecil terutama jejenum,

tetapi pada infeksi yang berat, cacing ini dapat pula ditemukan di lambung. Telur

yang dihasilkan betinanya akan dikeluarkan bersama-sama tinja, 2-3 hari kemudian

(31)

xv

hidup selama 7-8 minggu di tanah lembab. Larva filariform menembus kulit, masuk ke pembuluh darah kapiler dan mengikuti peredaran darah masuk ke jantung kanan,

kemudian paru-paru, lalu ke pharynx, kemudian ke usus halus dan di sana menjadi dewasa.19

Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi Ancylostoma duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform.20

Gambar 2.8. Siklus hidup Hookworm32

2.4. Epidemiologi Penyakit Kecacingan

2.4.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Kecacingan a. Orang

Penyakit kecacingan dapat menyerang semua golongan umur dan jenis

(32)

xvi

soil transmitted helminths” terjadi pada semua golongan umur sebesar 40%-60%, sedangkan pada usia Sekolah Dasar (7-15 tahun) sebesar 60%-80%. 3

Menurut penelitian Ginting (2001-2002) pada anak Sekolah Dasar di

Kabupaten Tanah Karo dari 120 sampel ditemukan 84 orang yang positif kecacingan

dengan rincian anak laki-laki sebanyak 51orang (60,7%) dan anak perempuan

sebanyak 33 orang (39,3%). 23

Sejak tahun 2002 angka kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar

terlihat mengalami fluktuasi yaitu dari 33,3%, menurun menjadi 33,0% pada tahun

2003, tahun 2004 meningkat menjadi 46,8%, kemudian menurun lagi tahun 2005

yaitu 28,4%, dan pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 32,6%. 8

b. Tempat

Penyakit kecacingan umumnya terjadi pada daerah yang mempunyai sanitasi

lingkungan yang jelek dan kurang tersedianya air bersih dan sosial ekonomi yang

rendah. Dari hasil penelitian Hiswani (1997) di Nias menemukan prevalensi cacing

yang ditularkan melalui tanah ”soil transmitted helminths” masih cukup tinggi yaitu

Ascaris lumbricoides sebesar 35% sedangkan prevalensi cacing Trichuris trichiura

5,7%.20,24

Pada tahun 2002 prevalensi kecacingan dari hasil survei di 10 propinsi

Indonesia dengan sasaran anak Sekolah Dasar sangat bervariasi yaitu 4,8%-83,0%

dengan prevalensi tertinggi di Propinsi Nusa Tenggara Barat dan diikuti Propinsi

Sumatera Utara, sedangkan yang terkecil di Propinsi Jawa Timur. Hasil survei

prevalensi kecacingan tahun 2003 dengan sasaran dan lokasi yang sama pada tahun

(33)

xvii

42,26% dengan rincian Ascaris lumbricoides 22,26%, Trichuris trichiura 20,30% dan Hookworm 0,7%.25

c. Waktu

Penyakit Kecacingan menunjukkan fluktuasi musiman. Biasanya insiden

meningkat pada permulaan musim hujan, karena curah hujan sangat erat kaitannya

dengan kelembaban tanah tempat telur cacing berkembang biak. Lingkungan tanah

liat sangat menguntungkan bagi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura

sedangkan lingkungan yang mengandung pasir sangat menguntungkan bagi cacing

Hookworm.22

2.4.2. Faktor Lingkungan

Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan oleh karena itu pemberantasan penyakit cacing ini harus melibatkan

berbagai pihak. Faktor lingkungan seperti tanah, air, tempat pembuangan tinja

tercemar oleh telur atau larva cacing serta berakumulasi dengan perilaku manusia

yang tidak sehat pula yaitu personal higiene maka dapat menimbulkan kejadian

kecacingan. 3,26

Keadaan lingkungan yang menyebabkan faktor penyebab kejadian

kecacingan adalah

a. Sumber air

Air merupakan sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia

(34)

xviii

(bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Supaya air tetap sehat dan terhindar dari

kuman maka air yang digunakan harus diolah terlebih dahulu.27

Adapun sumber dan cara pengolahan air yang sering digunakan oleh

masyarakat yaitu:

i. Sumber air : air hujan, air permukaan (sungai, danau, mata air, air sungai), air

tanah (sumur dangkal, sumur dalam)

ii. Pengolahan air (seperti pembuangan benda-benda yang terapung/melayang,

pengendapan, penyaringan, penyimpanan) 28

b. Jamban

Jamban adalah salah satu sarana dari pembuang tinja manusia yang penting,

karena tinja manusia merupakan sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.

Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara seperti air, tangan, lalat, tanah, makanan dan minuman sehingga

menyebakan penyakit. Jadi bila pengolahan tinja tidak baik, jelas penyakit akan

mudah tersebar. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara

lain: tipus, kolera dan bermacam-macam cacing. Maka untuk menghindari

penyebaran penyakit lewat tinja ini setiap orang diharapkan menggunakan jamban

sebagai penampung tinjanya27

c. Personal Higiene

Kebersihan diri yang buruk merupakan cerminan dari kondisi lingkungan dan

perilaku individu yang tidak sehat. Pengetahuan penduduk yang masih rendah dan

kebersihan yang kurang baik mempunyai kemungkinan lebih besar terkena infeksi

(35)

xix

Usaha kesehatan pribadi (personal higiene) adalah daya upaya dari seseorang

untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri meliputi:

i. Memelihara kebersihan diri (mandi 2x/hari, cuci tangan sebelum dan

sesudah makan), pakaian, rumah dan lingkungannya (BAB pada

tempatnya).

ii. Memakan makanan yang sehat dan bebas dari bibit penyakit.

iii. Cara hidup yang teratur.

iv. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani.

v. Menghindari terjadinya kontak dengan sumber penyakit.

vi. Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat

seperti sumber air yang baik, kakus yang sehat.

vii. Pemeriksaan kesehatan.29

2.5. Cara Penularan

Cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm

dikelompokkan sebagai cacing yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths) karena cara penularannya pada setiap orang sama yaitu melalui tanah. Secara gambaran epidemiologi, ”soil transmitted helminths” biasa terdapat di daerah beriklim tropis dan daerah beriklim sedang dan perbedaannya hanya terletak pada

jenis spesies dan beratnya penyakit yang ditimbulkan. Adapun cara cacing ini

menginfeksi manusia yakni dengan menembus kulit manusia oleh larva infectious

(larva matang) atau menelan telur cacing yang lengket pada makanan atau minuman

(36)

xx

2.6. Diagnosa

Diagnosa dapat ditegakkan dengan menemukan telur cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Hookworm. Dan pada cacing Ascaris lumbricoides dewasa dapat keluar melalui mulut, hidung, maupun anus.19,22

2.7. Tanda dan Gejala

a. Terdapat ”loeffler sindrome” dengan gejala: demam, batuk, infiltrasi paru-paru, malaise, bahkan pneumonitis.

b. Pada infeksi ringan gangguan Gastro Intestinal ringan.

c. Pada infeksi berat dapat meyebabkan gejala mual, muntah, anoreksia bahkan ileus. d. Menimbulkan penyakit ”Ground itch” (cotaneous larva migrans) dengan gejala :

gatal-gatal, erythema, papula, erupsi dan vesicula pada kulit.

e. Badan terasa lemah, neusea, sakit perut, lesu, anemia, penurunan berat badan dan

kadang-kadang diare dengan tinja berwarna hitam.

f. Menimbulkan anemia pada penderita.19,21,22

2.8. Upaya Pencegahan 2.8.1. Pencegahan Primer

Pencegahan cacing usus ini dapat dilakukan dengan memutuskan rantai daur

hidup dengan cara: berdefekasi di kakus, menjaga kebersihan, cukup air di kakus,

mandi dan cuci tangan secara teratur. Melakukan Penyuluhan kesehatan kepada

masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan personal higiene serta cara

menghindari infeksi cacing seperti : tidak membuang tinja di tanah, tidak

(37)

xxi

makan, membiasakan menggunting kuku secara teratur, membiasakan diri buang air

besar di jamban, membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang

air besar, membiasakan diri memakai alas kaki bila keluar rumah, membiasakan diri

mencuci semua makanan lalapan mentah dengan air yang bersih.18,20,22,30

2.8.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder cacing usus ini dapat dilakukan dengan memeriksakan diri

secara teratur ke Puskesmas, Rumah Sakit serta menganjurkan makan obat cacing 6

(38)

xxii

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2Definisi Operasional

3.2.1. Infeksi kecacingan ialah ditemukannya satu atau lebih telur cacing usus pada

responden melalui pemeriksaan tinja dengan menggunakan metode Kato

Katz dan dikelompokkan menjadi:

1. Positif (+) mengandung telur cacing 2. Negatif (-) mengandung telur cacing

Karakteristik Anak

1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Makan Obat Cacing

Lingkungan

1. Kepemilikan Jamban 2. Tempat Biasa

Pembuangan Tinja. 3. Personal Higiene

Penyakit Kecacingan Agent

1. Ascaris lumbricoides

2. Trichuris trichiura

3. Hookworm

(39)

xxiii

3.2.2. Jenis cacing ialah cacing yang termasuk ke dalam kelas Nematoda yang menginfeksi responden dan dikelompokkan menjadi:

1. Ascaris lumbricoides

2. Trichuris trichiura

3. Hookworm

4. Campuran

3.2.3. Umur adalah umur responden dihitung sejak ia lahir sampai penelitian ini

dilakukan dan dikelompokkan menjadi :

1. 6 - 8 tahun 2. 9 - 11 tahun 3. ≥ 12 tahun

3.2.4. Jenis kelamin adalah jenis kelamin responden berdasarkan data di SD dan

dikelompokkan menjadi:

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.5. Makan obat cacing adalah waktu responden makan obat cacing dalam 6 bulan

terakhir dan dikelompokkan menjadi:

1. ≥ 6 bulan 2. < 6 Bulan

3.2.6. Kepemilikan jamban adalah ketersediaan jamban yang digunakan responden

setiap kali BAB dan dikelompokkan menjadi:

(40)

xxiv

3.2.7. Tempat biasa pembuangan tinja adalah tempat pembuangan tinja yang biasa

digunakan responden sebagai tempat buang air besar dan dikelompokkan

menjadi:

1. Kebun 2. Sembarangan

3. Jamban sendiri (WC)

3.2.8. Personal higiene ialah tindakan kesehatan personal responden terhadap

penyakit kecacingan pada setiap responden dan dikelompokkan menjadi: 33

1. Baik (apabila skor >75%-100% bila nilai 29-38) 2. Sedang (apabila skor 45%-74% bila nilai 17-28) 3. Buruk (apabila skor ≤ 44%) bila nilai ≤ 16)

3.2.9. Jenis cacing campuran ialah cacing yang menginfeksi penderita lebih dari

satu jenis cacing dan dikelompokkan menjadi:

1. Ascaris lumbricoides + Trichuris trichiura

2. Ascaris lumbricoides + Hookworm

3. Hookworm + Trichuris trichiura

4. Ascaris lumbricoides + Trichuris trichiura + Hookworm

3.2.10.Berat ringannya infeksi cacing Ascaris lumbricoides ialah infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides dengan ditemukan telur cacing pada tinja responden setelah diperiksa di laboratorium dan dikelompokkan

menjadi:

1. Ringan (ditemukan telur cacing 1-5000 telur ) 2. Sedang (ditemukan telur cacing 5001-50.000 telur) 3. Berat (ditemukan telur cacing >50.000 telur)

(41)

xxv

pada tinja responden setelah diperiksa di laboratorium dan dikelompokkan

menjadi:34

1. Ringan (ditemukan telur cacing 1-1000 telur) 2. Sedang (ditemukan telur cacing 1001-10.000 telur) 3. Berat (ditemukan telur cacing >10.000 telur)

3.2.12.Berat ringannya infeksi Hookworm ialah infeksi yang disebabkan oleh

Hookworm dengan ditemukan telur cacing pada tinja responden setelah diperiksa di laboratorium dan dikelompokkan menjadi:34

1. Ringan (ditemukan telur cacing 1-2000 telur) 2. Sedang (ditemukan telur cacing 2001-7000 telur) 3. Berat (ditemukan telur cacing >7000 telur)

3.2.13.Prevalensi kecacingan adalah jumlah positif infeksi kecacingan dibagi

dengan jumlah spesimen yang diperiksa. Angka prevalensi kecacingan

dirinci seluruh jenis cacing dan tiap jenis cacing.

 Prevalensi seluruh kecacingan =

Jumlah specimen positif infeksi cacing

Jumlah specimen yang diperiksa  Prevalensi Ascaris lumbricoide

Jumlah specimen positif telur Ascaris lumbricoides Jumlah specimen yang diperiksa

 Prevalensi Trichuris trichiura

Jumlah specimen positif telur Trichuris trichiura Jumlah specimen yang diperiksa

 Prevalensi Hookwoorm

Jumlah specimen positif telur Hookworm Jumlah specimen yang diperiksa

x 100%

x 100%

x 100%

(42)

xxvi

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan

desain cross sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah dilaksanakan di SD Negeri No. 173763 di dusun

III (Sigumbang) desa parhorasan. SD Negeri No. 176385 berada di dusun I desa

Huta Tinggi. Jarak tempuh anak sekolah dasar dari tempat tinggal penduduk

bervariasi, yakni antara ±300 meter sampai ±3 km. Ke dua lokasi penelitian ini

berada di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dengan alasan bahwa Sekolah

Dasar Negeri tersebut berada di desa yang tertinggal dari semua desa yang ada di

Kecamatan Pangururan (data terlampir). Sekolah Dasar Negeri tersebut terletak di

daerah pertanian dan mayoritas penduduknya adalah petani, serta Sekolah Dasar

Negeri tersebut tidak mempunyai sumber air bersih.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2008 - Januari 2009, dimulai survei

awal, bimbingan proposal, pengumpulan data, penulisan skripsi sampai dengan ujian

(43)

xxvii

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid kelas I-VI SD Negeri No.

173763 Sigumbang desa Parhorasan dan SD Negeri No. 176385 desa Huta Tinggi di

Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2008, yang berjumlah 204 orang.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah seluruh murid kelas I-VI SD Negeri No. 173763 Sigumbang

desa Parhorasan dan SD Negeri No. 176385 desa Huta Tinggi Kecamatan

Pangururan tahun 2008, di mana besar sampel sama dengan jumlah populasi.

Selama penelitian 2 orang tidak diikutkan sebagai sampel karena sakit, maka jumlah

sampel seluruhnya adalah 202 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari anak SD secara langsung

dengan metode wawancara yang menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan

sebelumnya dan observasi terhadap lingkungan. Dalam kunjungan ke sekolah

peneliti dibantu oleh 4 orang tenaga kesehatan (AKBID) yang membantu wawancara

dan observasi langsung. Wawancara dengan menggunakan kuesioner di sekolah dan

mengadakan observasi ke tempat tinggal anak Sekolah Dasar dengan panduan daftar

pertanyaan. Pemeriksaan feses dilakukan dilaboratorium Poliklinik Bersalin Santa

(44)

xxviii

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari :

1. SD Negeri No. 173763 Sigumbang desa Parhorasan dan SD Negeri No.

176385 Huta Tinggi, Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir tahun

2008.

2. Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2006.

3. Kantor Camat Pangururan Kabupaten Samosir tahun 2007.

4.5. Aspek Pengukuran

a. Personal Higiene

Item-item pertanyaan tentang personal higiene bervariasi yaitu; Kebiasaan

mencuci tangan dan mandi sebanyak 6, Kebiasaan kontak dengan tanah sebanyak 3,

Penggunaan alas kaki sebanyak 2, kebersihan kuku 3, dan sanitasi lingkungan 5

pertanyaan, dengan kriteria baik, sedang, buruk. Skor jawaban buruk adalah 0, skor

jawaban sedang adalah 1 dan skor jawaban baik adalah 2 sehingga didapat aspek

pengukuran personal higiene sebagai berikut:

1. Baik (skor ≥ 75%) bila nilai 29-38.

2. Sedang (skor 45%-74%) bila nilai 17-28

3. Buruk (skor ≤ 44% ) bila nilai ≤ 16 33

b. Penilaian Berat Ringannya Infeksi Cacing Usus.

(45)

xxix

derajat infestasi cacing ditentukan oleh banyaknya jumlah telur cacing/gram tinja

yang diperoleh dari hasil pemeriksaan.

Pengkategorian berat ringannya infeksi cacing usus yang dibuat oleh WHO

tahun 2003 adalah sebagai berikut:34

Jenis Cacing Ringan Sedang Berat

Ascaris lumbricoides 1-5000 5001-50.000 > 50.000

Trichuris trichiura 1-1000 1001-10.000 >10.000

Hookworm 1-2000 2001-7000 > 7000

4.6. Instrumen Penelitian

a. Kuesioner

Kuesioner yang ditujukan kepada anak Sekolah Dasar mencakup identitas

diri anak (umur, jenis kelamin), daftar pertanyaan yang menyangkut kepemilikan

jamban, tempat pembuangan tinja, personal higiene, makan obat cacing terhadap

infeksi kecacingan.

b. Metode Kato-katz

Peralatan dan bahan;

1. Mikroskop

2. Slide atau gelas objek

3. Kertas cellophane yang telah direndam dengan larutan Kato.

4. Karton yang tebalnya 1.37 mm dan alat pelobang kertas berdiameter 6

mm. Karton ini dilobangi dengan pelobang kertas tersebut yang gunanya

sebagai alat ukur tinja yang diperiksa. Berat tinja dalam satu lobang ini

(46)

xxx

5. Kawat kasa yang halus 2x2 cm, untuk menyaring tinja.

6. Kertas tissue untuk mengisap cairan tinja yang encer.

7. Lidi untuk mengambil tinja.

Teknik Pemeriksaaan:

1. Kepermukaan object glass diletakkan karton yang telah berlobang, diatasnya

diletakkan saringan kawat kasa, tinja diletakkan keatas kawat kasa di atas

lobang dan disaring dengan mengoles sampai lobang tersebut penuh.

2. Karton dan kawat kasa dibuang sehingga tinja tertinggal pada object glass

sebanyak isi lobang karton.

3. Tinja ditutup dengan sepotong kertas cellophan kato dan diratakan.

4. Ditunggu selama kira-kira 15 menit.

5. Hitung telur cacing yang ditemukan x 21 (1000:48) maka didapatlah jumlah

telur di dalam 1 gram tinja.35,36

4.7. Teknis Analisa Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer SPSS 12.0 for

Windows. Analisa data dilakukan terhadap data primer dengan menggunakan

(47)

xxxi

BAB 5

HASIL PENELITIAN 5.1. Data Sekunder

5.1.1. Kondisi Geografis

Kecamatan Pangururan berada di Wilayah Pemerintahan Kabupaten Samosir,

Propinsi Sumatera Utara. Luas Wilayah Kecamatan Pangururan 121,43 Km2, luas

Danau Toba 50,37 Km2, dengan ketinggian 900-1414 meter dari permukaan laut.

Terdiri dari dataran tinggi dan rendah. Adapun batas-batas Wilayah Kecamatan

Pangururan adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Simanindo

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Palipi

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sianjur Mulamula

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ronggur Nihuta

Secara Administrasi Wilayah Kecamatan Pangururan terdiri dari 3 kelurahan dan

25 desa. Adapun kelurahan yang di Kecamatan Pangururan yaitu Kelurahan

Pangururan, Siogung-Ogung dan Pintu Sona. Kemudian yang termasuk desa di

Kecamatan Panguruan yaitu: desa Rianiate, Parmonangan, Huta Namora, Pardomuan

I, Tanjung Bunga, Parsaoran I, Sait Nihuta, Lumban Pinggol, Sianting-Anting,

Parlondut, Aek Nauli, Pardugul, Panampangan, Sitoluhuta, Sinabulan, Siopat Sosor,

Huta Bolon, Situngkir, Sialanguan, Pardomuan Nauli, Lumban Suhi-Suhi Dolok,

Lumban Suhi-Suhi Toruan, Parbaba Dolok, Parhorasan dan Huta Tinggi.

Sekolah Dasar Negeri No. 173763 Sigumbang berada di desa Parhorasan. Jumlah

(48)

xxxii

tanah 4200 m2 dan luas bangunan 594 m2. Sekolah Dasar Negeri No.176385 berada

di desa Huta Tinggi. Jumlah murid sebanyak 118 orang, Guru sebanyak 12 orang,

kelas sebanyak 6 ruangan, luas tanah 5000 m2, luas bangunan 315 m2.

5.1.2. Demografi

5.1.2.1. Jumlah Penduduk

Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Pangururan Tahun 2007

No Golongan Sumber : BPS Kab.Samosir 2007

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan

Pangururan pada tahun 2007 adalah 28.553 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak

14014 jiwa sedangkan perempuan 14.539 jiwa. Kelompok umur yang paling banyak

adalah golongan umur 15-19 tahun, diikuti dengan golongan umur 5-9 tahun dan

(49)

xxxiii

5.1.2.2. Sarana Kesehatan

Tabel 5.2. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2007

Sumber BPS Kecamatan Samosir tahun 2007.

Berdasarkan tabel 5.2. dapat diketahui bahwa sarana kesehatan yang paling

banyak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir adalah Posyandu sebanyak 48.

5.1.2.3. Data Sepuluh Penyakit Terbesar di Puskesmas Buhit

Tabel 5.3. Jenis Penyakit dan Jumlah Penderita di Puskesmas Buhit Tahun 2007

No Jenis Penyakit f

1 Infeksi Saluran Pernafasan Atas 6.928

2 Tukak Lambung 1.115

(50)

xxxiv

Berdasarkan tabel 5.3. dapat diketahui bahwa penyakit terbesar pada tahun

2007 adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas sebanyak 6.928 orang dan

penyakit kecacingan berada pada urutan ke empat sebanyak 578 orang, serta

penyakit yang terkecil yaitu penyakit TB Paru sebanyak 83 orang.

5.1.2.4. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan

Tabel 5.4. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2007

Sumber: Profil Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Tahun 2007

Berdasarkan tabel 5.4. dapat diketahui bahwa jenis dan jumlah tenaga

kesehatan yang paling banyak di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir adalah

Akademi Bidan sebanyak 27 orang.

No Jenis Tenaga Kesehatan f

1. Doker Umum 3

2. Dokter Gigi 1

3. Akademi Bidan 27

4. Akademi Perawat 8

5. Akademi Gizi 1

6. Akademi Kesling 1

7. Akademi Analis 1

8. Akademi Farmasi 1

9. Bidan 11

10. Perawat 8

11. Perawat Gigi 1

12. Pekarya Kesehatan 2

(51)

xxxv

5.2. Data Primer

Berdasarkan hasil pengumpulan data mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak Sekolah Dasar Negeri

No.173763 dan No.176385 di desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten

Samosir diperoleh hasil sebagai berikut:

5.2.1. Prevalensi Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar

Tabel 5.5. Distribusi Prevalensi Kejadian Kecacingan Pada Anak SD di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0 Kejadian Kecacingan f %

1 Positif 114 56,4

2 Negatif 88 43,6

Total 202 100

Berdasarkan tabel 5.5. dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan feses anak

Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

menunjukkan bahwa anak Sekolah Dasar yang positif infeksi kecacingan sebanyak

114 orang (56,4%) dan negatif sebanyak 88 orang (43,6%).

5.2.2. Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Pada Anak Sekolah Dasar

Tabel 5.6. Prevalensi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Pada Anak SD di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0 Jenis Cacing

Kejadian Kecacingan Total Positif (+) Negatif (-)

f % f % f %

1 Ascaris lumbricoides 78 38,6 124 61,4 202 100 2 Trichuris trichiura 57 28,2 145 71,8 202 100

3 Hookworm 41 20,3 161 79,7 202 100

(52)

xxxvi

Berdasarkan tabel 5.6. dapat diketahui bahwa kejadian kecacingan

berdasarkan jenis cacing pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan

Pangururan adalah Ascaris lumbricoides sebanyak 78 orang (38,6%), Trichuris trichiura 57 orang (28,2%), Hookworm sebanyak 41 orang (20,3%), campuran 54 orang (26,7%).

5.2.3. Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi Cacing di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0 Jenis Infeksi f %

1 Ascaris lumbricoides 30 26,3

2 Trichuris trichiura 21 18,4

3 Hookworm 9 7,9

4 Campuran 54 47,4

Total 114 100

Berdasarkan tabel 5.7. dapat diketahui bahwa kejadian kecacingan

berdasarkan jenis infeksi cacing pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal

Kecamatan Pangururan adalah infeksi Ascaris lumbricoides sebanyak 30 orang (26,3%), Trichuris trichiura sebanyak 21 orang (18,4%), Hookworm sebanyak 9 orang (7,9%) dan infeksi campuran sebanyak 54 orang (47,4%).

5.2.4. Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing Campuran Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Infeksi

Cacing Campuran Pada Anak SD di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0 Jenis Cacing Campuran f %

1 Ascaris +Trichuris 22 40,70

2 Ascaris + Hookworm 18 33,30

3 Ascaris +Trichuris +Hookworm 8 14,80

4 Trichuris+ Hookworm 6 11,20

(53)

xxxvii

Berdasarkan tabel 5.8. dapat diketahui bahwa kejadian kecacingan

berdasarkan jenis infeksi cacing campuran ditemukan cacing Ascaris lumbricoides + Trichuris trichuris sebesar 40,70%, Ascaris lumbricoides+ Hookworm sebesar 33,30%, Ascaris lumbricoides + Trichuris trichuris+ Hookworm sebesar 14,80%, sementara Trichuris trichuris+Hookworm sebesar 11,20% pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

5.2.5. Karakteristik Anak Sekolah Dasar

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Karakteristik di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

responden didapatkan bahwa kelompok umur 6-8 tahun sebanyak 98 orang (48,5%),

kelompok umur 9-11 tahun sebanyak 80 orang (39,6%) dan kelompok umur ≥ 12

tahun sebanyak 24 orang (11,9%).

Jenis kelamin responden terbanyak laki-laki sebanyak 116 (57,4%),

(54)

xxxviii

Responden yang makan obat cacing ≥ 6 bulan terakhir sebanyak 165 orang

(81,7%) sedangkan makan obat cacing < 6 bulan terakhir ini sebanyak 37 orang

(18,4%) pada anak Sekolah Dasar di desa Tertinggal Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir.

5.2.6. Lingkungan Anak Sekolah Dasar

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Anak Sekolah Dasar Berdasarkan Lingkungan di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

2 Tempat Biasa Pembuangan Tinja

responden yang tidak memiliki jamban didapatkan sebanyak 155 orang (76,7%)

sedangkan responden yang memiliki jamban sebanyak 47 orang (23,3%). Tempat

responden biasa membuang tinja ditemukan paling banyak di kebun sebanyak 105

orang (52,0%) dan paling sedikit di jamban sendiri 39 orang (19,3%). Kebersihan

(55)

xxxix

sebanyak 138 orang (68,3%) sedangkan paling sedikit ditemukan dengan personal

higiene kategori baik yaitu sebanyak 20 orang (9,9%).

5.2.7. Kejadian Kecacingan Berdasarkan Berat Ringannya Infeksi Kecacingan Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Berat

Ringannya Infeksi Cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,

Hookworm Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

1 Ascaris lumbricoides f %

Berdasarkan tabel 5.11. dapat diketahui bahwa infeksi kecacingan

berdasarkan berat ringannya infeksi menunjukkan bahwa pada cacing Ascaris lumbricoides ditemukan infeksi ringan sebanyak 70 orang (89,74%) dan infeksi sedang sebanyak 8 orang (10,26%) sementara infeksi berat tidak ditemukan. Pada

cacing Trichuris trichiura ditemukan hanya infeksi ringan sebanyak 57 orang (100%) sementara infeksi sedang dan berat tidak ditemukan. Pada cacing Hookworm

ditemukan infeksi ringan sebanyak 39 orang (95,12%) dan infeksi sedang sebanyak 2

(56)

xl

5.2.8. Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan

Tabel 5.12. Tabulasi Silang Hubungan Umur Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0

Kelompok Umur (tahun)

Kejadian Kecacingan Total

Positif (+) Negatif (-)

f % f % f %

1 6-8 51 52,0 47 48,0 98 100

2 9-11 48 60,0 32 40,0 80 100

3 ≥ 12 15 62,5 9 37,5 24 100

χ2 = 1,542 df= 2 p= 0,462

Berdasarkan tabel 5.12. dapat diketahui hasil tabulasi silang antara umur

dengan kejadian kecacingan pada anak SD Negeri di desa tertinggal Kecamatan

Pangururan menunjukkan bahwa 98 orang berada pada kelompok umur 6-8 tahun

ditemukan positif infeksi kecacingan sebanyak 51 orang (52,0%) sedangkan negatif

sebanyak 47 orang (48,0%). Pada kelompok umur 9-11 tahun berjumlah 80 orang

ditemukan positif infeksi kecacingan sebanyak 48 orang (60,0%) sedangkan negatif

sebanyak 32 orang (40,0%). Pada kelompok umur ≥ 12 tahun berjumlah 24 orang

ditemukan positif infeksi kecacingan sebanyak 15 orang (62,5%) sedangkan negatif

sebanyak 9 orang (37,5%)

Berdasarkan hasil Uji Chi-Square diperoleh p > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara umur responden dengan kejadian

kecacingan pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan

(57)

xli

5.2.9. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Kecacingan

Tabel 5.13. Tabulasi Silang Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008

N0 Jenis Kelamin

Kejadian Kecacingan Total

Positif (+) Negatif (-)

f % f % f %

1 Laki-laki 64 55,2 52 44,8 116 100

2 Perempuan 50 58,1 36 41,9 86 100

χ2

= 0,177 df= 1 p= 0,674

Berdasarkan tabel 5.13. dapat diketahui hasil tabulasi silang antara jenis

kelamin dengan kejadian kecacingan pada anak SD Negeri di desa tertinggal

Kecamatan Pangururan menunjukkan bahwa 116 responden berjenis kelamin

laki-laki ditemukan positif infeksi kecacingan sebanyak 64 orang (55,2%) sedangkan

negatif sebanyak 52 orang (44,8%). Kemudian dari 86 responden berjenis kelamin

perempuan ditemukan positif infeksi kecacingan sebanyak 50 orang (58,1%)

sedangkan negatif sebanyak 36 orang (41,9%).

Berdasarkan Hasil Uji Chi-square diperoleh P > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan kejadian

kecacingan pada anak Sekolah Dasar di desa tertinggal Kecamatan Pangururan

Gambar

Gambar 2.7. Siklus Hidup Cacing Trichuris trichiura 32
Gambar 2.8.  Siklus hidup Hookworm 32
tabel dan grafik.
Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Pangururan Tahun 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk moment ulang tahun, kado yang cocok dibeli adalah tas, dompet, sepatu, baju dan celana.. Khusus untuk sepatu, baju, dan celana, kamu harus tau dulu ukuran

[r]

[r]

Dengan demikian sesuai hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan Brand Awareness , Brand Association , Perceived Quality berpengaruh positif terhadap Keputusan

Dana yang dikelola dari peserta pension ini merupakan sumber pembiayaan investasi Jangka panjang yang dapat disalurkan ke pada lembaga keuangan lain seperti

KOMPETISI MATEMATIKA TINGKAT SD/MI DAN SMP/MTs Se-GERBANG KERTASUSILA 2012 “ BLOW YOUR MIND AND REACH YOUR SUCCESS WITH MATHEMATICS”1. SOAL

Akhlak Siswa ( Studi Kasus di SMP Negeri 1 Bandungan Kab. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M. Kata Kunci:

Representasi penyelesaian Soal nomor 1 , dari deskripsi data diperoleh bahwa terjadi hambatan semantik dan sintaksis, dimana pada ST 1. mengalami hambatan