• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 DENGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA TUBAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 DENGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA TUBAN."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR

1 TAHUN 2008 DENGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI PADA

PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA TUBAN

SKRIPSI

Oleh

Siti Partiah

NIM. C31213102

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PERDATA

PRODI HUKUM KELUARGA

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul

“Implementasi Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 dengan Peraturan

Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Pada Proses Mediasi Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Tuban”. Adapun rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana perbedaan proses mediasi antara PERMA No. 1 Tahun 2008 dengan PERMA No. 1 Tahun 2016. Kedua, bagaimana penerapan dan hasil mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Tuban. Dan Ketiga, adakah perubahan signifikan pada proses mediasi di Pengadilan Agama Tuban sebagai akibat PERMA No. 1 Tahun 2016.

Penelitian lapangan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk menjawab rumusan masalah yang ada. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode wawancara kepada hakim, hakim mediator serta observasi terhadap proses pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Tuban. Selain itu pengumpulan data lain juga peneliti menggunakan dokumentasi data dari hasil mediasi di Pengadilan Agama Tuban yang dianalisis menggunakan pola pikir induktif untuk memperjelas kesimpulan.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada beberapa perbedaan antara aturan PERMA NO. 1 Tahun 2008 dengan PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Diantara perbedan yang signifikan adalah lama waktu mediasi dan adanya iktikad baik dan iktikad tidak baik. Selain itu peneliti juga menunjukkan bahwa Pengadilan Agama Tuan telah menerepkan proses mediasi pad aturan PERMA yang terbaru yaitu PERMA No. 1 Tahun 2016, meskipun hasil mediasi masih banyak kasus yang gagal. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi keadaan ini salah satunya adalah para pihak yang sudah terlanjur emosional dan tetap ingin bercerai dari pasangannya dan juga kurangnya kreatifitas hakim mediator.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ... 12

C. Rumusan Masalah ... 12

D. Kajian Pustaka ... 13

E. Tujuan Penelitian... 17

F. Kegunaan Penelitian ... 17

G. Definisi Operasional ... 18

(8)

I. Sistematika Pembahasan ... 22

BAB II TINJAUAN TENTANG MEDIASI A. Pengertian Mediasi ... 24

B. Pengertian Mediasi Dalam Hukum Islam... 29

C. Mediasi Menurut Hukum Adat ... 32

D. Mediasi Dalam Hukum Nasional... 34

E. Landasan Hukum Mediasi ... 37

F. Prinsip-Prinsip Mediasi ... 40

G. Mediasi Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2016... 42

BAB III PROSEDUR DAN IMPLEMENTASI MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA TUBAN A. Deskripsi Pengadilan Agama Tuban ... 44

B. Pendapat Hakim Mediator Terhadap Perubahan-Perubahan PERMA ... 48

C. Implementasi Mediasi Di Pengadilan Agama Tuban ... 51

D. Tahapan-Tahapan Mediator Dalam Mediasi ... 58

(9)

B. Implementasi Proses Mediasi PERMA No. 1 Thaun

2016 Di Pengadilan Agama Tuban... 62

C. Hasil Mediasi Pada Tahun 2016 Di Pengadilan

Agama Tuban ... 65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ikatan yang suci dan diridhoi oleh Allah SWT adalah ikatan

perkawinan.Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1

Perkawinan merupakan ikatan yang suci dan segala bentuk perceraian harus

dihindari seperti proses mediasi, sebagaimana firman Allah dalam Alquran

surat An Nisa’ ayat 34-35 sebagai berikut:

karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika

1

(11)

2

mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”

Kemudian Allah juga menjelaskannya lagi dalam firmanNya surat An Nisa’

ayat 128 sebagai berikut: bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Lembaga peradilan merupakan lambang keadilan di Indonesia dan

lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang

sangat berperan penting.Mahkamah Agung Republik Indonesia adalah lembaga

tertinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan

pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan

bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya.Mahkamah Agung

memiliki wewenang diantaranya memutuskan perkara Banding, kasasi dan

Peninjauan kembali.Karena tidak menutup kemungkinan jika ada banyak perkara

yang masuk di Pengadilan Tingkat Tinggi.2

2

(12)

3

Peradilan perdata bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di

antara anggota masyarakat. Sengketa yang terjadi, berbagai ragam. Adayang

berkenan dengan pengingkaran janji (wanprestasi), perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad), sengketa hak milik (property right), perceraian, pailit, dan

sebagainya. Timbulnya sengketa-sengketa tersebut dihubungkan dengan

keberadaan peradilan perdata, menimbulkan permasalahan kekuasaan mengadili,

yaitu pengadilan yang berwenang mengadili sengketa tertentu sesuai dengan

ketentuan yang diamanatkan peraturan perundang-undangan.3

Begitu pula dengan adanya pengadilan Agama di Indonesia, merupakan

lambang kedudukan Hukum Islam dan kekuatan umat Islam di Indonesia di

bidang keperdataan. Sebagai perwujudan dari lembaga peradilan, Pengadilan

Agama telah ada sebelum Belanda datang ke Indonesia. Tujuan didirikannya

lembaga peradilan adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh

elemen masyarakat yang berdasarkan atas undang-undang dalam kehidupan

bernegara, oleh sebab itu, lembaga peradilan tidak dapat dipisahkan dari

negara.Hukum dan negara adalah hal yang tidak akan pernah dapat dipisahkan,

karena dimana ada negara pasti memiliki hukum tersendiri. Sedangkan hukum

harus bersifat dinamis, tidak boleh statis, kaku dan harus mampu mengayomi

masyarakat. Hukum harus dapat dijadikan pembaharu dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara yang harus dibentuk dengan orientasi kepada masa depan, karena

hukum tidak boleh dibangun dengan berorientasi pada masa lalu.Dalam prosedur

beracara, masalah merupakan hal yang wajib diselesaikan jika tidak mampu

3

(13)

4

diatasi dengan sebuah musyawarah maka permasalahan itu bisa diajukan kepada

pengadilan.

Mengenai kewenangan mengadili dapat dibagi menjadi dua dalam

kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaankehakiman atribusi (atributie van

rechtsmacht) dan kekuasaan kehakiman distribusi (distributie van rechtsmacht).4

Kekuasaan kehakiman atribusi disebut kewenangan mutlak atau kompetensi

absolut, adalah kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara

tertentu dansecara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain.

Perkara perceraian bagi yang beragama Islam menjadi wewenang Pengadilan

Agama (Pasal 14 PP No. 9 Tahun 1975 jo. UU No. 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan), biasanya kompetensi absolut tergantung pada isi gugatan dan nilai

dari gugatan.5 Kekuasaan kehakiman distribusi disebut juga kewenangan nisbi

atau kompetensi relative. Kewenangan nisbi adalah kewenangan pengadilan

negeri memeriksa dan mengadili suatu perkara berdasarkan domisili pihak

tergugat.

Sesuai dengan kewenangan relatif dan absolutnya di negara kita ketika

masalah itu bersifat perdata maka ada dua pengadilan yang berwenang yakni

pengadilan agama dan pengadilan negeri. Lebih mudahnya jika seseorang

beragama Islam dan memiliki masaah berkaitan keperdataanya dengan Islam

maka bisa mengajukannya ke Pengadilan Agama di kabupaten atau kota

masing-masing, misalkan permasalahan tentang perceraian, hak asuh anak, kewarisan,

4

Ibid., 9.

5

(14)

5

permohonan dispensasi anak, isbat nikah dan lain sebagainya.Melihat realita yang

terjadi saat ini, banyak masyarakat yang mengajukan permasalahannya langsung

ke Pengadilan Agama tanpa bermusyawarah secara baik-baik.Dan kebanyakan

dari mereka adalah masyarakat yang kurang paham tentang hukum.Sehingga

mereka tidak tahu tahapan-tahapan yang harus dilakukannya dan mereka hanya

mengatakan keinginan hatinya saja tanpa berfikir mengenai akibatnya.

Tahap awal yang wajib dilakukan oleh lembaga pengadilan agama adalah

perdamaian baik itu masalah perceraian, kewarisan dan lain

sebgaianya.Perdamaian merupakan sistem penyelesaian perkara (problem solving)

yang sama-sama menguntungkan diantara para pihak, tidak ada yang merasa

dikalahkan atau dipecundangi karena dalam perdamaian lebih mengutamakan asas

persaudaraan yang mana egoisme atau pemaksaan kehendak akan lebih lunak,

sehingga kedua belah pihak merasa diuntungkan. Perasaan untuk saling

mengalahkan, memenangkan serta menguasai barang sengketa tiada muncul atau

kembali ke produk perdamaian yang berlandaskan asas persaudaraan.6

Peran mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa itu lebih utama dari

fungsi hakim yang menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara yang diadilinya.

Apabila perdamaian dapat dilaksanakan, maka hal itu jauh lebih baik dalam

mengakhiri suatu sengketa, sebab mendamaikan itu dapat berakhir dengan tidak

6

(15)

6

terdapat siapa yang kalah dan siapa yang menang, tetap terwujudnya kekeluargaan

dan kerukunan.7

Perdamaian adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah, dengan

menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara,

dimana persetujuan itu harus tertulis.8 Itu terdapat dalam Pasal 1851 KUHPerdata,

sedangkan dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dikemukakan bahwa jika

pada hari persidangan yang telah ditetapkan kedua belah pihak yang berperkara

hadir dalam persidangan, maka Ketua Majelis Hakim berusaha mendamaikan

pihak-pihakyang bersengketa.

Menyikapi hal tersebut Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi

penyelenggara kekuasaan kehakiman selalu berusaha mencari solusi yang paling

baik demi tegaknya hukum dan keadilan. Salah satu inovasi yang dilahirkan oleh

Mahkamah Agung adalah mediasi, yang mana hal tersebut merupakan suatu

inovasi kreatif guna mengoptimalkan perdamaian para pihak yang

berperkara/bersengketa serta untuk mencegah penumpukan perkara di pengadilan

sebagai mana dalam Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2016. PERMA yang

sekarang ini berlaku sebelumnya telah mengalami perubahan yaitu dengan adanya

PERMA No.2 tahun 2003, kemudian diperbaharui dengan adanya PERMA No.1

tahun 2008 dan sekarang ini telah diperbaharui dengan diberlakukannya PERMA

No.1 tahun 2016 yaitu tentang prosedur mediasi.

7

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (jakarta: Prenada Media Group, 2005), 151.

8

(16)

7

Mediasi bagi para pihak yang berperkara dalam perceraian merupakan

tahapan pertama yang harus dilakukan seorang hakim dalam menyidangkan suatu

perkara yang diajukan kepadanya.Usaha dalam mendamaikan para pihak

dipandang adil dalam mengakhiri suatu sengketa.9Tujuan Mahkamah Agung

pengesahkan adanya PERMA No. 2 Tahun 2003, PERMA No 1Tahun 2008 dan

juga PERMA No 1 Tahun 2016 adalah semakin mengurangi angka perceraian

yang tiap tahun terus meningkat. Ada banyak perbedaan di masing-masing

peraturan yang Mahkamah Agung sah kan diantaranya. PERMA yang diatur No 2

Tahun 2003 Mediasi hanya terbatas pada pengadilan tingkat pertama (Pasal 2 ayat

1), Hakim yang memeriksa perkara baik sebagai ketua majelis atau anggota

majelis, dilarang bertindak sebagai mediator bagi perkara yang bersangkutan

(Pasal 4 ayat 4), Tidak disebutkan pihak yang berhak menjadi mediator secara

spesifik. Hanya disebutkan bahwa mediator dapat dari dalam maupun luar

pengadilan (Pasal 4 ayat 1), Setelah sidang pertama, para pihak dan/atau kuasa

hukum wajib berunding untuk menentukan mediator paling lama 1 hari kerja

(Pasal 4 ayat 1) dan lain sebagainya.10

Kemudian ada perubahan yaitu PERMA No 1 Tahun 2008 Mediasi

dilakukan pada pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan

kembali sepanjang perkara tersebut belum diputus (Pasal 21), Hakim majelis

pemeriksa perkara dapat menjadi mediator (Pasal 8 ayat 1 huruf d), Disebutkan

pihak yang berhak menjadi mediator disertai dengan latar belakang pendidikan

9 Edi As’Adi,

Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia,(Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2012), 51.

10

(17)

8

atau pengalaman mediator. Pihak yang dapat menjadi mediator adalahHakim

bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutanAdvokat atau

akademisi hukum, Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai

atau berpengalaman dalam pokok sengketa, Hakim majelis pemeriksa perkara dan

gabungan antara mediator dalam butir a dan b, atau b dan d, atau c dan d (Pasal 8

ayat 1). Kemudian Setelah sidang pertama, para pihak dan/atau kuasa hukum

wajib berunding untuk menentukan mediator pada hari itu juga atau paling lambat

2 hari kerja berikutnya (Pasal 11 ayat 1), Ketidakhadiran pihak turut tergugat tidak

menghalangi pelaksanaan mediasi (Pasal 7) dan lain sebagainya.

PERMA yang telah dilakukan dirasa belum sepenuhnya efektif dalam

proses mediasi, dengan bukti bahwa angka perceraian masih digolongkan tinggi.

Sehingga pada tanggal 4 Februari 2016 Mahkamah Agung memperbaharuinya

yakni Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016.11

Ada beberapa perbedaan antara PERMANo 1 Tahun 2008 dengan

PERMA No 1 Tahun 2016, diantaranya jangka waktu penyelesaian mediasi yang

lebih singkat menjadi 30 hari hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan

mediasi, adanya kewajiban bagi para pihak untuk menghadiri secara langsung

pertemuan mediasi dengan/tanpa didampingi oleh kuasa hukum, kecuali terdapat

alasan yang sah (kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam

pertemuan mediasi berdasarkan surat keterangan dokter atau dibawah

pengampuan, mempunyai tempat tinggal diluar negeri, menjalankan tugas negara,

tuntutan profesi atau peerjaan yang tidak dapat ditinggalkan), adanya aturan

11

(18)

9

tentang iktikad baik dalam proses mediasi dan akibat hukum para pihak yang

tidak beriktikad baik dalam proses mediasi (maksudnya tidak hadir setelah

dipanggil secara patut 2 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, menghadiri

mediasi pertama tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya setelah

dipanggil secara patut 2 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, ketidakhadiran

berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah,

menghadiri pertemuan mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak

mennaggapi resume perkara pihak lain, dan tidak menandatangani konsep

kesepakatan perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan yang sah). Dan

adanya pengakuan mengenai kesepakatan sebagian pihak (partial settlement) yang

terlibat didalam sengketa atau kesepakatan sebagian objek sengketanya.12

Mediasi merupakan salah satu bentuk alternative penyelesaian sengketa

diluar pengadilan.Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan

manfaatnya, salah satu manfaatnya adalah penyelesaian segketa secara cepat dan

relative murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke

pengadilan.Penyelesaian sengketa memang sulit dilakukan, namun bukan berarti

tidak mungkin diwujudkan dalam kenyataan.Modal utama penyelesaian sengketa

adalah keinginan dan iktikad baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan

mereka.13

12

http://shnplaw.com/portfolio-posts/perubahan-prosedur-dan-tata-cara-mediasi-di-pengadilan-setelah-berlakunya-peraturan-mahkamah-agung-ri-perma-no-1-tahun-2016/. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2016, 09:00 PM.

13

(19)

10

Tanpa mengurangi arti perdamaian dalam segala bidang persengketaan,

makna perdamaian dalam sengketa perceraian mempunyai nilai keluhuran

tersendiri. Dengan dicapainya perdamaian antara suami istri dalam sengketa

perceraian, bukan keutuhan rumah tangga saja yang dapat diselamatkan tetapi

juga kelanjutan pemeliharaan anak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya,

agar fungsi mendamaikan dalam perkara perceraian dapat dilakukan oleh hakim

secara efektif dan optimal, maka sedapat mungkin hakim menemukan hal-hal

yang melatarbelakangi dari persengketaan yang terjadi.Khusus dalam sengketa

perkara perceraian, asas mendamaikan para pihak adalah bersifat

imperative.Usaha mendamaikan para pihak adalah beban yang diwajibkan oleh

hukum kepada para hakim dalam setiap memeriksa, mengadili, dan memutuskan

perkara perceraian.

Tindakan hakim dalam mendamaikan para pihak yang bersengketa adalah

untuk menghentikan persengketaannya dan mengupayakan agar perceraian tidak

terjadi. Apabila terjadi perdamaian dalam perkara perceraian maka perkara

perceraian itu dicabut. Terhadap hal ini ada dua pendapat dalam praktek

Pengadilan Agama, yaitu: pencabutan cukup dicatat dalam berita acara sidang dan

perkara tersebut dicoret dari daftar perkara yang ada di Pengadilan Agama, atau

pencabutan acara tersebut tidak cukup dengan dicatat dalam berita acara sidang

tetapi harus dibuat produk berupa penetapan atau putusan dan itu akan menjadi

(20)

11

sesuai dengan ketentuan yang berlaku yakni sesuai dengan yurisprudensi

Mahkamah Agung RI No. 216K/Sip/1953 tanggal 21 Agustus 1953.14

Sehingga, proses mediasi harus sangat diperhatikan dan dilakukan sesuai

dengan aturannya agar dapat terwujudnya sebuah perdamaian yang menggagalkan

sebuah perceraian. Ada beberapa kali perubahan mengenai peraturan tentang

mediasi, dan proses pelaksannnya yang juga pasti berubah dan disesuaikan dengan

peraturan yang berlaku. Dalam hal ini di Pengadilan Agama Tuban telah

diterapkan dengan baik, tetapi meskipun begitu proses berjalannya mediasi tetap

mengalami berbagai kendala, mungkin dari sisi para pihaknya ataupun mengenai

keterampilan mediatornya. Dan hasil mediasi di Pengadilan Agama Tuban

sebelum PERMA No. 1 Tahun 2016 ini berlaku masih banyak kasus yang gagal

mediasi dan setelah adanya peraturan barupun masih sama.

Dengan adanya aturan itu maka Mahkamah Agung yangmengharapakan

bahwa tidak akan terjadi penumpukan kasus perceraian di Pengadilan Agama

Tuban dan semakin rendahnya kasus yang mencapai persidangan. Tetapi realita

yang terjadi di Pengadilan Agama Tuban angka perceraian masih tetap tinggi dan

salah satu cara untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya perceraian dengan

keberhasilan dari proses mediasi. Dalam skripsi yang akan penulis lakukan bahwa

perubahan yang ada dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 ini, proses pelaksanaan

mediasinya dan hasil proses mediasiyang dilakukan yang sesuai dengan persturan

yang baru.

14

(21)

12

Maka dari itu peneliti ingin meneliti proses mediasi dan juga perubahan

yang terjadi antara sebelum dan sesudah adanya PERMANo 1 Tahun 2016.

Sehingga penulis mengangkat judul “IMPLEMENTASI PERATURAN

MAHKAMAH AGUNG NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR

MEDIASI DENGAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1 TAHUN

2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN

DIPENGADILAN AGAMA TUBAN”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari uraian diatas maka idetifikasi dan batasan masalahnaya adalah

1. Kelemahan PERMA No. 2 Tahun 2003

2. Kelemahan PERMA No. 1 Tahun 2008

3. Keterampilan dan keahlian hakim mediator

4. Kendala-kendala ketika proses mediasi di Pengadilan Agama.

C. Rumusan Masalah Penelitian

1. Bagaimanakah perbedaan dan perubahan proses mediasi antara Peraturan

Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 dengan Peraturan Mahkamah Agung

No. 1 Tahun 2016 di Pengadilan Agama Tuban?

2. Bagaimanakah penerapan dan hasil mediasi perkara perceraian di

Pengadilan Agama Tuban sebelum dan sesudah adanya perubahan

PERMA No. 1 Tahun 2016?

3. Adakah perubahan signifikan pada proses mediasi di Pengadilan Agama

Tuban sebagai akibat dari Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016?

(22)

13

Setelah penulis menelusuri ada beberapa peneliti yang mengangkat dalam

skripsinya, tetapi itu sebelum adanya PERMA No 1 Tahun 2016 sebagai

berikut:

1. Karya Rizka Zulinda Fatmawati, skripsinya yang berjudul “Efektivitas Mediasi Pada Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Bondowoso 4

Tahun Sesudah Berlakunya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun

2008”. Hasil penelitian yang dilakukan bahwa mediasi pada perkara

perceraian di Pengadilan Agaa Bondowoso 4 Tahun sesudah berlakunya

Perma Nomor 1 Tahun 2008, Setelah berlakunya Perma Nomor 1 Tahun

2008, mediasi diterapkan pada semua perkara perceraian tanpa ada

klasifikasi khusus dan sudah ada hakim yang bersertifikat mediator. Selain

itu, Pengujian hipotesis menyimpulkan bahwa perkara perceraian sebelum

berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2008 dan sesudah berlakunya Perma

Nomor 1 Tahun 2008, diperoleh nilai yang tidak signifikan. Hal tersebut

dibuktikan dengan rata-rata persentase keberhasilan mediasi tiap tahun

hanya sebesar 3.10 %. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa

mediasi pada perkara perceraian di Pengadilan Agama Bondowoso kurang

efektif. Meski demikian, secara tidak langsung hasil tersebut berpengaruh

terhadap prosentase penumpukan perkara yang nantinya terjadi di tingkat

banding dan kasasi. Sedangkan kendala dalam pelaksanaan mediasi adalah:

a) Terbatasnya keterampilan hakimuntuk melaksanakan mediasi, b)

Lemahnya pengetahuan para pihak yang bersengketa mengenai

(23)

14

dalam melaksanakan mediasi, d) Tingkat kerumitan problem yang harus

dipecahkan serta e) Kurangnya respon advokat dalam menerapkan

mediasi.15

2. Karya dari Mahmud Hadiriyanto dalam tesisnya yang berjudul “Mediasi Sebagai Upaya Penekanan Angka Perceraian (Analisis Pelaksanaan

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 di Pengadilan

Agama Kabupaten Kediri)”. Hasil penelitiannya pelaksanaan mediasi di

Pengadilan Agama Kabupaten Kediri, telah dilakukan sesuai dengan

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008, dan tahapan yang

dilakukan oleh mediator selama mediasi berlangsung adalah dengan

memulai sesi mediasi, merumuskan masalah dan menyusun agenda,

mengungkapkan kepentingan tersembunyi para pihak, membangkitkan

pilihan-pilihan penyelesaian sengketa, menganalisa pilihan-pilihan

penyelesaian sengketa, proses tawar-menawar akhir, mencapai

kesepakatan formal atau tidak mencapai kesepakatan. Sedangkan fungsi

mediasi terhadap upaya penekanan angka perceraian di Pengadilan Agama

Kabupaten Kediri dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, dapat

dikatakan bahwa walaupun upaya mediasi telah dilakukan secara

maksimal oleh hakim mediator, ternyata, hasil dari pelaksanaan mediasi

ini tidak bisa menekan angka perceraian, tingkat keberhasilan mediasi

sangat rendah. Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi oleh mediator,

guna melakukan proses mediasi antara lain disebabkan oleh kualitas dari

15

(24)

15

hakim mediator, beban kerja hakim yang begitu banyak, sehingga mediasi

dipandang hanya formalitas untuk memenuhi hukum acara saja, fasilitas

dan sarana mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri dan tingkat

kepatuhan para pihak untuk menjalani proses mediasi begitu rendah.16

3. Karya Ahmad Jauhari dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Yogyakarta

Tahun 2005-2009”. Dan hasil penelitiannya mediasi di pengadilan gama Yogyakarta tidakberpengaruh pada jumlah perkara yang masuk dan tidak

dapat menekan terjadinya peningkatan angkat perceraian, secara otomatis

harapan mahkamah agung untuk mengurangi penumpukan perkara pada

pengadilan tingkat banding belum bisa terealisasi.17

4. Karya Syahdan, dengan judul, “Pengaruh Mediasi Terhadap Angka Perceraian (Studi Analisis Pasca Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun

2009 Tentang Prosedur mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”.

Skripsi ini menjelaskan tentang pasca perma No. 1 Tahun 2008 tantang

prosedur mediasi terhadap angka perceraian di Pengadilan Agama Jakarta

Selatan setelah adanya perma No. 1 tahun 2008 tentang prosedur

mediasi.18

16 Mahmud Hadiriyanto,“Mediasi Sebagai Upaya Penekanan Angka Perceraian (Analisis

Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 di Pengadilan Agama Kabupaten Kediri)”, (Tesis--, UIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya, 2013), v.

17 Ahmad Jauhrai,“Efektivitas Mediasi Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama

Yogyakarta Tahun 2005-2009”, (skripsi--, UIN Yogyakarta, Yogyakarta, 2010), v.

18 Syahdan, “Pengaruh Mediasi Terhadap Angka Perceraian (Studi Analisis Pasca Peraturan

(25)

16

5. Siti Rahmatul Ima, dengan judul “ Prosedur Mediasi Pengadilan Agama Bangkalan Ditinjau dari Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016

Tentang Prosedur Mediasi”. Dalam kesimpulan skripsinya bahwa yang

menjadi dasar pelaksanaan proses beracara mediasi oleh Pengadilan

Agama Bangkalan adalah menggunakan PERMA No. 1 Tahun 2008

tentang prosedur mediasi”.19

Berdasarkan penelusuran pada beberapa karya tulis tersebut, maka

penelitian yang hendak dilakukan ini belum pernah ada yang meneliti

sebelumnya.Penelitian ini mengkaji tentang implementasi mediasi yang ada di

Pengadilan Agama Tuban, baik aturan, pelaksanaanya dan juga

hasilnya.Penelitian ini ditekankan pada implementasi mediasi dan hasilnya

ketika masih menggunakan PERMA No. 1 Tahun 2008 dengan setelah

berlakunya PERMA No. 1 Tahun 2016.Sehingga penelitian penulis berbeda

dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah

di atas, sehingga dapat diketahuisecara jelas dan terperinci tujuan diadakannya

penelitian ini. Adapun tujuan tersebut sebagai berikut:

19Siti Rachmatul Ima, “Prosedur Mediasi Pengadilan Agama Bangkalan Ditinjau dari Peraturan

(26)

17

1. Untuk mengetahui perbedaan dan perubahan proses mediasi antara

PERMA NO. 1 Tahun 2008 dengan PERMA NO. 1 Tahun 2016 di

Pengadilan Agama Tuban.

2. Untuk mengetahui penerapan mediasi sebelum dan sesudah adanya

PERMA No. 1 Thaun 2016 di Pengadilan Agama Tuban.

3. Untuk mengetahui perubahan hasil mediasi di Pengadilan Agama

Tuban.

F. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna, baik dari

secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan

wawasan serta memberikan tambahan keilmuan di bidang hukum

tentang implementasi mediasi khususnya bagi diri penulis dan

pembaca umumnya.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang

bernilai positif bagi masyarakat maupun Mahkamah Agung mengenai

aturan baru PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi, dan

juga bagi Pengadilan Agama lainnya, yang mana mungkin belum

semua Pengadilan Agama menggunakan PERMA ini. Selain itu bagi

masyarakat terlebih para pihak yang bersangkutan mengenai manfaat

menyelesaikan masalah menggunakan mediasi.

(27)

18

Untuk mempermudah pemahaman terhadap istilah kunci dalam penelitian

ini, maka penulis memberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan kegiatan yang

direncanakan dan dilaksanakan dengan serius degan mengacu pada

norma-norma tertentu mencapai tujuan kegiatan. 20

2. Prosedur merupakan rangakain tugas-tugas yang saling berhubungan

berupa urutan waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan

pekerjaan yang dilakukan berulang-uang.21

3. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan

untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh

mediator.

4. PERMA No. 1 Tahun 2008 adalah peraturan Mahkamah Agung

tentang prosedur mediasi di Pengadilan, dan ini hasil revisi dari

PERMA sebelumnya yaitu PERMA No. 2 Tahun 2003.

5. PERMA No. 1 Tahun 2016 adalah bentuk peraturan Mahkamah Agung

yang memuat tentang ketentuan hukum formil mengenai prosedur

mediasi di pengadilan, dan merupakan revisi dari PERMA No. 1

Tahun 2008 yang belum optimal dalam memenuhi kebutuhan

pelaksanaan mediasi yang lebih maksimal.

H. Metode Penelitian

20

Aris Kurniayawan, (Guntur Setiawan, http://www.gurupendidikan.com/9-pengertian-implemetasi-menurut-para-ahli/), diakses pada tanggal 08 Oktober 2016.

21

(28)

19

Agar tercipta penulisan skripsi itu secara sistematis jelas dan benar, maka

perlu dijelaskan tentang metode penelitian sebagai berikut:

1. Data yang dikumpulkan

Dengan adanya penelitian ini maka data yang diperlukan adalah data

yang terkait dengan sumber data primer dan sumber data sekunder

yang menjelaskan mengenai implementasi PERMA No. 1 Tahun 2008

dan PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Pengadilan Agama Tuban.

2. Sumber data

Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Sumber primer

Yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari objek penelitian,

yakni PERMA No. 1 Tahun 2008, PERMA NO.1 Tahun 2016 dan

Mediator yang ditunjuk oleh pimpinan Pengadilan Agama Tuban.

b. Sumber sekunder

Yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan dari

dokumen-dokumen yang ada di Pengadilan Agama Tuban yang berupa

laporan hasil mediasi dan data yang berasal dari bahan pustaka

seperti buku-buku, artikel dokumen peraturan-peratutan dan yang

lainnya. Adapun dalam penelitian ini Penulis menggunakan data

sekunder berupa buku-buku yang terkait dengan pembahasan

tesebut, diantaranya sebagai berikut:

1) Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum

(29)

20

2) Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR) di

Indonesia.

3) Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan

Agama

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data tersebut menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Wawancara

Dalam hal ini penulis mengajukan pertanyaan secara lisan

untuk mendapatkan keteragan dari informan yaitu hakim mediator

Pengadilan Agama Tuban yang sudah ditunjuk, untuk

mendapatkan informasi terkait dengan kenyataan yang terjadi yaitu

terkait implementasi mediasi sebelum dan sesudah adanya PERMA

No. 1 tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan Agama

Tuban.

b. Dokumentasi

Yaitu penulis melakukan penelitian dengan megumpulkan

data yang berkaitan denagn mediasi di Pengadilan Agama Tuban,

misalkan data perkara yang di mediasi, laporan hasil mediasi yang

sebelum dan sesudah adanya PERMA No. 1 Tahun 2016, data

yang berhasil di mediasi serta undang-undang yang digunakan,

kemudian dipelajari oleh penulis, menelaah dan menganalisa

data-data yang telah diperoleh sehingga penelitian ini dapat

(30)

21

4. Teknik pengolahan data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui

tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh dari

hasil wawancara hakim mediator Pengadilan Agama Tuban dan

dokumentasi mengenai proses mediasi dengan memilih lalu

menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi

keselarasan, kesesuaian, keaslian, kejelasan serta relevansi antara

aturan dengan proses dilakukannya mediasi dan hasilnya di

Pengadilan Agama Tuban.

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data dari Pengadilan

Agama Tuban sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh

gambaran yang sesuai dengan prosedur dan pelaksanaan di

Pengadilan Agama Tuban.

5. Teknis analisis data

Terniks analisis yang digunakan adalah sebgai berikut:

Teknis Deskriptif

Pada teknik peneliti menggambarkan prosedur dan pelaksanaan

mediasi di Pengadilan Agama Tuban. Peneliti berusaha menguraikan

prosedur yng digunakan di Pengadilan Agama Tuban, setelah tahu

prosedur yang dipakai maka proses pelaksanaan mediasi sesuai dengan

kenyataan yang dad an dibandingakan dengan sebelum menggunakan

(31)

22

Kemudian dianalisis menggunakan metode berfikir induktif

dengan menganalisa data dari fakta yang ada di lapangan kemudian

ditarik kesimpulan berdasarkan hukum yang menjadi dasarnya.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini mengurai tentang latar belakang

masalah, identifikasi dan Batasan Masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode

penelitian serta sistematika penulisan.

Bab kedua merupakan kerangka konseptual yang terdiri atas tinjauan

umum tentang mediasi yang meliputi pengertian mediasi menurut Islam, adat

dan nasional, landasan hukum mediasi, penjelasan mengenai PERMA No. 1

Tahun 2008 dan PERMA No. 1 Tahun 2016.

Bab ketiga merupakan bab yang memuat hasil penelitian. Bab ini terdiri

atas deskripsitentang Pengadilan Agama Tuban, pemaparan titik perbedaan

antara PERMA No. 1 Tahun 2008 dengan PERMA No. 1 Tahun 2016 dan

analisisnya.

Bab keempat merupakan kajian analisis atau jawaban atas rumusan

masalah dalam penelitian ini. menafsirkan dan mengintegrasikan praktik

dengan peraturan yang berlaku. Yakni perbedaan PERMA No. 1 Tahun 2008

dengan PERMA No. 1 Tahun 2016 dan prosesperubahan praktek mediasi

(32)

23

Bab kelima merupakan penutupyang terdiri dari kesimpulan dan saran

yang mana bisa dibuat untuk koreksian dan untuk lebih baik praktek

kedepannya.Karena kesimpulan dan saran bisa di ambil dari hasil analisis data

(33)

BAB II

TINJAUAN TENTANG MEDIASI

A. Pengertian Mediasi

Mediasi merupakan istilah yang popular dan banyak para ilmuan

yang berusaha mengungkapkannya. Secara etimologi, istilah mediasi

berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada ditengah. Makna ini

menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator

dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa

antara para pihak. Makna kata “berada di tengah“ juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan

sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang

bersengketa secara adil dan sama, sehungga menumbuhkan kepercayaan

(trust) dari para pihak yang bersengketa.1

Dalam buku yang telah dikutip oleh Syahrizal Abbas dalam

bukunya Colins English Dictionary and Thesaurus disebutkan bahwa

mediasi adalah kegiatan menjembatani antara dua belah pihak yang

bersengketa guna menghasilkan kesepatakan (agreement).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti

sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu

perselisihan sebagai penasihat.2Dalam hal ini mengandung tiga unsur

penting.Pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan

1

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: PRENADA MEDIA GROUP, 2011), 4.

2

(34)

25

atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang

terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari

luar pihak yang bersengketa.Ketiga, pihak yang terlibat dalam

penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak

memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.Dari

penjelasan diatas, maka mediasi secara etimologi lebih menekankan pada

keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk

menyelesaikan perselisihannya.3

Kemudian pengertian mediasi secara terminologi menurut J.

Folberg dan A. Taylor dalam bukunya “Mediation” lebih menekankan pada upaya yang dilakukan mediator dalam menjalankan kegiatan

mediasi.Mediasi dapat membawapara pihak mencapai kesepakatan tanpa

merasa ada pihak yang menang atau pihak yang kalah (win-win solution).4

Garry Gospater memberikan definisi mediasi sebagian proses

negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak

(imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk

membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan.5

Dalam mediasi, penyelesaian perselisihan atau sengketa lebih

banyak muncul dari keinginan dan inisiatif para pihak, sehingga mediator

berperan membantu mereka mencapai kesepakatan-kesepakatan.Sehingga

3

Dandy Sugono, http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi.Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada tanggal 29 November 2016, pukul 13:35 WIB.

4Edi As’Adi,

Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia,(Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2012), 3.

5

(35)

26

mediasi ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga unsur penting yang saling

terkait satu sama lain, yakni unsur itu berupa ciri mediasi, peran mediator

dan kewenangan mediator. Oleh karenanya, mediator harus memiliki skill

yang dapat memfasilitasi dan membantu para pihak dalam penyelesaian

sengketa para pihak.

Kemudian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijealskan

mengenai bentuk-bentuk perikatan, mediasi merupakan salah satu bentuk

perikatan.Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pasal 1851

KUHPerdata yang berbunyi, “perdamaian adalah suatu persetujuan yang

berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan sutau

barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa

pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara, persetujuan ini

hanya mempunyai kekuatan hukum, bila dibuat secara tertulis”.6

Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan juga tentang

mediasi yang terdapat dalam pasal 143-145 KHI.Pasal 143 ayat (1) bahwa

dalam pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan

kedua belah pihak.Ayat (2) bahwa selama perkara belum diputuskan,

usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang

pemeriksaan.Dalam pasal 144 bahwa apabila terjadi perdamaian, maka

tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru berdasarkan alasan atau

alasan-alasan yang ada sebelum perdamaian dan telah diketahui oleh

penggugat pada waktu dicapainya perdamaian.Dan pasal 145 bahwa

6

(36)

27

apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian

dilakukan daam sidang tertutup.7

Peranan hakim sangat urgent dalam mendamaikan para piahk

sebagaimana telah tercantum bahwa hakim berkewajiban untuk

mendamaikan suamu istri yang hendak bercerai ssuai pasal 65 dan 82 UU

No. 7 Tahun 1989 jo. Pasal 39 UU No. 1 Thaun 1974 jo. Pasal 3`1 PP No.

9 Tahun 1975 bahwa ayat (1) hakim yang memeriksa gugatan perceraian

berusaha mendamaikan kedua pihak, ayat (2) selama perkara belum

diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang

pemeriksaan.8

Dari pasal-pasal tersebut bisa disimpulkan bahwa mediasi telah

diwajibkan dan mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

sengketa dengan adanyapihak ketiga yang bertugas untuk mendamaikan

para pihak yang bersengketa baik didalam pengadilan atau diluar

pengadilan dan mediasi adalah salah satu hal yang harus dilakukan dalam

setiap sidang agar para pihak yang bersangkutan sebagaimana asas-asas

cepat, sederhana dan biaya murah. Makhamah Agung sendiri telah

memberkan aturan dalam prosedur pelaksanaan mediasi yang mana telah

disahkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003,

kemudian diperbaharui dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 1 Tahun 2008 dan telah direvisi lagi dalam Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 1 Tahun 2016.

7

Kompilasi Hukum Islam.diterjemahkan Soesilo dan Pramudji, Rhedbook Publisher, Cet. 1 Juli2008.

8

(37)

28

Dalam setiap peraturan memiliki kekurangan sehingga peraturan

mengenai prosedur mediasi ters direvisi dengan harapan aturan yang baru

itu bisa efektif dan mampu mengurangi setiap kasus perceraian yang

diajukan. Salah satunya adalah pada PERMA No.2 Tahun 2003 bahwa

masih belum ada penjelasan yang jelas tentang pemilihan mediator dan

batas melakukan mediator, kemudian dalam PERMA No. 1 Tahun 2008

masih dirasa belum efektif sehingga direvisi dengan memperjelas batas

waktu mediasi dan juga prosedur mediasinya yang menggunakan metode

kaukus. Dan yang terakhir direvisi lagi menjadi PERMA No. 1 Tahun

2016 yang memperjelas batas waktu melakukan mediasi dan prosedur

mediasi itu sendiri.

Dalam pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016

dijelaskan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui

proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan

dibantu oleh mediator.9Dengan adanya aturan ini maka mediasi wajib dan

harus selalu ditawarkan para pihak setiap pemeriksaan dalam persidangan.

B. Pengertian Mediasi Dalam Hukum Islam

Dalam Islam dijelaskan juga tentang Mediasi, sejak zaman Nabi

Muhammad dalam sejarahnya cukup banyak menyelesaikan konflik yang

terjadi dikalangan sahabat dan masyarakat dalam bentuk

9

(38)

29

negosiasi,mediasi, adjudikasi, rekonsiliasi arbitrase dan penyelesaian

sengketa lembaga peradilan (litigasi).10

Dalam Al-Qur’an surat al-Anbiya’ ayat 70 Allah menegaskan yang artinya “ tidak kami utus engkau wahai Muhammad kecuali untuk menjadi

rahmat bagi sekalian alam “.Ayat ini mengungkapkan bahwa kehadiran

Nabi Muhammad melalui risalah islam bertujuanmewujudkan damai,

menyelesaikan konflik atau sengketa dan menjadikan manusia sebagai

mahkluk yang senantiasa membangun dan menciptakan damai

(peace-maker).

Sebagaimana menurut Mohammed Abu Nimer dalam bukunya

yang telah di kutip oleh Syahrizal Abbas bahwa beliau meyakini Islam

telah meletakkan prinsip dan nilai damai dalam Al-Qur’an yaitu penerapan prinsip dan nilai damai yang diderivasi dari tradisi ajaran Islam, akan

mampu menyelesaikan konflik, baik dalam lapangan sosial maupun

politik. Kemudian beliau merumuskan ada 12 prinsip penyelesaian

sengketa (konflik) yang ada dalam Al-Qur’an dan dipraktikkan Nabi

Muhammad, yakni Perwujudan keadilan, Pemberdayaan sosial,

Universalitas dan martabat kemanusiaan , Prinsip kesamaan, Melindungi

kehidupan manusia, Perwujudan damai, Pengetahuan dan kekuatan logika,

Kreatif dan inovatif, Saling memaafkan, Tindakan nyata, Pelibatan melalui

tanggung jawab individu, Sikap sabar, Tindakan bersama (collaborative)

10

(39)

30

dan solidaritas, Inklusif dan proses partisipatif dan Pluralisme dan

keragaman.

Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad menawarkan proses penyelesaian sengketa di pengadilan melalui dua cara, yaitu pembuktian

fakta (adjudikatif) dan penyelesaian sengketa melalui perdamaian (islah

atau Sulh). Sulh adalah suatu proses penyelesaian sengketa dimana para

pihak bersepakat untuk mengakhiri perkara mereka secara damai.11Sulh

memberikan kesempatan para pihak untuk memikirkan jalan terbaik dalam

menyelesaikan sengketa, dan mereka tidak lagi terpaku secara ketat

padapengajuan alat bukti. Anjuran Sulh mengantarkan pada ketentraman

hati, kepuasan dan memperkuat tali silaturarahmi para pihak yang

bersengketa. Oleh karenanya, hakim harus senantiasa mengupayakan para

pihak yang bersengkata untuk menepuh jalur damai (islah), karena jalur

damai akan mempercepat penyelesaian perkara dan mengakhirinya atas

kehendak kedua belah pihak. Sulh dilakukan secara sukarela, tidak ada

paksaan dan hakim hanya memfasilitasi para pihak agar mereka mencapai

kesepakatan-kesepakatan demi mewujudkan kedamaian. Sulh adalah

kehendak para pihak yang bersangkutan untuk membuat keseptakan

damai.12

Perkara atau sengketa yang dapat ditempuh penyelesaiannya

melalui jalur sulh adalah perkara yang di dalamnya mengandung hak

(40)

31

(haq Allah).Dalam kategorisasi hukum, perkara atau sengketa yang dapat

diajukan upaya damai atau sulh adalah perkara yang berkaitan dengan

hukum privat, terutama yang berkaitan dengan harta dan keluarga

(mu’malah wa ahwal al-syakhsiyah).

Dalam islah keberadaan pihak ketiga amat penting, guna

menjembatani para pihak yang bersengketa. Para pihak umumnya

memerlukan bantuan pihak lain untuk mencari solusi tepat bagi

penyelesaian sengketa mereka. Pihak ketiga amat berperan melakukan

fasilitas, negosiasi, mediasi, dan arbitrase diantara para pihak yang

bersengketa. Fasilitas, negosiasi, mediasi dan arbitrase merupakan bentuk

teknis penyelesaian sengketa dengan menggunakan pola sulh. Pola sulh

dapat dikembangkan dalam alternative penyelesaian sengketa diluar

pengadilan seperti mediasi (wastha), arbitrase (tahkim), dan lain-lain.13

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Sulh telah diterapkan

sejak zaman Rasulullah dan manfaat dari Sulh itu sendiri sangat banyak

salah satunya untuk tetap menjaga silaturahmi diantarapara pihak dan

menyelesaikan masalah dengan jalan yang damai sehingga tidak ada

penyesalan.

C. Mediasi Menurut Hukum Adat

Hukum adat sebagai suatu sistem hukum memiliki pola tersendiri

dalam menyelesaiakn sengketa. Hukum adat memiliki karakter yang khas

dan unik bila dibandingkan dengan sistem hukum lain. Hukum adat

13

(41)

32

terbangun dan tersususn dari nilai, kaidah, dan norma yang disepakati dan

diyakini kebenarnnya oleh komunitas masyarakat adat. Hukum adat

Indonesia merupakan penjelmaan dari kebudayaan Indonesia. Soedarsono

menyebutkan dalam bukunya bahwa tata hukum adat Indonesia berbeda

dengan tata hukum lainnya yang ada di Indonesia.14Kemudian dalam

bukunya Soepomo, disebutkan bahwa hukum adat merupakan penjelmaan

dan perasaan hukum yang nyata dari rakyat.15

Hukum adat suatu sistem yangbersandar pada alam pikiran bangsa

Indonesia memiliki konsepsi-konsepsi dasar, unsur, bagian, konsistensi

dankelengkapan yang kesemuanya itu merupakan satu kesatuan yang

terangkai.Sebagaimana menurut Van Vollenhoven yang dikutip oleh

Syahrizal Abbas dalam bukunya yang menyebutkan konstruksi

pembidangan hukum adat berupa, bentuk masyarkat hukum adat, badan

pribadi, pemerintahan dan peradilan, hukum keluarga, perkawinan, waris,

tanah, utang piutang, delik dan sistem sanksi.16

Penyelesaian sengketa dalam masyarakat hukum adat didasarkan

pada pandangan hidup yang dianut oleh masyarakat itu sendiri. Pandangan

hidup ini dapat diidentifikasikan dari ciri masyarakat hukum adat yang

berbeda dengan masyarakat modern. Masyarakat adat adalah masyarakat

yang berlabel agraris, sedangkan masyarakat modern cenderung berlabel

14

Soedarsono, Hukum Adat dan Modernisasi Hukum, (yogyakartta: FH UII, 1998), 5.

15

Soepomo,Hukum Adat dan Modernisasi Hukum, (yogyakartta: FH UII, 1998), 6.

16

(42)

33

industri.Pelabelan ini didasarkan pada pandangan dan filsafat hidup yang

dinaut masing-masing masyarakat.17

Masyarakat hukum adat bersifat komunal, yakni bahwa setiap

individu “wajib” menjunjung tinggi hak sosial dalam

masyarakatnya.Masyarakat hukum adat memiliki sifat demokratis yang

mana kepentingan bersama lebih diutamakan, tanpa mengabaikan

ataumerugikan kepentingan perorangan. Ciri masyarakat hukum adat di

atas menggambarkan pandangan hidup mereka, yang nantinya akan

tercermin dalam filosofis penyelesian sengketa yang terjadi di kalangan

masyarakat hukum adat.18

Masyarakat adat mengutamakan jalan musyawarah mufakat ketika

terjadi sebuah permasalahan, karena dengan kedamaian akan kedua belah

yang bersengketa. Bentuk-bentuk yang digunakan adalah mediasi,

negosiasi, fasilitasi dan arbitrase.19

Mediasi yang dilakukan oleh masyarakat adat memiliki kekuatan

dalam penyelesaian sengketa mereka. Kekuatan itu akan menunjang

terwujudnya penyelesaian melalui mediasi yakni jika para pihak memiliki

keinginan untuk menyelesaikan sengketa denganjalan mediasi, kemudian

jika terdapat masalah dalam lingkungan adat mereka semua masyarakat

adat ikut merasaknnya sehingga masalah yang terjadi harus segera

diselesaikan dengan jalan musyawarah. Dan mediasi yang dilakukan itu

(43)

34

penyelesaian sengketa tersebut. Sehingga proses yang harus dilakukanpun

mempunyai beberapa tahap diantaranya keterbuakaan antara para pihak

kepada pihak ketiga (mediator), adanya rasa saling percaya terhadap pihak

ketiga, dan adanya waktu untuk bertemu sehingga dnegan adanya

tahap-tahap tersebut masalah yang terjadi bisa diatasi dengan baik.20 Karena

dalam masyarakat adat tidak ada perbedaan antara masalah public atau

private maka dalam proses penyelesaian sengketanya dilakukan dengan

proses yang sama.

D. Mediasi Dalam Hukum Nasional

Penyelesaian konflik (sengketa) secara damai telah dipraktikkan

dalam kehidupan masyarakat Indonesia, masyarakat mengupayakan

penyelesaian sengketa mereka secara cepat dengan tetap, menjunjung

tinggi nilai kebersamaan dan tidak merampas atau menekan kebebasan

individual. Musyawarah mufakat merupakan falsafah masyarakat

Indonesia dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk penyelesaian

sengketa.21 Musyawarah mufakat sebagai nilai filosofi bangsa dijelmakan

dalam dasar negara yaitu pancasila. Prinsip musyawarah mufakat

merupakan nilai dasar yang digunakan pihak bersengketa dalam mencari

solusi terutama di luar jalur pengadilan. Nilai musyawarah mufakat

terkonkretkan dalam sejumlah bentuk alternatif penyelesaian sengketa

seperti mediasi, arbitrase, negosiasi, fasilitasi dan berbagai bentuk

pengyelesaian sengketa lainnya.

20

Ibid, 250.

21

(44)

35

Dalam sejarah perundang-undangan Indonesia prinsip musyawarah

mufakat yang berujung damai juga digunakan di lingkungan peradilan,

terutama dalam penyelesaian sengketa perdata.Ada beberapa peraturan

perundang-undangan yang menjadi dasar yuridis bagi penerapan mediasi

di pengadilan maupun di luar pengadilan. Mediasi sebagai institusi

penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh hakim (aparatur negara) di

pengadilan atau pihak lain dari luar pengadilan, sehingga aturannya

memerlukan aturan hukum.22

Dalam pasal 24 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuatan kehakiman

dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada

dibawahnya yakni umum, agama, militer dan tata usaha negara dan oleh

sebuah Mahkamah Konstitusi. Dalam pasal 4 ayat dan pasal 5 ayat 2 UU

No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman disebutkan peradilan

dilakukan dengansederhana, cepat dan biaya ringan. Penerapan asas

tersebut mengalami kendala dalam prkatik peradilan, karena banyaknya

perkara yang masuk, terbatasnya tenaga hakim, dan minimnya dukungan

fasilitas bagi lembaga peradilan terutama tingkat pertama yang wilayah

hukumnya meliputi kabupataen/kota. Bahkan penumpukan perkara tidak

hanya terjadi pada tingkat pertama dan banding tetapi juga tingakat kasasi

di Mahkamah Agung. Sehingga ada proses yang harus dilakukan yakni

salah satunya adalah tahap mediasi.

22

(45)

36

Mediasi telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung dari no 2

tahun 2003, kemudian direvisi no 1 tahun 2008 dan direvisi lagi no 1 tahun

2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Dalam aturan tersebut ada

beberapa perbedaan diantaranya sebagai berikut:

No. Jenis Perbedaan Implementasi

PERMA No. 1 Tahun

Belum ada aturannya Pasal 6 para pihak wajib menghadiri pertemuan

Ada tapi kurang detail Pasal 7 dijelaskan tentang iktikad baik dan tidak baik 7. Pertemuan para pihak Pasal 1 ayat 4 bahwa

(46)

37

E. Landasan Hukum Mediasi

Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan

adanya perdamaian akan terhindar dari putusnya perpecahan silaturrahmi

(hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara pihak-pihak yang

bersengketa akan dapat diakhiri.23 Adapun dasar hukum yang menegaskan

tentang perdamaian dapat dilihat dalam Al-quran surat Al Hujuraat ayat 10

yang berbunyi :

Artinya ”Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah

kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.24

Mediator mempunyai Landasan hukum mediasi yang dijadikan pedoman

dalam melaksanakan tugasnya di Pengadilan agama yaitu :

a. HIR Pasal 130 dan Rbg Pasal 154 telah mengatur lembaga perdamaian.

Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara

sebelum perkaranya diperiksa.

b. SEMA No. 1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan lembaga perdamaian

dalam Pasal 130 HIR/154bg.

c. PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

d. PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

23

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Cet. 3, ( Bandung:Alumni, 1996), 16.

24

(47)

38

e. PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan.

f. Mediasi atau APS di luar pengadilan diatur dalam Pasal 6 UU No. 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

g. Pasal 3 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman.25

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah penyempurnaan terhadap Peraturan

Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan. Penyempurnaan tersebut dilakukan Mahkamah Agung karena

dalam perma No. 2 tahun 2003 ditemukan beberapa masalah, sehingga

tidak efektif penerapannya di pengadilan. Mahkamah Agung

mengeluarkan perma No. 1 Tahun 2008 sebagai upaya mempercepat,

mempermurah, dan mempermudah penyelesaian sengketa serta

memberikan akses yang lebih besar kepada pencari keadilan. Mediasi

merupakan instrument efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di

pengadilan, dan sekaligus menyelesaikan sengketa, di samping proses

pengadilan yang bersifat memutus (adjudikatif). Kehadiran PERMA NO. 1

Tahun 2008 dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban,

kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan

suatu sengketa perdata.

Mediasi mendapat kedudukan penting dalam PERMA Nomor 1

Tahun 2008, karena proses mediasi merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari proses berperkara di pengadilan. Hakim wajib mengikuti

25

(48)

39

prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila hakim melanggar

atau enggan menerpakan prosedur mediasi, maka putusan hakim batal

demi hukum (pasal 2 ayat 3 PERMA).26

Oleh karenanya, hakim dalam pertimbangan putusannya wajib

menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan

perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk

perkara yang bersangkutan.

Pada prinsipnya mediasi di lingkungan pengadilan dilakukan oleh

mediator yang berasal dari luar pengadilan. Namun, mengingat jumlah

mediator yang sangat terbatas dan tidak semua pengadilan tingkat pertama

tersedia mediator, maka PERMA ini mengizinkan hakim menjadi

mediator.

Pada tahap pramediasi, hakim mewajibkan para pihak untuk

terlebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 7 ayat 1 PERMA Nomor 1

Tahun 2008). Hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling

lama 2 (dua hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator

baik yang ada di dalam daftar atau diluar daftar pengadilan, termasuk

biaya yang mungkin timbul (Pasal 11 ayat 1 PERMA Nomor 1 Tahun

2008).

Tahap mediasi dimulai lima hari kerja setelah pemilihan atau

penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan resume perkara

kepada satu sama lain dan kepada mediator (Pasal 13 ayat 1 PERMA

26

(49)

40

Nomor 1 Tahun 2008). Baik mediasi itu berhasil ataupun tidak maka wajib

ada laporan (Pasal 14 PERMA Nomor 1 Tahun 2008).27

F. Prinsip-Prinsip Mediasi

Dalam berbagai literatur ditemukan sejumlah prinsip mediasi.

Prinsip dasar (Basic Principles) adalah landasan filosofis dari

diselenggarakannya kegiatan mediasi. Prinsip-prinsip atau filosofi ini

merupakan kerangka kerja yang harus dikethaui oleh mediator, sehingga

dalam menjalankan mediasi tidak keluar dari arah filosofi yang

melatarbelakangi lahirnya institusi mediasi. David Spencer dan Michael

Bragon merujuk pada pandangan Ruth Carlton tentang lima prinsip dasar

mediasi. Lima prinsip ini dikenal dengan lima dasar filsafat mediasi.

Prinsip pertama mediasi adalah kerahasiaan atau Confidentiality.

Kerahasiaan yang dimaksudkan disini adalah bahwa segala sesuatu yang

terjadi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh mediator dan

pihak-pihak yang bersengketa tidak boleh disiarkan kepada publik atau pers oleh

masing-masing para pihak. Dan mediator pun juga harus menjaga

kerahasiaan dari isi mediasi tersebut.

Prinsip kedua, volunteer (sukarela). Masing-masing pihak yang

bertikai datang ke mediasi atas keinginan dan kemauan mereka sendiri

secara sukarela dan tidak ada paksaan dan tekanan dari pihak-pihak lain

atau pihak luar. Prinsip sukarela ini dibangun atas dasar bahwa orang akan

27

(50)

41

mau bekerja sama untuk menemukan jalan keluar dari persengketaan

mereka.

Prinsip ketiga, pemberdayaan atau empowerment. Prinsip ini

didasarkan pada asumsi bahwa orang yang mau datang ke mediasi

sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan masalah

mereka sendiri dan dapat mencapai kesepakatan yang mereka inginkan.

Prinsip keempat, netralitas (neutrality). Di dalam mediasi, peran

seorang mediator hanya menfasilitasi prosesnya saja, dan isinya tetap

menjadi milik para pihak. Mediator hanyalah berwenang mengontrol

proses berjalan atau tidaknya mediasi.

Prinsip kelima, solusi yang unik (a unique solution). Bahwasanya

solusi yang dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai dengan

standar legal, tetapi dapat dihasilkan dari proses kreativitas. Oleh karena

itu, hasil mediasi mungkin akan lebih banyak mengikuti keinginan kedua

belah pihak, yang terkait erat dengan konsep pemberdayaan

masing-masing pihak. Itulah prinsip-prinsip mediasi yang harus dimiliki dan

dilakukan oleh seorang mediator.28

G. Mediasi Dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2016

Adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang

prosedur mediasi di pengadilan merupakan bentuk pembaharuan dari

peraturan Mahkamah Agung sebelumnya, yakni peraturan Mahkamah

Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan.

28

(51)

42

Penyempurnaan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam

peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur

mediasi di pengadilan tersebut ditemukan beberapa masalah, sehingga

perlu dikeluarkan PERMA baru dalam rangka mempercepat dan

mempermudah penyelesaian sengketa serta memberikan akses yang lebih

luas kepada pencari keadilan.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang

prosedur mediasi di pengadilan ini memiliki tempat istimewa karena

proses mediasi menjadi satu bagian yang tak terpisahkan dari proses

berperkara di pengadilan, sehingga hakim dan para pihak wajib mengikuti

prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi, apabila para pihak

melanggar atau tidak menghadiri mediasi terlebih dahulu, maka putusan

yang dihasilkan batal demi hukum dan akan dikenai sanksi berupa

kewajiban membayar biaya mediasi, hal ini disebutkan dalam pasal 22

ayat 1 dan ayat 2 peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016

tentang prosedur mediasi di pengadilan.

Dalam pelaksanaan mediasi di pengadilan tingkat pertama, para

pihak harus beriktikad baik dalam proses mediasi, namun mengingat tidak

semua para pihak beriktikad baik dalam proses mediasi, maka dalam pasal

22 ayat 1 dan ayat 2 PERMA ini mempunyai akibat hukum bagi para

pihak yang tidak beriktikad baik dalam proses mediasi.

Hakim atau kuasa hukum dari pihak-pihak yang berperkara

(52)

43

dalam proses mediasi, dengan adanya kewajiban menjalankan mediasi,

maka hakim dapat menunda persidangan perkara agar dapat terjalin

komunikasi antara para pihak yang berperkara.

Adapun dalam proses mediasi di Pengadilan Agama menurut

PERMA Nomor 1 Tahun 2016 sebagai berikut :

a. Tahap Pra mediasi

Pada hari sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak

hakim mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.

Hakim menunda proses persidangan perkara untuk memberikan

kesempatan proses mediasi lama 30 hari kerja. Hakim

menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak yang

bersengketa. Para pihak memilih mediator dari daftar nama

yang telah tersedia pada hari sidang pertama atau paling lama 2

hari kerja berikutnya. Apabila dalam jangka waktu tersebut

dalam point 4 para pihak tidak dapat memilih mediator yang

dikehendaki. Ketua majelis hakim segera menunjuk hakim

bukan pemeriksa pokok perkara untuk menjalankan fungsi

mediator

b. Tahap proses mediasi

Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak

menunjuk mediator yang disepakati, masing-masing pihak

dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator

Referensi

Dokumen terkait

Suunnittelemani logo ja liikemerkki ovat helppoja käyttää kuvituskuvien kanssa, kuin myös sellaisenaan ja ne toimivat niin värillisinä kuin mustana tai valkoisena..

model pembelajaran Creative Problem Solving lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah mahasiswa dalam berkomunikasi mahasiswa yang dibelajarkan dengan

Selanjutnya, Penulis menyarankan kepada pembaca untuk mengembangkan hasil modifikasi pada Tugas Akhir ini agar mendapatkan metode iterasi baru dengan orde konvergensi tinggi dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis serta mengetahui indeks keanekaragaman kupu-kupu yang terdapat di kawasan Hutan Dalit Desa Benao Hulu

Tidak seperti pada saluran dua kawat yang memungkinkan mode gelombang TEM, maka pada wave guide yang sering disebut saluran transmisi kawat tunggal tidak

Pada hasil pengukuran panjang luka sayat pada setiap kelompok mencit yang dilakukan setiap hari pada waktu yang sama, didapatkan bahwa kelompok yang dipajan dengan ozon

Data didasarkan pada peristilahan yang terdapat dalam adat perkawinan Melayu di Sekadau yang mencangkup adat praperkawinan, pelaksanaan perkawinan dan pascaperkawinan,

(2012) dengan metode magnetik dalam luasan pengukuran sekitar 300x250 m2, melakukan pemodelan berdasarkan anomali medan magnetik total regional pada