• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KREATIVITAS BELAJAR DAN KEJUJURAN SISWA DALAM MENGERJAKAN TUGAS MATERI PECAHAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA KELAS VA SD NEGERI PURWOSARI - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH KREATIVITAS BELAJAR DAN KEJUJURAN SISWA DALAM MENGERJAKAN TUGAS MATERI PECAHAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA KELAS VA SD NEGERI PURWOSARI - repository perpustakaan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Naim (2013:60) menyatakan bahwa “manusia berkarakter adalah manusia yang dalam perilaku dan segala hal yang berkaitan dengan aktivitas hidupnya sarat dengan nilai-nilai kebaikan.” Menurut Naim (2013:55) Dari kata karakter kemudian berkembang menjadi karakteristik. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik seseorang yang berusaha melakukan hal terbaik. Prof. Suyanto (dalam Muslich, 2011:70) menyatakan bahwa „karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas dari diri individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.‟

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakter sangat erat kaitannya dengan sikap moral dan pribadi manusia. Karakter dapat disamakan serta dianggap sebagai ciri perilaku individu manusia yang bersifat positif. Jadi orang yang berkarakter yaitu orang yang mempunyai ciri khas kepribadian atau perilaku bermoral yang positif dalam lingkup kehidupan.

(2)

pelaksanaannya terdapat banyak kendala yang dihadapi, misalnya di negara Indonesia. Menurut Raka, „krisis karakter bangsa kita disebabkan

oleh hal-hal berikut :

a. Terlampau terlena oleh Sumber Daya Alam yang melimpah. b. Pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik. c. Surutnya idealisme, berkembangnya pragmatisme ‘overdoses.’ d. Kurang berhasil belajar dari pengalaman bangsa sendiri.‟

(Muslich, 2011:72). Karakter itulah yang membuat negara Indonesia belum mampu mewujudkan sumber daya yang baik terutama dibidang Sumber Daya Manusianya. Karakter dalam aspek pendidikan lah yang perlu dibangun agar karakter dan moral bangsa penerus dapat menjadi lebih baik.

“Pendidikan karakter adalah proses internalisasi budaya ke dalam

diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab.” (Muslich,

2011:75). Definisi lain dikemukakan oleh Frakry Gaffar (2010:1) (dalam Kesuma, dkk., 2012:5): „Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.‟

“Pendidikan karakter dalam setting sekolah sebagai Pembelajaran

(3)

Definisi tersebut mengandung makna:

a. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran; b. Diarahkan pada penguatan dalam pengembangan perilaku anak

secara utuh. Asumsinya anak merupakan organisme manusia yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan.

c. Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk sekolah (lembaga).” (Kesuma, dkk., 2012:5-6).

Berdasarkan definisi para ahli dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter yaitu proses pengembangan dan penguatan budaya dalam aspek sikap atau perilaku pada diri seseorang untuk mendapatkan kepribadian yang baik dan utuh. Pendidikan karakter telah ada sejak dulu, namun untuk diterapkan pada proses pembelajaran di sekolah di Indonesia masih untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mendiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

(4)

Beberapa karakter yang diharapkan mengembangkan pendidikan nasional yaitu kreativitas dan kejujuran.

2. Kreativitas

a. Pengertian Kreativitas

Wahyudin (2007:3) mengartikan kreativitas merupakan kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru dan orisinil yang berwujud ide-ide dan alat-alat, serta lebih spesifik lagi, keahlian menemukan sesuatu yang baru (inventiveness). Menurut Satiadarma dan W. Fidelis (2003:107) arti kreativitas yang popular mendefinisikan kreatif dalam empat dimensi yang dikenal Four P’s of Creativity, yakni dimensi Person, Process, Press dan Product.

Kreativitas pada dasarnya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk ciri-ciri berpikir afektif, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang ada. (Satiadarma dan W. Fidelis, 2003:109).

(5)

Menurut Munandar (2009:19) kreativitas adalah suatu gaya hidup, suatu cara dalam mempersepsi dunia.

Supriadi (2001:6) (dalam Narwanti, 2011:4) menyatakan ada banyak pemahaman tentang definisi kreativitas, namun tidak ada satupun definisi yang dianggap dapat mewakili pemahaman tersebut. Hal ini disebabkan karena dua alasan, yaitu:

1) Kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan multidimensional, yang mengandung berbagai tafsiran yang beragam.

2) Definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbeda-beda, tergantung dasar teori yang menjadi acuan pembuat definisi.

Supriadi (2001:6) (dalam Narwanti, 2011:4) menyimpulkan bahwa “kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan

sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.”

(6)

baru. Peserta didik dapat dikatakan kreatif jika mereka dapat menghasilkan suatu hal yang baru berdasarkan hasil pemikirannya sendiri.

“Orang kreatif adalah orang yang tidak bisa diam, dalam arti selalu berusaha mencari hal-hal yang telah ada.” (Naim, 2013:152). “Ada 5 (lima) tahapan berpikir kreatif, yaitu :

1) Orientasi (pandangan) 2) Preparasi (sediaan) 3) Inkubasi (masa tunas) 4) Iluminasi (penerangan)

5) Verifikasi (pemeriksaan kebenaran).” (Wahyudin, 2007:5). Amabile (1983) menyampaikan bahwa penentuan kriteria kreativitas menyangkut tiga dimensi yaitu:

1) Dimensi proses, segala produk yang dihasilkan dari proses itu dianggap sebagai produk kreatif.

2) Dimensi person, sering dikatakan sebagai kepribadian kreatif. 3) Dimensi produk-produk kreatif, menunjuk pada hasil

perbuatan, kinerja atau karya seseorang dalam bentuk barang atau gagasan.

(7)

menyingkap, menyeleksi, mengubah susunan, menggabungkan, menyintesiskan fakta-fakta, ide-ide, keahlian dan keterampilan yang sudah ada.

Menurut Wahyudin (2007:6) membangun kreativitas anak berarti membangun fondasi kreativitas itu sendiri, sehingga kreativitas dalam masa anak-anak sangat penting untuk dibangun sejak dini. Membangun sifat kreativitas peserta didik merupakan suatu tantangan bagi guru dalam proses pembelajaran karena kemauan dan kemampuan peserta didik untuk kreatif susah didapatkan, perlu adanya rangsangan dan dorongan dari guru terhadap peserta didik. Pembelajaran yang aktif dapat merangsang kreativitas peserta didik dalam menciptakan hal baru secara terarah. Sehingga dengan pembelajaran aktif, peserta didik dapat berkreativitas dalam belajar sesuai dengan porsinya.

Munandar (2009:45) menyatakan bahwa “Setiap orang pada

(8)

b. Penilaian Kreativitas dalam Matematika

Penilaian kreativitas dalam pelajaran Matematika ada penilaian tersendiri karena proses berpikirnya berkaitan dengan otak kanan dan otak kiri. Kreativitas anak dalam Matematika memiliki konsep bahwa anak dinilai kreatif dari seberapa kreatif dia menyelesaikan masalah. Menurut Pehkonen (1997) yang berpendapat bahwa:

Dalam usaha mendorong kreativitas berpikir dalam Matematika akan digunakan konsep masalah dalam suatu situasi tugas yang meminta peserta didik menghubungkan informasi-informasi yang diketahui dan informasi dalam tugas yang harus dikerjakan tersebut merupakan hal baru bagi peserta didik.

Tujuan pembelajaran Matematika yang tertuang dalam kurikulum Matematika mengajarkan tentang pemecahan masalah. Kategori pemecahan masalah dalam Matematika yaitu:

1) Pemecahan masalah mengembangkan ketrampilan kognitif secara umum.

2) Pemecahan masalah mendorong kreativitas.

3) Pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi Matematika.

4) Pemecahan masalah memotivasi peserta didik untuk belajar Matematika.

(9)

dan peserta didik diminta untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan demikian kreativitas atau berpikir kreatif dapat dilihat melalui tugas pengajuan masalah.

Silver (1997) menyatakan bahwa untuk menilai berpikir kreatif dalam Matematika pada anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torance Tests of Creative Thinking (TTCT)”. Tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaharuan (novelty).

Silver (1997) menambahkan, kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespon sebuah perintah. Sedangkan Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespon perintah. Kebaharuan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespon perintah.

Jadi secara garis besar penilaian kreativitas dalam Matematika dapat dilihat dari seseorang memecahkan suatu masalah berdasarkan kefasihan, fleksibilitas dan kebaharuannya. Lebih jelasnya dapat dilihat sesuai kriteria penilaiannya sebagai berikut.

1) Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada bermacam-macam interpretasi, metode penyelesaian atau jawaban masalah, sedang dalam pengajuan masalah mengacu pada banyaknya masalah yang diajukan.

(10)

cara, kemudian dengan menggunakan cara lain. Sedang fleksibilitas dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik mengajukan masalah yang cara penyelesaian berbeda-beda.

3) Kebaruan (novelty) dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik memeriksa beberapa metode penyelesaian atau jawaban , kemudian membuat lainnya yang berbeda. Kebaruan dalam pengajuan masalah mengacu pada kemampuan peserta didik memeriksa beberapa masalah yang diajukan, kemudian mengajukan suatu masalah yang berbeda. Berbeda yang dimaksud adalah berbeda dalam konteks atau konsep matematika yang digunakan.

(Siswono, 2009) Karakteristik pemikiran kreatif menurut Guilford berkaitan erat dengan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir:

1) Kelancaran (fluency) 2) Keluwesan (flexibility) 3) Keaslian (originality) 4) Penguraian (elaboration)

5) Perumusan kembali (redefinition)

(11)

Berdasarkan kemampuan peserta didik yang sesuai dengan masalah di atas dan proses pemecahannya maka sudah sesuai dengan ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif tersebut. Jadi ciri kemampuan berpikir kreatif menurut Guilford menjadi tolak ukur dalam pembuatan indikator kreativitas belajar Matematika.

Tabel 2.1. Kisi-kisi Kreativitas belajar Matematika

No Aspek

Menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat waktu.

Mampu melahirkan gagasan baru yang asli dari pemikiran sendiri.

Mengkaji persoalan melalui cara yang berbeda dengan sebelumnya.

Sumber: Satiadarma dan W. Fidelis (2003:108)

3. Pengertian Kejujuran

(12)

Kesuma, dkk. (2012:16) merupakan “sebuah karakter yang kami anggap dapat membawa bangsa ini menjadi bangsa yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.” Menurut Naim (2013:135) mengajarkan sifat jujur

tidak cukup hanya dengan penjelasan lisan semata, namun dibutuhkan suatu pemahaman, metode yang tepat serta keteladanan.

Mustari (2011:16) menganggap bahwa jujur bersifat moral, sedangkan dusta dianggap immoral. Jujur sebagai nilai merupakan keputusan seseorang untuk mengungkapkan (dalam bentuk perasaan, kata-kata dan/atau perbuatan) bahwa realitas yang ada tidak dimanipulasi dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan dirinya. Menurut Samani dan Hariyanto (2012:51) jujur menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dan dilakukan, berani karena benar, dapat dipercaya dan tidak curang. Orang yang memiliki karakter jujur dicirikan oleh perilaku berikut:

1) Jika bertekad (inisiasi keputusan) untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah kebenaran dan kemaslahatan;

2) Jika berkata tidak berbohong (benar apa adanya);

3) Jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang dilakukannya.

(13)

sebenarnya dan apa adanya. Kejujuran berkaitan erat dengan hal positif manusia yang susah dilakukan dengan iklas. Terkadang sifat jujur berat di lakukan apabila seseorang sedang mengalami masalah yang menuntut untuk tidak jujur agar terbebas dari masalah tersebut.

Sifat jujur di sekolah ditunjukkan oleh setiap peserta didik yang menjadi subjek pada saat pembelajaran di kelas. Guru mempunyai peran penting dalam mengembangkan sifat jujur kepada peserta didik, sehingga pendidikan kejujuran harus diterapkan sejak dini khususnya di sekolah. Perbuatan jujur peserta didik pada saat pembelajaran berlangsung dapat ditunjukkan apabila:

1) Menyampaikan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya.

2) Bersedia mengakui kesalahan, kekurangan ataupun keterbatasan diri. 3) Tidak suka mencontek.

4) Tidak suka berbohong.

5) Tidak memanipulasi fakta/informasi. 6) Berani mengakui kesalahan.

(14)

Tabel 2.2. Kisi-kisi Kejujuran Siswa dalam Mengerjakan Tugas

No Aspek Penilaian Indikator-indikator Kejujuran Siswa

dalam Mengerjakan Tugas

1. Berkata benar

a. Mengatakan sesuai dengan kenyataan. b.Melaporkan kecurangan yang terjadi saat

pelajaran Matematika.

2. Mengakui kekurangan

a. Meminta bantuan kepada teman jika mengalami kesulitan belajar.

b.Tetap menyimpan semua hasil tugas Matematika yang rendah.

3. Tidak menyontek

a.Menyelesaikan masalah (tugas) secara mandiri.

b.Mengerjakan tugas dengan tuntas tanpa bantuan orang lain.

4. Tidak berbohong

a. Selalu berkata jujur kepada orang lain. b.Mengakui hasil pekerjaan Matematika

sendiri meskipun hasilnya tidak bagus.

5.

Tidak

memanipulasi fakta

a. Dapat mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. b.Menilai tugas sesuai kenyataan saat

pencocokan jawaban.

6. Mengakui kesalahan

a.Menyelesaikan masalah dengan sabar. b.Menerima segala resiko atas perbuatan

yang dilakukan. Sumber:Mustari (2011:19)

4. Pengertian Belajar dan Prestasi Belajar

a. Belajar

(15)

dirumuskan secara jelas berdasarkan sumber-sumber. Menurut pengertian secara psikologis (dalam Slameto, 2010:2), „belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.‟ Slameto (2010:2) mengemukakan bahwa

belajar merupakan proses serta usaha manusia untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Abdillah (2002) (dalam Aunurrahman, 2011:35) menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.

Berdasarkan pengertian belajar menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha sadar yang menginginkan perubahan tingkah laku melalui pengalaman serta latihan dalam proses yang positif serta diharapkan dapat mengubah tingkah laku menjadi positif dengan berinteraksi dengan lingkungan. b. Prestasi belajar

Menurut Arifin (2011:12) kata „prestasi‟ berarti „hasil usaha.‟ Istilah „prestasi belajar‟ (achievement)berbeda dengan „hasil belajar‟

(16)

pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik.

Fungsi prestasi belajar yang utama antara lain:

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai „tendensi

keingintahuan (couriosity) dan merupakan kebutuhan umum manusia.‟

3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan asumsinya adalah prestasi belajar dapat dijadikan sebagai pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta berperan sebagai umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan.

(17)

Berdasarkan beberapa pendapat tentang prestasi belajar, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang didapat oleh individu melalui proses ketika individu tersebut telah belajar atau mempelajari suatu hal yang ditekuni dengan baik sehingga pada akhirnya mendapat suatu hasil dari perbuatannya (belajar) yang dapat berupa nilai. Prestasi belajar dapat dihasilkan dengan belajar baik formal maupun nonformal, suatu bentuk perbuatan belajar dapat dilihat dari segi proses.

Gagne menyebutkan bahwa perbuatan belajar dari segi proses ada delapan tipe yaitu:

a. Belajar signal

b. Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan c. Belajar membentuk rangkain

d. Belajar asosiasi verbal

e. Belajar membedakan hal yang majemuk f. Belajar konsep

g. Belajar kaidah atau belajar prinsip h. Belajar memecahkan masalah

(18)

Belajar merupakan langkah yang baik untuk mewujudkan kesuksesan seseorang, namun banyak hal yang dapat merubah pendapat seperti itu jika orang yang sedang belajar tidak bersungguh-sungguh dan hanya membuang waktunya. Prestasi yang didapat ketika masih duduk di bangku pendidikan adalah kebanggaan tersendiri untuk orang yang mau belajar.

Prestasi belajar mempunyai indikator yang pada prinsipnya menurut Syah (2006:150) yaitu hasil belajar yang ideal dapat diungkapkan dengan memandang segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar peserta didik. Pada pengungkapan ini wajib diketahui garis-garis besar indikator prestasi belajar yang berkaitan dengan jenis prestasi yang akan diungkapkan atau diukur. (Syah, 2006:150). Selanjutnya Syah (2006:150) menerangkan bahwa untuk lebih memahami pengungkapan prestasi belajar ini, maka yang harus dilakukan adalah menentukan alat evaluasi yang tepat, realibel dan valid.

(19)

Tabel 2.3. Kisi-kisi Prestasi Belajar Matematika

Pecahan 5.1.1.Mengubah Pecahan biasa menjadi persen.

(20)
(21)

Setelah mengetaui indikator prestasi belajar, maka perlu adanya suatu usaha untuk menetapkan batas minimal keberhasilan peserta didik dalam perkembangan prestasi belajarnya. Syah (2006:152) mengemukakan bahwa keberhasilan peserta didik dalam arti yang luas yaitu keberhasilan yang meliputi ranah cipta, rasa dan karsa peserta didik.

5. Pembelajaran Matematika

a. Pengertian Matematika

Matematika menurut Ruseffendi, (1991) (dalam Heruman, 2012:1), adalah:

bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

Hakikat Matematika menurut Soejadi (2000) (dalam Heruman, 2012:1) yaitu memiliki tujuan yang abstrak sebagai objeknya, bertumpu pada kesepakatan dan mempunyai pola pikir yang bersifat deduktif.

(22)

ketersediaan alat bantu misalnya, media dan alat peraga untuk memperjelas pemahaman mempelajari konsepnya. Matematika menekankan pada kegiatan yang berupa penalaran kemudian dapat menjadi konkret, namun pengetahuan tentang Matematika harus ditanamkan beriringan dengan mengaitkan media dan alat peraga yang sesuai dengan penalaran konsep.

Menurut Heruman (2012:2-3), konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep dan pembinaan keterampilan. Berikut ini adalah pemaparan pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika.

1) Penanaman Konsep Dasar (Penanaman Konsep)

Penanaman konsep yaitu pembelajaran suatu konsep baru Matematika, ketika peserta didik belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata “mengenal”.

(23)

2) Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar peserta didik lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atats dua pengertian. Pertama, merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, disemester atau kelas sebelumnya.

3) Pembinaan Keterampilan

(24)

pemahaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, di semester atau kelas sebelumnya, (Heruman, 2012:2-3).

b. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran Matematika dilaksanakan dengan perlakuan seperti biasa oleh guru kelas dan sama sekali tidak ada perubahan cara belajar siswa. Hal ini dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan mendapatkan data yang orisinil dan dapat dipercaya. Pada pelaksanaan pembelajaran Matematika di kelas VA dilakukan oleh guru kelas menggunakan metode pembelajaran langsung. Pada pelaksanaannya tentu menyesuaikan tujuan dari pelajaran Matematika itu sendiri.

1) Tujuan Pelajaran Matematika

Mata pelajaran Matematika di SD mempunyai tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

a) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam penyelesaian masalah.

(25)

c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol. Tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam penyelesaian masalah. (BSNP, 2007:11). 2) Materi Matematika

Pada penelitian ini, materi yang digunakan yaitu Pecahan pada kelas V semester II. Adapun standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang akan dijadikan bahan penelitian yaitu:

Tabel 2.4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas V

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah

(26)

Berdasarkan tabel tersebut maka dapat diketahui mengenai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan digunakan untuk penelitian. Standar kompetensi poin 5 yaitu menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Kemudian kompetensi dasar poin 5.1 yaitu mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya dalam bentuk tabel pada materi pecahan. Materi yang akan digunakan untuk penelitian ini yaitu mengenai pecahan pada pembelajaran Matematika kelas V semester II.

B. KERANGKA BERPIKIR

Menurut Riduwan (2011:8) kerangka berpikir atau kerangka pemikiran adalah dasar pemikiran yang disintesiskan dari fakta-fakta, observasi dan kajian kepustakaan. Sekaran, (1992) (dalam Sugiyono, 2010:91) mengemukakan bahwa, kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kerangka berpikir adalah dasar pemikiran yang dimiliki oleh peneliti dengan diperkuat dengan anggapan bahwa masalah yang akan diteliti merupakan masalah yang penting dan harus diteliti.

(27)

2011:8). Kerangka berpikir yang baik menurut Sugiyono (2010:91) dapat menjelaskan pertautan atau hubungan antar variabel yang akan diteliti secara teoritis. Berkaitan dengan kerangka pemikiran yang baik juga dijelaskan Riduwan (2011:8) yaitu “apabila mengidentifikasi variabel-variabel penting yang sesuai dengan permasalahan penelitian dan secara logis mampu menjelaskan keterkaitan antar variabel.” Jadi secara umum kerangka pemikiran yang baik adalah yang isinya mampu menjelaskan hubungan antar variabel sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pada penelitian yang akan dilakukan dapat dituliskan bahwa kerangka berpikir yang dihasilkan merupakan hubungan yang terjadi antar variabel yang akan diteliti. Teori yang tepat dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu membahas setiap variabel yang akan dijadikan sebagai subjek dalam penelitian untuk menjawab setiap masalah yang akan diteliti secara relevan. Kerangka pemikiran pada penelitian ini yaitu:

1. Pengaruh Kreativitas belajar terhadap prestasi belajar

Matematika

(28)

Peserta didik membutuhkan tanggap kreativitas dalam bentuk pengerjaan soal maupun pada proses pembelajaran Matematika. Adapun Kreativitas belajar dimaksudkan agar peserta didik mencari dengan cara sendiri pada saat mengerjakan suatu soal atau pada kegiatan belajar Matematikanya khususnya pada materi pecahan. Oleh karena itu, kreativitas peserta didik yang baik akan dapat mengoptimalkan kerja otak secara baik dalam pembelajaran Matematika. Jika peserta didik mempunyai sifat kreatif maka mereka tidak selalu kebingungan dalam mengumpulkan data secara tepat untuk disajikan dalam bentuk angka.

2. Pengaruh kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas terhadap

prestasi belajar Matematika

(29)

keberhasilan mengerjakan soal sehingga kejujuran jarang terlihat saat peserta didik mengerjakan suatu tugas dari guru. Hal ini dikarenakan menyontek dianggap sebagai jalan keluar dalam menyelesaikan masalah oleh kebanyakan peserta didik. Kejujuran dapat mempengaruhi prestasi belajar secara keseluruhan karena dengan terbiasa jujur maka peserta didik akan senantiasa belajar ketika menghadapi ulangan serta tidak kaget ketika mendapat tugas dari guru.

3. Pengaruh Kreativitas belajar dan kejujuran siswa dalam

mengerjakan tugas terhadap prestasi belajar Matematika

(30)

Gambar 2.1. Skema hubungan antar variabel

C. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kreativitas belajar terhadap prestasi belajar Matematika pada materi pecahan.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas terhadap presatasi belajar Matematika pada materi pecahan.

3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kreativitas belajar dan kejujuran siswa dalam mengerjakan tugas terhadap prestasi belajar Matematika pada materi pecahan.

Gambar

Tabel 2.1. Kisi-kisi Kreativitas belajar Matematika
Tabel 2.2. Kisi-kisi Kejujuran Siswa dalam Mengerjakan Tugas
Tabel 2.3. Kisi-kisi Prestasi Belajar Matematika
Tabel 2.4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar kelas V
+2

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan operasi asas darab (sifir dua, lima, sepuluh dan empat) dan bahagi (melibatkan pembahagian dengan dua, lima, sepuluh dan empat).

Dimana penjualan sebelumnya masih banyak mengalami kendala hal ini disebabkan karena masih menggunakan prosedur secara manual, sehingga penulis mencoba membuat aplikasi untuk

“Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dikecualikan dari kewajiban menyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 apabila

Namun, jika user memberi interupsi untuk melakukan pengendalian terhadap sistem mobil (penguncian dan alarm ), maka minimum system akan bertindak untuk mengolah data

terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut

Orang tua yang tidak menerapkan pola asuh demokratis seperti pengasuhan otoriter yang mendidik anaknya terlalu keras atau kaku maka akan berdampak negatif pada perkembangan anak,

Materi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah algoritma Neural Network yang dilihat dari variabel – variabel seperti varian Jenis industri hilir aluminium

Hasil penelitian yang ditemukan adalah: (1) kemampuan siswa kelas V SD Kanisius Kintelan I menulis karangan narasi sebelum menggunakan gambar seri berkategori cukup , (2)