• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Getaran

Getaran adalah suatu gerak bolak-balik di sekitar kesetimbangan (Kuswana, 2014). Kesetimbangan di sini maksudnya adalah keadaan dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja pada benda tersebut. Getaran memiliki amplitudo (jarak simpangan terjauh dengan titik tengah) yang sama. Jika dirunut lebih dalam maka kita akan menemukan didalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisik dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangan.

Getaran bebas terjadi bila sistem mekanis dimulai dengan gaya awal, lalu dibiarkan bergetar secara bebas. Contoh getaran seperti ini adalah memukul garpu tala dan membiarkannya bergetar, atau bandul yang ditarik dari keadaan setimbang lalu dilepaskan. Dasar analisis getaran dapat dipahami dengan struktur rumit seperti badan mobil dapat dimodelkan sebagai “jumlahan” model massa-pegas-peredam kejut tersebut.

2.2 Getaran Mekanis

Proses industrialisasi dan modernisasi kehidupan disertai dengan semakin meluasnya aplikasi teknologi maju yang antara lain jelas nampak dari kian bertambahnya dengan cepat penggunaan beraneka ragam mesin dan peralatan

(2)

mekanis tersebut menimbulkan getaran yaitu gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya. Getaran ini menyebar kepada lingkungan dan merupakan bagian dari tenaga yang sumbernya adalah mesin atau peralatan mekanis. Sebagian dari kekuatan mekanis mesin atau peralatan kerja disalurkan kepada tubuh tenaga kerja atau benda yang terdapat ditempat kerja dan lingkungan kerja dalam bentuk getaran mekanis.

Pada umumnya getaran mekanis yang berasal dari suatu mesin atau benda bergerak merupakan sesuatu hal yang tidak disukai, dan tidak dikehendaki. Selain itu, getaran mekanis ternyata dapat menyebabkan efek buruk kepada kesehatan dan mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Penyebab terjadinya keluhan atau gangguan kesehatan dari getaran mekanis kepada tenaga kerja adalah :

a. Efek mekanis getaran kepada jaringan tubuh ; dan

b. Rangsangan oleh getaran mekanis kepada reseptor saraf di dalam jaringan. Pada efek mekanis, sel-sel jaringan mungkin rusak atau metabolismenya terganggu. Pada rangsangan reseptor, gangguan terjadi mungkin melalui saraf sentral atau langsung pada sistem saraf otonom. Kedua mekanisme demikian terjadi secara bersama-sama.

Untuk maksud praktis, dibedakan tiga tingkat efek getaran mekanis kepada tenaga kerja, sebagai berikut (Suma’mur, 2009) :

a. Gangguan kenyamanan kerja; dalam hal ini, pengaruh getaran mekanis kepada tenaga kerja hanya terbatas pada tidak dimungkinkannya bekerja secara nyaman;

(3)

b. Terganggunya tugas yang terjadi bersamaan dengan cepatnya timbul kelelahan;

c. Gangguan dan bahaya terhadap kesehatan.

Penentuan tiga tingkat efek getaran mekanis terebut berdasarkan 2 faktor, yaitu :

i. Tingkat Accelerasi / percepatan getaran

a) Mengganggu kenyamanan : 0,01 – 0,1 m/s2 b) Mempercepat timbulnya kelelahan : 0,1 – 1,1 m/s2 c) Gangguan kesehatan : 1 – 10 m/s2

Tingkat percepatan ini diperbolehkan dengan batas waktu tertentu misalnya : a) 1 – 1,5 m/s2 : 4 jam

b) 1,5 – 3 m/s2 : 2,5 jam c) 3 – 5 m/s2 : 1 jam d) 5 – 6 m/s2 : 25 menit e) 6,3 – 10 m/s2 : 1 menit

f) > 10 m/s2 : sama sekali tidak diperkenankan ii. Frekuensi getaran : berpengaruh terhadap tubuh yaitu :

 Sumbu Z : arah kaki kepala atau sebaliknya yaitu 4 – 8 Hz  Sumbu X : arah depan belakang atau sebaliknya

 Sumbu Y : arah kanan kekiri atau sebaliknya  Sumbu X dan sumbu Y yaitu 1 – 2 Hz Getaran mekanis dibedakan atas (Suma’mur, 2009) : a. Getaran seluruh badan (whole body vibration)

(4)

b. Getaran tangan-lengan (tool-hand vibration) 2.2.1 Getaran Seluruh Badan

Getaran seluruh badan terutama terjadi pada alat angkutan. Alat angkutan penyebab getaran seluruh badan bukan mobil yang pembuatannya sempurna ditinjau dari sudut halusnya mesin atau efektifnya fungsi peredam getaran, melainkan pada truk, alat angkut yang digunakan dalam kegiatan industri, traktor pertanian dan perlengkapannya untuk mengerjakan tanah. Selain getaran seluruh badan oleh alat angkut tersebut, seluruh badan dapat ikut bergetar oleh beroperasinya alat-alat berat yang memindahkan getaran mekanis dari alat berat dimaksud ke seluruh badan tenaga kerja lewat getaran lantai melalui kaki.

Sebenarnya pada getaran seluruh badan hanya getaran mekanis dari tempat duduk dan topangan kaki di lantai yang penting artinya dilihat dari sudut efeknya kepada tenaga kerja, karena getaran mekanis dari lokasi tersebut diteruskan ke badan. Kekuatan getaran mekanis yang disalurkan ke badan tergantung kepada sifat bantal duduk atau injakan kaki yaitu peredam yang menurunkan kekuatan getaran atau ikut bergetar (beresonansi) sehingga menambah kekuatan getaran. Bahan peredam bagi getaran mekanis antara lain bantalan tempat duduk atau injakan kaki yang berisikan kapuk atau busa. Adapun material yang menambah kekuatan getaran adalah logam atau benda padat lainnya yang frekuensi dirinya sama atau serupa dengan sumber getaran mekanis yang bersangkutan. Jika pemasangan peredam getaran kurang baik, lebih-lebih bila suatu alat angkutan atau peralatan mekanis tidak memiliki peredam getaran sama sekali biasanya terjadi resonansi yang mungkin beberapa kali menambah

(5)

besarnya getaran mekanis. Untuk semua kendaraan angkutan, selalu harus diperhatikan sifat tempat duduk dalam hal kemampuannya meredam getaran. Tempat duduk yang menghantar dan beresonansi dengan getaran tidak boleh digunakan.

Badan manusia merupakan suatu susunan elastis yang kompleks dengan tulang sebagai penyokong otot dan urat serta merupakan landasan bagi kekuatan otot bekerja. Kerangka, organ tubuh, urat, dan otot secara bersama-sama menentukan elastisitas tubuh dan kelambanan sebagai reaksi menahan gaya mekanis yang bekerja kepadanya. Untuk getaran mekanis, sifat susunan tubuh yang demikian merupakan massa peredam tetapi juga penghantar sekaligus.

Pada model dinamis tubuh manusia sebagai reaksi terhadap getaran mekanis, organ dalam pada tubuh yang meliputi paru dan isi perut dianggap sebagai satu unit bagian dari keseluruhan sistem. Demikian pula dengan lengan dan bahu adalah satu unit sebagai bagian dari sistem. Fungsi kaki sehubungan dengan penghantaran atau peredaman getaran mekanis berbeda pada satu orang terhadap orang lainnya dan tergantung dari bengkokan pada sendi lutut. Tungkai pada posisi lurus menghantar 100% getaran ke badan, sedangkan pada posisi bengkok tungkai berlaku sebagai peredam terhadap getaran.

Getaran suatu sistem akan berkekuatan sebesar-besarnya, apabila getaran mekanis yang mengenai sistem tersebut sesuai dengan frekuensi alami sistem itu sendiri, sehingga seluruh sistem beresonansi maksimal terhadap getaran yang bersangkutan. Pada manusia ternyata frekuensi getaran demikian adalah 4-6 Hz. Dalam beberapa keadaan ditemukan pula puncak resonansi yang lain yaitu pada

(6)

getaran dengan frekuensi 10-11 Hz tetapi untuk frekuensi tersebut terdapat tingkat peredaman yang lebih besar dari jaringan.

Dalam keadaan duduk, seluruh tubuh dapat dianggap satu kesatuan massa terhadap getaran. Pada posisi tubuh yang berbeda dengan arah getaran, penghantaran getaran oleh suatu organ tubuh mungkin berbeda-beda. Isi perut pada segala sikap tubuh dapat dianggap sebagai satu kesatuan terhadap getaran sampai dengan 9 Hz, tetapi dengan frekuensi yang lebih besar organ dalam isi perut kemudian beresonansi mengikuti getaran secara sendiri-sendiri. Organ tubuh seperti tenggorokan atau kantung kencing mempunyai frekuensi alami masing-masing terutama pada pemaparan terhadap getaran yang frekuensinya tinggi.

Terhadap getaran horizontal keadaaan duduk dan berdiri menunjukkan reaksi yang berlainan. Pada keadaan berdiri resonansi terjadi pada getaran yang frekuensinya 2 Hz dan untuk getaran-getaran dengan frekuensi yang lebih tinggi tidak terjadi resonansi yang berarti sehingga getaran tidak dihantar secara baik. 2.2.1.1 Efek Fisiologis Getaran Seluruh Badan

Efek fisiologis vibrasi kepada tubuh tergantung dari frekuensi getaran mekanis dan juga frekuensi alami jaringan. Hal ini terjadi sebesar-besarnya pada frekuensi getaran yang sama dengan frekuensi alami jaringan yang menyebabkan resonansi maksimum jaringan terhadap getaran. Ternyata frekuensi alami demikian adalah 3-9 Hz untuk unit bagian tubuh seperti dada dan perut.

Getaran mekanis dengan frekuensi yang lebih tinggi mempengaruhi bagian tubuh yang frekuensi alaminya lebih tinggi pula, yaitu bagian tubuh yang berada di periferi. Leher dan kepala, pinggul dan perineum, serta unit otot dan

(7)

tulang terdiri atas jaringan lunak dengan bagian keras bersama; bagian-bagian tubuh demikian beresonansi dengan baik terhadap getaran mekanis yang frekuensinya 10 Hz. Adapun faring (pharynx) beresonansi terhadap getaran dengan frekuensi 13-15 Hz. Getaran mekanis yang kuat yaitu getaran dengan simpang getar yang besar menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.

Sistem peredaran darah dipengaruhi hanya oleh getaran mekanis yang intensitasnya kuat. Tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan volume

darah per satu denyut jantung berubah sedikit pada intensitas 0,6 g tetapi berubah banyak pada 1,2 g dengan frekuensi 6-10 Hz.

Dari semua organ badan, mata paling banyak dipengaruhi oleh getaran mekanis. Pada frekuensi sampai dengan 4 Hz, mata masih dapat mengikuti gerakan-gerakan yang berada antara kepala dan objek yang dilihat, sedangkan untuk frekuensi yang lebih tinggi mata tidak memiliki kemampuan untuk mengikuti gerakan tersebut. Amplitudo getaran juga berpengaruh terhadap kemampuan indera mata. Pada getaran yang frekuensinya tinggi, penglihatan terganggu, apabila amplitudo getaran lebih besar dari dua kali diameter ukuran retina.

Pengaruh getaran mekanis dengan frekuensi di bawah 16 Hz kepada kohlea (cochlea) belum diketahui secara pasti dan masih perlu penelitian lebih lanjut. Pengaruh getaran mekanis kepada saraf dan kelenjar endokrin kadang-kadang terlihat pada tenaga kerja yang bekerja pada sektor industri. Efeknya terutama kepada sistem saraf otonom yaitu sistem yang berada di luar kendali

(8)

kemauan, dan bila hal ini terjadi, problema getaran mekanis sangat perlu memperoleh perhatian dan upaya preventif segera diselenggarakan.

2.2.1.2 Gangguan Melakukan Pekerjaan Akibat Getaran Seluruh Badan Gangguan melakukan pekerjaan oleh karena getaran mekanis adalah akibat gangguan menggerakkan tangan dan menurunnya ketepatan dan ketajaman penglihatan. Maka dari itu, cara mengatasinya adalah mengurangi sampai sesedikit mungkin terjadinya getaran pada tangan dan kaki. Salah satu cara untuk hal tersebut adalah penggunaan penunjang anggota badan dengan memakai peredam getaran.

Bertambahnya tonus otot yang dikarenakan getaran mekanis dengan frekuensi di bawah 20 Hz menjadi penyebab kelelahan. Kontraksi statis oleh bertambahnya tonus otot mengakibatkan penimbunan asam laktat dalam jaringan tubuh dengan akibat bertambah panjangnya waktu reaksi otot dan saraf. Rasa tidak nyaman sebagai reaksi atas gangguan getaran mekanis menjadi sebab kurangnya fokus perhatian. Rangsangan dari getaran mekanis kepada sistem retikuler di otak menjadi sebab seseorang mengalami mabuk. Sebaliknya, frekuensi di atas 20 Hz menyebabkan mengendurnya tonus otot. Sebagai catatan, getaran dengan frekuensi tinggi yaitu 30-50 Hz digunakan dalam kedokteran olahraga untuk memulihkan kondisi otot sesudah berlangsung kontraksi yang luar biasa.Getaran mekanis yang terdiri atas campuran aneka frekuensi bersifat menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta-merta. Kedua efek yang berlawanan ini melelahkan. Maka peredam getaran sangat perlu digunakan untuk melindungi tenaga kerja terhadap efek yang dimaksud.

(9)

2.2.1.3 Tempat Duduk Dan Alas Kaki Sebagai Perlindungan Tenaga Kerja Terhadap Getaran Seluruh Badan

Dari fisika diketahui bahwa menjalarnya getaran suatu benda kepada sekelilingnya dapat dihambat dengan meletakkan peredam di bawah benda yang bergetar, asalkan frekuensi diri dari peredam jauh lebih rendah dari frekuensi benda yang bergetar tersebut. Maka dari itu, frekuensi diri dari peredam sebaliknya sekitar 1 Hz. Peredam demikian bagi pekerja yang menghadapi risiko getaran seluruh badan adalah tempat duduk untuk posisi duduk dan alas kaki bagi posisi berdiri. Kemampuan meredam getaran dari material yang dipakai membuat tempat duduk atau alas kaki dan juga bentuk serta tebalnya sangat mempengaruhi kualitas fungsi perlindungannya terhadap getaran. Traktor kuno mempunyai tempat duduk yang posisinya tidak lurus, melainkan menyudut. Hal ini dapat menyebabkan rangsangan vestibuler dengan akibat timbulnya keluhan terhadap keseimbangan operatornya.

2.2.2 Getaran Mekanis Tangan-Lengan

Alat manual yang pada waktu bekerjanya bergetar dan mengakibatkan getaran mekanis pada tangan dan lengan banyak terdapat dan digunakan di perusahaan. Selama pekerjaan dengan alat manual demikian sifatnya hanya sekali atau kadang-kadang saja atau jarang, sedangkan getarannya tidak seberapa, peralatan seperti itu boleh dikatakan tidak akan mendatangkan gangguan kesehatan atau kecelakaan. Tetapi berbagai pekerjaan dalam industri manufaktur, perkebunan, kehutanan, konstruksi, dan pertambangan, secara terus-menerus menggunakan mesin atau peralatan bergetar. Dalam pertambangan, alat demikian

(10)

adalah tukul yang secara mekanis dipukul alat pengebor, yang di negara maju telah diganti mesin. Di pabrik baja dan pengecoran logam, biasanya dipakai gerinda mesin sehingga pekerjaan menggerinda dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Tukul mekanis sering diganti dengan kempa, yang beroperasi secara otomatis. Pada pekerjaan kehutanan dipakai gergaji mesin yang menimbulkan getaran tangan-lengan kepada operatornya. Demikian pula dengan pengeras jalan yang digunakan pada pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan jalan.

Dua gejala terutama ditemukan sehubungan dengan pengaruh getaran mekanis kepada tangan-lengan tersebut sebagai berikut (Suma’mur, 2009):

a. Kelainan pada peredaran darah dan persarafan; b. Kerusakan pada persendian dan tulang.

Gejala kelainan peredaran darah dan persarafan sangat mirip dengan fenomin Raynaud, yaitu keadaan pucat dan biru (sianosis, cyanosis) yang terjadi berulang-ulang pada tangan, dengan mulai tampak pada saat tenaga kerja berada pada lingkungan kerja dengan suhu udara dingin, tanpa adanya secara klinis penyumbatan pembuluh darah tepi serta kelainan gizi dan bila kelainan itu ada, hanya terbatas pada kelainan kulit saja.

Pada kebanyakan tenaga kerja, tingkat akhir kelainan akibat getaran tangan-lengan masih memungkinkan yang bersangkutan bekerja dengan mesin atau alat yang bergetar. Namun pada berbagai hal, kelainan yang disebabkan getaran tangan-lengan keadaannya memburuk sekali, sehingga kapasitas kerja sama sekali terganggu dan tenaga kerja harus berhenti dari pekerjaannya. Dari sudut kecacatan akibat kerja, perasaan nyeri kurang pentingnya dibanding dengan

(11)

hilangnya perasaan tangan dan tangan yang tidak dapat digunakan sebagai mestinya. Hal ini terutama benar bagi tenaga kerja yang bekerja dengan tangan kanan dan memerlukan ketelitian terutama dengan menggunakan alat kecil yang berputar. Otot-otot yang menjadi lemah biasanya abduktor jari kelingking, otot-otot interossea (antar tulang) dan fleksor dari jari-jari.

Gejala-gejala hilang, manakala peredaran darah kembali normal. Hal ini dapat dilakukan dengan pemanasan tangan dengan air hangat / panas, pemijitan, meniupkan udara panas ke tangan dan menggerak-gerakkan atau menggerakkan tangan secara berputar. Namun pemulihan sepenuhnya biasanya belum terjadi dan gejala-gejala masih tetap ada, walaupun tenaga kerja tidak lagi mengalami getaran pada tangan dan lengannya.

Kelainan persendian dan tulang pada pekerja dengan tukul pnematik dan alat-alat yang getarannya berfrekuensi rendah adalah fenomin yang mekanismenya berlainan dari fenomin Raynaud. Sebab utama kerusakan persendian atau tulang adalah akibat kekerasan kepada tulang rawan yang dikarenakan oleh getaran. Gejala subyektifnya adalah rasa nyeri dan keterbatasan gerak pada sendi-sendi. Kelainan klinis yang ditemukan mungkin osteokondrosis dissekans, kerusakan kepada tulang radius dan persendian karpometakarpal pertama, rangsangan otot beserta perkapuran (myositis ossificans) pada muka depan humerus dan osteoartritis pada sendi bahu. Juga terjadi dekalsifikasi (berkurangnya kadar kalsium tulang). Namun sendi bahu jarang terganggu dibandingkan dengan sendi-sendi pergelangan tangan dan siku.

(12)

Parameter besarnya risiko bahaya getaran mekanis berfrekuensi rendah adalah tenaga yang disalurkan kepada tangan dan terbesar adalah dari frekuensi 30 Hz. Maka terdapat kesulitan, oleh karena untuk pencegahan dan perlindungan terhadap fenomin Raynaud disyaratkan peredam dengan frekuensi yang rendah, sedangkan untuk mencegah efek buruk kepada persendian dan tulang dianjurkan frekuensi yang lebih tinggi. Maka dari sudut energi getaran (E = a2w2), dapat ditinggikan frekuensi dengan dikurangi amplitudo. Tetapi peralatan sering memberikan suatu amplitudo minimum, agar kualitas kerja dan hasil kerja tetap pada kondisi yang sebaik-baiknya.

2.2.2.1 Nilai Ambang Batas Getaran Mekanis Tangan-Lengan

Nilai ambang batas getaran mekanis untuk pemaparan tangan-lengan dengan parameter percepatan pada sumbu yang dominan adalah 4 meter/detik2 atau 0,40 gravitasi g (SNI 16-7063-2004). Dalam hal intensitas getaran mekanis tangan-lengan melebihi NAB-nya, dapat dilakukan upaya pengendalian dengan mengurangi upaya pemaparan yang diatur menurut nilai percepatan getaran mekanis pada tangan-lengan (Tabel 1).

Tabel 2.1 Pengendalian Waktu Pemaparan Menurut Nilai Percepatan Getaran Mekanis tangan Lengan (Suma’mur, 2009).

Waktu pemaparan per hari kerja (jam)

Nilai percepatan (meter/detik2)

Nilai Percepatan (g meter/detik2)

4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,40

2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61

1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81

Kurang dari 1 jam 12 1,22

(13)

bergetar adalah akselerometer atau transducer yaitu sensor untuk mengukur percepatan yang disebabkan oleh getaran. Bekerjanya alat pengukur adalah merubah energi percepatan getaran menjadi energi listrik (piezoelectric accelerometer type), kemudian energi listrik dalam bentuk arus menggerakkan jarum skala atau alat digital dan dengan demikian perubahan angka yang ditunjukkan jarum dapat langsung dibaca. Sebelum digunakan akselerometer harus dikalibrasi. Frekuensi yang alat tersebut peka untuk mengukurnya adalah 5-1500 Hz. Akselerometer dipasang pada pegangan tangan atau alat. Pengukuran percepatan dilakukan pada 2 atau 3 sumbu koordinat. Arah percepatan getaran mekanis tangan-lengan diukur dengan menggunakan 1 dari 2 sistem koordinat yaitu sistem biodinamis dan basisentris. Sistem basisentris menunjukkan arah percepatan pada pegangan alat atau mesin, sedangkan sistem biodinamis menunjukkan arah percepatan pada tangan.

2.3 Kelelahan

Kelelahan (kelesuan) adalah perasaan subjektif, tetapi berbeda dengan kelemahan dan memiliki sifat bertahap (Kuswana, 2014). Tidak seperti kelemahan, kelelahan dapat diatasi dengan periode istirahat. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik atau mental. Secara medis, kelelahan adalah gejala nonspesifik, yang berarti bahwa ia memiliki banyak penyebab. Kelelahan dianggap sebagai gejala, bukan tanda karena merupakan perasaan subjektif dilaporkan oleh pasien, daripada satu tujuan yang dapat diamati oleh orang lain. Kelelahan fisik atau kelelahan otot adalah ketidakmampuan fisik sementara otot untuk tampil maksimal. Permulaan kelelahan otot selama aktivitas fisik secara

(14)

bertahap, dan bergantung pada tingkat kebugaran fisik individu dan juga pada faktor-faktor lain, seperti kurang tidur dan kesehatan secara keseluruhan. Hal ini dapat diperbaiki dengan istirahat.

Menurut Gandevia S.C. (2001) yang dikutip oleh Kuswana, menuliskan bahwa komponen utama dari kelelahan dipicu oleh peningkatan tingkat serotonin dalam sistem saraf pusat. Selama aktivitas saraf motorik, serotonin dirilis pada sinapsis yang motoneurons kontak mempromosikan kontraksi otot. Kelelahan adalah hasil yang normal, stres mental, overstimulasi dan understimulation, jet lag

atau rekreasi aktif, depresi, dan juga kebosanan, penyakit, dan kurang tidur. Hal ini juga mungkin memiliki penyebab kimia, seperti keracunan atau mineral atau kekurangan vitamin. Kehilangan darah kronis sering menyebabkan kelelahan, seperti halnya kondisi lain yang menyebabkan anemia. Kelelahan berbeda dengan mengantuk, di mana pasien merasa bahwa tidur diperlukan. Kelelahan adalah respon normal terhadap pengerahan tenaga fisik atau stres, tetapi juga bisa menjadi tanda dari gangguan fisik.

2.3.1 Pengertian Kelelahan Kerja

Ada beberapa teori kelelahan kerja yaitu :

1. Kelelahan kerja merupakan proses menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Ada beberapa macam kelelahan yang dikenal dan diakibatkan oleh faktor-faktor berbeda seperti :

(15)

a. Lelah otot, yang dalam hal ini bisa dilihat dalam bentuk munculnya gejala kesakitan yang sangat ketika otot harus menerima beban yang berlebihan.

b. Lelah visual, yaitu lelah yang diakibatkan ketegangan yang terjadi pada organ visual (mata). Mata yang terkonsentrasi secara terus-menerus pada suatu objek (layar monitor) seperti yang dialami operator komputer misalnya akan terasa lelah. Cahaya yang terlalu kuat yang mengenai mata juga akan bisa menimbulkan gejala yang sama.

c. Lelah mental, dimana dalam kasus ini datangnya kelelahan bukan diakibatkan secara langsung oleh aktivitas fisik, melainkan lewat kerja mental (proses berpikir sebagai contoh). Lelah mental ini seringkali pula disebut sebagai lelah otak.

d. Lelah monotonis, adalah sejenis kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang bersifat rutin, monoton ataupun lingkungan kerja yang sangat menjemukan (Wignjosoebroto yang dikutip oleh Restika, 2005).

2. Kelelahan kerja (Job Burnout) adalah sejenis stress yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap manusia lainnya, seperti perawatan kesehatan, pendidikan, kepolisian, keagamaan, dan sebagainya. Suatu studi mengenai kesehatan menttal pekerja menemukan bahwa orang-orang yang mengalami perasaan tidak simpatik tentang kliennya atau konsumen yang dilayaninya juga

(16)

banyak menceritakan hal-hal buruk tentang kliennya atau konsumen yang dilayaninya kepada rekan kerjanya sehingga menciptakan suatu atmosfir negatif di antara satuan kerja tersebut. Pekerja yang mengalami kelelahan kerja ini juga akan sering tidak masuk kerja dan mengambil waktu istirahat (Wignjosoebroto yang dikutip oleh Restika, 2005).

3. Kelelahan kerja merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu, yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya (Nasution yang dikutip oleh Restika, 2005).

2.3.2 Jenis Kelelahan Kerja

Menurut Suma’mur (2009), kata lelah (fatique) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja.Berdasarkan proses dalam otot terdapat dua jenis kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot ditandai antara lain tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Pada tahap ini menurunnya kinerja sesudah mengalami stress tertentu yang ditandai dengan menurunnya kekuatan dan kelambanan gerak. Kelelahan umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja, yang penyebabnya adalah persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis. Akar masalah kelelahan umum adalah monotonnya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan dengan kehendak tenaga kerja yang bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi

(17)

semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik batin serta kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja.

Sedangkan berdasarkan waktu terjadinya, kelelahan kerja terdiri atas kelelahan akut dan kelelahan kronis. Berdasarkan pendapat Nasution yang dikutip oleh Restika (2005), kelelahan akut terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan. Kelelahan kronis menurut pendapat Wignjosoebroto yang dikutip oleh Restika (2005) yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus menerus dan terakumulasi. Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis ini dapat dicirikan seperti :

a. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran atau a-sosial terhadap orang lain.

b. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan. c. Depresi yang berat, dan lain-lain.

2.3.3 Gejala Kelelahan Kerja

Suatu daftar gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubungannya dengan kelelahan kerja adalah (Suma’mur, 2009):

1. Perasaan berat di kepala; 2. Menjadi lelah seluruh badan; 3. Kaki merasa berat;

4. Menguap;

5. Merasa kacau pikiran; 6. Mengantuk;

(18)

7. Merasa berat pada mata;

8. Kaku dan canggung dalam gerakan; 9. Tidak seimbang dalam berdiri; 10.Mau berbaring;

11.Merasa susah berpikir; 12.Lelah bicara;

13.Gugup;

14.Tidak dapat berkonsentrasi;

15.Tidak dapat memfokuskan perhatian pada sesuatu; 16.Cenderung untuk lupa;

17.Kurang kepercayaan diri; 18.Cemas terhadap sesuatu; 19.Tidak dapat mengontrol sikap;

20.Tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan; 21.Sakit kepala;

22.Kekakuan di bahu;

23.Merasa nyeri di punggung; 24.Merasa pernafasan tertekan; 25.Merasa haus;

26.Suara serak; 27.Merasa pening;

28.Spasme kelopak mata; 29.Tremor pada anggota badan;

(19)

30.Merasa kurang sehat.

Gejala perasaan atau tanda kelelahan 1-10 menunjukkan melemahnya kegiatan, 11-20 menunjukkan melemahnya motivasi dan 20-30 gambaran kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan.

2.3.4 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor yang mungkin berhubungan dengan pekerjaan, gaya hidup, atau kombinasi keduanya. Faktor kerja terkait dapat mencakup hal-hal berikut ini (Kuswana, 2014).

a. Waktu kerja,

b. Penjadwalan dan perencanaan (misalnya, pola daftar, panjang dan waktu shift),

c. Waktu istirahat yang tidak memadai, d. Lamanya waktu terjaga,

e. Waktu pemulihan cukup antara shift,

f. Insentif pembayaran yang dapat menyebabkan bekerja shift lagi,

g. Kondisi lingkungan (misalnya, iklim, cahaya, kebisingan, desain

workstation),

h. Jenis pekerjaan yang dilakukan (misalnya, fisik maupun mental menuntut kerja),

i. Tuntutan pekerjaan ditempatkan pada orang (misalnya, jangka waktu, tenggang waktu, intensitas),

j. Budaya organisasi,

(20)

Faktor gaya hidup dapat meliputi hal-hal berikut ini.

a. Mutu tidur yang tidak memadai atau buruk akibat gangguan tidur (misalnya, sleep apnae),

b. Kehidupan sosial,

c. Tanggung jawab keluarga, d. Pekerjaan lain,

e. Waktu tempuh (dapat dianggap waktu kerja dalam beberapa kasus),

f. Kesehatan dan kesejahteraan (misalnya, gizi dan diet, olahraga, nyeri, penyakit).

2.3.5 Pengukuran Kelelahan Kerja

Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan kerja yang baku karena kelelahan merupakan suatu perasaan yang subjektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin.

Banyak dikenal parameter yang digunakan untuk mnegukur kelelahan kerja (Suma’mur, 2009) antara lain : Waktu Reaksi Seluruh Tubuh atau Whole Body ReactionTester (WBRT), Uji Ketuk Jari (Finger Tapping Test), Uji Flicker Fusion, Uji Critical Fusion, Uji Bourdon Wiersma, Skala Kelelahan IFRC (Industrial Fatique Rating Committee, Skala Fatique Rating (FR Scala), Ekresi Katekolamin, Stroop Test, dan Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2).

Sedangkan menurut Kuswana (2014) pengukuran kelelahan dapat dilakukan melalui berbagai cara.

(21)

b. Mengukur kecepatan pernafasan, c. Mengukur tekanan darah,

d. Menghitung jumlah kadar oksigen yang dikonsumsi, e. Menghitung perubahan suhu tubuh,

f. Perubahan komposisi kimia darah dan urine, g. Jumlah karbon dioksida yang terhirup.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian kelelahan secara subyektif yang berskala Industrial Fatique Research Committee (IFRC) yang diambil dari Industrial Fatique Research Committee Of Japanese Association Of Industrial Health (IFRC Jepang).Kuesioner digunakan untuk mengukur kelelahan pekerja yang berjumlah 30 pertanyaan tentang gejala kelelahan umum terdiri dari 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi, dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik (Tarwaka, 2004). Jadi dengan menggunakan kuesioner ini, kita dapat mengetahui gambaran tingkat kelelahan subyektif yang dialami pekerja mulai dari akibat pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi, maupun akibat kelelahan fisik.

Gambar

Tabel  2.1  Pengendalian  Waktu  Pemaparan  Menurut  Nilai  Percepatan  Getaran  Mekanis tangan Lengan (Suma’mur, 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dapat menemukan ciri yang khas dari sinyal EEG maka diperlukan metode pengolahan yang tepat, dalam penelitian ini ciri diperoleh dari hasil ekstraksi

Tepung Spirulina sp yang dibutuhkan pada pakan berpengaruh terhadap peningkatan kecerahan warna ikan sumatra dengan yang terbaik berada pada perlakuan E yaitu

Pendekatan latihan penyelesaian masalah dan membuat keputusan dalam permainan aplikasi mudah alih adalah satu pendekatan terbaik mengatasi isu-isu berkaitan

Peran dan Fungsi Tenaga Kesehatan Pada Home Care.. Kondisi

Meskipun pembelajaran koope- ratif tipe TTW memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, namun proporsi siswa yang memiliki kemampuan

Pada proses ( Disolving Kraft Pulp ) DKP Pre-Hydrolisis merupakan tahapan awal dari proses pemasakan setelah pengisian chip prehydrolisis dimasukkan untuk mengelolah

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

iv. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan,