• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mfk 6 Panduan Kesiapan Bencana- Disaster Plan Rumah Sakit Vita Insani Final

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mfk 6 Panduan Kesiapan Bencana- Disaster Plan Rumah Sakit Vita Insani Final"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PENANGGULANGAN BENCANA

RUMAH SAKIT VITA INSANI

RUMAH SAKIT VITA INSANI

JL. MERDEKA NO. 329

(2)

I. Pendahuluan

Bencana bisa terjadi dimana saja, baik di dalam Rumah Sakit maupun di luar rumah sakit, merupakan suatu potensi ataupun suatu resiko yang harus kita terima. Hal ini bisa terjadi karena faktor alam, yang disebut bencana alam, serta bencana industri, yang disebabkan karena human error, atau kecelakaan karena sifat bahan / material yang diolah dan sifat pekerjaan yang mengandung sumber bahaya.

Bencana terjadi setiap saat, dengan rangkaian mata rantai terakhir berupa kerugian moril, materiil, begitu juga banyaknya korban akibat bencana tersebut. Kehilangan anggota keluarga, kehilangan sumber pencaharian, kehilangan rumah, mobil, bahkan kehilangan nyawa, belum lagi gangguan psikologis akibat trauma yang ditimbulkan bencana tersebut. Untuk dapat mengurangi jumlah korban jiwa manusia akibat bencana ini perlu adanya usaha pertolongan medik darurat (pra-rumah sakit dan atau di rumah sakit) yang melibatkan berbagai unsur kesehatan dari berbagai instansi pemerintah maupun swasta secara terpadu dan terintegrasi. Sehingga diperlukan adanya suatu upaya kesiapsiagaan dan kewaspadaan dalam memberikan pertolongan medik darurat terutama di rumah sakit (Hospital disaster Planning).

Dalam usaha efektivitas pelaksanaan penanggulangan bencana tersebut maka dengan ini di susun buku Pedoman Penanggulangan Bencana yang diberlakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Cicik

II. Tujuan

a. Sebagai pedoman dalam menanggulangi bencana yang terjadi,baik dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang mengenaipegawai, pasien, pengunjung dan masyarakat sekitar. b. Menentukan tanggung jawab dari masing-masing personel dan unit kerja pada saat terjadinya

bencana

c. Sebagai acuan dalam penyusunan standar prosedur operasional dalam penanggulangan kegawat daruratan

(3)

BATASAN DISASTER/BENCANA

II.1. PENGERTIAN

Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak atau secara berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan yang normal atau kerusakan ekosistem sehingga diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan manusia beserta lingkungannya.

Bencana (disaster) pada dasarnya merupakan suatu kejadian dimana terdapat korban manusia, kerusakan materi, kebutuhan yang melebihi sumber daya lokal, dan terganggunya mekanisme kehidupan sehari-hari. Korban massal adalah banyaknya korban dengan penyebab kejadian yang sama, sehingga membutuhkan pertolongan medik yang lebih memadai dalam hal fasilitas maupun tenaga sehingga dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat.

Sistem Penatalaksanaan korban bencana massal adalah satu kelompok yang terdiri dari unit-unit, organisasi dan sektor-sektor yang bekerjasama dengan menggunakan tatacara tetap untuk meminimalkan tingkat kematian dan kecacatan korban bencana massal dengan menggunakan segala sumber daya yang ada secara efisien.

Sistem penatalaksanaan korban bencana massal didasarkan pada :

1. Tatacara penilaian awal, dipergunakan dalam prosedur kegawatdaruratan rutin yang dapat diadaptasi untuk kecelakaan-kecelakaan besar.

2. Penggunaan sumber daya secara maksimal. 3. Persiapan dan respon multi sektoral.

4. Koordinasi yang terencana baik dan teruji. Triase

adalah tindakan pemilihan korban sesuai kondisi kesehatannya untuk mendapat label tertentu dan kemudian dikelompokkan serta mendapatkan pertolongan / penanganansesuai dengan kebutuhan Korban akan terbagi dalam lima kondisi kesehatan, sebagai berikut :

(4)

Korban yang tak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban dengan :

- Fraktur minor

- Luka minor, luka bakar minor b. Label Kuning

Korban dengan cidera berat yang perlu mendapatkan perawatan khusus dan kemudian dapat dipulangkan atau dirawat di rumah sakit atau dirujuk ke rumah sakit lain, termasuk dalam kategori ini :

- Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen berat)

- Fraktur disable

- Luka bakar luas

- Gangguan kesadaran / trauma kepala

c. Label merah

Korban dengan cidera berat yang memerlukan observasi ketat, kalau perlu tindakan operasi. Dengan kemungkinan harapan hidup yang masih besar dan memerlukan perawatan rumah sakit atau rujuk ke rumah sakit lain, termasuk dalam kategori ini :

- Syok oleh berbagai kausa

- Gangguan pernapasan

- Trauma kepala dengan pupil anisokor

- Perdarahan eksternal missal

d. Label hitam

Korban yang sudah meninggal dunia. Ditempatkan di Lobi Tengah

Siaga

Adalah suatu keadaan dimana pada waktu yang bersamaan korban di rumah sakit dalam jumlah yang besar sehingga memerlukan penanggulangan khusus, dan dapat terjadi di dalam maupun di luar jam kerja.

Pesan Siaga dari Pusat Komunikasi (dibagian umum) harus disampaikan langsung kepada IGD (melalui telepon) informasi ini harus diterima langsung oleh perawat atau dokter jaga, kemudian berkoordinasi dengan direktur, manajer pelayanan dan koordinator perawat

(5)

mengaktifkan rencana penanggulangan bencana rumah sakit. Setelah itu operator akan memanggil/memobilisasi tenaga penolong yang tercantum dalam daftar.

Berdasarkan kondisi dan kemampuan Rumah sakit, maka kondisi siaga dibagi menjadi dua tingkat :

a. Siaga I (satu) : jumlah korban 5 – 10 orang

- Jumlah korban melebihi kapasitas IGD RSVI, sehingga harus dibantu dengan memobilisasi petugas dari unit kerja lain, tapi masih terbatas di dalam lingkungan rumah sakit.

- Pekerjaan rutin sebagian tertunda, sebagian masih dapat dilakukan tanpa terganggu. b. Siaga II (dua) : lebih dari 10 orang

- Jumlah korban melebihi kemampuan pelayanan IGD RSVI, sehingga harus memobilisasi sebagian besar petugas RSVI termasuk karyawan yang sedang tidak bertugas

II.2. KATEGORI BENCANA / DISASTER

Yang termasuk dalam kategori bencana/disaster di Rumah Sakit : 1. Intern

Bencana yang berasal dari intern rumah sakit dan menimpa rumah sakit dengan segala obyek vitalnya yaitu pasien, pegawai, material dan dokumen.

Contoh: Kebakaran di Rumah Sakit

2. Ekstern

Bencana bersumber berasal dari luar rumah sakit yang dalam waktu singkat mendatangkan korban bencana dalam jumlah melebihi rata-rata keadaan biasa sehingga memerlukan penanganan khusus dan mobilisasi tenaga pendukung lainnya.

Contoh: Korban keracunan massal, korban kecelakaan missal, bencana alam,dll. II.3. KODE-KODE EMERGENSI

(6)

Code Red adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman kebakaran di lingkungan rumah sakit (api maupun asap), sekaligus mengaktifkan tim siaga bencana rumah sakit untuk kasus kebakaran. Dimana tim ini terdiri dari seluruh personel rumah sakit, yang masing-masing memiliki peran spesifik yang harus dikerjakan sesuai panduan tanggap darurat bencana rumah sakit. Misalnya; petugas teknik segera mematikan listrik di area kebakaran, perawat segera memobilisasi pasien ke titik-titik evakuasi, dan sebagainya. 2. Code Blue (Biru)

Code Blue adalah kode yang mengumumkan adanya pasien,keluarga pasien, pengunjung, dan karyawan yang mengalami henti jantung dan membutuhkan tindakan resusitasi segera. Pengumuman ini utamanya adalah untuk memanggil tim medis reaksi cepat atau tim code blue yang bertugas pada saat tersebut, untuk segera berlari secepat mungkin menuju ruangan yang diumumkan dan melakukan resusitasi jantung dan paru pada pasien. Tim medis reaksi cepat (tim code blue) ini merupakan gabungan dari perawat dan dokter yang terlatih khusus untuk penanganan pasien henti jantung. Karena setiap shift memiliki anggota tim yang berbeda-beda, dan bertugas pada lokasi yang berbeda-beda pula (pada lantai yang berbeda atau bangsal/ruang rawatan yang berbeda); diperlukan pengumuman yang dapat memanggil mereka dengan cepat.

3. Code Pink (Merah muda)

Code Pink adalah kode yang mengumumkan adanya penculikan bayi/ anak atau kehilangan bayi/ anak di lingkungan rumah sakit.Secara universal, pengumuman ini seharusnya diikuti dengan lock down (menutup akses keluar-masuk) rumah sakit secara serentak.Bahkan menghubungi bandar udara, terminal, stasiun dan pelabuhan terdekat untuk kewaspadaan terhadap bayi korban penculikan.

4. Code Black (Hitam)

Code black adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman orang yang membahayakan (ancaman orang bersenjata atau tidak bersenjata yang mengancam akan melukai seseorang atau melukai diri sendiri), ancaman bom atau ditemukan benda yang dicurigai bom di lingkungan rumah sakit dan ancaman lain.

(7)

Code Brown adalah kode yang mengumumkan pengaktifan evakuasi pasien, pengunjung dan karyawan rumah sakit pada titik-titik yang telah ditentukan. Pada intinya, menginisiasi tim evakuasi untuk melaksanakan tugasnya.

BAB III

STAF DAN PIMPINAN

Kepengurusan

1. Jabatan ketua Tim Penanggulangan Bencana adalah seorang dari profesi medis yang senior dan mempunyai pengalaman di bidang penanganan bencana serta benar-benar ahli dalam mengelola operasi penanggulangan bencana

(8)

2. Koordinator Tim Penanggulangan Bencana adalah seorang dari pimpinan unit pelanan umum, pelayanan medik, manajer logistik, manejer keuangan dan humas, yang terampil serta punya kemampuan, skill dan pengetahuan yang memadai.

Masa Kerja

Masa kerja dari Ketua Tim Penanggulangan Bencana tidak tak terbatas, dan bisa ditetapkan untuk masa kerja 5 tahun dan dapat dipilih kembali.

BAB IV

ORGANISASI DAN TATA KERJA KEDUDUKAN TIM PENANGGULANGAN BENCANA

1. Tim penanggulangan bencana adalah wadah non struktural di bawah Kepala Rumah Sakit

2. Tim Penanggulangan Bencana dipimpin oleh Ketua Tim sebagai pemegang komando (Incident Commander)

(9)

- Koordinator Humas

- Koordinator Petugas Lapangan - Koordinator Logistik

- Koordinator transportasi dan akomodasi - Koordinator Dana

TUGAS FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB

No Jabatan Fungsional Tugas dan Tanggung jawab 1 Komandan Tim Penanggulangan

Bencana

- Penentuan kebijakan penanggulangan keadaan darurat bencana

- Pimpinan tertinggi dalam penanggulangan bencana - Mengkoordinir para koordinator dibawahnya

- Melakukan koordinasi dengan pihak internal maupun eksternal

- Bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan personel penanggulangan insiden, masyarakat, dan penyelesaian tugas-tugas operasi penanggulangan insiden

2 Koordinator Humas (Public Relation Section)

- Meliput secara kronologis kejadian dan usaha penanggulangan keadaan darurat

- Membuat dokumentasi

- Memberi informasi kepada instansi berwenang mengenai kejadian serta mengatur atau melayani pejabat, pers, mass media yang datang untuk meminta informasi yang dibutuhkan yang berkaitan dengan kejadian, bila diperlukan 3 Koordinator perencanaan dan

operasional (Petugas Lapangan)

- Membuat perencanaan kegiatan (incident action plan) - Bertanggungjawab untuk menerima dan melaksanakan

Incident Action Plan (IAP)

- Untuk insiden yang sklanya kecil, IAP dapat dibuat tanpa tertulis

- Untuk insiden yang lebih besar skalanya atau lebih komplek, IAP dibuat dalam bentuk dokumen tertulis dan dibawah arahan Komandan Tim

- Melapor kepada Komandan Tim

- Menentukan sumber daya dan organisasi yang diperlukan 4 Koordinator Logistik - Menyediakan fasilitas pelayanan (alat komunikasi, alat

(10)

mengoperasikan peralatan medis

- Memegang peranan penting dalam mendukung operasi untuk jangka panjang

5 Koordinator transportasi dan akomodasi

- Melaksanakan koordinasi kelancaran transportasi di lingkungan terjadinya bencana guna menunjang kelancaran penanggulangan keadaan darurat

- Mengatur persiapan transportasi

- Mempersiapkan akomodasi semua anggota tim

6 Koordinator Dana - Mempersiapkan kebutuhan dana untuk keperluan semua operasional semua anggota tim

- Menelusuri biaya penanggulangan insiden dan penggantian biaya

- Membukakan semua biaya untuk operasi penanggulangan bencana

PENGELOLALAAN SDM

1. Kesiapan sebelum penugasan 2. Prosedur penugasan

3. Prosedur demobilisasi Kesiapan Sebelum Penugasan

- Persiapkan diri sebelum ada penugasan. - Ikuti pelatihan-pelatihan yang diperlukan.

- Mengenali posisi apa yang akan anda tempati dalam organisasi penanggulangan insiden, akan membantu dalam persiapan.

- memiliki daftar periksa / Checklist untuk semua kebutuhan yang diperlukan ini. - Sebuah “Go Kit” sebelumnya akan menghemat waktu antara pengerahan dan check

in.

Go Kit anda diharapkan terdiri dari barang-barang yang akan diperlukan dalam setiap insiden:

o Tanda pengenal o Pena, pensil, spidol o Kertas

(11)

o Kebijakan, prosedur, dan instruksi yang akan diperlukan dalam penanganan insiden

o Peta/tataletak

o Selotip dan paku tancap o Clipboard

Beberapa barang-barang keperluan pribadi yang juga perlu dimasukkan dalam Go Kit anda diantaranya adalah sebagai berikut:

o Satu atau lebih pakaian ganti (termasuk sepatu), khususnya jika anda akan dikerahkan beberapa periode waktu.

o Jaket

o Lampu senter o Obat-obatan o Makanan ringan

o Bacaan dan radio tape player untuk pengisi waktu istirahat. Prosedur Penugasan

Cari atasan langsung anda untuk mendapatkan informasi penting untuk melakukan pekerjaan anda:

- Apa status terkini?

- Apa tanggung jawab kerja anda yang khusus - Kapan anda harus melapor dan dimana? - Apa penugasan anda?

- Kepada siapa anda akan melapor (nama, jabatan)? - Berapa lama anda akan ditugaskan?

- Apa peran anda? Apakah anda punya otoritas untuk mengambil keputusan? Apakah anda seorang Supervisor? Jika ya, berapa orang yang akan anda awasi?

- Prosedur apa yang berlaku untuk menghubungi Supervisor anda sehari-hari? - Bagaimana keluarga anda dapat menghubungi anda bila dalam keadaan darurat? - Buat catatan selama briefing, khususnya bila anda memiliki bawahan yang juga perlu

mendapatkan briefing dari anda.

- Buat catatan terhadap kegiatan-kegiatan yang anda lakukan, yang mungkin akan diperlukan dikemudian hari.

(12)

- Persiapkan diri sebelum ada penugasan.

- Demobilisasi tidak hanya sekedar pulang ke rumah.

- Semua pekerjaan yang sedang berlangsung harus sudah selesai, kecuali ada arahan lain.

- Pastikan semua catatan dan dokumen anda sudah diperbaharui

- Berikan penjelasan pada pengganti anda atau Supervisor anda tentang status dari semua pekerjaan

- Berikan penjelasan pada bawahan anda dan perkenalkan pengganti anda, jika diperlukan.

- Kembalikan atau alihkan semua peralatan yang menjadi tanggung jawab anda. - Ikuti prosedur check out yang berlaku sebelum meninggalkan lokasi

(13)

BAB V

PERENCANAAN LOGISTIK, KOMUNIKASI, DAN KOORDINASI

PERENCANAAN LOGISTIK

Pos Komando Penanggulangan Insiden

- Tempat yang berfungsi sebagai pusat komando utama. - Seorang Incident Commander bertempat di sini.

- Tanggungjawab pertama seorang Incident Commander adalah memberikan perintah. - Dengan memberikan perintah, berarti juga memberikan arahan dan otoritas /

kewenangan serta komunikasi yang jelas dalam penanggulangan insiden.

- Sebuah syarat dimana seorang Incident Commander dapat memberikan perintah adalah dengan mendirikan Incident Commando Pos (ICP) pada setiap insiden

- Lokasi ICP harus diumumkan kepada semua penanggungjawab dan disebarluaskan sehingga semua personil mengetahui lokasinya.

Staging Areas

- Lokasi-lokasi yang didirikan di daerah insiden dimana sumber daya (orang, peralatan, dll) ditempatkan sambil menunggu penugasan.

- Staging Area dikelola dibawah koordinator perencanaan dan operasional.

- Apabila insiden berkembang, tambahan sumberdaya diperlukan untuk penanggulangan insiden. Untuk menghindari masalah yang dapat terjadi dari penumpukan terlalu banyak sumberdaya dan untuk mengelola sumber daya yang tersedia secara efektif, Ketua Tim akan mengidentifikasi kebutuhan untuk satu atau lebih Staging Area

- Sama dengan ICP, Staging Area diberikan nama dan identifikasi.

- Staging Area dapat dipindahkan jika diperlukan, tetapi harus selalu dapat diidentifikasi dengan jelas.

Base

- Base memberikan pelayanan utama dan aktivitas pendukung untuk penanggulangan insiden.

(14)

- Base adalah tempat dimana Koodinator Logistik /Logistic Section dan barang – barang supply ditempatkan.

- Kebutuhan atau fasilitas lain yang mungkin diperlukan, bergantung pada faktor-faktor khusus dalam sebuah insiden, seperti

Camp

- Camp terpisah dari Incident Base, dilengkapi dengan fasilitas dan tenaga untuk menyediakan makanan, air, tempat tidur dan sanitasi untuk personil penanggulangan insiden

PERALATAN

- Set Penanggulangan Bencana Bag

- Alat komunikasi telepon, yang dapat dipergunakan untuk hubungan dengan seluruh satuan kerja RS dan juga hubungan dengan luar RS Vita Insani.

PERENCANAAN KOMUNIKASI DAN KOORDINASI PROSES

PENGAKTIFAN TIM PENANGGULANGAN BENCANA

Penerima berita pertama

(15)

- Bila jam kerja bisa langsung melaporkan kepada TPB (Tim Penanggulangan Bencana)

- Bila diluar jam kerja, penerima berita bisa menyampaikan berita tersebut kepada supervisor, kemudian supervisor meneruskan berita kepada Ketua TPB.

- Komandan Tim penanggulangan bencana (TPB) :

a. Menginformasikan kepada koordinator – koordinator dibawahnya untuk mempersiapkan semua persiapan TPB (sesuai uraian tugas diatas)

b. Mengkoordinasikan situasi dan kondisi bencana kepada unit – unit terkait untuk langkah-langkah berikutnya.

EVALUASI

Koordinator humas segera melakukan evaluasi penanganan bencana sebagai berikut :

1. Mengadakan penelitian dan laporan yang telah dilakukan terhadap korban selama proses penanganan korban bencana.

2. Mengambil langkah dalam usaha memberikan pelayanan kepada pasien pasca bencana. 3. Mengevaluasi proses kegiatan dan kendala – kendala yang dihadapi Tim Penanggulangan

Bencana untuk perbaikan apabila terjadi bencana selanjutnya

BAB VI

PROSEDUR PENANGGULANGAN BENCANA DI RUMAH SAKIT PENATALAKSANAAN KORBAN BENCANA MASSAL RUMAH SAKIT Proses Penyiagaan

Pesan siaga dari pusat komunikasi harus disampaikan langsung kepada Instalasi Gawat Darurat (melalui telepon atau radio). Informasi ini harus diterima langsung oleh perawat atau dokter jaga. Kemudian bekerja sama dengan petugas administrasi (perawat dibagian administrasi,

(16)

Kepala RS, Direktur Bidang Medis), keputusan mengaktifkan rencana penatalaksanaan korban bencana massal di rumah sakit, akan dibuat. Setelah itu operator telepon Rumah Sakit akan mulai memanggil/memobilisai tenaga penolong yang tercantum dalam daftar

Mobilisasi

1. Tim Siaga Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit

Jika kecelakaan terjadi dalam radius 20 menit dari Rumah Sakit, Tim Siaga Penanggulangan Bencana di RS akan segera di berangkatkan ke lokasi kejadian. Jika kecelakaan tersebut terjadi dalam jarak lebih dari 20 menit dari RS, tim tersebut hanya akan diberangkatkan berdasarkan permintaan Tim Kesehatan Daerah.

2. Petugas Rumah Sakit a. Petugas Kunci

Bila terjadi bencana massal, rumah sakit harus segera menghubungi tenaga utama Rumah Sakit tersebut (Direktur Rumah Sakit, Kepala Pelayanan Medik, Kepala Urusan Rumah Tangga, Petugas Gudang, dan semua anggota tim Hospital Disaster Plan)

b. Pengerahan Petugas

Mobilisasi Internal Petugas Rumah Sakit Petugas Unit Gawat Darurat yang diberangkatkan ke lokasi kecelakaan harus segera digantikan dengan petugas dari keperawatan lain. Petugas dari bagian lain juga harus membantu mempersiapkan ruangan yang akan dipergunakan untuk menampung korban kecelakaan massal tersebut.

Mobilisasi Sentripetal Petugas Rumah Sakit

Bantuan harus diberikan kepada unit-unit utama dalam penanggulangan kecelakaan massal di rumah sakit, yaitu unit gawat darurat, unti bedah, kamar operasi, laboratorium, radiologi dan unit perawatan intensif, dan petugas-peugas lain seperti Kepala Perawat, petugas dapur, ruang cuci, petugas gudang, petugas keamanan dan operator telepon harus pula dimobilisasi.

(17)

c. Koordinasi dengan sektor lain

Sesuai dengan rencana penatalaksanaan korban bencana massal nasional, rumah sakit akan berkoordinasi dengan sektor-sektor berikut :

1. Kepolisian

Rencana penatalaksanaan korban bencana massal nasional mencakup pengiriman langsung tenaga kepolisian dalam jumlah memadai ke rumah sakit segera setelah adanya bencana massal diumumkan secara resmi. Tenaga kepolisian ini akan membantu pengamanan rumah sakit dengan perhatian utama untuk mengamankan daerah dimana korban diterima dan semua pintu masuk ke rumah sakit. Jika dalam 15 menit setelah bencana massal diumumkan Polisi tidak menghubungi rumah sakit, operator telepon harus menghubungi pusat komunikasi, pusat penanggulangan gawat darurat, atau markas besar kantor polisi di daerah tersebut.

2. Koordinasi dengan Palang Merah

Palang Merah akan mengirimkan dua tim sukarelawan yang telah dilatih khusus ke rumah sakit dimana tim pertama akan bekerja di unit gawat darurat sedangkan tim lainnya dapat ditempatkan dimana saja tenaga mereka dibutuhkan.

3. Operator Radio Amatir

Operator radio amatir akan menghubungi Kepala Rumah Sakit dan akan menempatkan peralatan dimana dibutuhkan. Jika palang merah dan asosiasi radio amatir tidak menghubungi Rumah Sakit dalam 30 menit setelah kejadian bencana diumumkan, kepala rumah sakit menghubungi melalui Pusat Komunikasi Gawat Darurat Pos Komando di Rumah Sakit. Disetiap rumah sakit harus disediakan satu ruangan yang akan difungsikan sebagai Pos Komando selama bencana massal terjadi. Sebaiknya ruangan ini sudah dilengkapi dengan radio

(18)

dan telepon, atau telah dipersiapkan untuk pemasangan alat komunikasi tersebut. Ruangan ini harus mudah ditemukan/dicapai, dan cukup untuk menampung hingga 10 petugas.

Tim inti dari Pos Komando di Rumah Sakit ini beranggotakan : a. Kepala Rumah Sakit

b. Kepala Bidang Pelayanan Medik c. Kepala Urusan Rumah Tangga d. Sekretaris

e. Humas (yang akan berhubungan dengan keluarga korban dan media massa) Pengosongan Fasilitas Penerima Korban

Harus diusahakan untuk menyediakan tempat tidur di rumah sakit untuk menampung korbana bencana massal yang akan dibawa ke rumah sakit tersebut. Untuk menampung korban, pos komando rumah sakit harus segera memindahkan para penderita rawat inap yang kondisinya telah memungkinkan untuk dipindahkan.

Perkiraan Kapasitas Rumah Sakit

Daya tampung rumah sakit ditetapkan tidak hanya berdasarkan jumlah tempat tidur yang tersedia, tetapi juga berdasarkan kapasitasnya untuk merawat korban. Dalam suatu kecelakaan massal, “permasalahan” yang muncul dalam penanganan korban adalah kapasitas perawatan Bedah dan Unit

Perawatan Intensif.

Korban dengan trauma multipel, umumnya akan membutuhkan paling sedikit dua jam pembedahan. Jumlah kamar operasi efektif (mencakup jumlah kamar operasi, dokter bedah, ahli anastesi dan peralatan yang dapat berjalan secara simultan) merupakan penentu kapasitas perawatan bedah, dan lebih jauh kapasitas rumah sakit dalam merawat korban.

Perkiraan kapasitas rumah sakit dalam menolong korban bencana massal harus segera diputuskan oleh Komandan Tim Penanggulangan Bencana Rumah Sakit, dan segera menginformasikannya kepada Pos

(19)

Komando dilapangan sehingga korban dengan status “merah” dapat dibawa ke fasilitas kesehatan lainnya jika jumlah korban sudah melampaui kapasitas rumah sakit dalam menerima korban bencana massal.

PENERIMAAN KORBAN Lokasi

Tempat penerimaan korban di rumah sakit adalah tempat dimana triase dilakukan. Untuk itu dibutuhkan :

1. Akses langsung dengan tempat dimana ambulans menurunkan korban. 2. Merupakan tempat tertutup

3. Dilengkapi dengan penerangan yang cukup

4. Akses yang mudah ke tempat perawatan utama seperti Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, dan Unit Perawatan Intensif.

Jika penatalaksanaan pra-Rumah sakit dilakukan secara efisien, jumlah korban yang dikirim ke rumah sakit akan terkontrol sehingga setelah triase korban dapat segera dikirim ke unit perawatan yang sesuai dengan kondisi mereka. Tetapi jika hal ini gagal akan sangat banyak korban yang dibawa ke rumah sakit, sehingga korban-korban tersebut harus ditampung dulu dalam satu ruangan sebelum dapat dilakukan triase. Dalam situasi seperti ini daya tampung rumah sakit akan segera terlampaui.

Tenaga Pelaksana

Petugas triase di rumah sakit akan memeriksa setiap korban untuk konfirmasi triase yang telah dilakukan sebelumnya, atau untuk melakukan kategorisasi ulang status penderita. Jika penatalaksanaan pra-rumah sakit cukup adekuat, triase di rumah sakit dapat dilakukan oleh perawat berpengalaman di unit gawat darurat. Jika penanganan pra-rumah sakit tidak efektif, sebaiknya triase di rumah sakit dilakukan oleh dokter gawat darurat atau oleh ahli anastesi yang berpengalaman.

Hubungan dengan Petugas Lapangan

Jika sistem penatalaksanaan korban bencana massal telah berjalan dengan baik akan dijumpai hubungan komunikasi yang konstan antara pos komando rumah sakit, pos medis

(20)

lanjutan, dan pos komando lapangan. Dalam lingkungan rumah sakit, perlu adanya aliran informasi yang konstan antara tempat triase, unit-unit perawatan utama dan pos komando rumah sakit. Ambulans harus menghubungi tempat triase di rumah sakit lima menit sebelum ketibaannya di rumah sakit.

TEMPAT PERAWATAN DI RUMAH SAKIT Tempat Perawatan Merah

Untuk penanganan korban dengan trauma multipel umumnya dibutuhkan pembedahan sedikitnya selama 2 jam. Di kota-kota atau di daerah-daerah kabupaten dengan jumlah kamar operasi yang terbatas, hal ini mustahil untuk dilakukan sehingga diperlukan tempat khusus dimana dapat dilakukan perawatan yang memadai bagi korban dengan status “merah”. Tempat perawatan ini disebut “Tempat Perawatan Merah” yang dikelola oleh ahli anastesi dan sebaiknya bertempat di Unit Gawat Darurat yang telah dilengkapi dengan peralatan yang memadai dan disiapkan untuk menerima penderita gawat darurat.

Tempat Perawatan Kuning

Setelah triase korban dengan status “kuning” akan segera dipindahkan ke perawatan bedah yang sebelumnya telah disiapkan untuk menerima korban kecelakaan massal. Tempat ini dikelola oleh seorang dokter. Di tempat perawatan ini secara terus menerus akan dilakukan monitoring, pemeriksaan ulang kondisi korban dan segala usaha untuk mempertahankan kestabilannya. Jika kemudian kondisi korban memburuk, ia harus segera dipindahkan ketempat “merah”.

Tempat Perawatan Hijau

Korban dengan kondisi “hijau” sebaiknya tidak dibawa ke rumah sakit, tetapi cukup ke puskesmas atau klinik-klinik. Jika penatalaksanaan prarumah sakit tidak efisien, banyak korban dengan status ini akan dipindahkan ke rumah sakit. Tempat khusus untuk korban dengan status “hijau” ini berada jauh dari unit perawatan utama lainnya. Jika memungkinkan, korban dapat dikirim ke puskesmas atau klinik terdekat.

(21)

Tempat Untuk Korban Dengan Hasil Akhir / Prognosis Jelek

Korban-korban seperti ini, hanya akan membutuhkan perawatan suportif, sebaiknya ditempatkan di perawatan / bangsal yang telah dipersiapkan untuk menerima korban bencana massal

Tempat Untuk Korban Yang Meninggal Dunia

Sebagai bagian dari rencana penatalaksanaan korban bencana missal di rumah sakit harus disiapkan suatu ruang yang dapat menampung sedikitnya sepuluh korban yang telah meninggal dunia.

EVAKUASI SEKUNDER

Pada beberapa keadaan tertentu seperti jika daya tampung rumah sakit terlampaui, atau korban membutuhkan perawatan khusus (misalnya bedah saraf), korban harus dipindahkan ke rumah sakit lain yang menyediakan fasilitas yang diperlukan penderita. Pemindahan seperti ini dapat dilakukan ke rumah sakit lain dalam satu wilayah, ke daerah atau provinsi lain, atau bahkan ke negara lain.

Pos komando rumah sakit akan mengirim berita tentang permintaan evakuasi korban dari rumah sakit kepada petugas medik di pusat penanggulangan gawat darurat yang akan melakukan kontak dengan rumah sakit tujuan dan mengatur pelaksanaan pemindahan korban tersebut.

(22)

BAB VII

PROGRAM PENANGGULANGAN BENCANA DARI LUAR RUMAH SAKIT

METODOLOGI

Bencana dari luar rumah sakit akan mendatangkan korban yang bersifat massal, karenanya berdasarkan jumlah korban yang datang bencana dengan korban massal dibagi menjadi 3 tingkat yaitu

1. Siaga 3 : jumlah korban yang datang 3 – 4 orang saja 2. Siaga 2 : jumlah korban yang datang 5 – 10 orang 3. Siaga 1 : jumlah korban yang datang lebih dari 10 orang

(23)

Keadaan siaga ini ditentukan oleh Dokter IGD yang berdinas pada saat itu, yang selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Tim Disaster plan dan Direktur Rumah Sakit. Triage dipimpin oleh dokter IGD bersama perawat IGD. Penanggulangan awal penderita dilakukan oleh dokter IGD, perawat IGD, tenaga perawat dari ruangan lain yang dimobilisasikan.

Triase bertujuan untuk menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban. Penilaian triage saat bencana sedikit berbeda dengan triage pada kondisi normal, disesuaikan dengan jumlah korban dan kemampuan kapasitas RS dalam melakukan pertolongan korban. Untuk triase digunakan kartu kode warna setelah diperoleh informasi akurat tentang keadaan penderita. Kartu warna yang dipergunakan disini adalah :

MERAH (immediate)

Korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan kemungkinan bertahan hidup yang paling besar jika dilakukan tindakan segera. Butuh tindakan operasi segera atau intervensi life-saving lainnya, merupakan prioritas utama untuk tim bedah atau evakuasi/transportasi ke fasilitas yang lebih baik.

Termasuk korban-korban dengan : a. Syok oleh berbagai kausa b. Gangguan pernapasan

c. Trauma kepala dengan pupil anisokor d. Perdarahan eksternal masif

KUNING (observation)

Korban dengan kondisi stabil saat datang, perawatan dapat ditunda sementara,tetapi membutuhkan observasi ketat dan re-triage ulang oleh petugas medis yang berpengalaman. Dalam kondisi normal, kemungkinan merupakan penderita yang memerlukan tindakan segera. Termasuk dalam kategori ini :

a. Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen berat)

(24)

b. Fraktur multipel c. Fraktur femur / pelvis d. Luka bakar luas

d. Gangguan kesadaran / trauma kepala e. Korban dengan status yang tidak jelas

Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.

HIJAU (wait / walking wounded)

Kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban dengan :

a. Fraktur minor

b. Fraktur minor, luka bakar minor.

BIRU

Korban dengan kemungkinan survive / bertahan hidup nol atau kecil sekali. Tindakan yang dilakukan hanya observasi atau jika dimungkinkan pemberian analgesik. Termasuk dalam kategori ini adalah :

a. Korban dengan trauma berat (severe injuries) b. Uncompensated blood loss

c. Korban dengan pemeriksaan neurologi yang negatif. HITAM

Korban yang telah meninggal dunia. Pada label dituliskan : nama korban, umur, jenis kelamin, alamat pasien. Bila korban tidak dikenal ditulis “tidak dikenal”.

ORGANISASI

Dalam keadaan bencana / disaster plan seperti ini maka secara otomatis pengorganisasian penanggulangan bencana yang telah ditetapkan menjadi aktif.

(25)

Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan :

a. Jumlah korban yang ada pada saat itu b. Jumlah tenaga yang ada pada saat itu. Ketentuan perencanaan SDM adalah sebagai berikut :

1. Siaga 3 : Jumlah korban yang datang 3-4 orang

Dokter IGD dan Perawat IGD yang berdinas dibantu oleh perawat poliklinik agar dapat memenuhi kebutuhan tenaga.

2. Siaga 2 : Jumlah korban yang datang 5 – 10 orang

Diperlukan tambahan tenaga perawat dari Perawatan lantai II sesuai kebutuhan. 3. Siaga 1 : Jumlah korban lebih dari 10 orang

Diperlukan tambahan tenaga dari unit pelayanan perawatan lantai II dan lantai III, serta perawat yang sedang tidak berdinas (di asrama maupun di rumah).

PERENCANAAN KOMUNIKASI

Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu :

- Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar

- Bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi berita yang menyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang telah dilakukan.

- Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.

Alat – alat komunikasi yang dapat dipakai adalah : - Pagging - Airphone/intercom - Telepon - Faximile - Pesawat HT - Handphone

(26)

PERENCANAAN LOGISTIK

Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat medis sangat diperlukan saat penanggulangan bencana, hal menjadi peranan penting bagi tim pendukung logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat itu.

PERENCANAAN TRANSPORTASI

Peranan Transportasi juga tidak kala pentingnya untuk pengangkutan korban, oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi ambulan untuk merujuk korban kerumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat berkoordinasi dengan Ambulan 118.

PELAPORAN

Informasi cepat tentang jumlah / beratnya korban- korban harus segera di dapat dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim Disaster, selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah sakit.

(27)

BAB VIII

PROGRAM PENANGGULANGAN BENCANA DARI DALAM RUMAH SAKIT

METODOLOGI

Sebagai contoh bencana dari dalam rumah sakit yang banyak menyebabkan kerugian dan korban adalah kebakaran. Oleh karenanya metodologi ini dititik beratkan pada penganggulangan kebakaran, selanjutnya bencana lain tinggal mengikutinya.

Kebakaran di Rumah Sakit dapat digolongkan menjadi :

- Kebakaran Ringan : Kebakaran yang melibatkan area yang sempit, dengan api yang kecil.

- Kebakaran Sedang : kebakaran yang melibatkan area lebih luas bersifat lokal dengan besarnya api sedang.

- Kebakaran Berat : kebakaran yang melibatkan area yang luas dengan api yang besar.  ORGANISASI

(28)

PERENCANAAN SDM

Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi penanggulangan bencana ditentukan berdasarkan :

- Golongan Kebakaran.

- Jumlah korban yang ada pada saat itu.

Dengan demikian dapat dibuatkan perencanaan SDM sebagai berikut : c. Berdasarkan Golongan Kebakaran

 Kebakaran Ringan :

Untuk memadamkan api diperlukan 1 – 2 orang dari pegawai yang dinas atau yang berada disekitar kejadian saja dengan menggunakan 1-2 APAR.

 Kebakaran Sedang :

Untuk memadamkan api diperlukan 3-5 orang dari pegawai yang dinas dengan APAR yang jumlahnya lebih banyak, 2-3 orang untuk evakuasi pasien, dokumen, ataupun barang berharga lainnya yang ada di ruangan / lokasi kejadian.

 Kebakaran Berat :

Untuk memadamkan api diperlukan bantuan dari dinas kebakaran, dengan mengerahkan seluruh pegawai yang berdinas saat itu untuk melakukan evakuasi.

d. Berdasarkan Jumlah Korban yang ada pada saat itu

Berdasarkan jumlah korban pada saat itu maka untuk memobilisasi perencanaan SDM dapat digunakan ketentuan pada penanggulangan bencana massal.

(29)

Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat medis sangat diperlukan saat penanggulangan bencana, hal menjadi peranan penting bagi tim pendukung logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi saat itu.

PERENCANAAN KOMUNIKASI

Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu :

- Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar

- Bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi berita yang menyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang telah dilakukan.

- Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.

Alat – alat komunikasi yang dapat dipakai adalah : - Pagging - Airphone/intercom - Telepon - Faximile - Pesawat HT - Handphone  PERENCANAAN TRANSPORTASI

Peranan Transportasi juga tidak kalah pentingnya untuk pengangkutan korban, oleh karena itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi ambulan untuk merujuk korban ke rumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat berkoordinasi dengan Ambulan 118.

PELAPORAN

Informasi tentang jumlah / beratnya korban dan kerusakan harus segera didapat dalam 2 s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim Disaster, selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah sakit.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melakukan problem- focused coping, individu dapat mengubah, menyelesaikan, atau menghilangkan situasi atau keadaan dari masalah yang dihadapinya, sehingga akan berdampak

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TARIF BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PADA RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG.. TARIF PELAYANAN RAWAT

Tesis ini tidak menggunakan statistik inferensial, tetapi menggunakan statistik deskriptif.. Dia beli tapis di Bambu kuning kan? 5. Kalimat 1 dan 2 merupakan kalimat yang

kompetisi pada pasar ber- sangkutan. Kartel terbentuk jika pelopornya adalah beberapa perusahaan dengan ukuran yang setara. Hal ini akan memudahkan pembagian kuota

Penurunan tiang yang ditimbulkan oleh beban pada ujung tiang dapat dinyatakan dalam bentuk yang sama seperti yang diberikan dalam pondasi dangkal...

Desa juga memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam pemerintahan desa, kepala desa

Keratosis dapat terbentuk baik pada bagian dorsal sendi, diantara jari, pada ujung distal jari, atau pada sebelah lateral dari jari kelingking dan/atau kuku jari kaki (klavus kuku

Masalah pencatatan kepemilikan modal pada BUMD, maka konsep yang dapat diyakini untuk dipercayai adalah, Penyertaan Modal Pemerintah yang menghasilkan kepemilikan