1
PENENTUAN KADAR Fe(II) DALAM SAMPEL DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN Tanggal Praktikum : 22 Oktober 2010
Disusun Oleh : Kelompok 7
Risa Nurkomarasari (0800530) Ersan Yudhapratama (0801357)
Redi Ahmad Fauzi (0805450)
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIDKAN INDONESIA 2010
2
Tanggal Praktikum : 22 Oktober 2010
PENENTUAN KADAR Fe(II) DALAM SAMPEL DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
A. Tujuan Praktikum
Mahasiswa dapat menentukan kadar Fe(II) dalam sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis dan dapat mengoprasikan alat spektrofotometer UV-Vis.
B. Tinjauan Pustaka
Teknik spektroskopi pada daerah ultra violet dan sinar tampak biasa disebut spektroskopi UV-Vis. Dari spectrum absorpsi dapat diketahui panjang gelombang dengan absorbans maksimum dari suatu unsur atau senyawa. Konsentrasi suatu unsure atau senyawa juga dengan mudah dapat dihitung dari kurva standar yang diukur pada panjang gelombang dengan absorbans maksimum.
Gambar 1. daerah spectrum radiasi elektromagnetik.
3
Spektrofotometer adalah alat pengukuran yang didasarkan pada interaksi cahaya/sinar monokromatis dengan materi, yaitu pada saat sejumlah cahaya/sinar monokromatis dilewatkan pada sebuah larutan, ada sebagian sinar yang diserap, dihamburkan, dipantulkan dan sebagian lagi diteruskan. Namun karena jumlah sinar yang di hamburkan dan dipantulkan sangat kecil, maka dianggap tidak ada.
Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan berwarna, maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap (absorpsi) secara selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi). Absorpsi maksimum dari larutan berwarna terjadi pada daerah warna yang berlawanan, misalnya larutan warna merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah warna hijau. Dengan perkataan lain warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati.
Jika ditinjau secara mikro, maka ketika cahaya monokromatis melewati larutan sampel, elektron-elektron yang terdapat di dalam sampel akan mendapatkan energi dari cahaya yang dilewatkan dan kemudian tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi. Besarnya perpindahan elektron sama dengan energi radiasi yang berineraksi dengan molekul. Eksitasi elektron ketingkat energi yang lebih tinggi tergantung pada senyawa penyerapnya (kromofor penyerap). Proses ini terjadi dalam dua tahap, yaitu
Tahap 1 : M + hv M* Tahap 2 : M* M + Panas
Elektron-elektron yang tereksitasi bervariasi, tergantung dari jenis orbitalnya, berikut adalah kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ketika elektron tereksitasi ketika mendapatkan energi dari cahaya yang masuk. Ada empat jenis transisi yang mungkin terjadi, yaitu: σ σ*, n σ*, n π*, dan π π*
4
Gambar 2. tingkat energi elektron molekul
Pada saat kondisi tereksitasi dan energinya habis, maka elektron tersebut akan kembali ke keadaan semula dengan melepaskan sejumlah energi berupa cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Cahaya inilah yang kemudian di terima oleh detektor. cahaya ini disebut cahaya komplementer. Berikut adalah tabel antara panjang gelombang, warna utama dan warna komplementer:
Tabel2. Radiasi cahaya tampak dan warna komplementer
Semua senyawa organic mampu mengabsorbsi cahaya, sebab senyawa organic mengandung electron valensi yang dapat dieksitasi ke tingkat energy yang lebih tinggi. Pengabsorbsian sinar ultra violet dan sinar tampak yang panjang gelombangnya lebih besar, terbatas pada sejumlah gugus fungsional (chromophore) yang mengandung electron valensi dengan energy eksitasi rendah. Berikut adalah gugus-gugus penyerap cahaya pada panjang gelombang UV-Vis beserta transisi yang terjadi. Wavelength range (nm) Wave numbers (cm-1) Colour Complementary colour < 400 >25.000 Ultraviolet - 400-450 22.000-25.000 Violet Yellow 450-490 20.000-22.000 Blue Orange 490-550 18.000-20.000 Green Red 550-580 17.000-18.000 Yellow Violet 580-650 15.000-17.000 Orange Blue 650-700 14.000-15.000 Red Green >700 <14.000 Infrared -
5
Tabel3. gugus-gugus penyerap cahaya pada panjang gelombang UV-Vis beserta transisi yang terjadi.
Gambar 3. Proses penyerapan cahaya
A = log ( Io / I1 ) = a b c Keterangan :
Io = Intensitas sinar datang
I1 = Intensitas sinar yang diteruskan a = Absorptivitas
b = Panjang sel/kuvet c = konsentrasi (g/l) A = Absorban
6
Cahaya/sinar yang masuk dengan intensitas tertentu (I0) akan berkurang intensitasnya ketika melewati larutan. Berkurangnya intensitas sinar dikarenakan adanya serapan oleh larutan yang dilewati. Intensitas cahaya setelah melewati larutan (It) disebut dengan transmitansi (T), dan biasanya dinyatakan dalam satuan persen tranmitan (%T). Sedangkan cahaya yang diserap adalah absorbansi (A).
%𝑇 = It
I0 x100
-Log T = Log It
I0 = A
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, absorbansi dari suatu sampel akan sebanding dengan ketebalan, konsentrasi sampel dan absorptifitas molar. Bila ketebalan benda (b) atau konsentrasi materi (c) yang dilewati bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan dan konsentrasi. Selain itu, faktor yang berpengaruh terhadap besar kecilnya absorbansi adalah absorptifitas molar (ε) dari larutan yang di ukur itu sendiri. Sehingga dari persamaan diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
A = ε b c
Hubungan antara absorbansi A dengan konsentrasi zat pengabsorbsi adalah linier. Ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan yang mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :
1. Syarat konsentrasi, larutan yang dianalisis harus encer. Pada konsentrasi tinggi jarak rata-rata di antara zat pengabsorbsi menjadi kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi muatan tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan.
2. Syarat kimia, zat pengabsorbsi tidak boleh terdisosiasi atau bereaksi dengan pelarut menghasilkan suatu produk yang berbeda dari zat yang dianalisis.
3. Syarat cahaya, hukum Beer berlaku untuk cahaya yang betul-betul monokrhromatik (cahaya yang mempunyai satu macam panjang gelombang). 4. Syarat kejernihan, larutan yang dianalisis harus jernih karena kekeruhan larutan
yang disebabkan oleh partikel koloid akan dihamburkan oleh partikel-partikel koloid akibatnya kekuatan cahaya yang diabsorbsi berkurang dari yang seharusnya.
7 Instrumen pada spektroskopi UV-Vis
Gambar 4. Gambar alat spektronik-20
Instrumen pada spektroskopi UV-Vis terdiri dari lima komponen utama, yaitu : 1. Sumber radiasi, merupakan sumber cahaya, untuk spektroskopi UV-Vis
digunakan lampu wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (λ) adalah 350 – 2200 nanometer (nm). Di bawah kira-kira 350 nm, keluaran lampu wolfram itu tidak memadai untuk spektrofotometer dan harus digunakan sumber yang berbeda. Paling lazim adalah lampu tabung tidak bermuatan (discas) hidrogen (atau deuterium) 175 ke 375 atau 400 nm. Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah ultraviolet (UV).
2. Monokhromator, berfungsi untuk merubah sinar polikromatis menjadi sinar monokromatris sesuai yang dibutuhkan untuk pengukuran.
Ada 2 macam monokromator yaitu : 1) Prisma
2) Grating (kisi difraksi)
Keuntungan menggunakan kisi difraksi : - Dispersi sinar merata
- Dispersi lebih baik dengan ukuran pendispersi yang sama - Dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spectrum
8
untuk kemudian dilewatkan melalui celah sempit yang disebut slit. Ketelitian dari monokromator dipengaruhi juga oleh lebar celah (slit width) yang dipakai. 3. Wadah sampel, berfungsi untuk menyimpan sampel. Wadah sampel umumnya
disebut sel atau kuvet.
Kuvet harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :
Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.
Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar.
Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia.
Tidak boleh rapuh.
Mempunyai bentuk (design) yang sederhana.
4. Detektor, berfungsi untuk merubah sinar menjadi energy listrik yang sebanding dengan besaran yang dapat diukur. Syarat-syarat sebuah detektor :
Kepekan yang tinggiPerbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.
Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.
Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga radiasi. 5. Recorder, di dalam recorder signal tersebut direkam sebagai spectrum yang
berbentuk puncak-puncak. Spektrum absorpsi merupakan plot antara absorbans sebagai ordinat dan panjang gelombang sebagai absis.
9 Analisa Kualitatif
Analisa kualitatif menggunakan spektrofotometer UV-Vis sangatlah terbatas, informasi yang didapatkan belum bisa memastikan secara detail tentang gugus fungsi, atau zat aktif dari analit. Namun masih bisa digunakan untuk uji kualitatif, dengan cara membandingkan serapan diantara panjang gelombang tertentu dari analit dengan standar.
Gambar 6. kurva analisa kualitatif spektrofotometer
Analisa Kuantitatif
Analisa kuantitatif pada spektrofotometer berdasarkan hukum Lambert-Beer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi absorbsi adalah jenis pelarut, pH larutan, suhu, konsentrasi elektrolit yang tinggi, dan adanya zat pengganggu. Sehingga bebeapa faktor tadi, harus benar-benar diperhatikan dalam melakukan analisa kuantitatif.
Dalam melakukan analisa kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer, memerlukan standar sebagai pembanding dari analit. Standar yang digunakan adalah zat yang sama dengan analit namun memiliki kadar yang sudah diketahui dengan pasti. Ada berbagai cara yang bisa dilakukan, yaitu dengan menggunakan standar tunggal, deret standar, dan standar adisi.
Metode standar tunggal merupakan metode yang menggunakan satu buah standar yang sudah diketahui dengan pasti kadarnya, kemudian dibandingkan dengan sampel. Secara singkat rumus yang digunakan untuk menghitung konsentrasi sampel adalah:
10
𝐶𝑥 =Cs x Ax As
Dimana Cx adalah konsentrasi sampel, Ax adalah Absorbansi dari sampel, dan As adalah Absorbansi dari standar.
Metode yang kedua adalah metode deret standar. Metode ini, menggunakan beberapa standar dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Selain itu, yang membedakan antara deret standar dengan standar tunggal adalah deret standar menggunakan persamaan garis linier untuk menghitung konsentrasi sampel. Persamaan garis linier didapatkan dari memplotkan Absorbansi dengan konsentrasi.
Gambar 7. Kurva deret standar
Gambar 8. contoh kurva deret standar menggunakan microsoft excel
Dari kurva deret standar, didapatkan persamaan linier y = mx + c. Dimana y adalah absorbansi, x adalah konsentrasi, sedangkan m adalah kemiringan / slope. Slope (m) adalah perbandingan antara absorbansi terhadap konsentrasi, sedangkan c / konstanta karena secara praktikum standar dimulai dari konsentrasi 0 maka seharusmya nilai y juga adalah 0 karena sesuai dengan hukum Lambert-Beer. Namun ketika memasukkan nilai absorbansi dan konsentrasi kedalam kuva, nilai c
y = 0.102x + 0.004 R² = 0.9996 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0 2 4 6 A b so rb an si Konsentrasi (ppm) Series1 Linear (Series1)
11
akan tetap muncul akibat dari perhitungan yang dilakukan oleh program, namun karena nilainya sangat kecil maka dianggap tidak ada pengaruhnya, sehingga dapat diabaikan. Sehingga persamaan untuk deret standar adalah y = mx.
Jadi, untuk mencari konsentrasi sampel hanya tinggal memasukan data pengukuran absorbansi sampel ke persamaan y = mx. Dimana y adalah absorbansi sampel hasil pengukuran, m adalah kemiringan garis, dan x adalah konsentrasi sampel yang ingin diketahui.
Metode ketiga adalah dengan menggunakan standar adisi. Metode standar adisi adalah metode yang hampir sama seperti metode deret standar. Namun pada metode adisi standar, pada setiap larutan standar ditambahkan sampel dengan sama banyak. Sehingga dalam perhitungan memerlukan beberapa perubahan dibandingkan dengan perhitungan pada deret standar. Perhitungan untuk adisi standar adalah sebagai berikut:
As = ɛ𝑏𝑉𝑥𝐶𝑥
𝑉𝑡 +
ɛbVsCs 𝑉𝑡 Plot As sebagai fungsi Vs merupakan garis lurus dari :
As = α + β Vs Dimana slope β dan perpotongan α sesuai adalah
β =ɛbCs Vt dan
𝑥 =ɛbVxCx Vt
Cx dapat diperoleh dari perbandingan dua besaran α dan β dan harga-harga Cs, Vx, dan Vs yang diketahui, jadi rumusnya menjadi
α β = ɛbVxCx/Vt ɛbCs/Vt = VxCx 𝐶𝑠
Dari penyerderhanaan persamaan di atas, didapatkan persamaan
Cx =αCs βVx
Prinsip Pengukuran Sampel
Unsur besi (Fe) merupakan salah satu unsur yang dapat diukur konsentrasinya dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Namun,
12
pengukuran tidak bisa dilakukan secara langsung pada sampel, karena unsur Fe yang terdapat di dalam sampel tidak memenuhi persyaratan untuk dapat diukur dengan alat spektrofotometer UV-Vis. Unsur Fe2+ di dalam sampel tidak mempunyai warna, unsur Fe mempunyai biloks 2+ dan 3+ sehingga belum bisa dipastikan apakah Fe2+ ataukah Fe3+ yang diukur, masih terdapat pengotor sehingga mengganggu pengukuran.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, maka seluruh unsur Fe dalam sampel harus dibuat dengan biloks yang sama (2+). Untuk meyakinkan agar unsur Fe didalam sampel mempunyai biloks 2+, maka perlu ditambahkan asam, karena dalam suasana asam, Fe akan mempunyai biloks 2+. Asam yang digunakan adalah asam sulfat, tujuannya untuk mengurangi matriks di dalam sampel / standar.
Kemudian warna yang stabil itu dihasilkan oleh besi yang membentuk senyawa kompleks dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang dapat membentuk senyawa kompleks yang stabil dengan Fe salah satunya adalah ortofenantrolin. Senyawa kompleks dapat terbentuk karena Fe mempunyai orbital kosong yang dapat digunakan untuk menampung pasangan elektron bebas pada ortofenantrolin. Berikut adalah reaksi yang terjadi:
2Fe3+ + 2NH2OH.HCl + 2OH- 2Fe2+ + N2 + 4H2O + H+ + Cl- Fe2+ + 3 phen → [Fe(phen)3]2+
C. Alat dan Bahan 1.Alat:
Spektrofotometer Uv-Vis 1 set
Spatula 1 buah
Botol semprot 1 buah Batang pengaduk 1 buah
13
Corong pendek 1 buah Labu ukur 100 mL 1 buah Labu ukur 25 mL 7 buah
Pipet 1 mL 1 buah
Pipet 5 mL 1 buah
Pipet 8 mL 1 buah
Ball pipet 1 buah
Gelas Kimia 100 mL 1 buah gelas kimia 250 mL 1 buah
Pipet tetes 5 buah
2. Bahan :
Garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O 0,07 gram
H2SO4 2M 5 mL Aquades secukupnya Hidroksilamin-HCl 5 % 6 mL 1,10-fenantrolin 0,1 % 30 mL Natrium asetat 5 % 48 mL D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan baku Fe(II) 100 ppm
Serbuk atau padatan garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O ditimbang sebanyak 0,07 gram, kemudian dilarutkan dengan sedikit air dalam labu ukur 100 mL dan diaduk sampai larut dan dibilas dengan menggunakan aquades. Kemudian labu ukur itu ditambahkan 5 mL H2SO4 2M untuk menghindari terjadinya hidrolisis. Setelah itu larutan diencerkan dengan aquades hinga tanda batas pada labu ukur dan dikocok sampai larutan itu menjadi homogen.
2. Pembuatan larutan deret standar
Larutan baku Fe(II) 100 ppm diencerkan menjadi 10 ppm. Kemudian dari larutan baku Fe(II) 10 ppm di pipet masing-masing 1,25 mL (0,5) ppm; 2,5 mL (1 ppm) ;3,75 mL (1,5 ppm); 5 mL(2 ppm); 6,25 mL (2,5 ppm); dengan menggunakan pipet gondok dan setelah itu dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL.Sebelum larutan diencerkan,larutan ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin-HCl 5%, 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1% dan 8 mL natrium asetat 5
14
% secara berurutan ke dalam labu masing-masing.Setelah itu larutan diencerkan hingga tanda batas pada labu dan dikocok hingga larutan homogen.
3. Pembuatan Larutan Sampel
Sampel dipipet kedalam labu takar 25 ml,lalu ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin-HCl 5%, 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1% dan 8 mL natrium asetat 5 % secara berurutan.Kemudian larutan dibiarkan selama 10 menit dan larutan itu kemudian diencerkan hingga mencapai tanda batas labu dan dikocok sampai larutan menjadi homogen.
4. Penentuan panjang gelombang maksimum
Pada penentuan panjang gelombang maksimum ini menggunakan larutan deret standar 1,5 ppm. Kemudian larutan itu diukur serapannya pada panjang gelombang 400-600nm dengan pengaturan jarak tiap pengukuran 10 nm.
5. Pengukuran absorbansi deret larutan standar dan sampel
Pengukuran larutan deret standar dan larutan sampel dilakukan pada panjang gelombang maksimum yang telah diukur sebelumnya.Setelah itu kita pasti mendapatkan konsentrasi Fe(II) pada sampel dari hasil pengukuran larutan deret standar dan larutan sampel dan kemudian dibuat kurva kalibrasi standar.Sampel diencerkan kembali jika serapan yang terukur berada di luar rentang deret standar yang telah terukur sebelumnya
E. Hasil dan Analisis data 1. Hasil Percobaan
Dari hasil analisis pada penentuan panjang gelombang maksimum yang dilakukan pada larutan standar 1,5 ppm diperoleh 𝜆 maksimum yaitu dengan panjang gelombang 505 nm.
Tabel penentuan λmaks pada larutan standar 1,5 ppm
𝜆 (nm) % T A 𝜆 (nm) % T A
450 55 0.2596 505 48 0.3187
460 53 0.2757 510 48 0.3187
470 50 0.301 515 49 0.3098
15
485 49 0.3098 530 57 0.2441
490 49 0.3098 540 67 0.1739
495 49 0.3098 550 76 0.1191
500 48 0.3187
Kurva penentuan Panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mencari absorbansi maksimum dari larutan deret standar dan sampel. Di bawah ini merupakan hasil pengukuran larutan deret standar dan sampel pada 𝜆 maks 505 nm.
Tabel hasil pengukuran larutan deret standar dan sampel pada 𝜆 505 nm
Konsentrasi (ppm) Absorbansi 0 0 0,5 0.1079 1 0.2146 1,5 0.3187 2 0.4436 2,5 0.5528 sampel 0.3872 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 450 460 470 480 485 490 495 500 505 510 515 520 530 540 550 A b so rb an si Panjang Gelombang (λ ) nm 𝜆 Maks pada 505 nm
16
Kurva Kalibrasi Deret Standar
Persamaan Garis : y = 0,2215x-0,0039
Penentuan Konsentrasi Sampel
Diketahui : A sampel : 0,3872 pada 𝜆 maks 525 nm Persamaan Garis : y = 0,2215x-0,0039
Ditanyakan: Konsentrasi Sampel? Penyelesaian : y = 0,2215x-0,0039
0,3872 = 0,2215 C -0,0039
C= 0,3911
0,2215 = 1,76 ppm
Jadi konsentrasi sampel = 1,76 ppm
2. Analisis Data dan Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan penentuan kadar Fe(II) dalam sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Sedangkan tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar Fe(II) dalam sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis dan dapat mengoperasikan alat spektrofotometer UV-Vis.
Pada teknik spektroskopi UV-Vis ini dari spektrum absorpsi dapat diketahui panjang gelombang dengan absorbans-maksimum dari suatu unsur atau senyawa. Konsentrasi suatu unsur atau senyawa juga dengan mudah dapat dihitung dari kurva standar yang diukur pada panjang gelombang dengan absorbansi maksimum. y = 0.2215x - 0.0039 R² = 0.9993 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 A b so rb an si Konsentrasi (ppm) A Linear (A) Linear (A)
17
Besi merupakan salah satu elemen kimiawi yang banyak terdapat di perairan dan tanah. Unsur ini memiliki dua tingkat oksidasi, yaitu Fe2+ (ferro) dan Fe3+ (ferri). Besi di dalam air terdapat sebagai Fe2+ dan Fe3+. Besi akan membentuk senyawa yang lebih stabil dengan senyawa-senyawa tertentu dalam bentuk Fe3+.
Syarat senyawa yang dapat dianalisa dengan menggunakan teknik UV-Vis ini adalah senyawa tersebut harus berwarna dan stabil untuk jangka waktu yang cukup lama. Selain itu ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan yang mengikuti hukum lambertbeer. Persyaratan hukum lambert beer adalah syarat konsentrasi yaitu larutan yang akan diuji harus encer; syarat kimia yaitu zat pengabsorbsi tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi atau bereaksi dengan pelarut; syarat cahaya yaitu berlaku untuk cahaya monokromatis;dan larutan yang akan diukur harus jernih.
Fe(II) adalah senyawa yang berwarna akan tetapi senyawa ini dapat dengan mudah teroksidasi menjadi Fe(III) dengan demikian tidak bisa langsung ditentukan dengan teknik spektroskopi UV-Vis ini. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan mereaksikan senyawa tersebut dengan senyawa lain agar membentuk senyawa stabil dan memiliki warna. Fe2+ berwarna hijau, namun tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi Fe3+ yang berwarna kuning. Maka dari itu Fe3+ yang ada dalam sampel harus direduksi terlebih dahulu menjadi Fe2+ agar pengukurannya lebih optimal. Pereduksi yang dipakai adalah hidroksilamin-HCl. Hidroksilamin klorida dalam larutan berfungsi agar ion besi tetap stabil berada pada keadaan bilangan oksidasi 2+. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :
2Fe3+ + 2NH2OH.HCl + 2OH- 2Fe2+ + N2 + 4H2O + H+ + Cl- Untuk membentuk senyawa yang lebih stabil maka Fe2+ diubah menjadi senyawa kompleksnya. Senyawa kompleks merupakan suatu senyawa yang terdiri dari atom pusat dan ligan. Atom logam atau ion logam disebut dengan atom pusat, sedangkan atom yang dapat mendonorkan elektronnya ke atom logam disebut dengan atom donor (ligan).
Pada Percobaan ini pereaksi yang digunakan adalah dengan mereaksikan Fe(II) ini dengan senyawa pengompleks 1,10-fenantrolin yang membentuk kompleks berwarna merah jingga. Orthofenantrolin (atau o-fenantrolin) sebagai agen pengompleks dapat berikatan Fe2+. Alasan pemilihan kompleks ini adalah
18
karena memiliki tetapan pembentukan kompleks yang besar sehingga hampir semua Fe(II) yang ada bereaksi membentuk kompleks dan kompleks yang dihasilkan stabil serta memiliki warna.
Pembentukan kompleks ini dipengaruhi oleh pH. pH dibuat tetap dengan ditambahkannya larutan buffer atau larutan penyangga CH3COONa 5% yang bisa menjaga pH berada pada pH optimum. pH diatur demikian agar kompleks yang terbentuk stabil. pH optimumnya adalah pada 6-9 dengan demikian bisa ditambahkan buffer natrium asetat. Karena jika terlalu asam, tidak akan terbentuk senyawa kompleks [Fe(Phen)3]2+. Selain itu pH harus tetap dijaga dalam kondisi optimal, jika pH terlalu besar, akan terjadi endapan endapan dari garam-garam besi. Reaksi yang terjadi antara Fe(II) dengan 1,10-fenatrolin adalah:
Fe2+ + 3 phen → [Fe(phen)3]2+
1,10 phenantrolin mempunyai struktur sebagai berikut :
Sedangkan kompleks [Fe(phen)3]2+ adalah sebagai berikut ;
Logam Fe(II) merupakan logam transisi yang memiliki konfigurasi elektron 26Fe2+=[18Ar] 3d6 pada keadaan dasar sehingga dapat dibuat kompleks. Orbital d pada atom pusat Fe2+ mengalami splitting orbital. Ligan 1,10 phenantrolin merupakan ligan kuat yang dapat mendesak elektron kekeadaan tereksitasi. Oleh karena itu pembentukan kompleks ini melibatkan eksitasi dan hibridisasi d2sp3. 1,10 phenantrolin merupakan ligan bidentat, yaitu ligan yang memiliki dua nomor atom. Senyawa ini dapat memberikan warna yang dapat dianalisis dengan metode
19
spektrofotometri dengan memperhitungkan besar persentase transmitan atau absorbansinya.
Dalam percobaan ini, terlebih dahulu harus dilakukan matching kuvet, kuvet yang akan dipakai dipilih yang ditentukan berdasarkan hasil absorbansi dari senyawa yang panjang gelombang maksimumnya telah diketahui yaitu CoCl2. Kuvet yang mempunyai absorbansi sama atau berdekatan dipilih dan digunakan untuk pengukuran.
Selanjutnya dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum pada larutan standar 1,5 ppm. Penentuan ini dilakukan pada rentang 450 nm sampai 550 nm dan dipih panjang gelombang dengan absorbansi maksimum. Dari hasil analisis diperoleh panjang gelombang maksimum adalah pada 505 nm dengan absorbansi sebesar 0.3187.
Panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mencari absorbasi maksimum dari larutan deret standar dan sampel. Dari nilai absorbansi ini dapat diketahui konsentrasi Fe(II) dalam sampel. Hal ini sesuai dengan hukum Lambert-Beer, yaitu konsentrasi sebanding dengan nilai absorbansinya.
Larutan deret standar dengan konsentrasi yang berbeda diukur absorbansinya pada 𝜆 maks, dan diplotkan terhadap konsentrasi pada kurva kalibrasi deret standar. Dari kurva kalibrasi didapatkan persamaan garis linier yaitu y= 0,2215x-0,0039 dengan R2 = 0,9993. Persamaan garis ini digunakan untuk menghitung konsentrasi Fe(II) pada sampel. Dari hasil perhitungan diperoleh konsentrasi Fe(II) dalam sampel sebesar 1,76 ppm.
F. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar Fe(II)dalam sampel sebesar 1,76 ppm.
G. Daftar Pustaka
Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi. Malang: Banyumedia Publishing. Harvey, David. (2000). Modern Analytical Chemistry. USA: The McGraw-Hill
Companies.
Hendayana, Sumar. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.
20
Mudzakir, Ahmad.dkk. (2008). Praktikum Kimia Anorganik (KI 425). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Tim Kimia Analitik Instrumen. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik
Instrumen (KI-431). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Wiryawan, Adam. Dkk. (2007). Kimia Analitik. Malang :Departemen Pendidikan
21 LAMPIRAN
1. Perhitungan Pembuatan Larutan
Pembuatan larutan baku Fe(II) 100 ppm
Diketahui : Ar Fe = 56 g/mol
Mm Fe(NH4OH)2(SO4)2.6H2O = 392 g/mol Konsentrasi Fe (II) 100 ppm dalam 100 mL Ditanyakan : m Fe(NH4OH)2(SO4)2.6H2O
Penyalesaian : C = massa Volume 100 ppm = massa (Fe ) 0,1 L Massa(Fe) = 10 mg
Massa Fe(NH4OH)2(SO4)2.6H2O =
massa Fe x Mm Fe (NH 4OH )2(SO 4)2.6H2O Mm (Fe )
= 0,010 g x 408 g/mol
56 g/mol
= 0,0728 gram
Pembuatan larutan 1,10-fenantrolin 0,1% dalam 100 mL
Diketahui : V H2O = 100 mL Ditanyakan : m fenantrolin?
Penyelesaian : m fenantrolin = 0,1% x 100 mL = 0,1 gram
Pembuatan larutan hidroksilamin-HCl 5% dalam 50 mL
Diketahui : V H2O = 50 mL Ditanyakan : m hidroksilamin-HCl?
Penyelesaian : m hidroksilamin-HCl = 5% x 50 mL = 2,5 gram
Pembuatan larutan CH3COONa 5% dalam 100 mL
Diketahui : V H2O = 100 mL Ditanyakan : m CH3COONa?
Penyelesaian : m CH3COONa = 5% x 100 mL = 5 gram
22
M1 = konsentrasi larutan baku Fe (II) M2 = konsentrasi larutan standar Fe (II) V1 = volume larutan baku Fe (II) V2 = volume larutan standar Fe (II) 10 ppm M1. V1 = M2. V2 100 ppm. V1 = 10 ppm. 25 mL V1 = 10 ppm. 25 mL 100 ppm V1 = 2,5 mL 0,5 ppm M1. V1 = M2. V2 10 ppm. V1 = 0,5 ppm. 25 mL V1 = 0,5 ppm. 25 mL 10 ppm V1 = 1,25 mL 1 ppm M1. V1 = M2. V2 10 ppm. V1 = 1 ppm. 25 mL V1 = 1 ppm. 25 mL 10 ppm V1 = 2,5 mL 1,5 ppm M1. V1 = M2. V2 10 ppm. V1 = 1,5 ppm. 25 mL V1 = 1,5 ppm. 25 mL 10 ppm V1 = 3,75 mL 2 ppm M1. V1 = M2. V2 10 ppm. V1 = 2 ppm. 25 mL
23 V1 = 2 ppm. 25 mL 10 ppm V1 = 5 mL 2,5 ppm M1. V1 = M2. V2 10 ppm. V1 = 2,5 ppm. 25 mL V1 = 2,5 ppm. 25 mL 10 ppm V1 = 6,25 mL 2. Pengolahan Data
Pengamatan pada Penentuan 𝝀 maksimum dan pengukuran sampel Tabel penentuan λmaks pada larutan standar 1,5 ppm
𝜆 (nm) % T A 450 55 0.2596 460 53 0.2757 470 50 0.301 480 50 0.301 485 49 0.3098 490 49 0.3098 495 49 0.3098 500 48 0.3187 505 48 0.3187 510 48 0.3187 515 49 0.3098 520 51 0.2924 530 57 0.2441 540 67 0.1739 550 76 0.1191
24
Kurva penentuan Panjang gelombang maksimum
Tabel pengamatan untuk kurva kalibrasi deret standar pada 𝜆 maks 505 nm Konsentrasi (ppm) Absorbansi 0 0 0,5 0.1079 1 0.2146 1,5 0.3187 2 0.4436 2,5 0.5528 sampel 0.3872
Kurva Kalibrasi Deret Standar
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 450 460 470 480 485 490 495 500 505 510 515 520 530 540 550 ab so rb an si Panjang gelombang (λ ) nm 𝜆 Maks pada 505 nm
25 Penentuan Konsentrasi Sampel
Diketahui : A sampel : 0,3872 pada 𝜆 maks 525 nm Persamaan Garis : y = 0,2215x-0,0039
Ditanyakan: Konsentrasi Sampel? Penyelesaian : y = 0,2215x-0,0039
0,3872 = 0,2215 C -0,0039
C= 0,3911
0,2215 = 1,76 ppm
Jadi konsentrasi sampel = 1,76 ppm
= 3. Pengoperasian Alat
a. Kabel penghubung dipastikan tersambung ke saklar listrik b. Tekan tombol power, ON
c. Diamkan alat selama 15 menit
d. Mode tampilan diatur menjadi Absorbansi dengan cara menekan tombol A
e. Panjang gelombang diatur sampai panjang gelombang yang akan diukur f. Kuvet berisi larutan blanko dimasukkan ke tempat sampel
g. Tombol 100% T ditekan, tunggu hingga muncul tulisan BLA di layar h. Kelurkan kuvet larutan blanko, lalu kuvet yang berisi larutan senyawa
yang akan dianalisis dimasukkan ke tempat sampel i. Amati harga A yang muncul dilayar dan dicatat j. Kuvet larutan analit dikeluarkan
y = 0.2215x - 0.0039 R² = 0.9993 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 1 2 3 A b so rb an si Konsentrasi (ppm) A Linear (A) Linear (A)
26
k. Selanjutnya, langkah 5-10 diulangi untuk menganalisis larutan dengan konsentrasi berbeda
l. Jika sudah selesai, tombol power ditekan, OFF m. Kabel penghubung dicabut
FOTO PRAKTIKUM
Alat-alat yang digunakan saat praktikum
dilakukan.
Bahan-bahan yang digunakan saat praktikum dilakukan.
Larutan deret standar saat praktikum.