UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MEMBINA AKHLAK SISWA
( Studi Kasus di SMP Negeri 1 Bandungan Kab. Semarang )
SKRIPSI
Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
AAN AFRIYAWAN
NIM : 11110197
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
MOTTO
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi Ini dengan sombong, Karena
Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT. Sehingga skripsi ini selesai. Skripsi ini saya
persembahkan kepada orang-orang yang telah mendorong untuk selalu
memperjuangkan mimpi-mimpi saya:
1. Kepada ayah saya Subandi dan ibu saya Rubiyati, yang selalu mendoakan
dan memberikan semangat kepada saya agar menjadi orang yang baik dan
bermanfaat bagi nusa dan bangsa.
2. Dosen-dosen fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan yang telah memberikan
ilmu, motifasi, dan segala inspirasi untuk menjadi bekal dimasa yang akan
datang.
3. Rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan khususnya kepada yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi, dan memberikan motifasi supaya
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrokhim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya
sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada rasulullah SAW. Beserta keluarga,
sahabat, dan pengikutnya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar
sarjana pendidikan Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan
selesainya skripsi ini tak lupa penulis mengucapkan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M. Pd. selaku dekan (FTIK) IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. selaku ketua jurusan (PAI).
4. Bapak Imam Mas Arum, M. Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang
dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan
waktu dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas akhir
ini.
5. Bapak M. Ghufron, M. Ag. selaku pembimbing akademik (PA). yang
dengan sabar membimbing dan mengarahkan saya dari awal perkuliahan
hingga saat ini.
6. Bapak dan ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga. Yang telah banyak
7. Bapak dan ibu serta saudara-saudaraku di rumah yang telah mendoakan
dan membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulisan dalam
menyelesaikan studi di IAIN Salatiga
Semoga kebaikan mereka mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Dan semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi para pembaca. Kurang lebihnya
mohon maaf.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
ABSTRAK
Afriyawan, Aan. 2016. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membina
Akhlak Siswa ( Studi Kasus di SMP Negeri 1 Bandungan Kab. Semarang ). Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum, M. Pd.
Kata Kunci: Guru Pendidikan Agama Islam, Membina Akhlak.
Seiring perubahan zaman yang semakin maju, berubah pula tatanan kehidupan masyarakat. Dari hal yang paling kecil, misalnya tegur sapa. Dahulu setiap kali bertemu dengan orang, yang muda menyapa yang tua, akan tetapi sekarang adat seperti itu telah menurun. Fenomena kemerosotan akhlak anak pada usia remaja seperti pelecehan seksual, berkelahi, sikap arogan, bertutur kata yang kotor, tidak menghargai orang lain, dan sebagainya apabila dibiarkan dan tidak diarahkan dengan tepat dapat meningkat menjadi tindak kejahatan. Hal ini menjadi peluang bagi guru Pendidikan Agama Islam untuk melakukan perannya dengan menekan sekecil mungkin hal- hal negatif tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1). Upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlak, 2). Kendala yang dihadapi guru Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlak siswa. Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan penelitian kualitatif. Data dikumpulkan melalui metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh di lapangan kemudian disusun dengan memilih dan menyederhanakan data. Selanjutnya dilakukan penyajian data untuk dapat ditarik kesimpulan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN LOGO ……… ii
NOTA PEMBIMBING ……..………. iii
HALAMAN PENGESAHAN ………. iv
DEKLARASI……… v
MOTTO……….. vi
PERSEMBAHAN ……… vii
KATA PENGANTAR……….. viii
ABSTRAK ……….. x
DAFTAR ISI ……… xi
DAFTAR TABEL ……… xiv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ……… 1
B.Fokus Penelitian ………. 6
C.Tujuan Penelitian ……… 7
D.Kegunaan Penelitian………. 7
E. Penegasan Istilah ………. 8
F. Metode Penelitian ……… 11
G.Sistematika Penulisan ……….. 17
BAB II LANDASAN TEORI A.Konsep Guru Pendidikan Agama Islam ……….. 18
2. Syarat Menjadi Guru Pendidikan Agama Islam …….…….. 19
3. Peran Guru Pendidikan Agama Islam……… 21
4. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam 29 B.Karakteristik Siswa ………. 31
1. Istilah Pertumbuhan dan Perkembangan ……….. 32
2. Fase Perkembangan dan Tugas Perkembangan ……… 33
3. Aspek-aspek Perkembangan ………. 36
C.Upaya Guru PAI dalam Membina Akhlak Siswa ……….. 40
1. Pengertian Akhlak ………. 40
2. Dasar dan Tujuan Pembinaan Akhlak ……….. 41
3. Ruang Lingkup Akhlak Islami ………. 46
4. Upaya Guru PAI dalam Membina Akhlak Siswa …………. 48
D.Faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Akhlak ……… 50
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A.Gambaran Siswa SMP Negeri 1 Bandungan ……….. 54
1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 1 Bandungan ………. 54
2. Letak Geografis ……… 56
3. Visi, Misi, dan Tujuan SMP Negeri 1 Bandungan ……….. 57
4. Keadaan Guru dan Siswa ……….. 58
5. Sarana dan Prasarana ……… 59
6. Struktur Organisasi ……… 60
B.Temuan Penelitian ……….. 63
2. Pelaksanaan Upaya Pembinaan Akhlak di SMP Negeri 1
Bandungan ………. 64
3. Permasalahan yang Dihadapi dalam Membina
Akhlak Siswa ………. 72
BAB IV PEMBAHASAN
A.Analisis Keadaan Sekolah SMP Negeri 1 Bandungan………….. 77
B.Analisis Keadaan Siswa SMP Negeri 1 Bandungan……… 78
C.Analisis Pelaksanaan Pembinaan Akhlak Siswa SMP Negeri
1 Bandungan………. 78
D.Analisis Permasalahan yang Dihadapi dalam Membina
Akhlak……….. 85
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ……….. 88
B.Saran-saran ……….. 88
Daftar Tabel
Data guru SMP Negeri 1 Bandungan tahun ajaran 2015/2016…….. 58
Data jumlah siswa SMP Negeri 1 Bandungan………... 59
Data siswa SMP Negeri 1 Bandungan menurut usia……….. 59
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pendidikan merupkaan faktor penting bagi kehidupan manusia untuk
tumbuh kembangnya. Seperti yang diungkapkan Mudyaharjo (2010:3)
pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi
hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Selain itu peran
pendidikan agama juga sangat penting karena agama mengajarkan
norma-norma dalam kehidupan.
Pendidikan Agama Islam merupakan progam pengajaran pada
lembaga pendidikan serta usaha bimbingan dan pembinaan guru terhadap
siswa dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan ajaran Islam.
Sehingga siswa dapat menjadi manusia yang bertakwa serta memiliki budi
pekerti luhur, Sesuai dengan tujuan dari pendidikan Islam. Seperti yang
diakatakan Djamarah (2004:29) pembentukan budi pekerti yang baik
adalah tujuan utama dalam pendidikan Islam.
Guru Pendidikan Agama Islam memegang peranan yang cukup
penting dalam suatu sekolah atau lembaga pendidikan. Seorang guru
Pendidikan Agama Islam harus mampu menjadi teladan dalam
pembentukan watak dan kepribadian siswanya. Selain itu, dalam
serba bisa. Melalui Pendidikan Agama Islam, guru mampu menanamkan
nilai sosial yang hidup dan dipertahankan dalam kehidupan bermasyarakat.
Guru sering disebut sebagai pemimpin masyarakat (Social Leader)
dan pekerja sosial (Social Worker), khususnya dalam masyarakat
paguyuban. Dalam masyarakat pedesaan, sebagai misal, guru sering
didudukkan pada status sebagai sumber pengetahuan ketika media
informasi masih amat terbatas. Guru sering menduduki posisi sebagai
tokoh yang diteladani oleh warga masyarakat, ia menjadi satu-satunya
sumber informasi dan sumber ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, guru
dipandang sebagai sosok yang harus digugu dan ditiru. Dalam masyarakat
peguyuban seperti inilah terlahir pepatah dan petitih bahwa guru kencing
berdiri, murid kencing berlari, karena apa yang dilakukan seorang guru
akan menjadi contoh bagi warga disekitarnya (Suparlan, 2005:21-22)
Tugas dan tanggung jawab seorang guru memanglah sangat berat.
Karena seorang guru mempunyai amanah untuk mewujudkan tercapainya
tujuan pendidikan yang baik. Orang tua memang mendapatkan amanah
langsung dari tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Namun karena
kemampuan, pengetahuan, dan waktu yang dimiliki orang tua terbatas,
maka para orang tua mempercayakan pendidikan anak-anaknya kepada
guru-guru disekolah.
Hal ini yang akan membuat tanggung jawab seorang guru menjadi
semakin besar. Terlebih adalah guru agama Islam. Yang memiliki
pendidikan kecerdasan yang meliputi keagamaan. Pendidikan keindahan
atau estetika, pendidikan kesusilaan atau moral, dan pendidikan sosial
dalam masyarakat. Seorang guru terlebih guru agama tentunya akan
dipandang lebih dalam masyarakat. Oleh sebab itu tingkah laku dan
tindakan seorang guru akan menjadi faktor penting terhadap pandangan
masyarakat tentang seorang guru agama. Maka selain harus pandai dalam
hal akademik. Seorang guru agama juga harus memiliki akhlak yang baik.
Akhlak merupakan sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang
tertanam dalam jiwa dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat berupa
perbuatan baik yang disebut dengan akhlak mulia, atau perbuatan buruk
yang disebut dengan akhlak tercela sesuai dengan pembinaannya
(Asmaran, 2002:1). Maka akhlak merupakan tingkah laku seseorang yang
mencerminkan sifat kepribadianya.
Akhlak merupakan hal yang paling dasar yang harus dibentuk.
Karena akhlaklah yang akan menjadi cikal bakal terbentuknya karakter
atau sifat manusia. Dan akhlak juga haruslah ditanamkan sejak dini pada
diri seseorang. Agar nantinya tertanam dengan sempurna pada jiwa orang
tersebut.
Hal ini tentu saja berbeda dengan etika, moral, dan susila. Meskipun
keseluruhan memiliki makna yang hampir sama. Perbedaan yang
mendasar antara akhlak dengan etika, moral, dan susila adalah : Pertama,
objek pembahasanya. Etika, moral, dan susila cenderung membahas
Etika.moral, dan susila, bersumber dari akal pikiran atau filsafat. Ketiga,
fungsinya. Etika, moral, susila berfungsi sebagai penilai terhadap suatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia (Nata, 2002:87-94).
Seiring perubahan zaman yang semakin maju, berubah pula tatanan
kehidupan masyarakat. Dari hal yang paling kecil, misalnya tegur sapa,
dahulu setiap kali bertemu dengan orang, yang muda menyapa yang tua,
akan tetapi sekarang adat seperti itu telah menurun. Perkembangan
teknologi dan informasi sering kali berdampak pada tingkah laku siswa.
Guru dan orang tua hendaknya bekerja sama dalam megawasi anak
didiknya dalam bergaul dan mengikuti perkembangan teknologi.
Fenomena kemerosotan akhlak anak pada usia remaja seperti pelecehan
seksual, berkelahi, sikap arogan, bertutur kata yang kotor, tidak
menghargai orang lain, dan sebagainya apabila dibiarkan dan tidak
diarahkan dengan tepat dapat meningkat menjadi tindak kejahatan. Hal ini
menjadi peluang bagi guru Pendidikan Agama Islam untuk melakukan
perannya dengan menekan sekecil mungkin hal- hal negatif tersebut.
Sesuai dengan visi sekolah SMP Negeri 1 Bandungan yaitu “menuju
sekolah berprestasi dan berketerampilan yang dilandasi budi pekerti luhur”
tentunya seorang guru Pendidikan Agama Islam memiliki upaya yang
lebih untuk mewujudkan hal itu. Mengingat Bandungan merupakan
lingkungan yang penuh dengan tempat-tempat hiburan malam.
Lingkungan seperti ini tentunya sangat berpengaruh terhadap
Bandungan. Maka perlu adanya pembinaan akhlak melalui pendidikan
keluarga maupun pendidikan sekolah supaya mereka tidak terpengaruh
dengan lingkungan sekitar, sehingga dengan adanya pembinaan akhlak
tersebut, anak akan berkembang secara positif dan menjadi pribadi yang
berakhlak mulia.
Dari hasil observasi peneliti yang telah dilakukan di SMP Negeri 1
Bandungan pada tanggal 8 Januari 2016. Perilaku siswa SMP Negeri 1
Bandungan sebagian besar cukup sopan. setiap bertemu guru menyapa dan
bersalaman, murah senyum dengan guru maupun dengan peneliti. Jiwa
solidaritas antar sesama cukup baik. meskipun perilaku siswa di SMP
Negeri 1 Bandungan cukup baik, akan tetapi masih perlu adanya
pembinaan akhlak bagi para siswa. Karena selama observasi, peneliti
masih mendapati adanya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswa.
Diantaranya adalah seringnya masuk sekolah terlambat dengan berbagai
alasan, masuk sekolah dengan melompat pagar, adanya siswa yang
merokok sepulang sekolah, juga perkataan kotor yang masih sering
terucap dikalangan siswa. Hal inilah yang mendasari pembinaan akhlak
perlu dilakukan supaya terbentuk pribadi yang mempunyai akhlak mulia,
baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.
Dari hasil pemaparan di atas pendidikan akhlak mempunyai peranan
penting terhadap perilaku dalam pergaulan seseorang. khususnya pada
anak usia pra remaja yang sedang berada dalam masa peralihan sehingga
perbaikan akhlak merupakan suatu misi utama yang dilakukan oleh guru
Pendidikan Agama Islam kepada anak didik. Misi tersebut akan berhasil
apabila ada kerja sama antara semua pihak yang terkait. Upaya dalam
pembinaan akhlak merupakan salah satu hal terpenting dalam
meningkatkan kualitas pendidikan Islam. Upaya tersebut nantinya akan
sangat berpengaruh pada tingkat pemahaman dan pengamalan nilai-nilai
akhlak itu sendiri.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana upaya
guru Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlak siswa SMP
khususnya pada siswa SMP Negeri 1 Bandungan. Maka dalam penelitian
ini peneliti memberi judul “UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA ( Studi Kasus di
SMP Negeri 1 Bandungan Kab. Semarang )”.
B. Fokus penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas. Maka yang akan menjadi fokus
pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana upaya pembinaan akhlak di SMP Negeri 1 Bandungan?
2. Apa saja permasalahan yang dihadapi guru dalam upaya pembinaan
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui :
1. Bentuk-bentuk upaya pembinaan akhlak siswa di SMP Negeri 1
Bandungan.
2. Permasalahan apa saja yang dihadapi guru dalam upaya pemembinaan
akhlak siswa di SMP Negeri 1 Bandungan.
D. Kegunaan Penelitian
1. Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini berguna untuk pengetahuan
betapa pentingnya pembinaan akhlak untuk anak usia sekolah. Agar
nantinya hal ini dapat menjadi pelajaran serta membentengi peserta
didik agar tidak terpengaruh oleh faktor lingkungan yang kurang baik.
2. Praktis
a. Bagi peneliti
Memberikan pengetahuan kepada peneliti selaku mahasiswa
Pendidikan Agama Islam. Bagaimana cara membina akhlak siswa.
Terlebih bila nantinya peneliti ditempatkan di wilayah yang sama
seperti SMP Negeri 1 Bandungan.
b. Bagi masyarakat umum
Sebagai pendidikan tentang pentingnya pembinaan akhlak
membentengi remaja terhadap pergaulan lingkungan yang kurang
baik, yang akan berakibat terhadap akhlaknya.
E. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap persepsi dan agar lebih
mengarahkan pembaca dalam memahami judul skripsi “UPAYA GURU
PAI DALAM MEMBINA AKHLAK SISWA ( Studi kasus di SMP
Negeri 1 Bandungan Kab. Semarang )”. Peneliti merasa perlu untuk
menjelaskan beberapa istilah-istilah yang terdapat dalam judul tersebut.
Adapun istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut :
1. Guru Pendidikan Agama Islam
Nurdin (2010:128) menguraikan bahwa guru dalam Islam adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik
dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif, potensi
kognitif, maupun potensi psikomotorik. Dengan begitu pengertian guru
agama Islam, adalah seorang pendidik yang mengajarkan ajaran Islam
dan membimbing anak didik ke arah pencapaian kedewasaan serta
membentuk kepribadian muslim yang berakhlak, sehingga terjadi
keseimbangan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
2. Akhlak
Akhlak adalah sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang
tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir
berupa perbuatan baik disebut dengan akhlak mulia. Atau perbuatan
Maka yang dimaksud dengan upaya guru Pendidikan Agama Islam
dalam membina akhlak adalah segala usaha keagamaan yang dilakukan
guru untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam, yaitu untuk
mengembangkan potensi keagamaan siswa serta memiliki berbudi pekeri
yang luhur.
Dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini peneliti mengambil
indikator upaya guru Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlak
yaitu:
1. Usaha guru memotivasi siswa
2. Program sekolah
3. Kesadaran siswa
4. Kedisiplinan siswa
5. Penanaman nilai nilai keislaman
6. Kegiatan siswa di sekolah
7. Teladan guru
8. Fasilitas sekolah
F. Metode Penelitian
Metode adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik
penelitian (Mulyana, 2010:145). Jadi metode merupakan cara untuk
menemukan, menguji dan mengembangkan suatu kebenaran. Penelitian
adalah suatu teknik penelitian secara sistematis yang diperluas dengan
menggunakan perkakas-perkakas khusus, alat-alat dan prosedur-prosedur,
dari pada yang dicapai dengan alat-alat biasa. Penelitian merupakan
pemikiran yang luar biasa akan tetapi tetap sistematis dalam memecahkan
masalah karena dalam penelitian untuk menguji kebenarannya dengan
menggunakan data-data yang valid (Kasiram, 2008:36).
Apabila kebenaran dalam penelitian dapat diterima oleh masyarakat
serta hasil penelitian itu dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Maka penulis akan melakukan penelitian dengan metode sebagai berikut:
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Jika ditinjau dari segi rujukan primernya, maka penelitan ini
adalah penelitian lapangan. yang bermaksud untuk mengetahui data
responden secara langsung dari lapangan, yakni suatu penelitian yang
bertujuan studi mengenai suatu kegiatan sosial dengan sedemikianrupa
sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan baik
mengenai kegiatan tersebut. Pendekatan penelitian ini menerapkan
pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yaitu dengan
menyajikan gambaran tentang situasi atau perilaku sosial secara rinci
dan akurat mengenai strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam
pembinaan akhlak, kegiatan yang dilakukan, serta faktor pendukung
dan penghambat pelaksanaan kegiatan tersebut.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan
prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis ststistik
atau cara kuantifikasi lainya. Jelas bahwa pengertian ini
bernuansa kuantitatif yaitu dengan menonjolkan bahwa usaha
kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan dalam penelitian kualitatif
(Moleong, 2011:6 )
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data
dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data yang
ada di lapangan. Sedangkan instrument pengumpulan data yang lain
selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa
dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang
keabsahan hasil penelitian.
Penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan mengunjungi lokasi
penelitian dan terjun langsung dalam mengikuti aktivitas siswa di
dalam maupun luar sekolah. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
informasi dengan pengamatan perilaku siswa.
3. Lokasi penelitian
Adapun lokasi yang akan menjadi target penelitian adalah
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bandungan Kabupaten
Semarang.
4. Sumber Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan atau tempat
penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang
Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara
langsung tentang strategi pembinaan akhlak di SMP Negeri 1
Bandungan Kabupaten Semarang yang dilakukan oleh guru agama
Islam, kegiatan apa saja yang dilakukan untuk mewujudkan
strategi tersebut, serta faktor pendukung dan penghambatnya.
Adapun sumber data langsung peneliti dapatkan dari hasil
wawancara dengan kepala sekolah, guru Pendidikan Agama Islam,
dan sampel siswa, serta pengamatan.
a. Data Sekunder
Yaitu data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai
macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi dan
dokumen resmi dari instansi. Peneliti menggunakan data sekunder
ini untuk memperkuat hasil temuan dan melengkapi informasi yang
telah dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan.
5. Prosedur pengumpulan data
Dalam rangka untuk memperoleh data, penulis menggunakan
metode pengumpulan data dalam memudahkan jalannya penelitian.
Adapun macam untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviwer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (
2011:186). Peneliti akan melakukan wawancara dengan kepala
sekolah, guru Pendidikan Agama Islam dan, siswa SMP Negeri 1
Bandungan. dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian.
b. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri
yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu
wawancara dan kuesioner karena observasi tidak terbatas pada
orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain (Sugiyono,
2011:144). Dan menurut Sutrisno Hadi dalam bukunya Sugiyono
(2011:144) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang penting adalah
proses-proses pengamatan dan ingatan. Metode ini digunakan
untuk mendapatkan data tambahan tentang upaya guru Pendidikan
Agama Islam dalam membinan akhlak siswa.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan atau peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya
monumental dari seseorang (Sugiyono, 2011:240).Metode ini
digunakan untuk melengkapi data tentang kondisi objek penelitian
secara umum. Yaitu untuk mendapatkan data tentang kondisi
6. Analisis data
Menurut pendapat Moleong (2009:190), proses analisis data
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai
sumber. Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya
ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan cara membuat
abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti,
proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap
berada didalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam
satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada
langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil membuat
koding. Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan
pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini mulailah tahap
penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori
substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.
7. Pengecekan keabsahan data
Menurut Moleong (2009:173) untuk menetapkan keabsahan
(trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan
pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada tiga
kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility),
kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik sendiri-sendiri.
Pada kriteria credibility menggunakan beberapa teknik pemeriksaan
triangulasi. Sedangkan kriteria kebergantungan dan kepastian
menggunakan teknik auditing.
8. Tahap-tahap penelitian
a. Tahap pra-lapangan
Dalam tahap ini, yang dilakukan peneliti adalah menyusun
rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus
perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan
memafaatkan informan, serta menyiapkan perlengkapan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan
Pada tahap ini peneliti harus mempersiapkan diri dengan
menjaga kesehatan fisik, berpenampilan rapi dan sopan saat
melakukan penelitian. Ketika memasuki lapangan, hendaknya
peneliti berbaur mejadi satu dan menjaga keakraban dengan subyek
agar tidak ada dinding pemisah antara keduanya. Selain itu peneliti
juga harus berbahasa yang baik dan jelas agar dalam mencari
informasi subyek mudah menjawabnya. Sambil berperan serta,
peneliti juga mencatat data yang diperlukan.
c. Tahap analisis data
Analisis data menurut Patton dalam Moleong (2009:103),
adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Dalam hal ini
peneliti mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian skripsi ini, peneliti menyusun sistematikanya sebagai
berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar
belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, penegasan istilah, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II: LANDASAN TEORI
Merupakan kajian pustaka yang menyajikan tinjauan
teoritik mengenai: karakteristik anak usia SMP, konsep
guru pendidikan agama Islam, strategi pembinaan akhlak,
bentuk kegiatan dalam pembinaan akhlak, serta faktor
pendukung dan penghambat strategi tersebut.
BAB III: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Merupakan hasil penelitian yang meliputi gambaran
umum lokasi dan subyek penelitian serta penyajian data
hasil penelitian.
BAB IV: PEMBAHASAN
Memuat tentang pembahasan dari data yang telah di
dapat yang meliputi upaya pembinaan akhlak, bentuk
pembinaan akhlak, serta solusi yang diterapkan untuk
menghadapi kendala pembinaan akhlak.
BAB V: PENUTUP
Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Guru Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam
Guru Pendidikan Agama Islam dalam bahasa arab dikenal dengan
sebutan “al mu’alim” atau “al ustadz” yang bertugas memberikan ilmu
pada majelis ta’lim (tempat memperoleh ilmu). Dalam hal ini al
mu’alim atau al ustadz juga mempunyai pengertian orang yang
mempunyai tugas untuk membangun aspek spiritualitas manusia
(Suparlan, 2005:12).
Nurdin (2010:128) menguraikan bahwa guru dalam Islam adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik
dengan mengupayakan seluruh potensinya, baik potensi afektif,
potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik. Dengan begitu
pengertian guru Pendidikan Agama Islam adalah, seorang pendidik
yang mengajarkan ajaran Islam dan membimbing anak didik ke arah
pencapaian kedewasaan serta membentuk kepribadian muslim yang
berakhlak, sehingga terjadi keseimbangan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Sedangkan pendidikan agama Islam menurut Arifin (dalam
Syafaat, 2008:16) adalah proses yang mengarahkan manusia kedalam
kemanusiaanya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan
kemampuan ajaranya (pengaruh dari luar).
Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar siswa dalam
meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam
hubungan kerukunan antara umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin, 2008:75-76).
Dari beberapa pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa, guru Pendidikan Agama Islam adalah seseorang dengan tugas
utama mendidik, serta membimbing siswanya, Agar menjadi pribadi
yang berakhlak mulia berdasarkan kepada Al Quran dan sunnah, sesuai
dengan tujuan Pendidikan Agama Islam.
2. Syarat Menjadi Guru Pendidikan Agama Islam
Menurut Daradjat (2011:41-44), dilihat dari ilmu pendidikan
Islam untuk menjadi guru yang baik dan dapat memenuhi tanggung
jawab yang dibebankan kepadanya, hendaknya guru harus:
a. Takwa kepada Allah SWT
Guru sesuai tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin
mendidik anak didik agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri
tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab guru adalah teladan bagi anak
didiknya sebagaimana Rasulullah SAW menjadi teladan bagi
kepada semua anak didiknya, maka kemungkinan besar guru
tersebut akan berhasil mencetak generasi penerus bangsa yang baik
dan berakhlak mulia.
b. Berilmu
Ijazah bukan semata mata secarik kertas. Tetapi suatu bukti
bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan
kesanggupan tertentu yang diperlukan untuk suatu jabatan.
Gurupun harus mempunyai ijazah supaya dibolehkan mengajar.
Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah murid sangat
meningkat, sedang jumlah guru jauh daripada mencukupi. maka
terpaksa menyimpang untuk smentara, yakni menerima seorang
guru yang belum berijazah. Tetapi dalam keadaan normal, ada
patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik mutu
pendidikan. dan pada giliranya makin tinggi pula derajat
masyarakat.
c. Sehat jasmani
Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi
mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap
penyakit menular, sangat membahayakan kesehatan anak didiknya.
Disamping itu guru yang berpenyakit tidak akan bergairah
mengajar. guru yang sakit sakitan kerapkali terpaksa absen dan
tentunya merugikan anak didiknya. Akan tetapi hal itu tidak bisa
(cacat sejak lahir) tapi memiliki talenta yang bagus diperbolehkan
mengajar pada suatu lembaga khusus yang mendidik anak-anak
berkebutuhan khusus.
d. Berkelakuan baik
Budi pekerti guru maha penting dalam pendidikan. Guru
harus menjadi suri tauladan, karena anak-anak bersifat suka
meniru. Diantara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlak baik
pada anak dan ini hanya mungkin terjadi jika guru itu berakhlak
baik pula. Guru yang berahlak tidak baik tidak akan dipercayakan
pekerjaan mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak baik adalah
yang sesuai dengan ajaran Islam.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa persyaratan menjadi seorang guru
memang tidak mudah. Banyak tuntutan yang harus dipenuhi serta
memiliki tanggung jawab yang besar. Akan tetapi dibalik itu semua
terdapat nilai-nilai amalan yang akan menjadikan manfaat bagi seorang
guru, baik manfaat di dunia maupun di ahirat.
3. Peran Guru Pendidikan Agama Islam
Pada dasarnya peranan guru Pendidikan Agama Islam dan guru
umum itu sama, yaitu sama-sama berusaha untuk memindahkan ilmu
pengetahuan yang ia miliki kepada anak didiknya, agar mereka lebih
banyak memahami dan mengetahui ilmu pengetahuan yang lebih luas
lagi. Akan tetapi peranan guru Pendidikan Agama Islam selain
agama Islam kepada anak didiknya agar mereka bisa mengaitkan
antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan umum. Diantara peran guru
seperti yang dikutip dari Mulyasa (2011:37-64) ialah sebagai berikut :
a. Guru sebagai pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan
identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkunganya. Oleh karena
itu guru harus memiliki standar kualitas yang mencakup tanggung
jawab, wibawa, mandiri dan disiplin.
b. Guru sebagai pengajar
Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah
melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan
tugas yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang
sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum
diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi
setandar yang dipelajari.
c. Guru sebagai pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang
berdasarkan pengetahuan dan pengalamanya bertanggung jawab
atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan
tidak hanya menyangkut fisik, tetapi juga menyangkut perjalanan
mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam
d. Guru sebagai pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan
keterampilan baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut
guru untuk bertindak sebagai pelatih.
e. Guru sebagai penasihat
Guru adalah seorang penasihat bagi peserta didik bahkan bagi
orang tua, meski mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai
penasihat. Dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk
menasihati orang.
f. Guru sebagai inovator
Guru sebagai bagian dari komponen pendidikan dituntut
untuk menjembatani kesenjangan ini. Guru harus bertindak sebagai
pembaharu yang dapat memperkecil perbedaan antara pelaksanaan
pendidikan dan kemajuan masyarakat. Untuk itu guru harus selalu
belajar dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilannya agar
dapat menciptakan hal-hal baru guna peningkatan mutu pendidikan
sehingga sejalan dengan perkembangan masyarakat.
g. Guru sebagai model dan teladan
Perilaku guru di sekolah selalu menjadi figur dan dijadikan
dalil bagi para siswanya untuk meniru perilaku tersebut. Hal ini
wajar karena peserta didik dalam proses pembelajaran kadang
melakukan modelling untuk mengubah tingkah lakunya. Sebagai
mengharuskan guru melaksanakan kode etik keguruan yang
menjadi dasar berperilaku. Baik dalam interaksinya dengan kepala
sekolah, teman sejawat, bawahan, peserta didik, dan masyarakat
pada umumnya.
h. Guru sebagai pribadi
Sebagai individu yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan
seorang pendidik. Karena, seorang guru merupakan salah satu
panutan bagi masyarakat. Guru dituntut untuk meningkatkan
pengetahuannya, selalu mengontrol emosinya, berbaur dengan
masyarakat sekitarnya, serta selalu melaksanakan ajaran-ajaran
agamanya.
i. Guru sebagai peneliti
Manusia adalah makhluk yang unik, satu sama lain berbeda.
Manusia yang satu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh
orang lain. Namun, mereka juga memiliki kelemahan yang tidak
dimiliki yang lainnya. Demikian pula dengan peserta didik, mereka
memiliki keunikan yang beraneka ragam dari waktu ke waktu.
Karenanya guru tidak bisa memperlakukan mereka dengan cara
yang sama untuk semua peserta didik dan untuk zaman yang
berbeda. Hal ini menuntut guru mencari suatu sistem pembelajaran
yang sesuai dengan perkembangan zaman, tingkat perkembangan,
j. Guru sebagai pendorong kreativitas
Dalam proses pembelajaran, peserta didik terkadang tidak
memiliki motivasi belajar. apalagi menciptakan hal-hal baru yang
dapat meningkatkan kompetensinya. Sebagai motivator, guru
berkewajiban meningkatkan dorongan peserta didik untuk kreatif
dalam belajar. Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran. karena peserta didik akan
sungguh-sungguh belajar apabila memiliki motivasi yang tinggi.
k. Guru sebagai pembangkit pandangan
Guru harus menanamkan pandangan yang positif terhadap
martabat manusia kedalam pribadi peserta didik. Sebagai seorang
guru tentunya tidak ingin peserta didik menjadi orang yang akan
memperbudak orang lain. melainkan menjadi orang yang
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Sehingga terjadi
kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.
l. Guru sebagai pekerja rutin
Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan tertentu.
Serta kegiatan rutin yang amat diperlukan dan sering kali
memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak dilakukan dengan baik,
maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru pada semua
m. Guru sebagai pemindah kemah
Guru adalah seorang pemindah kemah yang suka memindah
mindahkan dan membantu peserta didik meinggalkan hal lama
menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha
keras untuk mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan, dan
kebiasaan yang menghalangi kemajuan, serta membatu menjauhi
dan meninggalakanya untuk mendapatkan cara-cara baru yang
lebih sesuai. Guru dan peserta didik bekerjasama mempelajari cara
baru, dan meninggaalkan kepribadian yang telah membantunya
mencapai tujuan dan menggantinya sesuai dengan tuntutan masa
kini.
n. Guru sebagai pembawa cerita
Cerita adalah cermin yang bagus dan merupakan tongkat
pengukur. Dengan cerita manusia bisa mengamati bagaimana
memecahkan masalah yang sama dengan yang dihadapinya,
menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh
manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka.
Serta untuk menghargai kehidupan sendiri setelah membandingkan
dengan apa yang telah mereka baca tentang kehidupan manusia di
masa lalu. Guru berusaha mencari cerita untuk membangkitkan
o. Guru sebagai aktor
Guru adalah seorang aktor yang memainkan perannya di
depan peserta didik sesuai dengan naskah yang telah dibuatnya.
Sebagai seorang aktor guru harus benar-benar membawa para
penontonnya larut dalam cerita yang sedang dilakonkannya.
Pesan-pesan yang dibawakannya merupakan hal penting yang harus
disampaikan kepada peserta didik. Untuk itu seorang guru
hendaknya mengetahui, menguasai, serta dapat mengarahkan
situasi yang akan terjadi, menguasai materi yang akan dibawakan,
mengetahui kehendak para peserta didiknya, menguasai media
yang akan digunakan dalam pelakonannya, memperhitungkan
waktu yang akan digunakan untuk membawakan suatu naskah
tertentu.
p. Guru sebagai emansipator
Guru harus membina kemampuan peserta didik untuk
menginformasikan apa yang ada dalam pikirannya. Jika
kemampuan tersebut telah dimiliki, perasaan rendah diri
berangsur-angsur hilang dan bebaslah peserta didik dari keadaan yang tidak
menyenangkan. Dalam hal ini, guru bertindak sebagai emansipator.
Karena benda yang digarap bukan benda mati, guru berkewajiban
mengembangkan potensi peserta didik sedemikian rupa sehingga
menjadi pribadi yang kreatif. Karena itu guru memberikan
memberikan balikan, memberikan kritik, dan sebagainya sehingga
mereka merasa memperoleh kebebasan yang wajar.
q. Guru sebagai evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang
paling kompleks, karena melibatkan latar belakang dan hubungan,
serta variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan
dengan konteks yang hampir tidak mungin dapat dipisahkan
dengan setiap penilaian. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian,
karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil
belajar atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran oleh peserta didik.
r. Guru sebagai pengawet
Pendidikan berfungsi memelihara, mengawetkan dan
meneruskan semua warisan budaya kepada generasi berikutnya.
Seluruh warisan budaya yang berupa pengetahuan, ide-ide, atau
nilai-nilai yang telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu harus
tetap dijaga dan dilestarikan sebagai dasar untuk memperoleh
pengetahuan dan nilai-nilai baru. Guru sebagai pelaksana
pendidikan hendaknya bersikap positif terhadap hasil budaya
masyarakat terdahulu dan menyampaikannya kepada peserta didik.
Tugas ini harus dilakukan guru dalam hubungannya sebagai
s. Guru sebagai kulminator
Dalam setiap proses pembelajaran guru harus mampu
menghentikan kegiatannya pada suatu unit tertentu, kemudian maju
ke unit berikutnya. Untuk itu diperlukan kemampuan menciptakan
suatu kulminasi pada suatu unit tertentu dari suatu kegiatan
pembelajaran. Kemampuan ini nampak dalam bentuk menutup
pembelajaran, menarik atau membuat kesimpulan bersama peserta
didik, melaksanakan penilaian, mengadakan kenaikan kelas dan
mengadakan karya wisata. Guru adalah orang yang mengarahkan
proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir. Dengan
rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu
tahap yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui
kemajuan belajarnya.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru
Pendidikan Agama Islam memiliki peran yang sangat kompleks dan
harus mampu mengajarkan, membimbing, serta menanamkan
nilai-nilai moral keagamaan kepada siswa sehingga menjadi pribadi yang
berakhlak mulia dan mempunyai jiwa sosial serta budi pekerti yang
baik.
4. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam
Pada dasarnya, tugas pendidik adalah mendidik dengan
mengupayakan pengembangan seluruh potensi peserta didik, baik
ini harus dikembangkan secara seimbang sampai ketingkat keilmuan
tertinggi dan mengintegrasi dalam diri peserta didik. Upaya
pengembangan potensi peserta didik tersebut dilakukan dengan
penyucian jiwa dan mental, penguatan metode berfikir, penyelesaian
masalah kehidupan, mentransfer pengetahuan dan keterampilannya
melalui teknik mengajar, motivasi, memberi contoh, memuji dan
mentradisikan keilmuan. Maka Tugas pendidik dalam proses
pembelajaran secara berurutan adalah (1) menguasai mata pelajaran,
(2) menggunakan metode pembelajaran agar peserta didik mudah
menerima dan memahami pelajaran, (3) melakukan evaluasi
pendidikan yang dilakukan, dan (4) menindak lanjuti hasil evaluasinya
( Roqib, 2009:50).
Bagi guru Pendidikan Agama Islam tugas dan kewajiban
sebagaimana yang dikemukakan diatas merupakan amanat yang
diterima oleh guru atas dasar pilihannya untuk memangku jabatan
guru. Amanat tersebut wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab. Alah SWT menjelaskan dalam (Al Qur'an Surat An Nisa', 4 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. An Nisa' : 58).
Tanggung jawab guru ialah keyakinannya bahwa setiap
tindakannya dalam melaksanakan tugas dan kewajiban didasarkan atas
pertimbangan secara profesional. Pekerjaan guru menuntut
kesungguhan dalam berbagai hal. Karenanya, posisi dan persyaratan
para "pekerja pendidikan" atau orang orang yang disebut pendidik ini
patut mendapat pertimbangan dan perhatian yang sungguh sungguh
pula.
Tugas dan tanggung jawab seorang guru sesungguhnya sangat
berat. Dipundaknyalah tujuan pendidikan secara umum dapat tercapai
atau tidak. Secara garis besar, tugas dan tanggung jawab seorang guru
adalah mengembangkan kecerdasan yang ada di dalam diri setiap anak
didiknya. Kecerdasan ini harus dikembangkan agar anak didik dapat
tumbuh dan besar menjadi manusia yang cerdas dan berakhlak mulia
sehingga mereka siap menghadapi segala tantangan di masa depan.
B. Karakteristik Siswa
Menurut Seels dan Richey (dalam Budiningsih, 2004:16) adalah
bagian-bagian pengalaman siswa yang berpengaruh pada keefektifan
proses belajar. Karakteristik siswa bertujuan untuk mendeskripsikan
bagian-bagian pekribadian siswa yang perlu diperhatikan untuk
karakteristik sendiri-sendiri dan berbeda satu sama lain, tergantung dari
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya.
Teori-teori dan prinsip pembelajaran yang digunakan dalam
pembelajaran moral di Indonesia seharusnya dikembangkan dengan
berpijak pada informasi tentang karakteristik siswa dan budayanya. Pada
tahap penalaran moral dimana remaja berada, pada tahap kepercayaan atau
eksistensial/iman di mana mereka berada, bagaimana empati dan peran
sosial mereka. Ini semua amat diperlukan oleh para guru, pendidik,
teknolog dan perancang pembelajaran dalam upaya pengembangan
program-program pembelajaran moral dan produksi sumber-sumber
belajra moral. Maka ini semua harus dijadikan pijakan dalam
mengembangkan program-program pembelajaran dan pembinaan
moral/akhlak bagi remaja. Pembahasan tentang karateristik perkembangan
ini peneliti lebih menekankan pana anak usia SMP/ MTs.
1. Istilah Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut Chaplin (dalam Mar’at, 2010:5) pertumbuhan diartikan
sebagai suatu pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari
bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan. Maka
pertumbuhan merupakan perubahan fisik anak, seperti badan tumbuh
menjadi besar, tambah tinggi, pada anak perempuan payudara menjadi
besar, pinggul melebar, pada anak laki-laki mulai tumbuh kumis,
Sedangkan arti perkembangan menurut Monks (dalam Mar’at,
2010:4) adalah suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak
dapat diulang kembali. Pekembangan menunjukan pada perubahan
yang bersifat tetap dan tidak padat diputar kembali. Perkembangan
juga diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap yang menuju ke
arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi,
berdasarkan pertumbuhan, pematangan, dan belajar. Contoh
perkembangan selama masa kanak-kanak menginjak remaja adalah
mengalami perkembangan dalam struktur fisik dan mental, jasmani
dan rohani. Sebagai ciri-ciri dalam memasuki jenjang kedewasaan.
Dari definisi di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
perkembangan merupakan suatu proses perubahan yang bersifat terus
menerus meskipun perkembanganya semakin hari semakin pelan,
setelah mencapai titik puncaknya. Sedangkan pertumbuhan lebih
cenderung menunjuk pada kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh
yang melaju sampai pada suatu titik optimum dan kemudian menurun
menuju keruntuhanya.
2. Fase Perkembangan dan Tugas Perkembangan Anak
a. Fase perkembangan remaja
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang
sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik
(seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konopka, dalam
1) Remaja awal 12-15 tahun
2) Remaja madya 15-18 tahun
3) Remaja ahir 19-22 tahun
Sehingga dapat diketahui bahwa anak usia sekolah menengah
Pertama telah memasuki masa remaja awal (12-15 tahun). Pada
masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk hidup,
kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan
menolongnya teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya.
Pada masa ini sebagai masa mencari sesuatu yang dipandang
bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja-puja sehingga masa ini
sering disebut masa merindu puja, yaitu sebagai gejala remaja.
Proses terbentuknya pendirian atau pandangan hidup atau cita-cita
hidup itu dapat dipandang sebagai penemuan nilai-nilai kehidupan.
Proses penemuan nilai-nilai kehidupan tersebut adalah:
1) Tidak adanya pedoman untuk merindukan sesuatu yang
dianggap bernilai, pantas dipuja walaupun sesuatu yang
dipujanya belum mempunyai bentuk tertentu, bahkan seringkali
remaja hanya mengetahui sesuatu bahwa dia menginginkan
sesuatu tetapi tidak mengetahui apa yang diinginkanya.
2) Objek pemujaan itu telah menjadi lebih jelas, yaitu
pribadi-pribadi yang dipandang mendukung nilai-nilai tertentu (jadi
personifikasi nilai-nilai). Pada anak laki-laki sering aktif
mengagumi, dan memujanya dalam hayalan (Yusuf,
2001:26-27).
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwasannya fase
perkembangan anak usia remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu,
remaja awal, remaja madya dan remaja akahir. Yang mana pada
anak usia remaja awal fase perkembangannya memerlukan
dukungan dari lingkungannya dan orang-orang yang ada
didekatnya, dan membutuhkan teman yang dapat turut merasakan
suka dan dukanya. Jadi anak usia remaja awal mengalami
perkembangan emosi yang masih cenderung naik turun atau labil.
b. Tugas-tugas perkembangan remaja
Menurut zulkifli (2012:76-78), tugas-tugas perkembangan
masa remaja umumnya berkenaan dengan pencapaian dan
persiapan memasuki kehidupan fase berikutnya (dewasa), yaitu:
1) Bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin. Dalam
hal ini seorang remaja mencapai pola hubungan baru yang lebih
matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin
sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku dalam
masyarakat.
2) Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita selaras
dengan tuntutan sosial dan kultural masyarakatnya. Maka
dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung
jawab di tengah-tengah masyarakatnya.
3) Menerima keadaan fisik sendiri. Artinya seorang remaja harus
menerima kesatuan organ-organ tubuh sebagai pria atau wanita
dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya
masing-masing.
4) Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan. Artinya
seorang remaja harus mempersiapkan diri untuk mencapai
karier tertetu dalam bidang ekonomi.
5) Memilih pasangan dan mempersiapkan diri untuk hidup
berkeluarga. Yaitu seorang remaja harus mempersiapkan diri
untuk memasuki dunia perkawinan atau kehidupan berkeluaga
(sebagai suami istri).
Jadi tugas-tugas perkembangan merupakan persiapan remaja
untuk menghadapi fase perkembangan yang akan datang,
diantaranya yaitu mengenai perubahan cara pandang dalam
bergaul, menerima kekurangan fisik, mempersiapkan diri untuk
berkarir, serta menentukan pendamping hidup untuk kelangsungan
masa depanya.
3. Aspek-aspek Perkembangan
Aspek perkembangan remaja menurut Syamun Yusuf LN dalam
a. Perkembangan fisik
Masa remaja merupakan salah satu diantara dua masa
rentangan kehidupan, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang
sangat pesat. Menurut Singgih dan Yulia (2012:4-5) perubahan
fisik meliputi perubahan yang mudah diamati maupun yang sulit
diketahui prosesnya. Yang mudah tampak antara lain adalah
perubahan tinggi badan. Perubahan fisik yang mudah diamati
sekaligus sulit diketahui prosesnya adalah berkaitan dengan
pelaksanaan tugas dan peran dewasa sebagai laki-laki dan
perempuan. Perubahan yang erat dengan proses persiapan fisik,
yang terjadi di dalam tubuh dan sulit diamati, justru sering
menimbulkan persoalan yang sukar diatasi. Misanya, suasana hati
yang bergelora dan mencekam diri, dan muncul silih berganti,
begitu sulit dimengerti sehingga sukar diredakan. Umumnya,
keguncangan suasana di dalam diri belum pernah dialami pada
masa-masa sebelumnya.
b. Perkembangan intelektual
Ditinjau dari perkembang intelektual, masa remaja sudah
mencapai tahap operasi formal. Remaja secara mental telah dapat
berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata
lain, operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak, serta
sistem sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah dari pada
tuanya, guru, pemimpin yang menurut penilaian objektifnya
kurang baik. Maka orang tua dan guru harus memberikan teladan
yang baik.
c. Perkembangan emosi
Aspek ini remaja mencapai puncak emosional. Pertumbuhan
fisik, terutama organ-organ seksual mempengaruhi perkembangan
emosi atau perasaan dan dorongan baru yang dialami sebelumnya,
seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan
dengan lawan jenis.
d. Perkembangan sosial
Pada masa ini remaja sudah mempunyai kemampuan untuk
memahami orang lain, sebagai individu yang unik, baik
menyangkut sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun persaannya.
Pada aspek ini remaja cenderung suka menilai orang-orang
disekitarnya. Remaja yang baik akan memberikan penilaian yang
baik pada sesuatu hal yang benar-benar baik dan akan menirunya.
Sesuatu hal yang buruk akan dinilainya buruk pula dan berusaha
untuk menjauhinya.
e. Perkembangan moral
Masa ini muncul dorongan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja
berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi
erat kaitannya dengan perkembangan sosial. Karena pada
perkembangan sosial remaja suka menilai orang lain, sedangkan
pada perkembangan moral remaja melakukan perbuatan-perbuatan
yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Hal ini bisa saja terjadi
karena remaja telah melihat atau menilai perbuatan orang lain yang
telah dikerjakan dan dianggapnya baik.
f. Perkembangan kepribadian
Kepribadian merupakan sistem yang dinamis dari fisik, sikap
kebiasaan yang menghasilkan tingkat konsistensi respon individu
yang beragam.
g. Perkembangan kesadaran agama
Pada masa ini seseorang memiliki kemampuan berfikir
abstrak yang memungkinkannya dapat mentransformasikan
keyakinan beragamanya. Dia dapat mengapresiasi kualitas
keabstrakan Tuhan yang maha adil dan maha kasih sayang.
Dengan demikian, guru Pendidikan Agama Islam perlu
memahami perkembangan perasaan remaja yang tak menentu itu. Guru
juga perlu mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja
yang sedang dalam masa puber, mengenai apa saja yang wajib
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Selain itu, guru juga harus
C. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Membina Akhlak Siswa
Pembinaan akhlak terjadi di semua lingkup kehidupan, baik
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pada pembahasan ini,
penulis hanya menyajikan pembinaan akhlak di lingkungan sekolah. Akan
tetapi sesungguhnya pembinaan akhlak pada seseorang akan maksimal jika
ketiga komponen di atas dapat sejalan serta mendukung sepenuhnya
terhadap pembinaan akhlak.
1. Pengertian Akhlak
Menurut Djatnika (dalam Daud, 2008:346) akhlak dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa arab “akhlaq” bentuk jamak kata
“khuluq” atau “al-khulq” yang berarti berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku, atau tabi’at.
Secara etimologis, kata akhlak adalah sebuah kata yang berasal
dari bahasa arab “al-akhlaq”. Ia merupakan bentuk jama’ dari kata
al-khuluq yang berarti budi pekerti, tabiat atau watak. Dengan demikian,
maka kata akhlak merupakan sebuah kata yang digunakan untuk
mengistilahkan perbuatan manusia yang kemudian diukur dengan baik
atau buruk. Dan dalam Islam, ukuran yang digunakan untuk menilai
baik atau buruk itu tidak lain adalah ajaran Islam sendiri (Halim,
2000:7-8)
Menurut Imam Al-Ghazali (dalam Asmaran, 2002:3) Akhlak
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan.
Menurut pendapat Mahmud (2004:26-27) kata khuluqiyah atau
Akhlak lazim disebut dengan moral. Yaitu sebuah sistem yang lengkap
yangterdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang
membuat seseorang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik ini
membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya
berperilakusesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya
dalam kondisiyang berbeda-beda.
2. Dasar dan Tujuan Pembinaan Akhlak
Islam memberikan petunjuk dan mengarahkan umat manusia
untuk selalu berbuat baik dan berjalan di jalan yang benar. Islam tidak
akan membiarkan kehidupan manusia penuh kontradiksi
(pertentangan), oleh karena itu pembinaan akhlak perlu dilakukan
dengan dasar dan tujuan tetentu.
a. Dasar pembinaan akhlak
Menurut Hendiyat Soetopo dan Westy Soeamanto dalam
Syafaat ,dkk (2008:153), pembinaan adalah menunjuk kepada
suatu kegiatan yang mempertahankan dan menyempurnakan apa
yang telah ada.
Dasar dan tujuan pembinaan akhlak terikat erat dan hampir
sama dengan dasar dan tujuan pendidikan Islam. Dasar ideal
identik dengan ajaran Islam itu sendiri, yaitu berasal dari
Al-Qur’an dan Hadis. Kemudian dasar tadi dikembangkan lebih lanjut
dalam pemikiran para ulama. Berikut adalah penjelasan tentang
dasar-dasar tersebut:
1) Al Qur’an
Al Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, sebagai pedoman hidup manusia, bagi
yang membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat
pahala. Seperti difirmankan dalam surat An-Nahl 89:
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.(QS.An-Nahl: 89)
Al Qur’an merupakan firman allah yang tidak ada
keraguan di dalamnya, yaitu sebagai petunjuk bagi orang-orang
yang bertakwa. Selain itu, Al Qur’an juga sebagai penawar atau
obat berbagai penyakit, dan Al Qur’an sebagai petunjuk arah
2) Sunnah
Dasar yang kedua adalah Sunnah Rasulullah SAW atau
hadis yaitu perkataan, perbuatan, serta pengakuan Rasulullah.
Sunnah berisi petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia
dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia
seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Sebagaimana dalam
firman Allah dalam surat Al Ahzab:21.
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.(QS.Al Ahzab: 21)
3) Perkataan, perbuatan dan sikap para sahabat
Pada masa khulafaur rasyidin sumber pendidikan dalam
Islam sudah mengalami perkembangan. Selain Al Qur’an dan
sunnah, juga perkataan, sikap, dan perbuatan para sahabat.
Perkataan para sahabat dapat dikuatkan karena Allah sendiri di
dalam Al Qur’an surat At-Taubah ayat 100 yang memberikan
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orangorang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”.( QS. At-Taubah: 100)
4) Ijtihad
Ijtihad dilakukan untuk menetapkan hukum atau
tuntunan suatu perkara yang ada kalanya tidak terdapat di
dalam Al Qur’an maupun sunnah. Ijtihad dilakukan untuk
menjelaskan suatu perkara dan ditetapkan hukumnya bila tidak
terdapat keterangan dari Al Qur’an maupun sunnah.
Menurut Rachmat (dalam Syafaat, 2008:29) ijtihad
adalah pengerahan segala kesanggupan seseorang faqih (pakar
fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum
sesuatu melalui dalil syara’ (agama). Dalam istilah inilah
ijtihad banyak dikenal dan digunakan, bahkan banyak para
fuqaha (para pakar hukum Islam) yang menegaskan bahwa
ijtihad itu bisa dilakukan di bidang fiqih.
Maka dengan kata lain, ijtihad berarti usaha keras dan
menetapkan suatu hukum perkara atau suatu ketetapan atas
suatu perkara tertentu.
b. Tujuan pembinaan akhlak
Menurut Mahmud (2004:160) pembinaan akhlak mempunyai
tujuan diantaranya yaitu:
1) Mempersiapkan manusia yang beriman yang selalu beramal
shaleh. Tidak ada sesuatu pun yang menyamai amal sholeh
dalam mencerminkan akhlak mulia ini. Tidak ada pula yang
menyamai akhlak mulia dalam mencerminkan keimanan
seseorang kepada Allah.
2) Mempersiapkan insan beriman dan soleh yang menjalani
kehidupanya sesuai dengan ajaran Islam, melaksanakan apa
yang di perintahkan agama dan meninggalkan apa yang
diharamkan.
3) Mempersiapkan insan beriman dan soleh yang bisa berinteraksi
secara baik dengan sesama, baik dengan non-muslim maupun
muslim. Maupun bergaul dengan orang-orang ada
disekelilingnya dengan mencari ridho Allah yaitu mengikuti
ajaran-Nya dan petunjuk-petunjuk Nabi-Nya.
4) Mempersiapkan insan beriman dan soleh, yang mau merasa
bangga dengan persaudaraanya sesama muslim dan selalu
memberi hanya arena Allah, dan sedikitpun tidak kecut oleh
celaan orang khasad selama dia berada di jalan yang benar.
5) Mempersiapkan insan beriman dan soleh yang merasa bahwa
dia bagian dari seluruh umat Islam yang berasal dari berbagai
daerah, suku, dan bahasa. Atau insan yang siap melaksanakan
kewajiban yang harus ia penuhi demi seluruh umat Islam
selama dia mampu.
6) Mempersiapkan insan beriman dan soleh yang merasa bangga
terhadap loyalitasnya kepada agama Islam, dan berusaha sekuat
tenaga demi tegaknya panji-panji Islam dimuka bumi. Atau
insan yang rela mengorbankan harta, kedudukan, waktu, dan
jiwanya demi tegaknya syariat Islam.
Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa tujuan dari
pembinaan akhlak adalah untuk mewujudkan masyarakat yang
beriman yang senantiasa berjalan diatas kebenaran. Masyarakat
yang konsisten dengan nilai-nilai keadilan dan kebaikan.
Disamping itu juga untuk menciptakan masyarakat yang
berwawasan demi tercapainya kehidupan manusia yang
berlandaskan pada nilai-nilai sosial.
3. Ruang Lingkup Akhlak Islami
Menurut Nata (2002:147-152) ruang lingkup akhlak Islami
a. Akhlak terhadap Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk, kepada tuhan sebagai khalik. Sekurang-kurangnya ada 4
alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah. Pertama,
karena allah yang telah menciptakan manusia. Kedua,karena Allah
yang telah memberikan perlengkapan panca indera. Ketiga, karena
Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Keempat, Allah
yang memuliakan manusia dengan diberikanya kemampuan
menguasai daratan dan lautan.
b. Akhlak terhadap sesama manusia
Al Quran telah merinci bebrapa perlakuan yang berkaitan
terhadap sesama manusia. petujuk mengenai hal ini bukan hanya
dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti,
membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan
yang benar, melainkan juga sampai pada menyakiti hati dengan
jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib
itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada
yang disakiti hatinya itu.
c. Akhlak terhadap lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu
maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang
diajarakan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi
manusia sebagai kholifah. Kekholifahan menurut adanya interaksi
antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam.
Kekholifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup
akhlak Islami adalah bagaimana seorang menjadi makhluk yang mulia
dihadapan Allah, serta memiliki sifat saling menghargai sesama
manusia. dan mencintai lingkungannya.
4. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam membina Akhlak
Siswa
Pembinaan akhlak menurut Nata (2002:162-164) dapat dilakukan
dengan beberapa cara diantaranya yaitu:
a. Pembinaan akhlak dapat dibentuk melalui pembiasaan yang
dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Bekenaan
dengan ini imam Al Ghazali mengatakan bahwa kepribadian
manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha
pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan
berbuat jahat, maka ia akan menjadi jahat. Maka akhlak harus
diajarakan dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah