• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

Mud volcano atau gunung lumpur adalah fenomena ekstruksi material

lumpur dari bawah permukaan bumi yang terdorong ke atas melalui celah berupa patahan atau rekahan, membentuk gunung dan susunan litologi berupa sedimen

material lempung di permukaan. Menurut Dimitrov (2001) mud volcano adalah

struktur geologi yang terbentuk sebagai hasil emisi material lempung lunak di permukaan bumi atau lantai samudera yaitu gabungan air dan gas yang membuat material semi-liquid dan terdorong ke atas melalui celah panjang yang sempit hingga ke permukaan untuk menciptakan aliran lumpur di permukaan. Menurut

Kopf (2002) menyatakan bahwa mud volcano didefinisikan sebagai fenomena

naiknya fluida, sedimen-sedimen halus dalam sebuah susunan litologi

dikarenakan energinya. Menurut Akesson (2008), mud volcanoes adalah fitur

geologi berupa material lempung yang berasal dari interior bumi dan keluar hingga ke permukaan.

Mud volcano biasanya dihubungkan dengan material yang kental, tekanan

yang besar, dan membentuk susunan litologi berupa lapisan-lapisan lempung.

Secara umum ciri-ciri mud volcano (Yasir, 1989) adalah sebagai berikut:

1. Biasanya terjadi di area aktivitas gempabumi.

2. Biasanya erupsi sepanjang patahan geologi.

3. Adanya gelembung, air garam, gas (biasanya methane) dan kadang kala

minyak.

4. Kerapkali membentuk blok-blok batuan di kedalaman yang sangat dalam

(mirip dengan gunungapi yang sebenarnya).

Selain diberikan ciri-ciri umum mud volcano, ciri-ciri utama mud volcano secara

geofisika (Yassir, 1989) adalah:

1. Memiliki anomali gravitasi yang rendah dibandingkan daerah sekitarnya.

2. Memiliki densitas yang rendah (2,1-2,3 g/cc).

(2)

4. Memiliki temperatur rendah yang hampir sama dengan temperatur sekitarnya.

5. Memiliki tekanan fluida yang tinggi yang semakin ke permukaan semakin

mengecil.

Mud volcano biasanya ditemukan di sepanjang zona lipatan atau patahan

yang berhubungan dengan daerah kompresi dan daerah yang memiliki aktivitas

gempa besar (Yassir, 1989). Mud volcano lumpur terbentuk karena gas alami

yang naik ke permukaan ketika menemukan celah berupa patahan atau rekahan dan membawa lumpur yang memiliki densitas lebih ringan dari sedimen di

sekitarnya (Indriana dkk, 2007). Material mud volcano terdiri dari tiga komponen,

yaitu lumpur, air dan gas yang tergantung pada keadaan geologi lokal, proses erupsi, volume dan sifatnya secara kualitatif (Akesson, 2008).

Material mud volcano diekstrusi dari satu corong utama disebut saluran

pusat atau pengumpan (Gambar 1.1). Di dekat permukaan terdapat beberapa flank

kecil atau pipa lateral terpisah dari saluran utamanya. Singkapan dari saluran

utama biasanya terletak di puncak mud volcano disebut corong utama atau kawah

utama yang bentuknya bervariasi mulai dari planoconvex atau berbentuk dataran

dan dataran tinggi (kerucut) mengembung yang di tengahnya terdapat kaldera

bertipe kawah. Kaldera terbentuk ketika mud volcano runtuh karena terjadinya

pembuangan sejumlah material dalam letusan eksplosif dan diisi oleh air yang membentuk danau kecil. Bagian ini biasanya mengeluarkan gas, lumpur, air dan ditandai dengan tidak adanya fragmen batuan padat (Dimitrov, 2001).

Pada prinsipnya benda di dalam bumi akan keluar ke permukaan karena adanya distribusi suhu dan tekanan yang makin besar terhadap kedalaman. Bila batuan dasarnya sangat keras maka benda dengan tekanan besar ini akan terperangkap, tidak bisa keluar dan akan keluar jika terdapat rekahan, patahan, ataupun karena adanya aktivitas pemboran.

(3)

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mempunyai fenomena

mud volcano. Salah satu fenomena mud volcano di Indonesia yang sangat menarik

adalah Lumpur Sidoarjo (LUSI), Jawa Timur. Mud volcano tersebut keluar pada

tahun 2006 dan menenggelamkan beberapa desa di kawasan tersebut. Selain

Lumpur Sidoarjo, masih ada beberapa mud volcano lainnya yang telah

teridentifikasi di pulau Jawa seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2.

Dari survei lapangan, di Jawa Tengah juga memiliki fenomena-fenomena alam yang kompleks dan menarik dilihat dari segi geografis, salah satunya adalah

mud volcano yang terdapat di Kecamatan Kradenan, yang memperlihatkan

kenampakan geologi yang berupa diapir. Berdasarkan peta geologi lembar Ngawi oleh Datun, dkk (1996), geologi daerah Kecamatan Kradenan teridri dari endapan aluvial, formasi Tambak Kromo (QTpt), formasi Mundu (Tpm), serta formasi Kalibeng.

Gambar 1.1 Struktur dasar gunung lumpur (Dimitrov, 2001)

(4)

Mud volcano yang paling menarik di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan adalah Bledug Kuwu yang merupakan salah satu obyek wisata yang

banyak dikunjungi oleh wisatawan. Selain Bledug Kuwu juga terdapat mud

volcano lainnya di beberapa titik di daerah tersebut, yaitu Bledug Medang Kawit

(Gambar 1.3) dan satu bleduklainnya yang belum diberi nama (Bledug X). Dalam

hal ini, wilayah Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan ditinjau sebagai

kawasan mud volcano yang mungkin dapat dipengaruhi oleh adanya struktur

patahan.

Gambar 1.2. Peta geologi dan distribusi mud volcano di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Istadi, dkk, 2009)

(5)

Gambar 1.3. Kenampakan mud volcano; a) Bledug X, b) Bledug Medang Kawit, c) Bledug Kuwu

Beberapa penelitian yang sudah dilakukan di daerah Bledug Kuwu antara lain: survei magnetik oleh Manurung (1989) dengan metode geomagnetik dengan lokasi pengukuran seluas 10x10 km2. Tujuannya adalah membuat model bawah permukaan Bledug Kuwu berdasarkan anomali medan magnetik total tanpa melakukan pemisahan anomali. Hasil interpretasi berdasarkan anomali medan magnetik total menyebutkan bahwa fenomena Bledug Kuwu dikontrol oleh adanya struktur patahan dengan jurus strike baratdaya-timurlaut. Darmawan dkk. (2012) dengan metode magnetik dalam luasan pengukuran sekitar 300x250 m2, melakukan pemodelan berdasarkan anomali medan magnetik total regional pada ketinggian pengangkatan 3000 meter. Dari hasil interpretasi tersebut menemukan ada tiga jenis batuan penyebab anomali di bawah permukaan daerah Bledug Kuwu yaitu batuan dengan suseptibilitas 0,003 cgs, batuan dengan suseptibilitas

-a) b)

(6)

0,001 cgs dan batuan dengan suseptibilitas 0,001 cgs dengan kedalaman rata-rata adalah 270-350 meter. Indriana, dkk (2007) dengan metode Self Potensial untuk menginterpretasi obyek anomali bawah permukaan Bledug Kuwu berdasarkan data potensial. Dari hasil interpretasi dengan menggunakan metode pencocokan kurva untuk model bola diperoleh benda sumber anomali dengan kedalaman 19,5 m, 23, 68 m dan 40,8 m, serta sudut polarisasi 700, 71,380, dan 1000 dari pusat bola.

Beberapa penelitian mengarah bahwa yang menjadi sumber anomali di bawah permukaan daerah Bledug Kuwu berupa struktur lapisan batuan dengan karakteristik litologinya. Secara umum dari semua penelitian yang sudah dilakukan, khususnya dengan metode magnetik belum pernah dilakukan interpretasi berdasarkan anomali medan magnetik lokal terhadap letak struktur

yang mengontrol munculnya mud volcano di Kecamatan Kradenan, Kabupaten

Grobogan. Anomali medan magnetik lokal atau sering juga disebut sebagai anomali sisa, mengandung kondisi geologi setempat. Oleh sebab itu, anomali medan magnetik lokal menginterpretasikan benda penyebab anomali yang bersumber pada kedalaman yang dangkal. Sementara anomali regional merupakan anomali yang berasosiasi dengan kondisi geologi umum yang dominan di daerah pengukuran. Berdasarkan hal tersebut, penulis memilih metode magnetik dan

menginterpretasi struktur bawah permukaan mud volcano dengan analisis anomali

medan magnetik lokal dalam luasan area penelitian 8x8 km2.

Metode magnetik sering digunakan untuk mengetahui struktur dari batuan yang mempunyai sifat kemagnetan, maka dari itu dengan adanya nilai kontras suseptibilitas dapat membantu mengetahui struktur di bawah permukaan bumi. Prinsip kerja metode magnetik yaitu mengukur variasi intensitas medan magnetik di permukaan bumi, kemudian menghitung dan memetakan anomalinya. Berdasarkan pola anomali tersebut, kemudian dibuat pemodelan struktur bawah permukaan. Diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian-penelitian geofisika lainnya.

(7)

1.2. Konsep Umum Metode Magnetik dan Struktur Patahan

Metode magnetik adalah salah satu metode geofisika yang dijadikan survei awal sebelum melakukan survei yang lebih lanjut. Metode magnet ini dilakukan dengan cara mengukur intensitas medan magnet yang terjadi pada batuan-batuan yang ada di sekitarnya akibat adanya proses induksi medan magnet bumi yang sudah ada secara alami di bumi ini. Metode ini digunakan untuk mengetahui keadaan struktur perlapisan bawah tanah.

Berdasarkan dari asalnya, gaya-gaya geologi dapat dibagi menjadi 2, yaitu gaya dari luar (eksogen) dan gaya dari dalam bumi (endogen). Karena pengaruh gaya eksogen dan endogen ini, batuan dapat terdeformasi atau berubah bentuk. Batuan yang terdeformasi ini disebut batuan yang mempunyai struktur batuan. Deformasi ini dapat berbentuk fold (lipatan) atau fault (sesar).

Fold atau lipatan adalah struktur berbentuk gelombang hasil deformasi suatu

batuan. Fold dapat terjadi di semua jenis batuan, baik batuan beku, sedimen atau

metamorf. Peristiwa lipatan akan terlihat paling jelas pada lapisan batuan sedimen yang berlapis-lapis. Ukuran lipatan dapat berkisar dari beberapa millimeter hingga kilometer.

Sesar atau patahan adalah suatu rekahan pada batuan, dimana bagian-bagian yang dipisahkan oleh rekahan itu bergeser satu terhadap lainnya. Arah pergerakan bagian-bagian tersebut akan sejajar dengan bidang permukaan rekahan. Sesar mempunyai ukuran dari milimeter hingga ratusan kilometer. Menurut gerakannya, sesar dapat dibagi menjadi tiga yaitu sesar normal (normal fault), sesar naik (reverse fault) dan sesar mendatar (lateral/strike-slip fault). Sesar memiliki jurus

(strike) yaitu suatu garis yang dibentuk oleh bidang sesar dengan bidang

horisontal. Selain arah (strike), sesar juga memiliki kemiringan (dip) yang berupa

sudut yang terbentuk oleh bidang sesar dengan bidang horisontal, diukur pada bidang vertikal yang arahnya tegak lurus dengan jurus sesar.

Dalam aplikasinya, anomali magnetik dapat memberikan informasi mengenai adanya struktur patahan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan anomali yang drastis dengan jarak kontur yang rapat yang disebabkan oleh adanya dua

(8)

tubuh lapisan yang terpisah dan terjadinya pengangkatan akibat gaya yang terjadi pada tubuh batuan tersebut.

1.3. Rumusan Masalah

Bagaimana model struktur bawah permukaan yang mengontrol mud volcano

Bledug Kuwu di wilayah Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah berdasarkan anomali medan magnetik lokal.

1.4. Batasan Masalah

1. Pemodelan struktur bawah permukaan mud volcano di daerah penelitian

dilakukan berdasarkan anomali medan magnetik lokal.

2. Pengukuran dilakukan pada luasan area 8 km x 8 km.

1.5. Tujuan Penelitian

2. Mendapatkan peta anomali medan magnetik total di kawasan mud

volcano Bledug Kuwu, di Kecamatan Kradenan.

3. Memodelkan struktur geologi bawah permukaan daerah penelitian

berdasarkan anomali medan magnetik lokal.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Dapat memetakan anomali medan magnetik total pada kawasan mud

volcano di daerah penelitian.

2. Dapat mengetahui lebih detail letak struktur yang mengontrol mud

volcano di daerah penelitian.

1.7. Hipotesis

Pada prinsipnya material berupa fluida di dalam bumi dapat keluar ke permukaan jika menemukan celah berupa patahan atau sesar ataupun karena

adanya aktivitas pemboran. Seperti halnya fenomena mud volcano yang nampak

di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah ditandai dengan adanya ekstrusi fluida berupa letupan material lumpur di permukaan. Fenomena

(9)

tersebut dapat memberikan dugaan bahwa keluarnya material lumpur di daerah penelitian dikontrol oleh adanya struktur patahan atau sesar di bawah permukaan.

Perubahan nilai anomali dapat dikarenakan adanya perbedaan lapisan berdasarkan kontras nilai suseptibilitas antara lapisan. Adanya perbedaan lapisan ini bisa dikarenakan adanya kenaikan lapisan akibat terjadinya patahan ataupun karena adanya lapisan baru hasil dari proses pengendapan.

1.8. Deskripsi Daerah Penelitian

Daerah Kabupaten Grobogan berada pada topografi yang relatif datar dengan ketinggian rata-rata di bawah 100 mdpl (Gambar 1.4). Kondisi topografi Kabupaten Grobogan dan sekitarnya terdiri dari:

1. Daerah dataran, berada pada ketinggian sampai dengan 50 mdpl, dengan

kelerengan 0-8 %.

2. Daerah perbukitan, berada pada ketinggian antara 50-100 mdpl, dengan

kelerengan 8-15 %. (http://www.grobogan.com/html.2014)

Gambar 1.4. Peta Topografi Daerah Penelitian

PETA TOPOGRAFI DAERAH KUWU, KECAMATAN KRADENAN 0 2000 Skala OLEH: AL FIRMAN Keterangan: : Mud Volcano : Kontur Topografi

PROGRAM STUDI ILMU FISIKA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2014

(10)

Lokasi pengambilan data sebagian besar dilakukan pada daerah dataran rendah. Daerah penelitian berada dalam lingkungan pemukiman warga yang

sebagian besar berupa daerah persawahan. Mud volcano di daerah ini ditandai

dengan naiknya fluida ke permukaan dalam bentuk semburan material lumpur.

Aktivitas mud volcano dengan intensitas paling besar di daerah penelitian terdapat

di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, dikenal sebagai Bledug Kuwu (Gambar

1.5). Pada jarak ± 4 km sebelah timurlaut dari Bledug Kuwu terdapat mud volcano

lainnya yang dikenal dengan nama Bledug Medang Kawit, serta ± 1,5 km di

sebelah barat Bledug Kuwu terdapat satu mud volcano yang belum teridentifikasi

(Bledug X). Ketiga titik bledug menunjukkan keberadaan sistem mud volcano

yang berada di daerah penelitian.

Gambar 1.5. Peta lokasi mud volcano Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan Jawa Tengah (modifikasi dari citra Google Earth)

(11)

1.9. Deskripsi Geologi Daerah Penelitian 1.9.1. Geomorfologi

Berdasarkan peta geologi lembar Ngawi oleh Datun, dkk. (1996) (Gambar 1.6), keadaan geologi regional daerah penelitian menunjukkan bahwa mulai dari

semarang ke arah timur hingga daerah Kuwu merupakan endapan aluvial yang

termasuk zona Randublatang. Daerah ini mempunyai kenampakkan morfologi datar. Di bagian utara terdapat perbukitan bergelombang lemah dan sedang sedangkan di bagian selatan dibatasi oleh bagian darat formasi Kendeng. Di sebelah timur terdapat jalur patahan yang berarah timur barat, yang merupakan patahan normal. Di sebelah selatan terdapat jalur patahan yang berarah barat-timur yang merupakan patahan naik, tegak lurus patahan tersebut terdapat patahan normal.

Gambar 1.6. Peta Geologi daerah penelitian (Datun, dkk., 1996)

1.9.2. Stratigrafi Regional

Berdasarkan peta geologi lembar Ngawi oleh Datun, dkk (1996), tatanan stratigrafi terdapat di daerah Grobogan dan sekitarnya terdiri dari (Gambar 1.7.) :

Struktur Patahan Endapan Aluvium Formasi Tambakromo Formasi Selorejo Formasi Mundu Formasi Ledok Legenda : PETA GEOLOGI

(12)

1. Endapan aluvium

Endapan aluvium terdiri dari lempung, pasir dan kerikil. Terendapakan sepanjang dataran banjir kali Lusi, kali Madiun, kali Wulung dan Bengawan Solo.

2. Endapan Undak

Endapan Undak terdiri dari batu pasir ukuran sedang, kasar, mudah lepas, berstruktur silang siur dan konglomerat berkomponen andesit, tuf, opal, rijang, kaldeson, batu gamping dengan tebal diperkirakan 4 m.

3. Endapan Lawu

Endapan Lawu terdiri dari batu pasir gunungapi, batu lempung-lanau gunungapi, breksi gunung dan lava. Satuan ini meindih tak selaras formasi yang lebih tua di lajur Kendeng bagian selatan.

4. Formasi Notopuro

Formasi Notopuro terdiri atas breksi lahar, batu pasir gunungapi, konglomerat dan batu lanau gunungapi. Lingkungan pengendapan darat dengan tebal diperkirakan 30-40 m. Satuan ini berumur plistosen akhir dan menindih selaras formasi kabuh.

5. Formasi Kabuh

Formasi Kabuh terdiri atas batu pasir kelabu dan terang, berstruktur silangsiur. Dibeberapa tempat bersifat konglomerat dan berbentuk lensa, tebal diperkirakan 45-200 m. Satuan formasi ini berumur plistosen tengah dan

mengandung fosil pelecypoda, gastropoda dan kepingan vertebrata serta

menindih selaras formasi Pucangan.

6. Formasi Pucangan

Formasi Pucangan terdiri atas breksi, batu pasir gunungapi dan batu lempung. Bagian bawah betu lempung berlapis tipis dan di bagian atas terdapat sedimen facies gunungapi yang terdiri dari breksi dan batu pasir gunungapi. Satuan

formasi ini mengandung fosil Pithecantropus mojokertensis dan umurnya

plistosen awal.

(13)

Formasi Tambakromo terdiri dari batu lempung, napal, dan batu gamping. Batu lempung, kelabu gelap, lunak, tidak berlapis, di beberapa tempat merupakan pasiran.

8. Formasi Selorejo

Formasi Selorejo yaitu terdiri dari batu gamping putih kecoklatan, berlapis (25-60 cm), di beberpa tempat silangsiur dan batu lempung kelabu terang, pasiran, gampingan. Formasi ini merupakan lingkungan pengendapan neritik dangkal dan satuan menindih selaras FormasiMundu dan tebalnya diperkirakan 200 m.

9. Formasi Mundu

Formasi Mundu yaitu terdiri dari napal, berwarna kelabu-kuning kecoklatan, tidak begitu keras,tidak berlapis, dibeberapa tempat pasiran. Formasi ini merupakan lingkungan pengendapan neritik dalam dan satuan dengan ketebalan 100-250 m serta menindih selaras formasi Ledok.

10.Anggota Klitik, Formasi Kalibeng

Formasi ini terdiri dari batu gamping putih kekuning-coklatan, berlapis 20-60 cm. Dibeberapa tempat mengandung kepingan koral dan napal putih kekuningan sebagai sisipan batu gamping dengan tebal 10-30 cm. Kandungan

fosil foraminifera, bentos dan plangton menunjukkan umur awal pliosen

dengan lingkungan pengendapan neritik dangkal. Satuan ini memiliki ketebalan 40-150 m menjemari dengan bagian atas formasi Kalibeng.

11.Formasi Kalibeng

Formasi ini terdiri atas napal, pejal dan sisipan batupasir (20-50 cm), dan tufan-gampingan. Umur satuan ini miosen akhir-pliosen awal. Lingkungan pengendapan neritik dalam-batial atas. Satuan ini mempunyai ketebalan 5000 m dan menindih selaras formasi Kerek.

12.Anggota Banyak, Formasi Kalibeng

Formasi ini terdiri atas breksi andesit, kepingan andesit dan sedikit tuf. Lingkungan pengendapan alur bawah laut dengan ketebalan 8-25 m.

(14)

Formasi Ledok yaitu terdiri dari batu gamping dan batu gamping glokonitan. Formasi ini merupakan lingkungan pengendapan neritik dangkal, tebal satuan diperkirakan 100-525 cm dan satuan menindih selaras formasi Wonocolo.

14.Formasi Kerek

Formasi Kerek terdiri dari napal, batu lempung, batu gamping dan batupasir. Umur satuan ini miosen akhir bagian tengah. Lingkungan pengendapan neritik dalam dengan tebal 825 m, tertindih selaras dengan formasi Kalibeng.

15.Formasi Wonocolo

Formasi Wonocolo yaitu terdiri dari napal dan batu gamping. Bagian bawah batu gamping tipis dan bagian atas napal dengan sisipan batugamping. Formasi ini merupakan lingkungan pengendapan neritik dangkal, tebal satuan 100-300 m dan menindih tak selaras formasi Ngrayong.

16.Formasi Madura

Formasi Madura terdiri dari batu gamping koral dan batu gamping kepingan. Umur satuan formasi ini akhir miosen tengah-awal miosen akhir dengan lingkungan pengendapan neritik dangkal. Satuan ini menjemari dengan formasi Wonocolo.

17.Formasi Ngrayong

Formasi Ngrayong yaitu terdiri dari batu lempung pasiran, batu pasir kuarsa, napal dan batugamping. Formasi ini merupakan lingkungan pengendapan neritik dangkal, ketebalan satuan berkisar 100-300 m dan tertindih tak selaras oleh formasi Wonocolo.

18.Formasi Tawun

Formasi Tawun terdiri dari batu lempung dan batu gamping dengan sisipan batu pasir, batu lanau dan kalkarenit. Umur formasi ini miosen awal dengan lingkungan pengendapan laut dalam. Satuan ini ditindih selaras oleh formasi Ngrayong.

(15)

Gambar 1.7. Tatanan stratigrafi daerah Grobogan dan sekitarnya berdasarkan peta Geologi lembar Ngawi, Jawa (Datun, dkk, 1996)

1.9.3. Struktur Geologi Regional

Struktur geologi yang terdapat di lembar Ngawi terdiri dari antiklin, sinklin dan sesar. Di lajur Kendeng umumnya struktur lipatan mempunyai arah pola umum hampir timur-barat dengan bentuk lipatan yang tak setangkup, dan sayap utara umumnya relatif lebih curam (300-650) daripada sayap selatan (100-300), sedangkan struktur sesar dijumpai dalam jumlah cukup banyak dan dalam skala besar. Sebagian besar berupa sesar geser, sesar naik, dan sesar turun. Sesar geser mempunyai pola umum timur laut - barat daya dan barat laut - tenggara,

memotong sumbu lipatan berkisar 200-400. Sesar turun dan naik mempunyai pola

umum hampir timur-barat sesuai dengan pola lipatan di lajur Kendeng.

Batuan yang terlipat dan tersesarkan cukup kuat yaitu batuan formasi Kerek dan formasi Kalibeng, sedangkan formasi Pucangan, formasi Kabuh dan formasi Notopuro memperlihatkan intensitas perlipatan yang lemah, setelah pengendapan formasi Tuban pada miosen tengah bagian bawah. Zona Rembang bagian selatan

AWAL EARLY HOLOSEN HOLOCONE PLISTOSEN PLEISTOCENE PLIOSEN PLIOCENE AKHIR LATE TENGAH MIDDLE OLIGOSEN OLIGOCENE KETERANGAN Ketidakselarasan Unconformity QTpt Tps Tpm Tmpl Tmm Tmw Tmn Tmt

(16)

mengalami pengangkatan lemah dari oroganesa intra miosen. Pada akhir miosen tengah terjadi gunung laut membentuk formasi Wonocolo dan formasi Madura yang berbeda fasies dan diikuti oleh pembentukan formasi Ledok dan formasi Mundu. Pada saat yang hampir bersamaan di lajur Kendeng terendapkan formasi Kerek dan formasi Kalibeng sampai awal pliosen bawah. Kemudian lajur ini mengalami pengangkatan (pensesaran dan perlipatan) oleh suatu organesa setelah awal pliosen bawah.

Pengangkatan tersebut kelihatannya tidak merata di seluruh lembar Ngawi, karena di bagian utara (lajur Rembang) sedimentasi laut masih tetap berlangsung, walaupun menunjukkan adanya proses susut laut (sedimentasi formasi Mundu bagian atas, formasi Selorejo dan formasi Tambakromo) sampai awal plistosen. Pada pertengahan plistosen bawah, lajur Rembang selatan mengalami pengangkatan (pensesaran dan perlipatan) oleh adanya organesa kuarter. Pada saat tersebut kelihatannya lajur Kendeng pada bagian-bagian yang nisbi rendah, terisi oleh endapan lahar/bahan rombakan hasil kegiatan gunungapi di luar lembar Ngawi yang menghasilkan batuan formasi Pucangan, Kabuh dan Notopuro. Pengangkatan yang lemah di lajur Kendeng masih tetap berlangsung hingga pertengahan kuarter dengan ditandai adanya endapan Undak dari Bengawan Solo.

Secara fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur berdasarkan kondisi litologi penyusunannya, pola struktur dan ekspresi morfologi yang nampak, dapat dibagi menjadi enam zona, yaitu 1) Solo atau Depresi Tengah, 2) Kendeng, 3) Rembang, 4) Pegunungan Selatan, 5) Depresi Semarang Rembang, dan 6) Depresi Randublatung (Van Bemmelen, 1949).

Gambar

Gambar 1.1  Struktur dasar gunung lumpur     (Dimitrov, 2001)
Gambar  1.2.  Peta  geologi  dan  distribusi  mud  volcano  di  Jawa  Tengah  dan Jawa Timur (Istadi, dkk, 2009)
Gambar  1.3.  Kenampakan  mud  volcano;  a)  Bledug  X,  b)  Bledug  Medang Kawit, c) Bledug Kuwu
Gambar 1.4. Peta Topografi Daerah Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kondisi itu, truk-truk yang memuat cangkang melebihi tonase dan kapasitas turut memperparah kerusakan jalan (Firdaus, 1999 dalam Sentosa, 2012). Pemilihan

Video profil kota bekasi yang dibuat dengan tujuan untuk mengenalkan Kota Bekasi ini, dari survey di dapatkan bahwa 67,7% responden menilai video ini mampu untuk

Kesimpulan Pengaplikasian sistem PV dengan kedua converter DC-DC tipe buck adalah semakin tinggi nilai duty cycle maka akan semakin tinggi nilai keluaran tegangan dan arus pada

Setelah diberikan izin, penelitian dimulai dengan menyebar kuesioner dukungan sosial dan skala BDI II pada individu lansia yang telah dipilih secara random atau acak dari daftar

Model S ini mampu mengekstraksi daya yang lebih besar dan juga aliran fluida yang melewati ujung hilir bentuk S pada sudu pertama turbin sebelum masuk ke hilir

PENENTUAN DOSIS SERAP LAPANGAN RADIASI PERSEGI  PANJANG BERKAS FOTON 10 MV DENGAN PENGUKURAN DAN  PERHITUNGAN

Tinggalan arkeologi yang terdapat di Subak Bubunan, berdasarkan ciri-ciri bentuknya berbadan manusia berkepala gajah, bertangan dua, dengan belalai mengarah ke

Menurut panduan terbaru, pemantauan TIK direkomendasikan pada pasien dengan cedera kepala berat (GCS <9) dan hasil CT Scan yang abnormal (hematoma, kontuksi, edema,