• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA POLITIK PAN DALAM PEMILIHAN KETUA DPD PAN LAMONGAN PADA TAHUN 2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DINAMIKA POLITIK PAN DALAM PEMILIHAN KETUA DPD PAN LAMONGAN PADA TAHUN 2016."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

Dinamika Politik PAN dalam Pemilihan Ketua DPD PAN

Lamongan pada Tahun 2016

SKRIPSI

Di susun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Studi Filsafat Politik Islam

Di susun oleh: Atika Rahma NIM: E04212017

PROGRAM STUDI FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Dinamika Politik PAN dalam Pemilihan Ketua DPD PAN Lamongan pada

tahun 2016

Oleh:

Atika Rahma

ABSTRAK

Penelitian ini berdasarkan pada latar belakang diberbagai permasalahan politik salah satunya dapat diamati dari aspek dinamika internal partai politik yang menyebabkan kinerja partai politik sebagai salah satu institusi politik terganggu. Beberapa konflik internal partai politik menyebabkan partai politik secara institusional tidak mampu bekerja secara maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang berimbas pada peran dan fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat yang seharusnya lebih mengedepankan kepentingan masyarakat dari pada kepentingan kelompok atau partainya.

Dalam penelitian ini difokuskan untuk menjawab 2 rumusan masalah yaitu: bagaimana dinamika politik DPD PAN Lamongan pada tahun 2016, dan faktor apa yang melatarbelakangi dinamika politik DPD PAN Lamongan. Penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik snawball sampling yaitu pengambilan sample sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit lama-lama semakin besar. Hasil dari penelitian ini adalah dinamika politik DPD PAN Lamongan terjadi kericuhan yang disebabkan karena adanya perubahan pada mekanisme pemilihan yang mana sebelumnya dipilih melalui pemilihan namun periode selanjutnya dipilih secara mufakat selain itu dari 17 nama calon hanya disetujui 4 oleh DPW dari situ penyebab terjadinya konflik. terdapat dua faktor yang melatarbelakangi dinamika politik DPD PAN Lamongan yaitu faktor kepentingan dan faktor elit. Dimana yang dimaksud dengan faktor kepentingan adalah sama-sama ingin memperebutkan kekuasaan. Sedangkan faktor elit yaitu DPW PAN merubah mekanisme pemilihan selain itu 17 nama hanya diambil 4 nama yang disetujui oleh DPW dengan harapan calon yang diusung menang dalam pemilihan.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... .iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 5

E.Definisi Konsep... 5

F.Telaah Pustaka... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Dinamika Politik Lokal ... 14

1. Sistem Politik ... 15

2. Partai Politik ... 16

(8)

B. Teori Elit Politik ... 19

C. Teori Konflik ... 21

1. Jenis-Jenis Konflik ... 24

2. Penyebab Terjadinya Konflik ... 27

3. Akibat Terjadinya Konflik ... 30

D. Perubahan Sosial ... 31

1. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial ... 32

C. Manajemen Konflik Organisasi ... 35

1. Tujuan Manajemen Konflik ... 36

2. Strategi Manajemen Konflik ... 37

3. Negosiasi ... 39

4. Ciri-ciri Konflik Organisasi ... 40

5. Gaya Manajemen Konflik ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 44

2. Sumber Data ... 45

3. Lokasi dan Alasan Pemilihan ... 46

4. Metode Pengumpulan Data ... 47

5. Teknik Analisis Data ... 49

6. Teknik Keabsahan Data ... 50

(9)

B. Pembahasan

1. Dinamika Politik PAN dalam Pemilihan Ketua DPD PAN Lamongan Pada Tahun 2016... 54 2. Faktor yang Melatar belakangi Dinamika Politik DPD PAN

Lamongan Pada Tahun 2016... 57 C. Analisis

1. Dinamika Politik PAN dalam Pemilihan Ketua DPD PAN Lamongan Pada Tahun 2016... 59 2. Faktor yang Melatar belakangi Dinamika Politik DPD PAN

Lamongan Pada Tahun 2016... 62

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 65 B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA

BIODATA PENULIS

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Berbagai permasalahan politik salah satunya dapat diamati dari aspek dinamika internal partai politik yang menyebabkan kinerja partai politik sebagai salah satu institusi politik terganggu. Beberapa konflik internal partai politik menyebabkan partai politik secara institusional tidak mampu bekerja secara maksimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang berimbas pada peran dan fungsinya sebagai lembaga perwakilan rakyat yang seharusnya lebih mengedepankan kepentingan masyarakat dari pada kepentingan kelompok atau partainya.

Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem politik demokrasi untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan ialah ikut serta dalam pemilihan umum. Ketika melaksanakan fungsi itu partai politik dalam sistem politik demokrasi melakukan tiga kegiatan. Adapun ketiga kegiatan tersebut di antaranya seleksi calon kampanye, dan melaksankan fungsi pemerintah. Apabila kekuasaan untuk memerintah telah diperoleh maka partai politik itu berperan pula sebagai pembuat keputusan politik1. Secara umum fungsi partai politik dapat dibagi menjadi 7 fungsi diantaranya yaitu sosialisasi politik, partisipasi politik, rekruitmen politik,

1

(11)

2

komunikasi politik, artikulasi kepentingan, agregasi kepentingan dan pembuatan kebijakan2. Dijalankannya fungsi-fungsi partai politik tersebut akan mempengaruhi peran dan kinerja partai sebagai institusi politik yang berpengaruh pada sistem politik suatu negara. Pelaksanaan fungsi-fungsi partai politik ini juga tidak dapat dilepaskan dari dinamika politik yang ada diluar ataupun di internal partai politik yang bersnagkutan. Dinamika politik adalah gerakkan yang mendorong terjadinya perubahan sikap, perilaku yang dilakukan secara snegaja yang kemudian memberikan warna dan perubahan pada pemerintahan. Salah satu partai politik yang mengalami dinamika politik internal adalah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Amanat Nasional (PAN).

Dewan Pimpinan Daerah (DPD) merupakan pimpinan eksekutif tertinggi dalam memimpin partai di tingkat Kabupaten atau Kota untuk masa jabatan lima tahun. Dewan pimpinan daerah berfungsi melaksanakan kerja-kerja partai di tingkat Kabupaten atau Kota terkait dengan konsolidasi, koordinasi, dan optimalisasi kegiatan partai dalam menghimpun, merumuskan, dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) juga bertanggung jawab atas terselenggaranya Musyawarah Daerah (Musda). Musyawarah Daerah (Musda) merupakan permusyawaratan di tingkat daerah yang diselenggarakan atas undangan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dalam hal ini musyawarah daerah dilaksanakan sekali dalam lima tahun yang dihadiri oleh peserta, peninjau, dan undangan.

2

(12)

3

Musyawarah Daerah (Musda) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Amanat Nasional (PAN) ke IV yang digelar digedung pemuda dan olah raga

Kabupaten Lamongan yang bertepatan pada hari Jum’at 26 Agustus 2016 berakhir

ricuh yang berakibat Musda berakhir deadlock tanpa menghasilkan keputusan apa-apa. Kericuhan musda berawal saat ada perselisihan paham tentang mekanisme pemilihan antara peserta musda dan pimpinan sidang dalam penentuan mekanisme pemilihan ketua DPD PAN Lamongan3. Para peserta musda meminta agar diberikan hak untuk memilih ketua DPD PAN Lamongan yang baru. Selain itu, peserta musda juga menolak calon anggota formatur yang telah direkomendasikan oleh DPW PAN Jatim. Dalam aturan partai yang memimpin Musyawarah daerah (Musda) adalah satu tingkat diatas DPD yaitu dipimpin oleh DPW Jatim. Pada saat itu DPD mengusungkan 17 nama. Dan dari DPW menginginkan untuk mengambil 4 orang formatur yang nantinya akan dilakukan secara mufakat. Setelah adanya deadlock

Lamongan membentuk Forum Penyelamat Partai (FPP) mengumpulkan semua DPC dari 5 dapil untuk membuat pernyataan menolak hasil Musyawarah Daerah.

Pasca deadlock musyawarah pemilihan ketua DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Lamongan semakin memanas, mencuatnya Amar Syaifudin yang akan ditetapkan DPW PAN Jawa Timur sebagai ketua DPD PAN mendapat penolakan dari 21 DPC PAN Lamongan, mereka menganggap keputusan itu tidak sesuai dengan AD/ART. Setelah melalui proses panjang teka-teki tanggal

3Eko Sujarwo,”Musda PAN Lamongan Deadlock”,

(13)

4

pelaksanaan musyawarah daerah tersebut terjawab setelah panitia menerima surat dari DPW PAN Jatim yang sebelumnya jadwal pelaksanaan musyawarah daerah PAN sudah diajukan DPD sejak tanggal 23 Juli 2016 akan tetapi jadwal pelaksaan tersebut tidak mendapat restu dari DPW Jatim.

Perlu diketahui bahwa setelah dilantiknya H. Masfuk, SH yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Bupati Lamongan dan sekarang menjabat menjadi ketua DPW PAN Jawa Timur, persaingan dalam perebutan posisi ketua DPD PAN Lamongan menjadi kian memanas dikarenakan dalam pemilihan ketua PAN Jawa Timur di Kediri terpecah menjadi dua kubu yaitu Husnul Aqib yang saat itu mendukung pencalonan Kuswiyanto dalam pemilihan ketua yang menjadi rival utama Masfuk, sedangkan di kubu lainnya Amar Syaifuddin mendukung pencalonan Masfuk untuk menjadi ketua DPW PAN. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas penulis akan membuat penulisan tentang “Dinamika Politik PAN dalam

Pemilihan Ketua DPD PAN Lamongan pada Tahun 2016”.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis telah membatasi permasalahan tersebut menjadi rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana dinamika politik DPD PAN Lamongan dalam pemilihan ketua DPD pada tahun 2016?

(14)

5

C.Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah di atas maka penulis mempunyai tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini. Adapun tujuan dari penulisan ini agar memperoleh gambaran yang jelas dan tepat serta terhindar dari adanya interpretasi dan meluasnya masalah dalam memahami isi penulisan, maka tujuan penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami dinamika politik DPD PAN Lamongan dalam pemilihan ketua DPD pada tahun 2016.

2. Untuk mengetahui dan memahami faktor yang melatarbelakangi dinamika politik DPD PAN Lamongan.

D.Manfaat Penelitian

Berhubungan dengan tujuan penulisan di atas, maka penulis memaparkan manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Manfaat Teoritis, penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan tentang politik khususnya yang berkaitan dengan dinamika politik DPD PAN di Lamongan.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan agar mampu memperbanyak bacaan mengenai dinamika Politik DPD PAN di Lamongan.

(15)

6

adalah untuk memberikan landasan berfikir dalam pemahaman tentang dinamika politk DPD PAN di Lamongan.

E.Definisi Konsep

Untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam memahami judul dalam penulisan ini dan untuk memperjelas interpretasi atau pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap pokok bahasan skripsi yang berjudul “Dinamika Politik PAN dalam Pemilihan Ketua DPD PAN Lamongan”. Maka akan dijelaskan istilah-istilah yang terpakai dalam judul dan konteks pembahasannya.

Dinamika : Gerakan atau kekuatan politik yang dimiliki yang dapat menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan.

Politik : Proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud dalam proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara.

Partai PAN : Sebuah partai politik di Indonesia yang didirikan pada tanggal 23 Agustus 1998.

(16)

7

DPD Partai PAN : Lembaga atau organisasi yang memiliki wewenang tertinggi ditingkat daerah kabupaten atau kota dan bertanggung jawab kepada Musyawarah Daerah (Musda).

F. Telaah Pustaka

Adapun penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini diantaranya:

1. Ratnia Solihah, 2016, Pengaruh Dinamika Internal Partai Terhadap Strategi Politik Partai Amanat Nasional Pasca Kongres IV tahun 2015. Jurnal Ilmu Politik Fisip Universitas Pandjadjaran pada tahun 20154. Dalam jurnal ini menjelaskan tentang Partai amanat nasional (PAN) telah melakukan kongres nasional ke IV yang dilaksanakan di Bali untuk menentukan ketua umum partai yang baru. Dalam kongres tersebut terpilih Hatta Rajasa dan Zulkifli Hasan untuk menjadi calon ketua umum PAN. Kedua calon tersebut sama-sama memiliki peluang yang kuat untuk menjadi ketua umum PAN. Persaingan dari kedua calon tersebut bukan hanya menjadi persaingan antar individu, namun persaingan tersebut merambah hingga ke kader partai yang lain yang hadir dalam kongres tersebut yang menyebabkan perbedaan pendapat yang terjadi di antara dua kubu masing-masing pendukung calon ketua umum. Dinamika internal dalam partai amanat nasional saat kongres IV tahun 2015 yang dalam prosesnya ditengarai sempat memunculkan konflik

4

(17)

8

internal antara dua kubu calon ketua umum partai, dapat dilihat sebagai salah satu pembelajaran politik dimana konflik yang terjadi pada saat perebutan kekuasaan di internal partai tersebut tidak berlanjut ke konflik yang berkepanjangan sampai terjadinya dualisme kepemimpinan partai tersebut atau hengkangnya calon ketua umum yang kalah dalam kompetisi politik tersebut dengan mendirikan suatu partai politik yang baru. Adanya pergantian kepemimpinan partai yang baru dalam PAN juga memunculkan strategi politik PAN yang tidak hanya berpengaruh bagi internal PAN tetapi juga berpengaruh bagi external PAN yang beertujuan untuk meningkatkan peran dan kinerja politik PAN dalam kancah politik nasional. Perubahan strategi politik tersebut diharapkan dapat menambah kepercayaan politik dari masyarakat serta meningkatkan elektabilitas PAN untuk pemilu yang akan datang.

(18)

9

demokratis akan tetapi pada periode 2016-2021 dilakukan dengan cara mufakat selain itu dari 17 nama calon yang mendaftar hanya 4 nama yang disetujui oleh DPW yang harapannya agar tidak melalui proses pemilihan. Dalam hal ini terdapat faktor kepentingan dan faktor elit yang melatar belakangi dinamika DPD PAN Lamongan itu terjadi.

2. Jekson Limbong, 2009, Sosialisasi Politik DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Medan dalam Pemilihan Ketua Umum Legislatif tahun 2004.

Skripsi Fakulatas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan5. Dalam skripsi ini membahas tentangsosialisasi politik Partai Amanat Nasional (PAN) pada pemiliu legislatif 2004 dapat dikatan bahwa sosialisasi politik sebelum pemiliha umum adalah merupakan proses politik yang penting yang dapat mempengaruhi perilaku politik masyarakat sehingga peranan partai politik sangat dibutuhkan dalam proses penanaman nilai-nilai kepada masyarakat yang sedang berlangsung. Proses sosialisasi politik yang dilakukan oleh partai politik salah satunya adalah untuk membentuk sikap serta orientasi anggota dalam melihat fenomena politik. proses penanaman nilai, pengetahuan, dan orientasi politik kepada seluruh warganegara harus dilaksanaka secara intensif dalam arti setiap saat dan berkesinambungan . disinilah parati politik berperan penting sebagai ara agen sosialisasi politik. pada zaman modernisasi ini masyarakat telah banyak mengetahui demokrasi

5 Jekson Limbong, “Sosialisasi Politik DPD Partai Amanat Nasional (DPD PAN) Kota Medan dalam Pemilihan Umum Legislatif 2004” (Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial

(19)

10

yang sesungguhnya dalam kehidupan berpartai politik. sehingga untuk saat ini masyarakat membutuhkan pemimpin yang bertanggungjawab dan mampu memberikan solusi cerdas terhadap perubahan masyarakat yang adil sejahtera dan memiliki pendidikan yang dapat memajukan kehidupan bernegara di Indonesia ini. Dalam skripsi ini membahas 3 rumusan masalah diantaranya yaitu bagaimana peranan partai amanat nasional dalam proses sosialisasi politik dalam pemilihan umum legislatif tahun 2004, apakah partai amanat nasional berhasil meraih target maksimal dalam pemilihan umum legislatif 2004, dan bagaimana proses sosialisasi politik partai amanat nasional terhadap pemilih yang beragama islam dan non islam.

(20)

11

yang baru terjadi kericuhan yang berkibat musyawarah daerah berakhir deadlock yang dipicu karena soal mekanisme pemilihan yang pada periode sebelumnya pemilihan dilakukan secara demokratis akan tetapi pada periode 2016-2021 dilakukan dengan cara mufakat selain itu dari 17 nama calon yang mendaftar hanya 4 nama yang disetujui oleh DPW yang harapannya agar tidak melalui proses pemilihan. Dalam hal ini terdapat 2 faktor yang melatar belakangi dinamika DPD PAN Lamongan yaitu adanya faktor kepentingan dan faktor elit.

3. Antoro Muburi, 2008, Strategi Politik Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional (DPD PAN) dalam mencari Bakal Calon Anggota Legislatif

di Kota Yogyakarta tahun 2009 Perspektif Fiqih Siyasah. Thesis Jurusan Siyasah Jinayah Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta6. Thesis ini membahas tentang strategi pencarian bakal calon anggota legislatif di DPD PAN Kota Yogyakarta berupa sosialisasi terhadap masyarakat umum, kader terbaik partai, dan juga melamar para dari tokoh masyarakat yang ada di Yogyakarta. Kemudian kriteria bakal calon tersebut disesuaikan dengan pasal 50 undang-undang nomor 10 tahun 2008 tentang pemilihan umum. Sedangkan mekanisme penjaringan bakal calon dan penentuan nomor urut bakal calon di daerah pemilihannya masing-masing

6 Antoro Muburi. “Strategi Politik Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional (DPD PAN) dalam mencari Bakal Calon Anggota Legislatif di Kota Yogyakarta tahun 2009

Perspektif Fiqih Siyasah” (Jurusan Siyasah Jinayah Fakultas Syariah Universitas Islam

(21)

12

dilakukan dengan menggunakan metode skorsing atau penilaian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi, kedua metode tersebut penulis gunakan untuk mendapatkan data-data yang kongkret sehingga memudahkan untuk menjelaskan bagaimana strategi politik yang digunakan oleh DPD PAN Kota Yogyakarta dalam mencari bakal calon anggota legislatif di DPRD Kota Yogyakarta. Pisau analisis yang digunakan yaitu pendekatan Ilmu Fiqih Siyasah.

(22)

13

dilakukan dengan cara pemilihan sedangkan jika yang mendaftar hanya 4 calon maka langsung ditentukan tanpa melalui proses pemilihan.

Pada telaah pustaka yang telah dijelaskan di atas dari beberapa temuan baik dari skripsi, jurnal maupun buku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

(23)

14

BAB II

KERANGKA TEORI

A.Dinamika Politik Lokal

Politik lokal dan perubahannya sangat berkaitan erat dengan sistem ketatanegaraan di Indonesia bahkan di dunia. Dalam dinamika politik lokal yang berkembang terdapat perubahan yang signifikan. Padahal, negara Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, agama, dan ras, kaum reformatif, serta kaum konserfatif yang membuat adanya pro dan kontra dalam politik lokal yang berkembang. Politik lokal dimasa depan suatu negara akan cukup dipengaruhi oleh sejarah politik lokal dimasa penjajahan tentunya akan sangat berbeda dengan politik pasca kemerdekaan. Politik lokal pada masa penjajahan yakni bagaimana upaya untuk merebut kemerdekaan, sedangkan pada masa pasca kemerdekaan, maka politik lokal yang dibangun adalah upaya untuk membangun suatu bangsa sebagai negara yang berkembang dan mandiri1.

Dalam hal ini perkembangan politik lokal akan menentukan perjalanan suatu bangsa ke depan. Pada masa penjajahan belanda, indonesia berusaha dipecah melalui politik lokal desentralisasi, namun hanya daerah-daerah yang besar saja yang mendapatkan perhatian. Begitu pula politik lokal pasca kemerdekaan, dimana ada

1

Hikmah Dewi Nastiti, “Dinamika Politik Lokal di Indonesia”,

(24)

15

masa demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, orde baru, dan masa reformasi2. Semua yang disajikan untuk menggambarkan bagaimana suatu kekuasaan, baik itu sentralisasi maupun desentralisasi masih memiliki masalah dan kelemahan pada saat pelaksanaannya. Namun yang perlu untuk ditekankan Indonesia adalah negara yang unik yang memiliki berbagaimacam suku bangsa, perbedaan pendapat, ideologi serta pendapat politik, kaum konservatif, kaum reformis akan berupaya untuk mempertahankan pendapatnya satu dengan yang lainnya tidak lain adalah untuk tujuan politiknya.

1. Sistem Politik

Sri Soemantri menguraikan unsur-unsur yang terdapat dalam rumusan Robert Dahl yakni3. Pertama-tama, sistem politik suatu negara merupakan satu pola yang tetap dari pada hubungan antarmanusia. Dengan kata lain, sistem politik pertama-tama adalah suatu sistem hubungan antara manusia dalam suatu negara tertentu. Sistem hubungan di atas dipolakan dalam arti dilembagakan melalui peraturan-peraturan dan didalamnya ditetapkan adanya lingkungan kekuasaan dan lingkungan wewenang. Sedangkan Almond 4

mengatakan bahwa Political system typically perform the functions of maintaining the integration of society, adapting and changing the elements of

the kinship, religious and economic system, protecting the eintegrity of

2

Ratri Istania, Dinamika Politik Lokal (Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi, 2009), 8.

3

Beddy Iriawan Maksudi, Sistem Politik Indonesia Pemahaman Secara Teoritik dan Empirik

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), 19. 4

(25)

16

political system from outside treats, or expanding into and attacking in other

societies. Yaitu sistem politik pada hakikatnya melaksanakan fungsi-fungsi mempertahankan kesatuan masyarakat, menyesuaikan dan mengubah unsur pertautan hubungan, agama dan sistem ekonomi, melindungi kesatuan sistem politik dan ancaman-ancaman dari luar atau mengembangkannya terhadap masyarakat lain atau menyerangnya.

2. Partai politik

Partai politik merupakan organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

(26)

17

diperoleh maka partai politik itu berperan pula sebagai pembuat keputusan politik5.

Sistem kepartaian ialah pola perilaku dan interaksi di antara sejumlah partai politik dalam suatu sistem politik. Maurice Duverger menggolongkan sistem kepartaian menjadi tiga yaitu sistem partai tunggal, sistem dwipartai, sistem banyak partai6. Dalam hal ini sistem kepartaian di Indonesia menganut sistem multi partai.

3. Budaya Politik

Kehidupan manusia di dalam masyarakat memiliki peranan penting dalam sistem politik suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial senantiasa akan berinteraksi dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia tidak cukup yang bersifat dasar seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan. Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuh dengan aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan jika

5

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Gransindo, 1992), 116.

6

(27)

18

terjadi secara langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.

Menurut Prof. Dr. Mirriam Budiardjo, MA7., salah satu aspek penting dalam sistem politik adalah adanya budaya politik (Political culture) yang mencerminkan faktor subjektif. Budaya politik adalah keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup pada umumnya. Budaya politik mengutamakan dimensi psikologis dari suatu sistem politik yaitu sikap-sikap, sistem kepercayaan, simbol yang dimiliki oleh individu dan beroprasi di dalam seluruh masyarakat. Orientasi individu terhadap sistem politik mencakup 3 aspek di antaranya yaitu8 :

a. Orientasi kognitif, yaitu pengetahuan dan keyakinan tentang sistem politik. Misalnya tingkat pengetahuan seseorang mengenai sistem politik, tokoh pemerintahan dan kebijakan yang mereka ambil, simbol-simbol kenegaraan.

b. Orientasi afektif, yaitu aspek perasaan dan emosi seseorang individu terhadap sistem politik.

7

Astim Riyanto, Budaya Politik Indonesia (Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia,

2006), 3. 8

(28)

19

c. Orientasi evaluatif, yaitu penilaian seseorang terhadap sistem politik, menunjuk pada komitmen terhadap nilai-nilai dan pertimbangan-perumbangan politik terhadap kinerja sistem politik.

B.Teori Elit Politik

Munculnya teori elit politik lahir dari diskusi para ilmuwan sosial Amerika tahun 1950-an antara Schumpeter (ekonom), Laswell (ilmuan politik) dan sosiolog C. Wright Mills yang melacak tulisan dari para pemikir Eropa masa awal munculnya fasisme, khususnya Vilfredo Pareto dan Gaetano Mosca, Roberto Michels dan Jose Ortega Y. Gasset. Pareto, percaya bahwa masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik9. Mereka yang menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu merupakan yang terbaik, mereka ini yang dikenal sebagai elit. Elit merupakan orang-orang yang berhasil yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Menurut Pareto, masyarakat terdiri dari dua kelas yaitu Pertama, lapisan atas, yaitu elit yang terbagi ke dalam elit yang memerintah dan elit yang tidak memerintah. Kedua, lapisan yang lebih rendah yaitu non-elit10.

Teori elit berdasar pada kenyataan bahwa setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori yang luas yang mencakup: Pertama, sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah (elit). Kedua,

9

S. P. Varma, Teori Politik Modern (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 199. 10

(29)

20

sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah (non elit). Dan kelas masyarakat elit dibedakan atas elit yang berkuasa (Elit politik atau elit yang berkuasa) dan elit yang tidak berkuasa. Konsep dasar teori elit politik mengemukakan bahwa di dalam kelompok penguasa (the ruling class) selain ada elit yang berkuasa (the ruling elit) juga ada elit tandingan, yang mampu meraih kekuasaan melalui masa jika elit berkuasa kehilangan kemampuannya untuk memerintah11.

Faktor yang mendorong elit politik atau kelompok-kelompok elit untuk memainkan peranan aktif dalam politik adalah karena adanya dorongan kemanusiaan yang tidak dapat dihindarkan atau diabaikan untuk meraih kekuasaan. Politik menurut mereka merupakan permainan kekuasaan, para individu menerima keharusan untuk melakukan sosialisasi serta pemahaman nilai-nilai guna menemukan ekspresi bagi pencapaian kekuasaan tersebut, maka upayapun mereka lakukan untuk memindahkan penekanan dari para elit dan kelompok kepada individu.

Menurut Laswell12, elit politik yaitu mencakup semua pemegang kekuasaan dalam suatu bangunan politik. Elit ini terdiri dari mereka yang berhasil mencapai kedudukan dominan dalam sistem politik dan kehidupan masyarakat. Sedangkan menurut Gaetano Mosca13, dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas penduduk yaitu satu kelas yang menguasai satu kelas yang dikuasai. Kelas penguasa jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, monopoli kekuasaan dan

11

S.P Varma, Teori Politik Modern (Jakarta: Rajawali, 1992), 202.

12

Khoirul Yahya dkk, Teori Politik (Surabaya: IAIN SA Press, 2013), 84.

(30)

21

menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu. Sedangkan kelas yang kedua jumlahnya lebih besar dan dikendalikan oleh kelas penguasa. Elit politik merupakan kelompok kecil dari warganegara yang berkuasa dalam sistem politik. Penguasa ini memiliki kewenangan untuk mendinamiskan struktur dan fungsi sebuah sistem politik. Secara operasional para elit politik atau elit penguasa mendominasi segi kehidupan dalam sistem politik. Penetuan kebijakan sangat ditentukan oleh kelompok elit politik. Menurut Karl Marx14, politik adalah suatu perjuangan kelas. Stratifikasi sosial ini akan hilang atau berubah dengan jalan kekerasan. Dalam hal ini pemikiran Karl Marx dipengaruhi oleh kelas ploretariat, dimana elit dapat berubah dengan melalui revolusi.

C.Teori Konflik

Teori konflik berkembang pertama kali pada dekade 1950-an hingga 1960-an, seiring dengan meredupnya pengaruh teori struktural fungsional. Sebagaimana teori struktural fungsional, teori konflik pertama berkembang di daratan Eropa dan kemudian menyeberang ke Amerika berkat peran sejumlah teoritukus. Ralf Dehrendorf, seorang eksponen teori konflik utama, memulai karirnya di Hamburg15. Menurut Webster (1996)16, istilah “conflict” di dalam bahasa aslinya berarti suatu

“perkelaian, peperangan, atau perjuangan” yang berupa konfrontasi fisik antara

beberapa pihak. Konflik merupakan bentuk pertentangan, ketidaksepakatan,

14

Ibid, 86. 15

Sindung Haryanto, Spektrum Teori Sosial dari Klasik Hingga Postmodern (Jogjakarta:

Ar-Ruzz Media 2012), 39.

16

(31)

22

ketidakcocokan antara dua orang atau lebih, antara kelompok orang yang ditandai oleh kekerasan fisik dan konflik itu sendiri merupakan persepsi mengenai perbedaan kepentingan17.

Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial, sehingga konflik bersifat inhern, artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, di mana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh sebab itu, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik sosial adalah adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Di dalam setiap kehidupan sosial tidak ada satupun manusia yang memiliki kesamaan yang persis, baik itu dari unsur etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan, dan sebagainya. Dari setiap konflik ada beberapa di antaranya yang dapat diselesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga menimbulkan beberapa aksi kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar konflik sehingga menimbulkan kekerasan dari model kekerasan yang terkecil hingga peperangan.

Perkembangan sosiologis mengantarkan konflik pada arti sebagai interaksi sosial antara dua orang atau lebih atau bisa juga kelompok yang salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Dengan kata lain konflik dapat diartikan sebagai hubungan antara dua

17

(32)

23

pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Para ahli konflik menekankan bahwa masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok yang terlibat dalam persaingan sengit mengenai sumber daya yang langka meskipun aliansi atau kerjasama dapat berlangsung dipermukaan, akan tetapi dibawah permukaan tersebut terjadi pertarungan untuk memperebutkan kekuasaan18.

Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal dua perspektif atau pendekatan yang saling bertentangan untuk memandang masyarakat. Kedua perpsektif ini adalah perpsektif konflik dan perpsektif konsensus atau pendekatan struktural fungsional, dalam hal ini perspektif konflik menyatakan bahwa masyarakat selalu berada pada ruang konflik yang terjadi secara terus menerus, baik itu dalam tingkat dan skala kecil maupun itu dalam skala besar dalam setiap masyarakat. Pandangan perspektif konflik ini dilandaskan pada sebuah asumsi utama yaitu, pertama, Masyarakat pada dasarnya tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan yang dominan. Kekuatan yang dominan ini dapat berupa pemodal atau orang yang memiliki kekuasaan dibidang ekonomi. Kedua, masyarakat mencakup berbagai bagian yang memiliki kepentingan berbeda dan saling bertentangan, oleh karena itu masyarakat selalu dalam keadaan konflik19.

Dalam hal ini teori konflik sangat cocok untuk meneliti fakta sosial, teori konflik melihat masyarakat sebagai suatu sistem persaingan kelompok yang

18

James M. Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi (Jakarta:Erlangga 2006), 18.

19

(33)

24

menggambarkan perjuangan untuk memperoleh sumber-sumber bagi kebutuhan materi yang mendasar. Faktor yang mendasari pergulatan ini adalah masalah-masalah organisasi sosial itu sendiri yaitu perubahan sosial dan pembagian kerja atau sifat-sifat manusia. Teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Ralp Danrendorf mengungkapkan bahwa teori konflik melihat bahwa setiap elemen atau institusi memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial. Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik itu atas dua tipe yaitu kelompok semu dan kelompok kepentingan20, dimana kelompok semu merupakan kumpulan dari pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok-kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok kepentingan yaitu terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas, kelompok kepentingan ini mempunyai struktur organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat. Konflik dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu hal yang mendasar dan esensial. Konflik mempunyai kekuatan yang membangun karena adanya variabel yang bergerak bersamaan secara dinamis. Oleh karena itu, konflik adalah proses yang wajar yang terjadi dalam suatu kelompok atau masyarakat.

1. Jenis-jenis konflik

20

(34)

25

Ada berbagai jenis dan macam-macam konflik, sebagimana dijelaskan oleh Elly M. Setiadi21, yaitu sebagai berikut:

a. Konflik gender, perbedaan laki-laki dan perempuan tidak dilihat dari aspek lahiriah akan tetapi lebih berorientasi pada aspek sosiokultural. Pada struktur masyarakat tradisional istilah gender tidak memunculkan persoalan, tetapi dalam masyarakat modern, istilah gender menjadi permasalahan yang cukup penting terutama pada isu emansipasi yang diluncurkan kaum wanita.

b. Konflik rasial antar struktur, konflik ini lebih mengedepankan aspek rasial diantara sebagian kelompok manusia dan konflik antarsuku yang ada disuatu tempat ataou daerah.

c. Konflik antaragama, agama dipandang sebagai perekat ikatan sosial tetapi juga menjadi disentegrasi sosial. Konflik antaragama disebabkan perbedaan keyakinan agama, munculnya agama baru, aliran sesat, pendirian rumah ibadah, dan lainnya.

d. Konflik antar-golongan, demokratisasi tidak hanya berdampak positif, tetapi juga mengantarkan berbagai konflik antar-golongan. Masyarakat secara tidak berlangsung terdiferensiasi dalam berbagai golongan yang snagat rawan dengan pergolakan sosial. Pemicunya adalah satu golongan memaksakan kehendaknya kepada golongan lainnya.

21

Adon Nasrullah Jamaluddin, Agama & konflik sosial (Bandung: CV. Pustaka Sosial, 2015),

(35)

26

e. Konflik kepentingan, konflik ini identik dengan konflik politik. Artinya, realitas politik selalu diwarnai oleh dua kelompok yang mempunyai kepentingan masing-masing sehingga berbenturan.

f. Konflik antar pribadi, disebut juga konflik antar individu dipicu adanya perbedaan kepentingan dan ketidakcocokan antar individu. g. Konflik antarkelas sosial, konflik ini berupa konflik yang bersifat

vertikal, yaitu konflik antarkelas sosial atas dan kelas sosial bawah. Konflik ini dipicu karena perbedaan kepentingan yang berbeda.

h. Konflik antar negara, konflik yang terjadi antar dua negara atau lebih dipicu oleh perbedaan tujuan negara dan upaya pemaksaan kehendak suatu negara kepada negara lainnya.

Ralf Dahrendorf mengungkapkan bahwa konflik dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut22:

a. Konflik antara atau yang terjadi dalam peranan sosial, atau bisa disebut dengan konflik peran. Konflik peran adalah keadaan individu dalam menghadapi harapan-harapan yang berlawanan dari bermacam-macam peranan yang dimilikinya.

b. Konflik antar kelompok sosial.

c. Konflik antar kelompok yang terorganisasi dan tidak terorganisasi.

22

(36)

27

d. Konflik antara satuan nasional, seperti antar partai politik, antar negara atau organisasi internasional.

2. Penyebab terjadinya konflik

Konflik tidak dapat muncul begitu saja. Ada faktor yang turut berperan timbulnya konflik dalam masyarakat. Para sosiolog menyebutkan bahwa latar belakang timbulnya konflik adalah perebutan atas sumber-sumber kepemilikan, status sosial, dan kekuasaan yang jumlahnya sangat terbatas dan tidak merata dalam masyarakat. Para sosiolog berpendapat bahwa akar dari timbulnya konflik yaitu adanya hubungan sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebutan atas sumber-sumber kepemilikan, status sosial dan kekuasaan yang jumlah ketersediaannya sangat terbatas dengan pembagian yang tidak merata di masyarakat. Secara sederhana penyebab konflik dibagi menjadi dua diantaranya yaitu:

(37)

28

budayanya tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya seperti ini, jika belum ada konsensus nilai yang menjadi pegangan bersama konflik yang terjadi dapat menimbulkan perang saudara dan gerakan saparatisme.

b. Kemajemukan vertikal, yang artinya struktur masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan. Kemajemukan vertikal dapat menimbulkan konflik sosial karena ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki kekayaan, pendidikan yang mapan kekuasaan dan kewenangan yang besar, sementara sebagian besar tidak atau kurang memiliki kekayaan, pendidikan yang rendah, dan tidak memilki kekuasaan dan kewenangan.

Selanjutnya, beberapa sosiolog menjabarkan kembali akar penyebab timbulnya konflik secara lebih luas dan perinci. Mereka berpendapat bahwa beberapa hal yang lebih mempertegas akar dari timbulnya konflik diantaranya23:

a. Perbedaan antar individu, diantaranya perbedaan pendapat, tujuan, keinginan, pendirian tentang objek yang dipertentangkan. Di dalam realitas sosial tidak ada satupun individu yang meemiliki karakter yang sama sehingga perbedaan karakter tersebutlah yang mempengaruhi timbulnya konflik sosial.

23

Elly M. Setiadi, Pengantar Sosiologi (Pemahaman fakta dan gejala permasalahan sosial:

(38)

29

b. Benturan antar kepentingan baik secara ekonomi atau politik. Benturan kepentingan ekonomi dipicu oleh makin bebasnya berusaha, sehingga banyak di antara kelompok pengusaha saling memperebutkan wilayah pasar dan perluasan wilayah untuk mengembangkan usahanya. Adapun benturan kepentingan politik lihat lagi konflik kepentingan.

(39)

30

d. Perbedaan kebudayaan yang mengakibatkan adanya perasaan In Group

dan Out Group yang biasanya diikuti oleh sikap etnosentrisme kelompok, yaitu sikap yang ditunjukkan kepada kelompok lain bahwa kelompoknya adalah paling baik, ideal, beradab di antara kelompok lain. Jika masing-masing kelompok yang ada di dalam kehidupan sosial sama-sama memiliki sikap demikian, maka sikap ini akan memicu akan timbulnya konflik antar penganut kebudayaan.

3. Akibat Terjadinya Konflik

Ada banyak terjadinya konflik, akan tetapi para sosiolog sepakat menyimpulkan akibat dari konflik tersebut ke dalam lima poin berikut ini:

a. Bertambah kuatnya rasa solidaritas kelompok. Solidaritas kelompok akan muncul ketika konflik tersebut melibatkan pihak-pihak lain yang memicu timbulnya antagonisme (pertentangan) di antara pihak yang bertikai. Eksistensi antagonisme ini yang pada gilirannya akan memunculkan gejala in group dan out group di antara mereka.

b. Hancurnya kesatuan kelompok. Jika konflik yang tidak berhasil diselesaikan menimbulkan kekerasan atau perang, maka sudah barang tentu kesatuan kelompok tersebut akan mengalami kehancuran.

(40)

31

beringas, agresif, dan mudah marah, lebih-lebih jika konflik tersebut berujung pada kekerasan atau perang.

d. Hancurnya nilai-nilai dan norma sosial yang ada, antara nilai-nilai dan norma sosial dengan konflik terdapat hubungan yang bersifat korelasional, artinya bisa saja terjadi konflik berdampak pada hancurnya nilai-nilai dan norma sosial akibat dari ketidakpatuhan anggota masyarakat akibat dari konflik atau bisa juga hancurnya nilai-nilai dan norma sosial berakibat konflik.

e. Hilangnya harta benda (material) dan korban manusi, jika konflik tidak terselesaikan hingga terjadi tindakan kekerasan maka pasti akan berdampak pada hilangnya material dan koran manusia24.

D.Perubahan Sosial

Perubahan sosial merupakan perubahan kehidupan masyarakat yang berlangsung terus menerus dan tidak akan pernah berhenti, karena tidak ada satu masyarakatpun yang berhenti pada suatu titik tertentu sepanjang masa. Artinya, meskipun para sosiolog memberikan klasifikasi terhadap masyarakat statis dan dinamis namun yang dimaksud masyarakat statis adalah masyarakat yang sedikit sekali mengalami perubahan dan berjalan lambat, artinya di dalam masyarakat statis

24

(41)

32

tersebut tetap mengalami perubahan. Adapun masyarakat dinamis adalah masyarakat yang mengalami berbagai perubahan yang cepat25.

Manusia sebagai mahluk Tuhan dibekali dengan akal-budi untuk memenuhi kebutuhannya. Kelebihan manusia terletak pada akal-budi tersebut, yakni sebagai potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Akal merupakan kemampuan berfikir, kemampuan berfikir digunakan oleh manusia untuk memecahkan masalah-masalah hidup yang dihadapinya. Budi, merupakan bagian dari kata hati yang berupa paduan akal dan perasaan yang dapat membedakan antara baik dan buruk sesuatu.

1. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial

Di dalam kehidupan masyarakat dapat kita jumpai berbagai bentuk perubahan sosial yang dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Perubahan sosial secara lambat, dalam hal ini dikenal dengan istilah evolusi, merupakan perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti. Ciri perubahan secara evolusi ini seakan perubahan itu tidak terjadi di masyarakat, berlangsung secara lambat dan umumnya tidak mengakibatkan disintegrasi kehidupan.

25

Nur Djazifah, Proses Perubahan Sosial Di Masyarakat (Yogyakarta: Lembaga Penelitian

(42)

33

b. Perubahan sosial secara cepat disebut juga dengan revolusi, selain terjadi secara cepat juga menyangkut hal-hal yang mendasar bagi kehidupan masyarakat serta lembaga-lembaga kemasyarakatan dan sering menimbulkan disentegrasi dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik.

c. Perubahan sosial kecil merupakan perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat karena tidak berpengaruh terjadi berbagai aspek kehidupan dan lembaga kemasyarakatan.

d. Perubahan sosial besar merupakan perubahan yang dapat membawa pengaruh besar dalam berbagai aspek kehidupan serta menimbulkan perubahan pada lembaga kemasyarakatan seperti yang terjadi pada masyarakat yang mengalami proses modernisasi-industrialisasi.

(43)

34

f. Perubahan sosial yang tidak direncanakan (tidak dikehendaki), merupakan perubahan yang berlangsung tanpa direncanakan atau dikehendaki oleh masyarakat dan diluar jangkauan pengawasan masyarakat.

Adanya perubahan sosial merupakan suatu hal yang wajar dan akan terus berlangsung sepanjang manusia saling berinterasksi dan bersosialisasi. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan unsur-unsur dalam kehidupan masyarakat, baik yang bersifat materil maupun immaterial, sebagai cara untuk menjaga keseimbangan masyarakat dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis. Dinamika sosial merupakan telaah terhadap adanya perubahan-perubahan dalam realitas sosial yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya26.

Perubahan sosial merupakan sebuah isu yang tidak akan pernah selesai untuk diperdebatkan. Ada sekelompok orang yang optimis dengan perubahan sosial, ada pula sekelompok yang lain yang justru pesimis terhadap perubahan sosial. Perubahan sosial meyangkut kajian dalam ilmu sosial yang meliputi tiga dimensi waktu yang berbeda yaitu dulu, sekarang dan masa depan. Untuk itulah masalah sosial yang terkait dengan isu perubahan sosial merupakan masalah yang sulit untuk diatasi dan diantisipasi. Namun, di sisi lain masalah

26

Bagya Waluya, Sosiologi Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat (Bandung: Setia

(44)

35

sosial yang muncul di masyarakat hampir semuanya merupakan konsekuensi perubahan sosial27.

E.Manajemen Konflik Organisasi

Secara etimologi manajemen berarti kepemimpinan, proses pengaturan, manajemen kelancaran jalannya pekerjaan dalam mencapai tujuan dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Dengan kata lain, manajemen secara singkat berarti pengelolaan28. Menurut Komaruddin, konflik dapat berarti perjuangan mental yang disebabkan tindakan-tindakan atau cita-cita yang berlawanan. Dalam arti lain konflik adalah adanya oposisi atau pertentangan pendapat di antara orang, kelompok, ataupun organisasi29.

Manajemen konflik bersifat proaktif dan menekankan pada usaha pencegahan. Apabila fokus perhatian hanya ditujukan pada pencarian solusi untuk setiap konflik yang muncul, usaha itu adalah penanganan konflik bukan manajemen konflik. Sistem manajemen konflik harus bersifat menyeluruh (corporate wide) dan mengingat semua jajaran dalam organisasi. Sia-sia apabila sistem manajemen konflik yang diterapkan hanya untuk bidang sumber daya manusia. Semua rencana tindakan dan program-program dalam sistem manajemen konflik juga akan bersifat pencegahan dan jika

27

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern, Postmodern dan

Poskolonial (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 16. 28

A. Rusdiana, Manajemen Konflik(Bandung: Pustaka Setia, 2015), 169.

29

(45)

36

perlu penanganan. Dengan demikian, semua program akan mencakup edukasi, pelatihan, dan program sosialisasi lainnya.

1. Tujuan Manajemen Konflik

Tujuan utama manajemen konflik adalah untuk membangun dan mempertahankan kerjasama yang kooperatif. Berkaitan dengan manajemen konflik, Fisher menggungkapkan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi dan tujuan secara keseluruhan diantaranya yaitu30:

a. Pencegahan konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik keras.

b. Penyesuaian konflik bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan yang damai.

c. Persoalan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

d. Resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan tahan lama di antara kelompok-kelompok yang berkonflik.

30

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi, dan Penelitian), (Jakarta:

(46)

37

e. Transformasi konflik membatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.

2. Strategi Manajemen Konflik

Dalam proses perencanaan wilayah konflik dapat terjadi pada pengambilan keputusan dan implementasinya. Pemecahan konflik dengan sasaran sumber daya manusianya sangat menguntungkan untuk dilaksanakan. Menurut Ross31, strategi dalam memecahkan konflik ada dua di antaranya yaitu:

a. Self-Help, strategi self-help merupakan tindakan sepihak yang bersifat destruktif. Tindakan ini kadang-kadang dilakukan oleh pihak yang kuat untuk menekan pihak yang lemah. Strategi self help dapat pula digunakan untuk tindakan yang konstruktif dalam bentuk menarik diri, menghindar, dan tidak emngikuti atau untuk melakukan tindakan independen. Pihak yang lemah sangat tepat jika menerapkan strategi ini disebabkan self-help merupakan tindakan sepihak yang potensial dapat meningkatkan respons dan menyebabkan strategi ini sulit untuk mencapai solusi yang konstruktif.

b. Joint Problem Solving, dalam hal ini memungkinkan adanya kontrol terhadap hasil yang dicapai oleh kelompok-kelompok yang terlibat.

31

(47)

38

Setiap kelompok mempunyai hak yang sama untuk berpendapat dalam menentukan hasil akhir. Strategi penyelesaian masalah ini dilakukan melalui pertemuan secara langsung antara pihak-pihak yang sedang mengalami konflik.

Menurut Killman dan Thimas32 konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antarnilai atau tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat menganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang memengaruhi efesiensi dan produktifitas kerja. Sedangkan menurut Stoner, konflik organisasi mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumber daya yang langka dan perselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. Manajemen konflik merupakan proses penyunsunan strategi konflik sebagai rencana untuk memanajemeni konflik. jika tidak dikendalikan, konflik bisa berkembang menjadi konflik destruktif, dimana masing-masing pihak akan memfokuskan perhatian, tenaga dan pikiran serta sumber-sumber organisasi bukan untuk mengembangkan produktifitas, akan tetapi untuk merusak dan menghancurkan lawan konfliknya. Hal ini berarti merusak potensi

32

(48)

39

produktivitas mereka. Akibatnya kinerja mereka akan menurun sehingga menurunkan produktivitas sistem sosial33.

Dalam sebuah organisasi, pekerjaan individual ataupun sekelompok pekerja saling terkait dengan pekerjaan pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul dalam sebuah organisasi, penyebabnya selalu diindentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian pula, ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.

3. Negosiasi

Negosiasi merupakan suatu proses yang terjadi ketika dua atau lebih pihak memutuskan bagaimana mengalokasikan sumber daya yang langka. Berikut adalah proses negosiasi di antaranya yaitu34:

a. Persiapan dan perencanaan, sebelum melakukan negosiasi lakukan tugas keperjaan anda. Bagaimana sifat dari konflik tersebut, apa sejarah yang mengarahkan pada pada negosiasi ini, siapakah yang terlibat dan siapakah dan bagaimana persepsi mereka mengenai konflik, apa yang diinginkan dari negosiasi, apa yang menjadi tujuannya.

33

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi, dan Penelitian), (Jakarta:

Salemba Humanika, 2010), 129. 34

(49)

40

b. Definisi dan aturan mendasar, ketika telah melakukan perencanaan dan mengembangkan sebuah strategi, maka telah siap untuk memulai mendefinisikan dengan pihak lainnya mengenai aturanyang mendasar dan prosedur dari negosiasi itu sendiri.

c. Klasifikasi dan pembenaran, ketika telah saling menukarkan proposal awal, maka pihak lain akan menjelaskan, memperkuat, menjernihkan, mendukung dan membenarkan permintaannya.

d. Melakukan perundingan dan pemecahan masalah, inti dari proses negosiasi adalah upaya untuk memberi dan mengambil secara aktual dalam mencoba untuk menyelesaikan perjanjian. Hal ini dimana kedua belah pihak perlu untuk membuat konsekuensi.

e. Penutupan dan implementasi, langkah terakhir dari proses negosiasi adalah merumuskan perjanjian dan mengembangkan prosedur yang diperlukan untuk mengimplementasikan dan mengawasinya.

4. Ciri-ciri Konflik Organisasi

Ada beberapa ciri mengenai konflik organisasi, yaitu sebagai berikut: a. Ada dua pihak secara perseorangan ataupun kelompok yang terlibat

dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.

(50)

41

peran dan adanya nilai-nilai atau norma-norma yang saling berlawanan.

c. Munculnya interaksi yang ditandai dengan perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan, seperti status, jabatan, tanggung jawab, dan berbagai macam pemenuhan kebutuhan fisik yang meliputi sandang-pangan, kesejahteraan, atau tunjangan tertentu. d. Munculnya tindakan yang saling berhadapan sebagai akibat

pertentangan yang berlarut-larut.

e. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, harga diri, prestise, dan sebagainya.

Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) adalah studi mengenai apa yang orang-orang lakukan dalam sebuah organisasi dan bagaimana perilaku mereka memengaruhi kinerja birokrasi35. Perilaku berpolitik dalam organisasi terdiri atas aktivitas-aktivitas yang tidak dipersyaratkan sebagai bagian dari peranan formal individu tetapi yang mempengaruhi atau berupaya untuk memengaruhi distrubusi dari keuntungan dan kerugian dalam organisasi. Organisasi terdiri atas para individu dan kelompok dengan nilai, tujuan, dan kepentingan yang berbeda-beda.

35

(51)

42

5. Gaya Manajemen Konflik

Seorang eksekutif dengan pengetahuan tentang gaya konflik dapat memilih salah satuu gaya yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik. Bila gaya manajemen konflik ini diidentifikasikan maka akan meningkatkan pemahaman dan motivasi orang lain selama berkoflik lima gaya manajemen konflik itu di antaranya yaitu36:

a. Gaya penyelesaian konflik dengan mempersatukan (integrating) adalah salah satu dari gaya konflik. Individu yang memilih gaya ini melakukan tukar menukar informasi, disini ada keinginan untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua kelompok. Gaya penyelesaian konflik jenis ini secara tipikal diasosiasikan dengan pemecahan masalah. Gaya manajemen konflik ini efektif jika isu konflik adalah kompleks.

b. Gaya peneyelsaian konflik dengan kerelaan untuk membantu (obliging), ini adalah gaya penyelesaian konflik yang kedua yaitu kerelaan untuk membantu menempatkan nilai ynag tinggi untuk orang lain sementara dirinya sendiri dinilai rendah. Gaya ini mungkin mencerminkan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Gaya ini juga dapat dipakai strategi yang sengaja digunakan untuk mengangkat atau menghargai orang lain, membuat mereka merasa lebih baik dan senang terhadao suatu isu.

36

(52)

43

c. Gaya penyelesaian konflik dengan mendominasi (dominating) gaya ini adalah lawan dari gaya obliging. Gaya ini tekanannya pada diri sendiri. Dimana kewajiban bisa diabaikan oelh keinginan pribadi, gaya mendominasi ini meremehkan kepentingan orang lain. Gaya ini adalah strategi yang efektif bila suatu keputusan yang cepat dibutuhkan atau jika persoalan tersebut kurang penting.

d. Gaya penyelesaian konflik dengan menghindar (avoiding), adalah gaya penyelesaian konflik dengan menghindar dan tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri atau orang lain. Aspek negatif gaya menghindar termasuk diantaranya yaitu menghindar dari tanggungjawab atau mengelak dari suatu isu.

(53)

44

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, dan diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya1. Metode penelitian kualitatif merupakan suatu proses atau prosedur penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, dan menganalisis data secara diskriptif yang berupa tulisan, ungkapan, dan perilaku manusia yang diamati. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif melalui studi penelitian lapangan. Maka untuk memperoleh kevalid-an data penulis melakukannya dengan cara mengumpulkan data melalui hasil obervasi, wawancara secara mendalam serta dokumentasi2.

Penelitian kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Perangkat alami adalah sumber data langsung dan peneliti sendiri adalah instrument kunci.

1

Wardi Bachtiar, Metode Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 1.

2

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012),

(54)

45

b. Data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar.

c. Penelitian kualitatif bertalian hanya dengan proses dan hasil. d. Penelitian kualitatif cenderung menganalisa data secara induktif e. Penelitian kualitatif peduli terhadap bagaimana hidup mereka yang

menjadi sasaran penelitian yang mempunyai arti bagi mereka3 2. Sumber Data

Penulis mengklasisfikasikan sumber data menjadi dua hal di antaranya yaitu:

a. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian, sehingga dapat memperoleh data yang konkret pada objek yang akan diteliti. Berhubung objek yang akan diteliti adalah partai politik, maka peneliti akan mendapatkan data dimana kantor DPD PAN itu berada. Tempat DPD PAN ini bertempat di Lamongan. Selain itu juga informan yang dirasa representatif dalam penelitian ini bukan hanya yang ada dalam struktur penting dalam masyarakat saja melainkan meraka yang sekalipun tidak masuk dalam struktur tetapi berpengaruh penting dalam masyarakat.

b. Data Sekunder adalah data atau informasi yang tidak didapatkan secara langsung dari sumber pertama (informan) dengan melalui

3

Irfan M. Islamy. Policy Analisys, Seri Monografi Kebijakan Publik (Malang:University

(55)

46

teknik wawancara4. Oleh karena itu data ini berupa bahan kajian yang digambarkan tidak dengan orang yang ikut hadir dalam kejadian berlangsung, sehingga sumber data bersifat penunjang dan melengkapi data primer. Selanjutnya dalam penelitian ini jenis sumber data yang digunakan adalah literatur dan dokumentasi. Sumber literatur adalah referensi yang digunakan untuk memperoleh data teoritis dengan cara mempelajari dan membaca literatur yang ada hubungannya dengan kajian pustaka dan permasalahan penelitian baik itu yang berasal dari buku ataupun yang berasal dari internet seperti jurnal online, artikel atau berita online yang memuat berita tentang dinamika politik dalam pemilihan DPD PAN. Sedangkan untuk dokumentasi sebagai bahan tambahan dimana itu bisa berupa arsip dari DPD PAN Lamongan.

3. Lokasi dan Alasan Pemilihan

Peneliti mengambil lokasi penelitian di Lamongan atau lebih tepatnya di DPD Partai Amanat Nasional (PAN). Alasan memilih lokasi penelitian tersebut dikarenakan semenjak adanya pergantian ketua DPD PAN Lamongan banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi dalam mekanisme pemilihan ketua sehingga menimbulkan perselisihan antara peserta Musda dan pimpinan sidang.

4

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu,

(56)

47

4. Metode Pengumpulan Data

a. Metode Observasi yaitu melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan.5 Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menentukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi, maka peneliti akan menggunakan observasi terus terang dan tersamar dengan menyatakan terus terang kepada sumber data yaitu dari DPD PAN Lamongan itu sendiri bahwa saat ini sedang melakukan penelitian.

b. Metode wawancara yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan6. Dalam hal ini peneliti langsung terjun ke lapangan untuk menanyakan terhadap informan terkait Dinamika Politik PAN dalam Pemilihan Ketua DPD PAN Lamongan. Data diperoleh secara langsung dari informan melalui wawancara. Dalam penelitian kualitatif ini menggunakan teknik snawball sampling. Menurut Sugiono7 snawball

5

Ibid.,224.

6

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial (Airlangga: Kampus C Unair), 133.

7

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012),,

(57)

48

(58)

49

DPD PAN Lamongan selain itu juga informan ini memberikan data seperti daftar calon formatur yang mendaftar, hasil Rakernas ke-1 nomor 02 tahun 2015 dan juga AD/ART PAN. Sehingga penulis mencukupkan penelitian karena data yang diteliti sudah lengkap dan jenuh.

Dalam teknik pengumpulan data dengan metode wawancara ini menggunakan wawancara terstruktur dalam hal ini setiap informan diberi pertanyaan yang sama dan peneliti mencatatnya, dalam hal ini wawancara terstruktur ini dilaksanakan secara bebas dan juga mendalam tetapi kebabasan ini tidak terlepas dari pokok pembahasan yang akan ditanyakan kepada informan dan telah dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara. c. Dokumentasi yaitu mengumpulkan catatan peristiwa yang sudah berlalu,

bisa berbentuk tulisan, gambar atau data-data yang lain. 5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyunsun ke dalam pola, memilih yang penting, memilih yang akan dipelajari, kemudian membuat kesimpulan sehingga mudah untuk dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain8. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang

8

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012),

(59)

50

diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara beulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotetsis tersebut berkembang menjadi teori.

6. Teknik Keabsahan Data

Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data ynag tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal berkenaan dengan derajat akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai. Sedangakan validitas eksternal berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi dimana sampel tersebut diambil. Dalam hal reliabilitas menurut Susan Stainback9 menyatakan bahwa reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan stabilisasi data atau temuan. Dalam penelitian ini akan digunakan cara triangulasi, triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari

9

(60)

51

(61)

52

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A.Penyajian Data

Pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) ke-IV dalam agenda pemilihan ketua DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Lamongan yang baru yang diselenggarakan di Gedung Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Lamongan. Dalam pemilihan tersebut terdapat 17 nama calon yang direkomendasikan oleh DPD PAN Lamongan diantaranya yaitu:

Berita acara hasil pendaftaran calon formatur DPD PAN Kabupaten

Lamongan tahun 20161.

No. Nama Calon Alamat

1. Husnul Aqib, Drs, MM. Solokuro

2. Sonhadji Zainudin, SE, MM. Lamongan 3. Moh. Thohir Malik, SH. Karangbinangun

4. Noroqib Lamongan

5. Yatno Deket

6. Imron,S.Pd.I Maduran

7. Suparnadi Sugio

8. Masyhudan, S.Pd Pucuk

9. Muhammad Saiku, S.Ag Deket

1

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur penelitian ini menggunakan model Akker [15] yang menerapkan 4 tahapan utama yaitu: (1) pemeriksaan pendahuluan ( preliminary investigation ) yang dimaksudkan untuk

Berbagi link melalui note dapat dilakukan oleh guru Anda, kawan-kawan Anda, maupun Anda sendiri. Apabila Anda ingin berdiskusi atau menanyakan sesuatu melalui website

ethical judgment terhadap minat pegawai negeri sipil Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (DPPKAD) untuk melakukan whistle- blowing.. Penelitian ini

Kendala apa saja yang dihadapi oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Banyumas dalam menanggulangi judi toto gelap di Kabupaten Banyumas3. Upaya apa saja

Hasil dari penelitian maka dapat disimpulkan bahwa sarana prasarana sekolah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa.. Hasil penelitian dan uji

Penelitian ini mengunakan populasi total dengan alat pengumpulan datanya adalah skala yang diisi oleh orangtua, yakni Compassion Scale untuk mengungkap compassion orangtua

Di antara delapan kabupaten/kota tersebut yang paling banyak guru SD golongan IVa namun paling sedikit dapat naik pangkat ke golongan IVb ke atas (hanya dua orang) adalah

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dan ketepatan hasil pengukuran, dapat disimpulkan bahwa alat alat pengukur yang telah dibuat dapat bekerja dengan baik.. Kata kunci: