• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi ijtihad

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Materi ijtihad"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KELOMPOK

METODE IJTIHAD

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Ushul Fiqh

DISUSUN :

OLEH KELOMPOK III

 ABDUL ROKIB

 SRI ASTUTI

 ANIVA

 LINA RIA M

 RUBIAH

Dosen Pengampu : SALMAH, S.Pd.I, M.Fil.I

SEKOLAH TINGI AGAMA ISLAM (STAI)

AULIAURRASYIDIN

TEMBILAHAN

2009

(2)
(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kalau kita menengok sejarah masa silam, ketika pada permulaan abad ke 4, sikap taqliq sudah mempegaruhi para ulama, sehingga muncul pernyataan “Pintu Ijitihad telah tertutup” karena apa yang mereka lakukan pada masa itu hanyalah meringkas dari karanan ulama masa lankau, tetapi kemajuan yang dicapai bangsa barat menimbulkan kembali kesadaran umat Islam akan perlunya pemikiran kembali dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan Keislaman.

Adapun dimasa sekarang dimana perkembangan ilmu dan teknologi sangat pesat yang pada akhirnya membawa masalah baru dengan cepat, untuk mengadakan Ijtihad penetapan hukum masalah baru itu sangat diperlukan bekal yang cukup untuk perkembangan ilmu pengetahuan yang bersifat modern pula, sebab seandainya pada masa kini tidka diadakan ijtihad maka akan dapat dirasakan bagaimana akibatnya, karena masalah baru, dikalangan masyarakat selalu bermunculan, seperti bagaimana hukum cangkok jantung, bagaimana tinjauan Islam terhadap Spiral, Condom, donor mata, bagaimana cara sholat di luar angkasa atau di dasar laut dan lain sebagainya yang pada belum ada ketentuannya.

B. Rumusan masalah

Adapun ruang lingkup Pembahasan pada makalah ini meliputi : I. Ijitihad Terdiri atas :

a. Pengertian Ijtihad dan perkembangannya

b. Dasar Hukum, macam-macam bentuk, syarat, Objek dan hukum melakukan ijithad

(4)

c. Tingkatan Mujtahid

d. Terbuka dan tertutupnya pintu Ijtihad II. Istihsan

a. Pengertian dan Hakekat Istihsan

b. Kehujjahan Istihsan dan bagaimana pandangan ulang tentang hal tersebut

c. Bagaimana pengaruh Istihsan dalam masalah fiqih C. Tujuan dan manfaat penulisan

a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqih

b. Agar kita sebagai mahasiswa Islam dapat, lebih memahami tentang Ijtihad dan bagaimana pentingnya Ijtihad pada masa sekrang ini

c. Unutk lebih memahami Hakekat Istihsan dan bagaimana pengaruhnya dalam masalah fiqih

(5)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Secara umum ijtihad dapat idartikan sebagaipengerahan segala kesanggupan sesorang faqih (pakar ilmu fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’ (agama), Ijithad telah berkembang sejak zaman Rasulullah SAW fiqih mengandung “pengertian tentag hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf” maka Ijtihad akan terus berkembang perkembangan ini berkaitan dengan berbuatan manusia yang selalu berubah-ubah baik bentuk maupun macamnya, dalam hubungan ini, menurut Asy syahstani bahwa keadian dan kasus dalam peribadatan dan muamalah (tindakan manusia) secara pasti dapat diketahui bahwa tidak setiap kasus ada nashnya apabila nashnya sudah berakhir sedangkan kejadiannya berlansung terus tanpa batas ketika sesuatu yang tidak terbatas maka qiyas wajib dipakai sehingga setiap kasus ada ijtihad mengenainya.

Menurut al Gahzali dalam kitabnya Al Mustasfa jus I : 137 “Istihsan adalah semua hal yang dianggap baik oleh Mujtahid menurut Akalnya” dlam hal kehujjahannya para ulama berbeda pendapat, ada yang menggunakan istihsan dan ada yang tidak mengakui adanya istihsan

B. Saran

Kegunaan Istihad hakekatnya adalah untuk menunjukkan kebesaran dan kesempurnaan Islam sebab dengan tidka adanya ijitihad berarti hukum Islam akan terbatas pada hal-hal yang sudah ada saja, sementara perkembangan kebudayaan masyarakat Islam semakinmaju dan berkembang pesat, maka dalam hal ini sangat

(6)

harapkan mahasiswa Islam mampu memahami makna dan tujuan ijtihad untuk kesejahteraan umat Islam saat ini, dengan memenuhi syarat-syarat sebagai seorang mujtahid.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Syafei, Rahmat, Prof Dr, MA, lmu Ushul Fiqh, Bandung : Pustaka Setia, 2007

Siswanto, Deding Drs, Ushul Fiqih untuk kelas III MA, Bandung : Armico, 1993

Uman, Khairul A. Achyar Amirudin, Ushul Fiqh II untuk Fakultas Syariah, Bandung : Pustaka Setia, 2001

(8)

BAB II PEMBAHASAN METODE IJTIHAD A. IJTIHAD

1. Pengertian Ijtihad dan Perkembangannya

Secara etimologi, Ijtihad diambil dari kata al jahd atau al juhd yang berarti al masyaqat (keuslitan dan kesusahan) dan ath thaqat (kesanggupan dan kemampaun)

Kata al jahad menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi.

ىلّص

َ هللا لوْس

ُ رَ ن

َ اك

َ اهنع هللا ىيَض

ِ رَ ةُش

َ ئِاع

َ ت

ْ لَاقَ

ل

َ اَممم رِممخِاوَ لَا رِممشْعَلْا ىِممف دُممهِتَجْيَ ملّممسَوَ همميلَعَ هللا

هِرِيغَ ىف دُهِتَجْيَ

Artinya : Asiyah mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersungguh-sungguh dalam peribadatan pada sepuluh hari terakhir (bulan puasa) yangberbeda dengan hari yang lainnya

Adapun definisi Ijtihad secara terminologi secara umum adalah aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (Istinbath) hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syariat”

Dengan kata lain ijtihad adalah pengerahan segala kemampuanseorang faqih (pakar fiqih islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’ (Agama), dlam sitilah inilah,Ijtihad lebih banyak digunakan para fuqaha yag menegaskan bahwa ijtihad itu bisa dilakukan dibidang fiqih.

Pendapat tersebut diperkuat oleh at taftazani dan ar ruhawi kedua ulama tersebut mengatakanbahwa Ijitiha tidak dilakukan dalam maslah qathiyat dan masalah ushul addin (akidah), yang wajib

(9)

dipegang secara mantap, selain itu mayoritas ulama Ushul fiqih, tidak memasukkan masalah kaidah pada lapangan ijtihad, bahkan mereka melarang untuk berijtihad pada masalah tetsebut, mereka juga beranggapan bahwa orang yang keliru dan salah dalam ijtihad pada masalah akidah dipandang kafir dan fasik.

Sehubungan dengan hal tersebut, kenyataan menunjukkan bahwa ijtihad diberlakukan dalam berbagai bidang yakni, mencakup aqidah, muamalah (fiqh) dan falsafat.

Telah kita ketahui bahwa Ijtihad telah berkembang sejak zaman rasul, sepanjang fiqih mengandung “pengertian tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan pebuatan mukallaf” maka ijtihad akan terus berkembang perkembangan iti berkaitan dengan perbuatan manusia yang selalu berubah-ubah baik bentuk maupun macamnya.

Setelah Rasulullah wafat dan meninggalkan risalah islamnya yang sempurna kewajiban terdakwa berpindah pada sahabat.

Upaya pencarian ketentuan hukum tertentu terhadap masalah-masalah baru itu dilakukan pemuka sahabat dengan berbagai tahapan, mereka harus berusaha mencari hukum itu dari Al Quran dan apabila hukum itu telah ditemukannya, maka berpegang teguh pada hukum tersebut, walaupun sebelumnya mereke berbeda pendapat selanjutnya apabila masalah itu tidak ditemukan dalam al Quran mereka mencari dalam al Hadits dengan cara menggali hadit dan menanyakan hadit yag berkenaan dengan masalah yang tengah dihadapinya kepada para sahabat apabila masalah itu tidak ditemukan dalam hadits tersebut, mereka banyak melakukan ijtihad.

(10)

Ijtihad bisa dipandang sebagai selah satu metode untuk menggunakan sumber hukum Islam, yang menjadi landasan dibolehkannya ijithad banyak sekali baik melalui pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat diantaranya :

1. Firman Allah SWT

ن

َ وْرُك

ّ فَتَيَ م

ٍ وْقَلِ ت

ٍ ايَل ك

َ لِذَ ى

ِ ف ن

ّ اِ

Sesungguhnya pada hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir

2. Adanya Keterangan dari Sunnah

Dan hadtis Mu’ads jabal ketika Rasulullah SAW mengutusnya ke Yaman untuk menjadi hakim di yaman

اَمممبِ : لَاَممق ؟ ض

ِ

ممقْتَ مَبِ : دٍاعَمُلِ هللا لوسر لَاقَ

همللا ب

ِ اَتكِ ىفدْج

ِ تِ م

ْ لَ ن

ْ اَِف : ل

َ اَق .هللا ب

ِ اتَكِ ى

ِ ف

: ل

َ اَممق .هللا لوسر هِبِ ىض

َ قَ اَمبِ ىض

ِ قْأَ : ل

َ اَق ؟

ل

َ اممقَ ؟ هممللا لوممسر هب ىض

َ قَ اَميْفِ دج

ْ تَص

ْ اَ ن

ْ اِفَ

وَممفّوَ يذِمملّا هممللا دُمممْحَلْاَ : لَاَممق .يمميأ رَممبِ دُممهتَجْأ

هِلِوْس

ُ رَ لوْس

ُ رَ

Artinnya

Rasulullah SAW bertanya “dengan apa kamu menghukum ?” ia menjawab dengan apa yahg ada dalam kitab Allah, bertanya Rasulullah “jika kamu tidak mendapatkan dalam kitab Allah” dia menjawab “Aku memutuskan dengan apa yang diputuskan Rasulullah “Rasul bertanya lagi “ jika tidak mendapatkan dalam ketetapan Rasulullah ?” berkata muadz “Aku berijtihad dengan

(11)

pendapatku “ Rasulullah bersabda “aku bersyukur kepada Allah yang telah menyepakati utusan dari rasul-Nya”

Dan hal ini telah diikuti oleh para sahabat setelah nabi wafat, mereka selalu berijtihad jika menemukan suatu masalah baru yang tidak terdapat dalam al Quran dan Sunnah Rasul

3. Macam-macam Ijtihad

Dikalangan ulama, Dr. Dawalibi membagi ijtihad menjadi tiga bagian yang sebagaiannya sesuai dengan pendapat asy syatibi

a. Ijtihad al batani, yaitu Ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ dari nash

b. Ijtihad Al Qiyas yaitu Ijtihad terhadap masalah yang tidak terdapat dalam Al Quran dan as sunnah dengan menggunakan metode Qiyas

c. Ijtihad al istishlah yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam al Quran dan AS Sunnah dengan menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah istishlah.

Muhammad Taqiyu al Hakim, mengemukakan Ijtihad itu dapat di bagi menjadi dua bagian saja yaitu

a. Ijitihad al aqli, yaitu ijihad yabg hujjahnya didasarkan pada akal, tidak menggunakan dalil syara’ mujtahid dibebaskan untuk befikir, dengan mengikuti kaidah yang pasti misalnya, menjaga kemudaratan hukuman itu jelek bila tidak disertai penjelasan b. Ijtihad Syari yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’ termasuk

dalam pembagian ini adalah ijma’ qiyas, istihsan, istishlah, ‘urf istishhab dan lain-lain

4. Syarat-syarat Ijtihad

Secara umum persyaratan seorang mujtahid dapat disimpulkan sebagai berikut :

(12)

a. Mengusai dan mengetahui arti ayat-ayat yang tedapat dalam Al Quran baik menurut bahasa maupun syariah, akan tetapi tidak diisyaratkan harus menghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya saja, sehingga memudahkan baginya apabila ia membutuhkan.

b. Mengusai dan mengetahui hadis tentang hukum baik menurut bahasa maupun syariat

c. Mengetahui naskh dan mansukh dari al Quran dan As Sunnah supa tidak salah salah menetapkan hukum namun tidak disyaratkan harus mengahapalnya

d. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma ulama, sehingga ijtihad-Nya tidak bertentangan dengan ijma

e. Mengetahui Qiyas dan berbagai persyaratannya serta mengistinbatkannya karena qiyas merupakan kaidah dalam berijtihad

f. Mengetahui bahasa arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta berbagai problematikanya.

g. Mengetahui ilmu ushul fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad.

h. Mengetahui muqashidu asy syariah (tujuan syariat) secara umum, karena bagaimanapun juga syariat itu berkaitan dengan muqashidu asy syariah atau rahasia disyaraiatkan suatu hukum

5. Objek Ijtihad

Menurut AL Ghazali, objek Ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qathii, dari pendapatnya itu, diketahui ada permasalahan yang tidak bisa dijadikan objek ijtihad.

Dengan demikian syariat Islam dalam dalam kaitannya dengan ijtihad terbagi dalam dua bagian

(13)

1. Syariat yang tidak boleh dijadikan lapangan ijitihad yaitu hukum yang telah dimaklumi sbagai landasan pokok Islam, yang berdasarkan pada dalil-dalil yang qathi, seperti kewajiban melaksanakan shalat, zakat, puasa, ibadah haji, atau haramnya melakukan zina, mencuri dan lain-lain, semua itu telah ditetapkan hukumnya di dalam al Quran dan As Sunnah.

2. Syariat yang bisa dijadikan lapangan ijithad yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat zhanni, baik maksudnya pertunjukkan atau esksitensi serta hukum yang belum ada nashnya dan ijma’ pada ulama.

Apabila ada nash yang keberadaannya masih zhanni, hadits ahad misalnya, maka yang menjadi lapangan ijtihad diantaranya, adalah meneliti bagaimana sadadnya, derajat para parawinya, dan lain-lain.

Dan nash yang pertunjuknya masih zhunni, maka yang menjadi lapangan ijihad, antara lain bagaimana maksud dari nash tersebut.

Sedangkan terhadap permasalahan yang tidak ada nash maka yang menjadi lapangan ijtihad adalah dengan cara menggunakan kaidah yang bersumbe dari akal, seperti qiyas, istihsan, masalah marsalah, dan lain-lain.

6. Hukum melakukan ijtihad

Ada lima hukum yang bisa dikenakan pada orang berkenaan dengan ijtihad yaitu :

a. orang tersebut dihukumi fardu ain untuk berijtihad apabila ada permasalahan yang menimpa dirinya, dan harus mengamalkan hasil dari ijtihadnya dan tidak boleh taqlid kepada orang lain. Karena hukum ijtihad itu sama dengan hukum Allah terhadap permasalahan yang ia yakini bahwa hal itu termasuk hukum Allah

(14)

b. fardu ain jika ditanyakan tentang suatu permasalahan yang belum ada hukumnya, karena jika tidak segera menjawab, dikhawatirkan akan terjadi kesalahan dalam melaksanakan hukum tersebut atau habis waktunya dalam mengetahui kejadian tersebut.

c. Dihukumi fardu kifayuah jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan habis waktunya aau ada orang lain selain dirinya yang sama-sama memenuhi syarat sebagai seorang mujtahid.

d. Dihukumi Sunnah apabila berijtihad terhadap pemasalahan yang baru baik ditanya ataupun tidak

e. Dihukumi haram apabila berijtihad terhadap permasalahannya yang sudah ditetapkan secara qathi, sehingga hasil ijtihadnya itu bertentangan dengan dalil syara’

7. Tingkatan mujtahid

Adapun tingkatan para mujtahid, menurut para ulama diantaranya menurut imam nawawi ibnu shalah dan lain-lain terbagi dalam lima tingkatan :

1. Mujtahid mustaqil

Adalah seorang mujtahid yang bebas menggunakan kaidah yang ia buat sendir dia menyusun fiqihnya sendiri yang berbeda dengan madzhab yang ada.

2. Mujtahid mutlaq ghairu mustaqil

Adalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustaqil namun dia tidak menciptakan sendiri kaidah tetapi mengikuti metode salah satu imam madzhab.

3. Mujtahid muqayyad mujtahid takhrij

Adalah mujtahid yang terikat terikat oleh mazhab imamnya, memang dia diberi kebebasan dalam menentukan berbagai

(15)

landasannya bedasarkan dalil tetapi tidak boleh keluar dari kaidah yang telah dipakai imamnya.

4. Mujtahid Tarjih

Adalah mujtahid yang belum sampai derajatnya pada mujtahid takhrij, tetapi menurut imam nawawi dalam kitab majmu’ miujtahid ini sangat faqih, hafal kaidah imamnya mengetahui dalilnya cara memtusukan hukumnya dia juga mengetahui bagaimana cara mencari dalil yang lebih kuat dan lain-lain.

5. Mujtahid Fatwa

Adalah orang yang hapal dan paham terhadao kaidah imam mazhab mampu mengusai permasalahan yang sudah jelas atau yang sulit, namun dia masih lemah dalam menetapkan suatu putusan berdasarkan dalil serta lemah dalam menetapkan qiyas 8. Terbuka dan tertutupnya pintu ijtihat

Pada abad 4 H, daulah islamiyah terbagi kepada beberapa negara, hal menyebabkan lemahnya kekuatan umat islam, karena hubungan diantara negara tersebut menjadi terputus, selain itu, perkembangan keilmuan dan kebebebasan berfikir pun menjadi lemah hal itu menyebabkan timbulnya sikap loyal (ta’asub) dan fanatik yang sangat berlebihan para ulama oara saat itu terhadap mazhab mereka dan menjadikan mereka kurang percaya diri terhadap kemampuan mereka sendiri, selain itu, diantara mereka pun sering terjadi perdebatan dan perpecahan sehingga menyebabkan tidak tuntasnya berbagai permasalahannya yang dihadapkan keapda mereka, dan mereka disibukan dengan upaya menyusun berbagai kitab mazhab, bahkan merasa cukup dengan membuat berbagai ringkasan dari kitab imam mazhab mereka, dan yang lebih parah lagi, mereka terlalu khawatir menyalahi berbagai ketetapan yang telah ditetapkan oleh imam mazhab semua itu

(16)

menyebabkan mereka berpendirian bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan merasa bahwa mereka bukan hali ijtihad.

Para ulama dari golongan syiah berpendapat bahwa pernyataan tentang tertutupnya pintu ijtihad dan adanya pembatasan dalam berfikir pada abad keempat adalah kesalahan besar, padahal tig abad sebelumnya pintu ijtihad selalu terbuka, yang menyebabkan berkembangnya keilmuan dan semakin menyebarkan syariat dengan demikian di kalangan syiah pintu ijtihad selalu terbuka bagi mereka yang ahli.

Menurut al baghawi dan asy syahrastani, di hukumi dosa jika tidak ada seorangpun dari kaum muslimin yang mempelajari fatwa para ulama terdahulu, hal itu dianggap meremehkan hukum syara’ disamping semakin berkembangnya permasalan yang tidak sama dengan waktu tertentu, yang sudah pasti memerlukan ijtihad untuk memecahkannya.

B. ISTIHSAN

1. Pengertian Dan Hakekat Istihsan

Secara harfiah istihsan diartikakan meminta berbuat kebaikan, yakni menghitung-hitung sesuatu dan menganggapnya kebaikan (kamus lisan Al Arab)

1. Menurut Istilah ualam ushul istishan adlah sebagai berikut ini Menurut AL ghazali dalam kitabnya AL Mustasfha I : 137 “ Istihsan adalah semua hal yang dianggap baik oleh mujtahid menurut akalnya”

2.

2. Operasional Qiyas

Operasional penggunaan qiyas dimulai dengan mengeluarkan hukum yang terdapat pada kasus yang memiiki nash cara ini

(17)

memerlukan kerja nalar yang luar biasa dan tidak cukup hanya dengan pemahaman makna Lafazh saja.

3. Rukun Qiyas

Dari pengertian qiyas yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa unsur pokok (rukun) qiyas terdiri atas 4 unsur yaitu

a. Ashl (pokok) yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nash-Nya yang dijadikan tempat mengqiyaskan ini berdasarkan pengertian ashl menurut fuqaha sedangkan ashl mernutu hukumteologi adalah suatu nash syara’ yang menunjukkan ketentuan hukum, dengan kata lain, suatu nash yang menjadi dasar hukum.

b. Far’u (Cabang) yaitu pristiwa yang tidak ada nashnya

c. Hukum ashl, yaitu hukum syara’ yang ditetapkan oleh suatu nash

d. Illat, yaitu suatu sifat yang tedapat pada ashl

4. Qiyas sebagai sandaran Ijma’

Para ulama berbeda pendapat tentang qiyas apabila dijadikan sandaran ijma’ diantara mereka ada yang mengatakan bahwa qiyas itu tidak sah dijadikan dasar ijma’ dengan demikian bahwa Ijma itu qath’I, sedangkan dalil qiyas adalah zhunni, menurut kaidah, yang qath’, itu tidak sah didasarkan pada yang zhunni

Pada ulama yang menyatakan bahwa qiyas sah dijadikan sandaran ijma’ beragumen bahwa hal itu telah sesuai dengan pendapat sebagian besar ulama, juga dikarenakan qiyasitu termasuk salah satu dalil syara’ maka sah dijadikan sandaran ijma’

(18)

5. Kehujaahan Qiyas dan pendapat para Ulama

Telah terjadi perbedaan pendapat dalma berhujjah dengan qiyas, ada yang membolehkannya ada yang melarangnya, diantara contohnya adalha kifarat bagi yang berbuka puasa dengan sengaja di bulan ramadhan.

Bagi mereka yang sengaja berbuka puasa pada bulan ramadhan apakah diwajibkan kifarat sebagaimana diwajibkan kifarat bagi yang sengaja berbuka puasa dengan Ijma’

Menurut perndapa malik, abu Hanifah dan para penganut keduanya, tsuri, serta sebagian jemaah, bahwa perbuatan tersebut wajib diganti dengan qadha dan kifarat.

Imam syafii telah membahasnya dalam kitab al umm “ tidak wajib berkifarat bagi mereka yang sengaja berbuka puasa selain karena dengan berjima’, baik itu minum, makan, dan sebagainya.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

(20)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Maslah... 1

C. Tujuan Dan Manfaat... 1 BAB II PEMBAHASAN

A. IJTIHAD

1.1. Pengertian Ijtihad dan Perkembangan ... 1.2. Dasar Hukum Ijtihad ... 1.3. Macam-macam... 1.4. syarat-syarat Ijtihad... 1.5. Objek Ijtihad... 1.6. Hukum Melakuan Ijtihad... 1.7. Tingkatan Mujtahid... 1.8. Terbuka Dan tertutupnya pintu ijtihad... B. ISTIHSAN

2.1. Pengertian dan Hakekat Istihsan... 2.2. Kehujjahan Istihsan dan Pandangan Para ulama... 2.3. Pengaruh Istihsan dalam Masalah fitih... BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan... B. Saran

(21)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat, Rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah sederhana yang berjudul “Meode Ijtihad” ini guna memenuhi tugas mata kuliah “Uhsul Fiqih”.

Penulis menyadari kalau dklat ini banyak terdapat kekurangan serta kelemahannya, oleh sebab itu dengan terbuka penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya konstruktif demi perbaikan dan penyempurnaannya. Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak ushul figh yang telah memberikan pengarahan sehingga penyusunan makalah ini dapat selesai tepat waktu.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua amin …..

Tembilahan, 28 Oktober 2009

TIM PENULIS Kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan Kepala Sekolah Berprestasi dan Berdedikasi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan salah satu bentuk penghargaan dari pemerintah bagi

Dengan demikian kayu bangkirai, kapur, punak, bintangur dan meranti dapat digunakan sebagai batang utama pada sambungan geser ganda dengan baut diameter 6,4; 7,9 dan

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Subekti Yuliananda, Gede Sarya dan RA Retno Hastijanti dengan judul “Pengaruh Perubahan Intensitas Matahari Terhadap Daya

Sebuah bentuk ilustrasi yang memiliki tujuan untuk menyampaikan representasi visual dari sebuah desain, ide, ataupun suasana untuk digunakan dalam film, video-games, atau buku

Ditanggung 1x di rumah sakit Mitra Kerja,tapi untuk pendonor hanya operasi dan rawat inap termasuk tindakan medis lainnya.

2010 berubah menjadi badan layanan umum daerah berdasarkan surat keputusan walikota nomor KPTS 35/HK/XII/2009 tentang penetapan status pola pengelolaan keuangan badan

D. MATERI MATERI PEMBEL PEMBELAJARAN AJARAN 1. Rumus luas persegi. Rumus luas persegi. Hal-hal yan Hal-hal yang diperhatikan saat meng g diperhatikan saat menggambar. Menggambar

presentasi) yang ingin Anda bagikan kepada siswa, lalu tentukan apakah Anda ingin agar siswa memiliki akses untuk melihat isi dokumen atau setiap siswa secara otomatis mendapatkan