• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Laksana Fibrilasi Atrium: Kontrol Irama atau Laju Jantung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tata Laksana Fibrilasi Atrium: Kontrol Irama atau Laju Jantung"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

EPIDEMIOLOGI

Fibrilasi atrium (atrial fi brillation, AF) adalah takikardia supraventrikular dengan karakteristik aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi. AF adalah gangguan irama yang paling sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. AF dialami oleh 1-2% populasi dan meningkat dalam 50 tahun ke depan. Di Amerika Serikat diperkirakan 2,3 juta penduduk menderita AF dengan >10% berusia di atas 65 tahun dan diperkirakan akan terus bertambah menjadi 4,78 juta pada tahun 2035.1 AF digambarkan

sebagai suatu epidemi kardiovaskular yang menyebabkan beban ekonomi pada negara berkembang.

Tata Laksana Fibrilasi Atrium:

Kontrol Irama atau Laju Jantung

Ignatius Yansen, Yoga Yuniadi

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Harapan Kita, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Fibrilasi atrium (atrial fi brillation, AF) adalah takikardia supraventrikular dengan karakteristik aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi. Insidens AF makin meningkat terutama dengan meningkatnya usia harapan hidup. Manajemen fi brilasi atrium tetap merupakan masalah. Sampai saat ini, ada dua pilihan intervensi dasar: mengembalikan dan mempertahankan ritme sinus atau mengontrol laju jantung. Sejak tahun 2000 telah dilakukan beberapa penelitian yang membandingkan kedua pilihan terapi ini. Hasilnya menunjukkan bahwa strategi terapi mengontrol frekuensi nadi sama efektifnya dengan usaha mengontrol irama. Studi-studi juga menunjukkan perlunya meneruskan terapi antikoagulan walaupun irama pasien telah kembali ke sinus. Pada beberapa kasus pilihan terapi dapat sangat jelas; tetapi pada kasus lain mungkin kedua terapi tersebut dapat dilakukan; pada kasus-kasus ini pengambilan keputusan sebaiknya melibatkan pasien dan keluarga pasien.

Kata kunci: fi brilasi atrium, kontrol irama, kontrol frekuensi nadi, STAF, PIAF, AFFIRM, RACE, HOT-CAFÉ, AF-CHF, J-RHYTHM

ABSTRACT

Atrial fi brillation (AF) is a supraventricular tachyarrhythmia characterised by uncoordinated atrial activation. The incidence of AF is increasing especially with increasing life expectancy. Despite new insights in the pathophysiology and development of novel ablative technique and anti arrhythmic drugs, the management of this chronic rhythm disturbance remains problematic. There are two fundamental interventional choices: restoration and maintenance of normal sinus rhythm (NSR) or control of ventricular rate. While there are compelling theoritical benefi ts in restoring and maintaining NSR, until recently there has been little evidence supporting the comparative advantages of either strategy. Since 2000 there are several trials comparing these strategies. Results from these studies indicate that a strategy af rate control in AF patients can be at least as eff ective as eff orts to control rhythm. These trials have also revealed the necessity of continuing antithrombotic treatment even when long term sinus rhythm is achieved. In some cases both management could be applicable so we should involve patient and family for management decision. Ignatius Yansen, Yoga Yuniadi. Management of Atrial Fibrillation: Rate Control or Rhythm Control.

Key words: atrial fi brillation, rate control, rhythm control, STAF, PIAF, AFFIRM, RACE, HOT-CAFÉ, AF-CHF, J-RHYTHM

Alamat korespondensi email: ignatius.yansen@gmail.com

(2)

AF adalah faktor risiko kuat untuk kematian dengan peningkatan 1,5-1,9 kali dalam analisis Framingham.2 AF juga dihubungkan

dengan peningkatan 5 kali kejadian stroke dan faktor penyebab dari 5% kejadian emboli di serebral.1 AF menyebabkan gagal

jantung kongestif terutama pada pasien yang frekuensi ventrikelnya tidak dapat dikontrol. Adanya gagal jantung dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk. Studi terbaru menemukan adanya 10-30% AF pada pasien gagal jantung yang simtomatik, dengan peningkatan kematian 34% bila dibandingkan dengan gagal jantung saja.3 Selain itu AF juga

menurunkan status kesehatan, kapasitas jantung dan kualitas hidup seseorang.4 Dalam

2 dekade terakhir telah terjadi peningkatan angka rawat di rumah sakit akibat gangguan listrik jantung.5 Fungsi ventrikel kiri juga

terganggu dengan adanya irama tidak teratur dan cepat, yang menyebabkan hilangnya fungsi kontraksi atrium dan meningkatnya tekanan pengisian pada saat akhir diastolik ventrikel kiri.

DEFINISI6

Fibrilasi atrium adalah gangguan irama jantung dengan karakteristik sebagai berikut: 1. Ketidakteraturan interval RR yaitu tidak ada pola repetitif pada EKG.

2. Tidak ada gambaran gelombang P yang jelas pada EKG.

3. Siklus atrial (jika terlihat) yaitu interval di antara dua aktivasi atrial sangat bervariasi (<200 ms) atau >300 kali per menit.

KLASIFIKASI FIBRILASI ATRIUM6

Secara klinis, terdapat 5 tipe AF yang dapat dibedakan berdasarkan presentasi dan durasi aritmia.

1. First diagnosed AF: setiap pasien yang baru

pertama kali terdiagnosis dengan AF tanpa melihat durasi atau beratnya gejala yang ditimbulkan oleh AF tersebut.

2. Paroxysmal AF: AF yang biasanya hilang dengan sendirinya dalam 48 jam sampai 7 hari. Jika dalam 48 jam belum berubah ke irama sinus maka kemungkinan kecil untuk dapat berubah ke irama sinus lagi sehingga perlu dipertimbangkan pemberian antikoagulan. 3. Persistent AF: episode AF yang bertahan sampai lebih dari 7 hari dan membutuhkan kardioversi untuk terminasi dengan obat atau dengan elektrik.

4. Long standing persistent AF: episode AF yang berlangsung lebih dari 1 tahun dan strategi yang diterapkan masih kontrol irama jantung (rhythm control).

5. Permanent AF: jika AF menetap dan secara klinis dapat diterima oleh pasien dan dokter sehingga strategi managemen adalah tata laksana kontrol laju jantung (rate control).

TATA LAKSANA FIBRILASI ATRIUM6

Tata laksana umum pada pasien AF mempunyai 5 tujuan:

1. Pencegahan kejadian tromboemboli 2. Mengatasi simtom terkait AF

3. Tata laksana optimal terhadap penyakit kardiovaskular yang menyertai

4. Mengontrol laju jantung. 5. Memperbaiki gangguan irama.

Terapi pada pasien AF yang persisten masih kontroversial apakah berusaha untuk mempertahankan irama sinus atau membiarkan pasien dalam irama AF dan mengontrol laju jantung. Sampai saat ini pada tahap awal para klinisi tetap berusaha tetap mempertahankan irama sinus dengan kardioversi dan obat antiaritmia. Mempertahankan irama sinus mempunyai beberapa keunggulan: meningkatkan hemodinamik dan respons ventrikel kiri; restorasi fungsi sistolik atrium; mengurangi laju jantung sehingga mencegah terjadinya takikardiomiopati; mencegah terjadinya remodeling miokard; mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fi sik; meningkatkan kualitas hidup; mengurangi episode silent AF; mengurangi kejadian tromboemboli; meningkatkan angka kesintasan.7

Antiaritmia yang saat ini ada berhubungan dengan efek samping proaritmia walaupun kejadiannya jarang (contohnya torsade de pointes); dibutuhkan monitoring saat memulai terapi antiaritmia untuk mencegah terjadinya

Tabel 1 Kejadian klinis yang diakibatkan oleh fi brilasi atrium6

Parameter klinis Perubahan pada pasien fi brilasi atrium

Kematian

1. Angka kematian dua kali lipat Stroke

2. Angka kejadian stroke meningkat. Fibrilasi atrium dihubungkan dengan stroke yang lebih buruk

Hospitalisasi

3. Angka hospitalisasi lebih tinggi dan dikaitkan dengan penurunan kualitas hidup

Kualitas hidup dan kapasitas fi sik

4. Variasi yang besar dari asimptomatik sampai sangat terganggu akibat simtom fi brilasi atrium

Fungsi ventrikel kiri

5. Variasi yang besar dari tidak ada gangguan sampai takikardiomiopati dengan gagal jantung akut

(3)

Obat yang digunakan untuk mengontrol laju jantung adalah obat yang lebih aman dibanding dengan antiaritmia yang digunakan untuk mengontrol irama jantung. Walaupun demikian tidak berarti obat tersebut tidak memiliki efek samping. Efek samping penggunaan obat ini adalah bradikardia, hipotensi, atau depresi fungsi jantung (penyekat beta dan antagonis kanal kalsium). Obat-obat ini tidak efektif untuk kardioversi dan mempertahankan irama sinus, kecuali sotalol yang diketahui memiliki efek mempertahankan irama sinus. Dalam 10 tahun terakhir telah dilakukan beberapa penilitian untuk membuktikan tata laksana AF yang lebih unggul.

Sejak tahun 2000, setidaknya ada 7 studi terkait tata laksana AF dengan membandingkan kedua jenis terapi medikamentosa kontrol irama atau kontrol laju jantung. Studi-studi tersebut adalah PIAF10 (Pharmacological

Intervention in Atrial Fibrillation trial) tahun 2000, RACE11 (Rate Control versus Electrical

Conversion) tahun 2002, studi AFFIRM (Atrial Fibrillation Follow up of Rhythm Management) tahun 200212, studi STAF (Strategies of

Treatment of Atrial Fibrillation) tahun 200313,

studi HOT CAFÉ (How to Treat Chronic Atrial Fibrillation) tahun 200414, studi AF-CHF

(Rhythm control versus Rate control for Atrial Fibrillation and Heart Failure) tahun 200815,

dan studi J-RHYTHM tahun 200916 (tabel 3).

SIMPULAN STUDI-STUDI

Studi-studi ini seluruhnya menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna pada keluaran primer antara grup kontrol irama dan grup kontrol laju jantung. Mempertahankan irama sinus pada pasien AF dengan risiko tinggi stroke tidak terbukti dapat memperbaiki kesintasan, mengurangi keluhan, meningkatkan toleransi aktivitas, mengurangi risiko stroke, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi keperluan antikoagulan jangka panjang; sebaliknya menunjukkan keunggulan strategi terapi kontrol laju jantung berupa angka hospitalisasi yang lebih sedikit dan kesintasan yang cenderung lebih baik. Strategi kontrol frekuensi nadi bukan pilihan kedua melainkan dapat dipertimbangkan sebagai strategi tata laksana utama pada pasien AF. Kedua strategi ini harus dievaluasi dengan seksama pada setiap pasien secara individual.

Lima studi terdahulu tidak ada yang secara efek samping dan penghentian terapi bila

ditemukan aritmia. Secara umum, risiko efek samping antiaritmia merupakan dasar pemilihan jenis terapi mempertahankan irama sinus. Antiaritmia kelas I seperti propafenon dan fl ekainid harus dihindari pada pasien dengan penyakit jantung struktural. Selain itu, antiaritmia kelas III yang banyak digunakan, amiodaron, dapat menyebabkan kejadian nonkardiak serius bila digunakan jangka panjang.8

Tujuan mengontrol laju jantung pada AF yang persisten adalah untuk meminimalkan gejala, mencegah takikardia saat aktivitas sehari hari dan memulihkan laju jantung agar lebih fi siologis. Secara umum dipercaya laju jantung yang ideal untuk aktivitas yaitu 60-80 kali per menit saat istirahat dan 90-115 kali permenit saat aktivitas agar memungkinkan

hemodinamik jantung yang lebih fi siologis dan efektif seperti waktu pengisian ventrikel yang cukup. Pada 10 tahun terakhir telah dilakukan beberapa penelitian mengenai manajemen AF, apakah usaha mempertahankan irama sinus terbukti lebih unggul dibandingkan mengontrol laju jantung. Dibandingkan dengan obat antiaritmia, maka obat yang digunakan untuk mengontrol laju jantung, yaitu antagonis kanal kalsium, seperti diltiazem dan verapamil, penyekat beta adrenoseptor, dan digoksin memiliki efek samping yang lebih ditolerir dan tidak membutuhkan hospitalisasi saat inisiasi terapi dilakukan, tetapi obat- obat ini tidak mengobati penyebab AF. Obat-obat ini dapat digunakan secara kombinasi untuk mencapai laju jantung yang diinginkan, baik saat istirahat maupun dengan aktivitas. Kombinasi yang digunakan adalah dalam dosis yang kecil untuk mencegah efek samping.

Tabel 2 Keuntungan, risiko, dan hasil yang didapat pada terapi kontrol irama jantung dan kontrol laju jantung pada tata

laksana fi brilasi atrium9

Kontrol irama jantung (rhythm control) Kontrol laju jantung (rate control)

Keuntungan

Meningkatkan efi siensi jantung secara umum Mengurangi risiko tromboemboli

Mengurangi risiko penggunaan terapi antikoagulan

Kerugian

Efek samping proaritmia dari obat anti aritmik Risiko efek samping obat

Relaps akut FA disertai gagal jantung Risiko akibat penghentian obat antikoagulan

Hasil yang didapat

Pengurangan penggunaan antikoagulan Rekurensi FA yang sering terjadi

Membutuhkan lebih banyak prosedur kardioversi Risiko kejadian stroke lebih tinggi

Meningkatnya angka hospitalisasi karena gagal jantung

Tidak membutuhkan obat antiaritmia

Keuntungan dengan penggunaan terapi antikoagulan yang terus menerus

Risiko perdarahan akibat penggunaan antikoagulan Risiko takikardiomiopati apabila laju jantung tidak adekuat

Angka kematian cenderung lebih rendah Biaya yang lebih rendah

Simtom yang lebih banyak karena aritmia

(4)

khusus membandingkan kedua strategi tata laksana pada pasien AF dengan disfungsi ventrikel kiri. Pada studi AFFRIM terdapat 23,1% pasien dengan riwayat gagal jantung kongestif, 9% dengan NYHA kelas fungsional ≥II.12 Pada studi ini tidak ditemukan perbedaan

bermakna di antara kedua grup. Baru studi AF-CHF yang secara khusus membandingkan kedua strategi tata laksana pasien AF dan disfungsi ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi yang menurun dengan jumlah pasien cukup banyak. Penelitian ini tidak menemukan adanya perbedaan keluaran primer berupa kematian akibat penyakit kardiovaskular, juga pada keluaran sekunder berupa kematian akibat lain, stroke ataupun perburukan gagal jantung.15 Karakteristik utama pasien pada

studi-studi PIAF, RACE, AFFIRM, STAF, dan HOT CAFÉ adalah AF yang persisten atau dengan risiko tinggi terhadap kejadian stroke. Walaupun demikian ada pasien tertentu yang perlu tetap mempertahankan irama sinus, bukan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan saja tetapi untuk meningkatkan kualitas hidup, hal yang sangat penting menurut pasien AF. Studi PIAF, RACE, AFFIRM, STAF, HOT CAFÉ memberi fokus pada pasien dengan risiko kematian tinggi sehingga ada kelompok yang belum terwakili yaitu pasien usia lebih muda tanpa atau dengan faktor risiko stroke minimal, terutama pasien AF paroksismal.

Pada studi J-RHYTHM diteliti pasien AF paroksismal dengan risiko stroke rendah. Studi ini juga membuktikan tidak ada perbedaan di antara kedua grup dalam hal angka kematian, stroke, perdarahan dan gagal jantung tetapi lebih banyak pasien yang pindah dari strategi tata laksana kontrol laju jantung ke strategi kontrol irama karena ketidaknyamanan dan secara bermakna terdapat peningkatan kualitas hidup pada pasien dengan kontrol irama.16

Metaanalisis studi-studi yang membanding-kan strategi kontrol irama dan kontrol laju jantung pada tata laksana AF mendapatkan bahwa strategi kontrol laju jantung secara bermakna menurunkan angka kematian secara kumulatif dan kejadian stroke dibandingkan strategi kontrol irama.17

Studi AFFIRM18 dan Steinberg et. al19, kemudian

melakukan analisis kembali pada populasi studi AFFIRM untuk mencari penyebab kematian

Tabel 3 Karakteristik umum studi-studi terkait kontrol irama dan kontrol laju jantung pada AF6

Tabel 4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan tata laksana pada AF

Kontrol irama (rhytm control) Kontrol laju jantung (rate control)

Pasien simtomatik Pasien usia yang lebih muda Lone AF

FA sekunder dengan penyebab dapat diidentifi kasi (contoh: tirotoksikosis, alkohol, dan kafein)

Pasien asimtomatik Usia 65 tahun

Kontraindikasi atau efek samping terhadap antiaritmia Tidak sesuai untuk kardioversi (contoh: FA >1 tahun, dimensi atrium kiri >55mm, kardioversi yang gagal berulang walaupun menggunakan antiaritmia)

Gambar 4 Odds ratio terhadap kejadian kematian dan stroke tromboembolik17

(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. Go AS, Hylek EM, Phillips KA, Chang Y, Henault LE, Selby JV, et.al. Prevalence of diagnosed atrial fi brillation in adults: national implications for rhythm management and stroke prevention: the AnTicoagulation and Risk Factors in Atrial Fibrillation (ATRIA) Study. JAMA. 2001;285(18):2370-2375.

2. Benjamin EJ, Wolf PA, D’Agostino RB, Silbershatz H, Kannel WB, Levy D. Impact of atrial fi brillation on the risk of death: the Framingham Heart Study. Circulation. 1998;98(10):946-952. 3. Dries DL, Exner DV, Gersh BJ, Domanski MJ, Waclawiw MA, Stevenson LW. Atrial fi brillation is associated with an increased risk for mortality and heart failure progression in patients with

asymptomatic and symptomatic left ventricular systolic dysfunction: a retrospective analysis of the SOLVD trials. Studies of Left Ventricular Dysfunction. J Am Coll Cardiol. 1998;32(3):695-703.

4. Luderitz B, Jung W. Quality of life in patients with atrial fi brillation. Arch Intern Med. 2000;160(12):1749-1757.

5. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB. Increasing trends in hospitalization for atrial fi brillation in the United States, 1985 through 1999: implications for primary prevention. Circulation. 2003;108(6):711-716.

6. Camm AJ, Kirchhof P, Lip GY, Schotten U, Savelieva I, Ernst S, et. al. Guidelines for the management of atrial fi brillation: the Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the Euro-pean Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J. 2010;31(19):2369-2429.

7. Crijns HJ. Rate versus rhythm control in patients with atrial fi brillation: what the trials really say. Drugs. 2005;65(12):1651-1667. 8. Borggrefe M, Breithardt G. Maintenance of sinus rhythm as a therapy goal. Europace. 2000;1 Suppl C:C1-5.

9. Boriani G, Biffi M, Diemberger I, Martignani C, Branzi A. Rate control in atrial fi brillation: choice of treatment and assessment of effi cacy. Drugs. 2003;63(14):1489-1509.

10. Hohnloser SH, Kuck KH, Lilienthal J. Rhythm or rate control in atrial fi brillation--Pharmacological Intervention in Atrial Fibrillation (PIAF): a randomised trial. Lancet. 2000;356(9244):1789-1794.

11. Van Gelder IC, Hagens VE, Bosker HA, Kingma JH, Kamp O, Kingma T, et.al. A comparison of rate control and rhythm control in patients with recurrent persistent atrial fi brillation. N Engl J Med. 2002;347(23):1834-1840.

12. Wyse DG, Waldo AL, DiMarco JP, Domanski MJ, Rosenberg Y, Schron EB, et.al. A comparison of rate control and rhythm control in patients with atrial fi brillation. N Engl J Med. 2002;347(23):1825-1833.

13. Carlsson J, Miketic S, Windeler J, Cuneo A, Haun S, Micus S, et.al. Randomized trial of rate-control versus rhythm-control in persistent atrial fi brillation: the Strategies of Treatment of Atrial Fibrillation (STAF) study. J Am Coll Cardiol. 2003;41(10):1690-1696.

14. Opolski G, Torbicki A, Kosior DA, Szulc M, Wozakowska-Kaplon B, Kolodziej P, et.al. Rate control vs rhythm control in patients with nonvalvular persistent atrial fi brillation: the results of the Polish How to Treat Chronic Atrial Fibrillation (HOT CAFE) Study. Chest. 2004;126(2):476-486.

15. Roy D, Talajic M, Nattel S, Wyse DG, Dorian P, Lee KL, et.al. Rhythm control versus rate control for atrial fi brillation and heart failure. N Engl J Med. 2008;358(25):2667-2677.

16. Ogawa S, Yamashita T, Yamazaki T, Aizawa Y, Atarashi H, Inoue H, et.al. Optimal treatment strategy for patients with paroxysmal atrial fi brillation: J-RHYTHM Study. Circ J. 2009;73(2):242-248.

17. Testa L, Biondi-Zoccai GG, Dello Russo A, Bellocci F, Andreotti F, Crea F. Rate-control vs. rhythm-control in patients with atrial fi brillation: a meta-analysis. Eur Heart J. 2005;26(19):2000-2006.

18. Corley SD, Epstein AE, DiMarco JP, Domanski MJ, Geller N, Greene HL, et.al. Relationships between sinus rhythm, treatment, and survival in the Atrial Fibrillation Follow-Up Investigation of Rhythm Management (AFFIRM) Study. Circulation. 2004;109(12):1509-1513.

19. Steinberg JS, Sadaniantz A, Kron J, Krahn A, Denny DM, Daubert J, et.al. Analysis of cause-specifi c mortality in the Atrial Fibrillation Follow-up Investigation of Rhythm Management (AF-FIRM) study. Circulation. 2004;109(16):1973-1980.

yang sesuai, pilihannya adalah usaha mempertahankan irama sinus (kontrol irama) atau usaha mengontrol laju jantung. Pada beberapa kasus, mungkin dapat sangat jelas, misalnya pada pasien AF yang persisten atau permanen dengan usia tua dan faktor risiko stroke tinggi, pilihan utamanya adalah kontrol laju jantung sedangkan pada usia lebih muda dengan AF paroksismal, terapi utama adalah berusaha untuk mengembalikan ke irama sinus (kontrol irama). Pada beberapa kasus, kedua terapi tersebut dapat dilakukan; pada kasus-kasus seperti ini sebaiknya proses pengambilan keputusan melibatkan pasien dan keluarganya; kebaikan dan efek samping setiap strategi dijelaskan kepada pasien dan keluarga. Dengan demikian, keputusan tata laksana adalah keputusan bersama pasien, keluarga dan dokter yang merawat.

yang spesifi k dan hubungannya dengan irama sinus, tata laksana, dan kesintasan. Pada analisis pertama, peneliti AFFIRM mendapatkan kecenderungan angka total kematian non-kardiovaskular yang lebih rendah pada grup kontrol laju jantung dibandingkan dengan kontrol irama.18 Pada analisis kedua,

Steinberg et al19 menunjukkan bahwa irama

sinus dan terapi warfarin merupakan faktor protektif terhadap kematian sedangkan digoxin dan obat antiaritmia berhubungan dengan meningkatnya angka kematian. Peneliti menyimpulkan bahwa antiaritmia dapat menguntungkan apabila irama sinus dapat dipertahankan tetapi keuntungan ini bekurang oleh adanya berbagai efek samping non kardiovaskular obat antiaritmia.

Salah satu alasan mengapa kontrol laju

jantung adalah strategi yang lebih dipilih dalam tata laksana AF adalah karena tidak mudah mempertahankan irama sinus. Seperti kelainan irama lain, AF berhubungan dengan beberapa tipe penyakit jantung yang mendasarinya; dalam hal ini AF akan memicu remodeling jantung yang menyebabkan lingkungan tetap mempertahankan AF dan menjadi semakin berat (AF begets AF). Dengan hanya mengembalikan irama sinus tidak akan mengatasi penyebab AF sehingga tidak mengherankan jika tingkat rekurensi AF sangat tinggi, kecuali diberi antiaritmia yang merupakan pisau bermata dua karena tidak ada obat antiaritmia yang bebas efek samping dan tidak ada yang mempunyai efi kasi mendekati 100%.

Gambar

Gambar 1 Prevalensi fi brilasi atrium berdasarkan usia dan jenis kelamin 1
Gambar 2 Tipe fi brilasi atrium; AF=fi brilasi atrium; CV=kardioversi 6 ; h=hour
Gambar 3 Pilihan tata laksana kontrol irama jantung dan kontrol laju jantung pada fi brilasi atrium 6
Tabel 3 Karakteristik umum studi-studi terkait kontrol irama dan kontrol laju jantung pada AF 6

Referensi

Dokumen terkait

Rasa makanan, temperatur, presentasi, kesegaran, pilihan menu dan pilihan makanan sehat memainkan peranan penting dalam food quality (Namkung, 2007) Karena factor food

Adapun hasil penelitian ini yaitu, (a) Faktor menjadi preferensi siswa memilih SMK NEGERI 1 BANKINANG adalah diprioritaskan pada suatu bidang pekerjaan, (b)

[r]

Hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki/meningkatkan item-item yang ada di kuadran III adalah sebagai berikut: menyediakan sarana dan prasarana bagi pelanggan

Hasil: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa ekstrak dan suspensi ekstrak daun bayam duri (Amaranthus spinosus L.) mempunyai efektivitas dalam menurunkan volume udema

2) menginstruksikan kepada Bank Kustodian untuk membayarkan dana hasil likuidasi yang menjadi hak pemegang Unit Penyertaan dengan ketentuan bahwa perhitungannya dilakukan

Fotokopi surat tugas atau fotokopi SK Tim, fotokopi buku/ pedoman/ petunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis yang telah disahkan oleh kepala unit kerja Eselon II. Mengajar/melatih

Gending Ganggong gaya Yogyakarta dan Miyanggong gaya Surakarta serta memaparkan garap penyajian dan sindenan dari kedua gending