LAPORAN AKHIR
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
EFEKTIVITAS PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MENGKUDU Morinda cirtifolia L. MELALUI PAKAN ALAMI TERHADAP SIFAT KANIBALISME BENIH IKAN LELE Clarias sp. PADA SISTEM
BUDIDAYA INTENSIF
Bidang Kegiatan :
Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian
Disusun Oleh : Ikbal Hadi C14070022 2007 Asep El Qusairi C14070097 2007 Ruly Ratannanda C14070062 2007 M. Hasyim Al Abror C14080065 2008 Rezi Hidayat C14052808 2005
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan :
2. Bidang Kegiatan : (√) PKMP 3. Bidang Ilmu : (√) Pertanian 4. Ketua Pelaksanaan Kegiatan
a. Nama Lengkap : Ikbal Hadi
b. NIM : C14070022
c. Program Studi : Budidaya Perairan d. Universitas/Institusi/Politeknik : Institut Pertanian Bogor
e. Alamat Rumah dan No. Telp/ HP : Babakan Doneng, Wisma Kharisma, RT 02/06 No. 54, Kec. Dramaga, Bogor/ HP. 085885488406
5. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 4 orang 6. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap : Ir. Harton Arfah, M.Si
b. NIP : 196611111991031003
c. Alamat rumah : Jl. Belimbing 5 blok B-17 no. 65, Taman Pagelaran, Ciomas, Bogor d. No. Telp/HP : (0251) 8634385 / 08128061555 7. Biaya Kegiatan Total
a. Dikti : Rp. 6.712.000 b. Sumber Lain : -
8. Jangka Waktu Pelaksanaan : 3 bulan
Bogor, 4 Juni 2010 Menyetujui,
Kepala Departemen Ketua Pelaksana Kegiatan, Budidaya Perairan,
Dr. Odang Carman Ikbal Hadi NIP. 195912221986011001 NIM. C14070022
Wakil Rektor Dosen Pembimbing, Bidang Akademik dan Kemahasiswaan,
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono Ir. Harton Arfah, M.Si NIP. 195812281985031003 NIP. 196611111991031003
Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mengkudu Morinda cirtifolia L. dengan Metode Bioenkapsulasi terhadap Sifat
Kanibalisme Larva Ikan Lele Clarias sp. pada Sistem Budidaya Intensif
ABSTRAK
Tingginya tingkat kebutuhan ikan lele memaksa kita melakukan budidaya secara intensif. Namun, tingginya tingkat mortalitas benih ikan lele akibat sifat kanibalisme dalam kegiatan pembenihan secara intensif. Hal ini terjadi karena sifat agresif yang tinggi akibat padat tebar pemeliharaan yang tinggi sehingga membatasi ruang gerak dan meningkatkan tingkat persaingan makanan dan oksigen. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menguranginya adalah melakukan penyortiran (grading) ukuran benih secara teratur atau penjarangan kepadatan pemeliharaan benih namun cara ini dinilai kurang efektif jika dilihat dari segi penggunaan lahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan hormonal menggunakan ekstrak mengkudu yang mengandung zat scopoletin. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah mengkudu dengan metode bioenkapsulasi dengan dosis perlakuan yang berbeda terhadap sifat kanibalisme benih ikan lele. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah desinfeksi wadah, pengadaan larva, pembuatan ekstrak mengkudu, perendaman pakan (bioenkapsulasi), perlakuan yang menggunakaan lima perlakuan (kontrol, 5 ppt, 10 ppt, dan 20 ppt) dengan tiga kali ulangan, pemeliharaan larva, dan pengamatan SR (Survival Rate) harian dengan mengamati jumlah ikan yang mati. Hasil dari penelitian ini menunjukan pada konsentrasi 0 ppt dengan SR 5.58 %, 5 ppt dengan SR 7 %, 10 ppt dengan SR 7.33 %, 15 ppt dengan SR 8.67 % dan 20 ppt dengan SR 8 %.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Tim Penyusun dapat menyelesaikan laporan akhir Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian yang berjudul ” Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mengkudu Morinda cirtifolia L. dengan Metode Bioenkapsulasi terhadap Sifat Kanibalisme Larva Ikan Lele
Clarias sp. pada Sistem Budidaya Intensif”.
Penysunan laporan akhir ini banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak. Oleh karena itu, Tim Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan sarana dan prasarana demi kelancaran program PKM penelitian ini.
2. Dr. Agus Oman Sudrajat selaku wakil dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang berkenan memberikan ijin menggunakan Laboratorium Babakan sebagai tempat penelitian.
3. Dr. Odang Carman selaku Ketua Departemen Budidaya Perairan dan Dr. Alimudin selaku Ketua Program Studi Departemen Budidaya Perairan.
4. Ir. Harton Arfah M.Si selaku Dosen Pembimbing yang selalu meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingannya demi kelancaran pelaksanaan program ini
5. Seluruh dosen dan staf Departemen Budidaya Perairan.
6. Seluruh keluarga besar Tim Penuyusun yang senantiasa memberikan dukungannya, baik moril maupun materiil.
7. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Semoga laporan akhir program kreativitas mahasiswa bidang penelitian ini bermanfaat bagi Tim Penyusun dan semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Bogor, 4 Juni 2010
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan lele adalah salah satu komoditas ikan air tawar yang masih menjadi primadona di Indonesia. Disamping mudah dipelihara, harga ikan lele relatif terjangkau untuk semua kalangan masyarakat. Kebutuhan ikan lele tidak pernah surut, bahkan terus melambung. Sebagai gambaran, data kebutuhan benih ikan lele mengalami peningkatan pesat dari 156 juta ekor pada tahun 1999 menjadi 360 juta ekor pada tahun 2003 atau meningkat rata-rata sebesar 46% per tahun (Mahyuddin 2007).
Usaha budidaya yang diperlukan dalam memenuhi tingginya tingkat kebutuhan ikan lele ialah usaha budidaya yang dilakukan secara intensif. Usaha seperti ini akan memaksimalkan kapasitas produksi yang tersedia dengan padat pemeliharaan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan tingkat produksi. Namun, masalah yang sering muncul pada usaha budidaya secara intensif ikan lele ialah tingginya tingkat mortalitas benih ikan lele akibat sifat kanibalisme dalam kegiatan pembenihan. Tingkat mortalitas benih ikan lele akibat kanibalisme dalam kondisi budidaya dapat berkisar antara 15-90% (Anonim1 2009). Hal ini terjadi karena sifat agresif yang tinggi akibat padat tebar pemeliharaan yang tinggi sehingga membatasi ruang gerak dan meningkatkan tingkat persaingan makanan dan oksigen. Diantara upaya yang dilakukan selama ini dalam mengendalikan sifat kanibalisme ini yaitu dengan melakukan penyortiran (grading) ukuran benih secara teratur atau penjarangan kepadatan pemeliharaan benih. Namun, upaya seperti ini dinilai masih kurang efisien karena mengurangi kepadatan pemeliharaan dalam kapasitas produksi yang tersedia dan juga memerlukan tambahan sarana produksi untuk menampung benih hasil sortiran atau penjarangan.
Alternatif upaya yang dapat dilakukan dalam mengendalikan kanibalisme benih ikan lele pada sistem budidaya intensif yaitu melalui pendekatan secara hormonal. Upaya seperti ini diharapkan dapat menurunkan sifat agresivitas yang tinggi pada ikan akbat padat pemeliharaan yang tinggi sehingga dapat memaksimalkan kapasitas produksi yang tersedia dan tidak memerlukan tambahan sarana produksi. Hormon yang berpengaruh dalam hal ini adalah hormon serotonin. Riset yang dilakukan oleh Hseu J. R., et al. (2003) pada juvenil ikan kerapu membuktikan bahwa kanibalisme dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi hormon serotonin pada otak. Peningkatan hormon serotonin ini juga diduga mampu mengurangi kecenderungan sifat agresif benih ikan lele untuk meng-kanibal. Konsentrasi hormon serotonin ini dapat dipicu oleh penambahan zat scopoletin yang salah satunya terkandung dalam buah mengkudu. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas pemberian ekstrak buah mengkudu Morinda cirtifolia L. dengan metode bioenkapsulasi terhadap sifat kanibalisme benih ikan lele Clarias sp. pada sistem budidaya intensif.
1.2 Perumusan Masalah
1. Kebutuhan ikan lele yang terus meningkat, membuat kian maraknya usaha budidaya ikan lele, sehingga diperlukan usaha budidaya secara intensif.
2. Tingginya tingkat mortalitas benih ikan lele pada sistem budidaya intensif akibat kanibalisme dalam kegiatan pembenihan.
3. Upaya pencegahan kanibalisme benih ikan lele melalui penyortiran (grading) ukuran benih secara teratur atau penjarangan kepadatan pemeliharaan benih dinilai masih kurang efisien.
4. Alternatif upaya pencegahan kanibalisme benih ikan lele dengan pendekatan hormonal melalui pemberian ekstrak buah mengkudu masih perlu diteliti pengaruhnya.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah mengkudu dengan metode bioenkapsulasi dengan dosis perlakuan yang berbeda terhadap sifat kanibalisme benih ikan lele;
2. Menghasilkan benih ikan lele dalam jumlah maksimal sesuai kapasitas produksi dalam sarana produksi;
3. Memanfaatkan bahan efisien berupa buah mengkudu sebagai upaya pengendalian kanibalisme.
1.4 Luaran yang Diharapkan
1. Mengetahui dosis efektif dari pemberian ekstrak buah mengkudu dengan metode bioenkapsulasi terhadap sifat kanibalisme benih ikan lele.
2. Memaksimalkan produksi benih ikan lele dalam sistem budidaya intensif melalui pengendalian sifat kanibalisme.
3. Efisiensi dalam produksi untuk mengatasi masalah sifat kanibalisme benih ikan lele.
1.5 Kegunaan Program
1. Mengatasi masalah tingginya mortalitas akibat kanibalisme pada produksi benih ikan lele sistem budidaya intensif dengan lebih efisien.
2. Meningkatkan produksi benih ikan lele sebagai stok bagi kegiatan pembesaran budidaya dalam upaya pemenuhan kebutuhan ikan lele yang terus meningkat 3. Meningkatkan keterampilan mahasiswa melalui penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Clarias sp.
Ikan lele (Clarias sp.) adalah ikan yang termasuk dalam golongan catfish. Ikan lele mudah beradaptasi meskipun dalam lingkungan yang kritis, misalnya perairan yang kecil kadar oksigennya dan sedikit air. Ikan lele juga termasuk ikan omnivor, yaitu pemakan segala jenis makanan tetapi cenderung pemakan daging atau karnivora. Secara alami ikan lele bersifat nokturnal, artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap, tetapi dalam usaha budidaya ikan lele dibuat beradaptasi menjadi diurnal (Suyanto 2006).
Faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan lele yang perlu diperhatikan adalah padat tebar, pemberian pakan, penyakit, dan kualitas air. Meskipun ikan lele bisa bertahan pada kolam yang sempit dengan padat tebar yang tinggi tapi dengan batas tertentu. Begitu juga pakan yang diberikan
kualitasnya harus memenuhi kebutuhan nutrisi ikan dan kuantitasnya disesuaikan dengan jumlah ikan yang ditebar.
Benih ikan lele cenderung bersifat kanibal terutama pada fase larva (Anonim 2000). Pada penelitian Hecht dan Appelbaum (1987), sifat kanibal terjadi sejak asupan energi dari kuning telur tubuh lele habis, yaitu umur 3 hari setelah menetas atau saat ukuran panjang total tubuh mencapai 8 mm. Sifat kanibal ini berhenti secara signifikan pada umur 47 hari sejak lele pertama kali mencari makan dari luar atau saat ukuran panjang total tubuh mencapai 80 mm. Tingkat mortalitas benih ikan lele akibat kanibalisme dalam kondisi budidaya dapat berkisar antara 15-90% (Anonim1 2009).
2.2 Sifat Kanibalisme pada Ikan
Kematian benih ikan dapat terjadi akibat sifat kanibalisme. Menurut Dixon (2000) dalam Puspinanti (2006), kanibalisme merupakan aktivitas melumpuhkan dan memakan sebagian atau seluruh bagian tubuh individu lain dari jenisnya. Kanibalisme tidak termasuk aktivitas memakan individu lain dari jenis yang sudah menjadi bangkai. Amri dan Sihombing (2008) menerangkan kanibalisme pada ikan umumnya dilakukan oleh ikan yang berukuran lebih besar terhadap ikan yang berukuran lebih kecil, misalnya induk memangsa benihnya sendiri. Namun demikian, kanibalisme juga bisa terjadi sesama benih, yakni benih-benih ikan sejenis yang seumur dan seukuran saling memangsa.
Sifat kanibal bisa melekat terus pada suatu jenis ikan mulai dari saat masih berukuran benih sampai dewasa. Kejadian seperti ini umumnya ditemukan pada ikan-ikan jenis tertentu pada saat masih fase atau stadia benih sampai ukuran remaja (ikan muda). Setelah melewati fase tersebut, sifat kanibalnya hilang sama sekali (Amri dan Sihombing 2008).
Faktor pemicu terjadinya kanibalisme pada ikan antara lain sebagai berikut: 1) perbedaan ukuran tubuh pada ikan seumur disebabkan oleh faktor alamiah yang dipengaruhi oleh sifat genetika, kesehatan dan ketahanan daya tubuh, kesempatan dan keagresifan mencari makanan; 2) padat tebar pemeliharaan terlalu tinggi, berakibat ruang gerak ikan terbatas dan tingkat persaingan makanan dan oksigen menjadi tinggi. Kondisi seperti ini memunculkan tingkat emosional untuk sekedar berkelahi memperebutkan pakan dan ruang; 3) kekurangan makanan, berakibat terpicunya sifat agresifitas yang tinggi; dan 4) stress lingkungan disebabkan lingkungan pemeliharaan yang tidak kondusif memberikan ketenangan bagi ikan atau benih. Ikan-ikan yang stres ini cenderung sulit untuk dikendalikan. (Amri dan Sihombing 2008).
2.3 Bioenkapsulasi
Bioenkapsulasi adalah proses dimana suatu komponen aktif dalam makanan dikemas secara kompak dalam partikel-partikel cair atau padat (enkapsulan), atau dibungkus di dalam materi penyelubung. Ukuran mikropartikel tersebut bervariasi antara diameter 5-300 mikrometer. Oleh karena itu, proses penyelubungan ini juga sering disebut mikroenkapsulasi, sedangkan bioenkapsulasi artinya menggunakan biomateri sebagai enkapsulan (Anonim2, 2009).
Banyak sekali materi bioaktif yang reaktif dan mudah bereaksi dengan komponen makanan lainnya. Hasilnya dapat berupa produk sekunder yang tidak
diinginkan, bahan degradasi materi bioaktif itu sendiri sehingga makanan tersebut kehilangan nilai jualnya. Enkapsulasi dapat mengatasi hal ini dengan cara memberi perlindungan sementara bagi materi bioaktif dari lingkungannya sepanjang proses pengolahan dan konsumsi, hingga materi tersebut sampai pada targetnya. Perlindungan oleh enkapsulan dapat memperpanjang tingkat ketahanan makanan, serta memastikan materi bioaktif diserap oleh organ pencernaan yang tepat menembus pertahanan suhu, keasaman lambung, level oksigen, enzim, serta tekanan osmotik (Anonim2, 2009).
2.4 Buah Mengkudu
Riset medis tentang mengkudu dimulai setidaknya pada tahun 1950, ketika jurnal ilmiah Pacific Science melaporkan bahwa buah mengkudu menunjukkan sifat anti bakteri terhadap M. pyrogenes, P. aeruginosa, dan bahkan E. Coli yang mematikan itu. Melalui riset intensif yang dilakukan oleh para ilmuwan di laboratorium, mengkudu menunjukkan keunggulan luar biasa. Tanaman ini mengandung berbagai vitamin, mineral, enzim, alkaloid, ko-faktor, dan sterol tumbuhan yang terbentuk secara alamiah (Waha 2009).
Mengkudu mengandung zat scopoletin yang berguna dalam peningkatan kegiatan kelenjar peneal di dalam otak, yang merupakan tempat dimana serotonin diproduksi dan kemudian digunakan untuk menghasilkan hormon melatonin. Serotonin adalah salah satu zat terpenting didalam butiran darah (trombosit) yang melapisi saluran pencernaan dan otak. Di dalam otak, serotonin berperan sebagai neurotransmiter penghantar sinyal saran dan prekursor hormon melatonin. Serotonin dan melatonin membantu mengatur beberapa kegiatan tubuh seperti tidur, regulasi suhu badan, suasana hati (mood), masa pubertas dan siklus produksi sel telur, rasa lapar dan prilaku seksual. Kekurangan serotonin dalam tubuh dapat mengakibatkan penyakit migrain, pusing, depresi, bahkan juga penyakit Alzheimer (Waha 2009).
III. METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang dilakukan adalah dengan memijahkan induk ikan lele yang telah matang gonad dengan pemijahan buatan menggunakan rangsangan hormon. Setelah larva menetas, kemudian dipindahkan kedalam akuarium pemeliharaan larva. Kemudian dilakukan pembuatan ekstrak mengkudu dengan menggunakan blender dan diambil ekstraknya. Kemudian dilakukan perendaman pakan alami selama 6 jam, setelah itu pakan langsung diberikan ke larva dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali per hari. Setiap harinya dilakukan pengamatan larva yang mati, dan penggantian air dua hari sekali.
IV. PELAKSANAAN PROGRAM 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan Februari hingga April 2010 di Kolam Percobaan Babakan-Dramaga, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
4.2 Instrumen Pelaksanaan
Alat yang digunakan digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium ukuran 20 x 20 x 30 cm sebanyak 25 buah, baskom plastik, aerator, seser,
plankton net, termometer, pH meter, DO meter, selang aerasi, ember, counter,
penggaris, timbangan digital, sendok, syringe, bulu ayam, kamera foto digital, dan gelas ukur.
Bahan yang dgunakan adalah ikan larva ikan lele Clarias sp. umur 3 hari setelah menetas sampai dengan umur 15 harim, induk ikan lele, ekstrak buah mengkudu, pakan alami (Artemia sp., Daphnia sp., dan Cacing Sutera).
4.3 Tahapan Pelaksanaan 4.3.1 Tahap Persiapan a. Desinfeksi Wadah
Pada tahap ini semua peralatan dan bahan penelitian dipersiapkan. Sebelum digunakan, semua wadah didisinfeksi dengan menggunakan kalium permanganat (PK) dan dikeringkan selama 24 jam. Kemudian diisi air setinggi 20 cm dan diaerasi hinga larva ikan lele siap untuk dimasukkan.
b. Pengadaan Larva
Pengadaan larva dilakukan dari induk yang dipelihara hingga matang gonad. Setelah dilakukan seleksi induk matang gonad, induk ikan lele dipijahkan secara buatan, yaitu dilakukan penyuntikan menggunakan ovaprim dosis 0,2 ml/kg dan setelah 8 jam induk lele betina distripping untuk mengeluarkan telur sedangkan induk lele jantan dilakukan pembedahan untuk diambil gonadnya. Setelah telur dan sperma disatukan, telur disebar ke wadah penetasan. Setelah menetas, larva dihitung lalu diadaptasikan kedalam akuarium perlakuan sebanyak 400 ekor/akuarium.
c. Pembuatan Ekstrak Buah Mengkudu
Buah mengkudu yang sudah masak di pohon dengan penampakan berwarna kuning dan lembek, disimpan pada suhu ruang selama satu hari. Setelah berwarna putih buah mengkudu dikupas kulitnya dan dipotong kecil, kemudian dimasukkan kedalam juicer dan disaring untuk memperoleh ekstraknya. Dari 100 gram buah mengkudu ini dapat dihasilkan ekstrak sebanyak 30 ml.
d. Perendaman Pakan (Bioenkapsulasi)
Media perendaman pakan artemia, daphnia, dan cacing sutera diisi air sebanyak 1 liter dan diaerasi, setelah itu dimasukan ekstrak buah mengkudu dengan masing-masing dosis 0, 5, 10, 15, 20 ml/liter. Pakan direndam dalam ekstrak buah mengkudu selama 6 jam. Sebelum dimasukkan dalam media perendaman, pakan dibilas dahulu dengan air bersih.
4.3.2 Tahap Perlakuan dan Pemeliharaan
Perlakuan diberikan ke larva yang telah berumur 3 hari setelah menetas sampai berumur 15 hari. Larva yang digunakan dalam perlakuan sebanyak 400 ekor/akuarium yang dimasukkan kedalam akuarium berukuran 20 x 20 x 30 cm. Perlakuan dilakukan dengan pemberian pakan yang telah direndam dalam larutan ektrak buah mengkudu dengan dosis 0, 5, 10, 15, 20 ml/liter selama 6 jam sebanyak lima kali ulangan. Frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari secara ad libitum (tersedia) yakni pukul 08.00 WIB, 13.00 WIB, dan 17.00 WIB.
4.4 Rancangan dan Realisasi Biaya 4.4.1 Rancangan Biaya
Administrasi Rp. 690.000
Bahan baku Rp. 1.190.000
Alat dan Perlengkapan Rp. 2.382.000
Analisis faktor kualitas air Rp. 450.000
Lain-lain Rp. 1.700.000
Total Anggaran Rp 6.712.00
4.4.2 Realisasi Biaya
Administrasi Rp. 500.000
Bahan baku Rp. 1.550.000
Alat dan Perlengkapan Rp. 2.050.000
Lain-lain Rp. 2.150.000 Total Anggaran Rp 4.928.000 4.4.3 Saldo Penelitian Pemasukan Rp. 6.712.000 Pengeluaran Rp. 6.250.000 Saldo Rp. 462.000
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil
Tingkat kanibalisme pada ikan lele umumnya terjadi pada saat ikan tersebut mencapai fase larva. Kanibalisme sangat merugikan dalam usaha budidaya perikanan karena dapat meningkatkan mortalitas larva sehingga usaha pembenihan ikan lele akan sulit mendapatkan keuntungan maksimal. Oleh karena itu, dilakukan upaya untuk mengurangi tingkat kanibalisme larva ikan lele ini. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengurangi sifat kanibalisme pada larva lele. Berikut hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengamatan parameter yang diamati dalam penelitian
Perlakuan SR (%) SGR (%) kk (%) LPP (mm/hari) Kontrol 5.58 18.41 25.82 0.54 5 ppt 7.00 16.33 19.44 0.45 10 ppt 7.33 15.75 21.99 0.43 15 ppt 8.67 18.75 23.27 0.39 20 ppt 8.00 23.62 21.95 0.48
Keterangan: S = tingkat kelangsungan hidup SGR = laju pertumbuhan harian (bobot) Kk = koefisien keragaman panjang LPP = laju pertumbuhan panjang
Tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup paling tinggi dicapai pada perlakuan 15 ppt yakni sebesar 8.67 %. SGR tertinggi dicapai pada
perlakuan 15 ppt sebesar 18.75 %. Kk paling tinggi dicapai pada perlakuan kontrol yakni sebesar 25.82 %. LPP tertinggi dicapai pada perlakuan kontrol yakni sebesar 0.54 %.
5.2 Pembahasan
Usaha budidaya perikanan merupakan suatu bisnis yang potensial untuk dijalankan karena berkaitan dengan pangan. Masalah pangan yang semakin hangat belakangan ini membuat peluang usaha dalam bidang ini semakin menjanjikan baik untuk pasar domestik maupun pasar luar negeri. Pemenuhan produksi ikan dalam negeri tentunya berkaitan dengan tingkat produksi benih. Namun tingkat pemenuhan kebutuhan benih ikan masih banyak menemui kendala seperti tinggginya tingkat kematian ikan pada fase larva sehingga pasokan benih ikan untuk kegiatan pembesaran masih kurang atau belum dapat dipenuhi sepenuhnya sehingga harga benih relatif mahal.
Usaha budidaya yang diperlukan dalam memenuhi tingginya tingkat kebutuhan ikan lele ialah usaha budidaya yang dilakukan secara intensif. Usaha seperti ini akan memaksimalkan kapasitas produksi yang tersedia dengan padat pemeliharaan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan tingkat produksi. Namun, masalah yang sering muncul pada usaha budidaya secara intensif ikan lele ialah tingginya tingkat mortalitas benih ikan lele akibat sifat kanibalisme dalam kegiatan pembenihan. Tingkat mortalitas benih ikan lele akibat kanibalisme dalam kondisi budidaya dapat berkisar antara 15-90% (Anonim1 2009). Hal ini terjadi karena sifat agresif yang tinggi akibat padat tebar pemeliharaan yang tinggi sehingga membatasi ruang gerak dan meningkatkan tingkat persaingan makanan dan oksigen. Diantara upaya yang dilakukan selama ini dalam mengendalikan sifat kanibalisme ini yaitu dengan melakukan penyortiran (grading) ukuran benih secara teratur atau penjarangan kepadatan pemeliharaan benih. Namun, upaya seperti ini dinilai masih kurang efisien karena mengurangi kepadatan pemeliharaan dalam kapasitas produksi yang tersedia dan juga memerlukan tambahan sarana produksi untuk menampung benih hasil sortiran atau penjarangan. Oleh karena itu, dilakukan usaha untuk mengurangi sifat kanibalimsme larva ikan lele dengan cara atau metode lain yang lebih efisien dan efektif, dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan hormonal. Hormon yang berpengaruh dalam hal ini adalah hormon serotonin. Riset yang dilakukan oleh Hseu J. R., et al. (2003) pada juvenil ikan kerapu membuktikan bahwa kanibalisme dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi hormon serotonin pada otak. Peningkatan hormon serotonin ini juga diduga mampu mengurangi kecenderungan sifat agresif benih ikan lele untuk meng-kanibal. Konsentrasi hormon serotonin ini dapat dipicu oleh penambahan zat scopoletin yang salah satunya terkandung dalam buah mengkudu.
Mengkudu mengandung zat scopoletin yang berguna dalam peningkatan kegiatan kelenjar peneal di dalam otak, yang merupakan tempat dimana serotonin diproduksi dan kemudian digunakan untuk menghasilkan hormon melatonin. Serotonin adalah salah satu zat terpenting didalam butiran darah (trombosit) yang melapisi saluran pencernaan dan otak. Di dalam otak, serotonin berperan sebagai neurotransmiter penghantar sinyal saran dan prekursor hormon melatonin. Serotonin dan melatonin membantu mengatur beberapa kegiatan tubuh seperti tidur, regulasi suhu badan, suasana hati (mood), masa pubertas dan siklus produksi
sel telur, rasa lapar dan prilaku seksual. Kekurangan serotonin dalam tubuh dapat mengakibatkan penyakit migrain, pusing, depresi, bahkan juga penyakit Alzheimer (Waha 2009).
Metode yang dilakukan untuk menekan tingkat kanibalisme larva ini adalah dengan bioenkapsulasi melalui pakan alami yang merupakan pakan yang diberikan pada larva. Bioenkapsulasi adalah proses dimana suatu komponen aktif dalam makanan dikemas secara kompak dalam partikel-partikel cair atau padat (enkapsulan), atau dibungkus di dalam materi penyelubung. Bioenkapsulasi dilakukan dengan merendam pakan alami yang diberikan pada larva dalam larutan mengkudu selama 6 jam setiap harinya kemudian langsung diberikan kepada larva. Pakan alami yang digunakan sendiri adalah Daphnia sp., Artemia sp., dan Cacing Sutera yang diberikan sesuai umur larva.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata dalam perlakuan yang diberikan dengan kontrol. Tingkat kelangsungan hidup larva tertinggi hanya 8.67 % yang dicapai pada perlakuan 15 ppt yang berarti tingkat mortalitas larva masih sangat tinggi. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil tersebut selain tingkat kanibalisme yakni kualitas air, kekurangan pakan, stress lingkungan, dan serangan penyakit, yang semuanya hanya bisa diduga karena penelitian kearah itu tidak dilakukan. SGR atau laju penambahan bobot harian larva juga sangat kecil, nilai tertinggi dicapai pada perlakuan 15 ppt sebesar 18.75 % perhari, artinya pertumbuhan ikan terganggu oleh faktor-faktor tertentu. Namun diduga hal tersebut akibat ikan kekurangan makanan karena pakan hanya diberikan tiga kali sehari, sementara ikan makan setiap saat ketika lambungnya kosong, dan sifat ikan lele yang nokturnal yaitu akif mencari makan pada malam hari menjadi sebab utama mengapa tingkat kelangsungan hidup larva rendah dan laju pertambahan bobot harian juga rendah. Koefisien keragaman pada hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan cenderung beragam ukurannya karena nilainya yang relatif besar. Kk pada perlakuan kontrol mencapai 25.82 % dan pada perlakuan 15 ppt 23.27 %. Sementara laju pertumbuhan panjang harian yang tertinggi hanya 0.54 mm/hari pada perlakuan kontrol, artinya laju pertambahan panjang larva sangat tendah sehingga pertumbuhannya relatif lambat.
Meskipun tidak dalam penelitian ini pemberian ekstrak mengkudu tidak berpengaruh terhadap tingkat kanibalisme ikan lele, namun secara umum jika dibandingkan dengan kontrol, perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh meskipun tidak berbeda nyata antar perlakuan, perlakuan yang paling baik menurut penelitian ini adalah 15 ppt.
VI. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang berbeda nyata dalam perlakuan yang diberikan dengan kontrol. Meskipun tidak dalam penelitian ini pemberian ekstrak mengkudu tidak berpengaruh terhadap tingkat kanibalisme ikan lele, namun secara umum jika dibandingkan dengan kontrol, perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh meskipun tidak berbeda nyata antar perlakuan, perlakuan yang paling baik menurut penelitian ini adalah 15 ppt.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K. dan Sihombing, T. 2008. Mengenal dan Mengendalikan Predator Benih
Ikan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Anonim, 2000. Ikan Lele Dumbo Clarias gariepinus x Clarias focus kelas induk
pokok (parent stock). Jakarta: Standar Nasional Indonesia. 5 hal
Anonim1. 2009. Catfish. http://cdserver2.ru.ac.za [8 Agustus 2009]
Anonim2. 2009. Bioenkapsulan: Terobosan Baru dalam Proses Preservasi Makanan. http://chemical-formula.blogspaot.com [21 Oktober 2009] Hseu, J. R. et al. 2003. Effect of Exogenous Trypthopan on Cannibalism, Survival
and Growth in Juvenile Grouper, Epinephelus coioides. Aquaculture ISSN journal, 218 vol.
Mahyuddin, K. 2007. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta: Penebar Swadaya
Suyanto, S.R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Jakarta: Penebar Swadaya.
Waha, M. G. 2009. Manfaat buah mengkudu. http://www.deherba.com [15 Mei 2009]
LAMPIRAN
Lampiran 1. Anggaran Dana Pelaksanaan Penelitian 1. Administrasi
Pembuatan proposal (rental, print, jilid dan perbanyakan) Rp. 150.000
Pembuatan poster Rp. 350.000
Pembuatan surat perizinan Rp. 10.000 Pembuatan laporan kemajuan Rp. 80.000
Pembuatan laporan akhir Rp. 100.000
Jumlah Rp. 690.000
2. Bahan Baku
Induk lele 1,5-2 kg 4 ekor @ Rp. 20.000/kg Rp. 80.000
Pakan pellet induk Rp. 60.000
Buah mengkudu 25 kg @ Rp. 2000/kg Rp. 50.000 Ovaprim 10ml @ Rp. 250.000 Rp. 250.000 Cacing Sutera 20 Takar @ Rp. 7.000 Rp. 140.000 Artemia 1 kaleng @ Rp. 400.000 Rp. 400.000
Pupuk Kandang Rp. 50.000
Garam blok 10 bungkus @ Rp. 5.000 Rp. 50.000 Disinfektan PK 1 botol @ Rp. 10.000 Rp. 10.000 Obat-obatan(Prefuran,super tetraclyne, garam aquarium) Rp. 100.000
Jumlah Rp. 1.190.000
3. Alat dan Perlengkapan
Blender 1 Unit Rp. 300.000
Akuarium (20x20x30 cm) 25 buah @ Rp. 15.000 Rp. 375.000 Rak Akuarium 1 set @ Rp. 300.000 Rp. 300.000 Termometer 2 Buah @ Rp. 15.000 Rp. 30.000 Seser halus 5 buah @ Rp. 27.000 Rp. 135.000 Batu aerator 30 buah @ Rp. 2.000 Rp. 60.000 Selang aerator 10 meter @ Rp. 1.000 Rp. 10.000 Hiblow 1 unit @ Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 Baskom kecil 5 buah @ Rp. 3.000 Rp. 15.000 Ember sedang 3 buah @ Rp. 10.000 Rp. 30.000 Ember besar 3 buah @ Rp. 25.000 Rp. 75.000 Gayung 2 buah @ Rp. 3.000 Rp. 6.000 Kabel rol 1 buah @ Rp. 12.000 Rp. 12.000 Selang sifon 5 m @ Rp.1.000 Rp. 5.000 Sikat + spon 5 buah @ Rp. 5.000 Rp. 25.000
Syringe 1 ml 2 buah @ Rp. 2.000 Rp. 4.000
4. Analisis Faktor Kualitas Air
Analisis pH dan DO 1 siklus kegiatan Rp. 50.000 Analisis Amonia10 kali uji @ Rp. 20.000 Rp. 200.000 Analisis Alkalinitas 10 kali uji @ Rp. 20.000 Rp. 200.000
Jumlah Rp. 450.000
5. Lain-Lain
Transportasi (ongkos survey tempat, beli bahan baku, peralatan, dll)
Rp. 400.000
Komunikasi Rp. 300.000
Sewa tempat 3 bulan @ Rp. 200.000 Rp. 600.000 Biaya Listrik 3 bulan @ Rp. 100.000 Rp. 300.000
Sewa kamera digital Rp. 100.000
Jumlah Rp.1.700.000
Lampiran 2. Penggunaan Biaya
Administrasi Rp. 500.000
Bahan baku Rp. 1.550.000
Alat dan Perlengkapan Rp. 2.050.000
Lain-lain Rp. 2.150.000
Total Anggaran Rp 4.928.000
1. Administrasi
Pembuatan proposal (rental, print, jilid dan perbanyakan) Rp. 150.000
Pembuatan surat perizinan Rp. 200.000
Pembuatan laporan kemajuan Rp. 150.000
Jumlah Rp. 500.000
2. Bahan Baku
Induk lele 0,5 kg 30 ekor @ Rp. 20.000/kg Rp. 300.000
Pakan pellet induk Rp. 100.000
Buah mengkudu 10 kg @ Rp. 2000/kg Rp. 20.000
Ekstrak Mengkudu 2 paket @ Rp. 21.000 Rp. 42.000
Ovaprim 10ml @ Rp. 250.000 Rp. 283.000
Cacing Sutera 20 Takar @ Rp. 7.000 Rp. 140.000
Artemia 1 kaleng @ Rp. 400.000 Rp. 400.000
Pupuk Kandang Rp. 50.000
Garam blok 2 bungkus @ Rp. 5.000 Rp. 10.000
Disinfektan PK 1 botol @ Rp.5.000 Rp. 5.000
Obat-obatan(Prefuran,super tetraclyne, garam aquarium) Rp. 100.000
Jumlah Rp. 1.550.000
3. Alat dan Perlengkapan
Blender 1 Unit Rp. 200.000
Akuarium (20x20x30 cm) 20 buah Rp. 350.000
Rak Akuarium 1 set @ Rp. 300.000 Rp. 380.000
Termometer 2 Buah @ Rp. 20.000 Rp. 40.000
Seser halus 7 buah @ Rp. 15.000 Rp. 105.000
Batu aerator 20 buah @ Rp. 1.500 Rp. 30.000
Selang aerator 10 meter @ Rp. 1.000 Rp. 10.000
Hiblow 1 unit @ Rp. 750.000 Rp. 750.000
Baskom kecil 7 buah @ Rp. 5.000 Rp. 35.000
Ember sedang 3 buah @ Rp. 15.000 Rp. 45.000
Gayung 2 buah @ Rp. 5.000 Rp. 10.000
Kabel rol 1 buah @ Rp. 12.000 Rp. 12.000
Selang sifon 30 m @ Rp.1.000 Rp. 30.000
Sikat + spon 10 buah @ Rp. 5.000 Rp. 50.000
Syringe 1 ml 2 buah @ Rp. 1.500 Rp. 3.000
5. Lain-Lain
Transportasi (ongkos survey tempat, beli bahan baku, peralatan, dll) Rp. 700.000
Komunikasi Rp. 400.000
Sewa tempat 3 bulan @ Rp. 200.000 Rp. 600.000
Biaya Listrik 4 bulan @ Rp. 100.000 Rp. 400.000
Sewa kamera digital Rp. 150.000
Jumlah Rp.2.150.000
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian
Tabel 1 Laju pertambahan bobot dan laju pertumbuhan harian larva ikan lele
Clarias sp. Perlakua n Bo Bt Jumla h sampel Rata-rata (mg) Rata-rata (mg) LPB (mg/hari ) SGR kontrol 2.2 0.16 15 10.66667 13.8730 2 1.167302 18.41% 2.2 0.13 14 9.285714 2.2 0.26 12 21.66667 5 ppt 2.2 0.13 17 7.647059 11.2669 7 0.906697 16.33% 2.2 0.21 13 16.15385 2.2 0.12 12 10 10 ppt 2.2 0.16 12 13.33333 10.6284 6 0.842846 15.75% 2.2 0.18 13 13.84615 2.2 0.08 17 4.705882 15 ppt 2.2 0.14 14 10 14.3434 3 1.214343 18.75% 2.2 0.4 15 26.66667 2.2 0.07 11 6.363636 20ppt 2.2 0.11 13 8.461538 23.3516 5 2.115165 23.62% 2.2 0.27 14 19.28571 2.2 0.55 13 42.30769
Tabel 2 Tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele Clarias sp.
Perlakuan No (ekor) Nt (ekor) Rata-rata (ekor) SR (%)
kontrol 400 26 22.33333 5.58 400 21 400 20 5 ppt 400 36 28 7.00 400 24 400 24 10 ppt 400 18 29.33333 7.33 400 46 400 24 15 ppt 400 35 34.66667 8.67 400 34 400 35 20ppt 400 22 32 8.00 400 55 400 19
Grafik 1 Laju pertumbuhan harian larva ikan lele Clarias sp..
Grafik 2 koefisien keragaman panjang.
Grafik 3 tingkat kelangsungan hidup larva ikan lele Clarias sp..
Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan
Gambar 2 Kolam induk. Gambar 1 Tempat penelitian.
Gambar 4 Kolam pakan alami. Gambar 3 Bak pemijahan induk.
Gambar 6 Peralatan penelitian (1). Gambar 5 Akuarium perlakuan.
Gambar 8 Jadwal pemberian pakan harian.
Gambar 7 Peralatan penelitian (2).