• Tidak ada hasil yang ditemukan

Index of /ProdukHukum/kehutanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Index of /ProdukHukum/kehutanan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

NOMOR

: P.03/MENHUT-V/2004

TANGGAL

: 22 JULI 2004

BAGI AN KESEMBI LAN

PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN DENGAN SI STI M SI LVI KULTUR I NTENSI F

GERAKAN NASI ONAL REHABI LI TASI HUTAN DAN LAHAN

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Beberapa kegiatan telah dilaksanakan pada program GN RHL/ Gerhan tahun

2003 yaitu reboisasi, pembuatan hutan rakyat, penanaman turus jalan dan

pembuatan bangunan konservasi tanah. Disamping jenis kegiatan GN

RHL/ Gerhan tersebut dirasakan masih terdapat kegiatan rehabilitasi hutan yang

perlu dilaksanakan sebagai kegiatan spesifik yaitu penanaman jenis tanaman

unggulan kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan terapan rakitan teknologi

dan sistem silvikultur intensif yang telah tersedia dari berbagai jenis tamaman

dimaksud. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya dibutuhkan kerjasama dari

tenaga ahli yang ada pada Perguruan Tinggi dan atau Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan.

Lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif selanjutnya

diharapkan sebagai areal

show window,

media penyuluhan, serta merupakan

inti pengembangan komoditi tertentu untuk daerah sekitarnya. Pada akhirnya

lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif ini dapat

dimanfaatkan sebagai tempat informasi tentang teknik pembuatan tanaman

dan tempat informasi tentang pengembangan usaha dari jenis/ komoditi

spesifik tersebut.

Penanaman jenis/ komoditi unggulan yang dapat dikembangkan pada

pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif antara lain tanaman

penghasil gaharu, tanaman obat, eboni, panggal buaya, rotan, bambu dan lain

-lain. Jenis tanaman tersebut selain sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan

lahan juga dikembangkan kearah unit usaha ekonomi masyarakat disekitar

hutan. Oleh sebab itu dalam pemilihan komoditi harus mempertimbangkan

faktor pasar disamping faktor kondisi agroklimat setempat, luas penanaman

pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif harus dalam luasan yang

layak usaha atau harus menguntungkan secara finansial (profitable).

(2)

B.

Tujuan

Tujuan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif adalah:

1.

Terbangunnya media dan sarana penyuluhan serta pusat informasi

penanaman dan pengembangan jenis unggulan.

2.

Meningkatnya produktivitas kawasan hutan dengan jenis-jenis unggulan

3.

Meningkatnya kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi hutan

dan lahan.

4.

Tersedianya peluang kerja dan berusaha sehingga meningkatkan

pendapatan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan.

C.

Sasaran

Sasaran pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif dalam rangka

Gerakan Nasional

Rehabilitasi Hutan adalah terbangunnya unit-unit

pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unggulan kehutanan di

kawasan hutan produksi, hutan lindung, areal penggunaan lain ( APL) dan

hutan/lahan milik.

D.

Pengertian

1.

Pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif adalah kegiatan

pembuatan tanaman kehutanan jenis unggulan dan spesifik yang

menghasilkan komoditas hasil hutan baik kayu maupun bukan kayu

dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan ;

2.

Kelompok tani adalah kumpulan petani dalam suatu wadah organisasi yang

tumbuh berdasarkan kebersamaan, keserasian, kesamaan profesi dan

kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang mereka kuasai dan

berkepentingan untuk bekerjasama dalam rangka meningkatkan

produktivitas usaha tani dan kesejahteraan anggotanya;

3.

Sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan berencana mengenai

pengelolaan hutan yang meliputi kegiatan persemaian, pemeliharaan,

penebangan, peremajaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian

produksi kayu atau hasil hutan lainnya;

4.

Hasil hutan bukan kayu adalah hasil hutan berupa benda-benda hayati dan

naon -hayati berikuit turunannya selain kayu;

5.

Pendampingan adalah upaya membantu para pelaksana dan/ atau

masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, ketermapilan dan

kelambagaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dengan cara

mendampingkan pihak-pihak yang berkompeten.

(3)

E.

Ruang lingkup

(4)

BAB I I

PERENCANAN

A.

Penyusunan Rencana Pengembangan

Pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unggulan diharapkan

menjadi inti dari rencana pengembangan komoditi tersebut untuk wilayah

sekitarnya. Oleh sebab itu letak lokasi pembuatan tanaman dengan sistim

silvikultur intensif di dalam wilayah pengembangan tersebut.

Rencana Pengembangan disusun berdasarkan potensi dan kondisi wilayah baik

secara fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Sehingga rencana pengembangan

memuat sekurang-kurangnya sebagai berikut:

1.

Kondisi umum wilayah pengembangan.

2.

Rencana Pengembangan Tanaman Unggulan yang berisi jenis tanaman,

potensi lokasi dan luas.

3.

Rencana Pengembangan Usaha meliputi aspek pasca panen, pasar, sarana

dan prasarana usaha.

B.

Penyusunan Rancangan

Penyusunan rancangan dilaksanakan berdasarkan pada hasil konsultasi dan

koordinasi dengan pihak terkait, orientasi lapangan, identifikasi fisik dan sosek,

pengukuran dan pemetaan. Rancangan yang dimaksud disini adalah rancangan

yang memuat rencana lokasi, rencana pembuatan tanaman, rencana

pemeliharaan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kebutuhan), dan rencana

pengembangan kelembagaan.

Rencana Pengembangan kelembagaan antara lain rencana pelatihan,

pendampingan, pengembangan usaha.

Rancangan disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS.

Dalam penyusunannya dilakukan secara partisifatif serta mendapat supervisi

dari tenaga ahli dari Perguruan Tinggi/ Balitbanghut/ Balai Penelitian Kehutanan

setempat.

Penilaian rancangan oleh Kepala Seksi Program dan Balai Pengelolaan DAS

serta pengesahan rancangan oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS.

C. Tahapan Kegiatan

Tahapan penyusunan rancangan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur

intensif unggulan sebagai berikut:

1.

Pemilihan Lokasi

(5)

a.

Aspek teknis meliputi :

1)

Lokasi penanaman pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur

intensif dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi berupa areal

tidak produktif, hutan lindung, areal penggunaan lain (APL),

lahan/ hutan milik.

2)

Khusus untuk tanaman rotan pada lokasi harus terdapat tanaman

sebagai rambatan, sedangkan untuk jenis tanaman penghasil gaharu

dibutuhkan adanya tanaman sebagai naungan.

3)

Merupakan satu hamparan yang kompak dan tidak terpencar.

4)

Luas lokasi pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif

disesuaikan dengan kelayakan usaha.

b.

Aspek sosial ekonomi meliputi :

1)

Merupakan daerah yang tingkat pendapatan, pengetahuan dan

keterampilan usahatani masyarakatnya masih rendah

2)

Merupakan suatu daerah yang masyarakatnya sudah mengenal

teknik penanaman dan pemanfaatan yang dapat dirasakan serta

mempunyai keinginan untuk mengembangkan usaha rani.

3)

Daerah yang mempunyai akses keterjangkauan pasar.

2. Pemilihan Jenis Tanaman Percontohan

a.

Pemilihan jenis tanaman percontohan diharapkan dapat diterima secara

sosial oleh masyarakat (

social acceptable

). Disamping itu harus juga

diperhatikan kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan prospek

pengembangannya dalam luasan yang layak secara ekonomi.

b.

Jenis-jenis yang dapat dikembangkan tersebut dapat merupakan tanaman

monokultur atau kombinasi dengan jenis tanaman kehutanan lainnya.

3. Pengembangan Kelembagaan

Pengembangan kelembagaan petani diarahkan pada pengembangan

kelompok tani dan pengembangan kelembagaan usaha.

4. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dibedakan menjadi dua data yaitu data primer dan

data skunder.

a.

Data primer diper oleh melalui hasil wawancara dengan responden atau

sumber data atau dengan mendatangi langsung obyek yang akan

diambil datanya.

b.

Data sekunder dapat diperoleh melalui pencatatan data resmi (hasil

laporan, penelitian dll.)

(6)

(data kependudukan, mata pencaharian, tingkat pendidikan, ketersedian

benih/ bibit, dan kelembagaan masyarakat).

5.

Analisis Data

Data yang berhasil dikumpulkan baik data primer maupun data skunder

dianalisis untuk menentukan kebutuhan bahan, biaya dan tenaga kerja yang

dihitung berdasarkan standar yang berlaku di daerah untuk setiap jenis

pekerjaan, alternatif jenis perlakuan sesuai dengan kondisi lahan.

6. Pembuatan Buku Rancangan

a.

Lokasi pembuatan tanaman, mencakup letak (Kabupaten/ Kota) dan

luas pembuatan tanaman (ha).

b.

Rincian kegiatan dan biaya untuk ; penyiapan lahan , penyediaan bibit ,

penataan batas, pembuatan lubang dan ajir, penanaman, pemeliharaan

(tahun berjalan dan tahun I dan tahun I I , dan seterusnya, pengadan

sarana dan prasarana serta pengembangan kelembagaan).

c.

Peta rancangan, memuat : batas lokasi, batas blok, batas penggarapan ,

tata tanaman(pola tanam ), , arah larikan dan jarak tanam). Peta situasi

dibuat dengan skala 1: 10.000.

d.

Rencana jenis dan jumlah tanaman yang akan ditanam

e.

Rincian petani peserta dan luas penggarapan.

f.

Rencana pengembangan kelembagaan dan rekayasa sosial/ jaringan

kerja bersama masyarakat setempat.

g.

Kebutuhan bahan dan tenaga

h.

Jadwal Kegiatan

C.

Hasil Kegiatan

(7)

BAB I I I

PELAKSANAAN

A.

Persiapan

1.

Penyiapan Kelembagaan

Bagi petani / masyarakat yang belum terbentuk kelompok tani, diarahkan

untuk membentuk kelompok tani dengan pendampingan oleh Penyuluh

Kehutanan Lapangan/ LSM. Kelompok tani diarahkan untuk mampu

melaksanakan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif

antara lain :

a.

Mengikuti sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan

b.

Menyusun rencana kegiatan bersama-sama Penyuluh Kehutanan

Lapangan dan LSM

c.

Meyiapkan lahan untuk lokasi kegiatan pembuatan tanaman dengan

sistim silvikultur intensif

d.

Menyelenggarakan pertemuan – pertemuan kelompok tani

e.

Menyiapkan administrasi kelompok tani

f.

Menyusun perangkat aturan atau kesepakatan internal kelompok tani

2.

Penataan Lokasi dan Areal Tanaman

Penataan lokasi untuk areal pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur

intensif, baik yang masih berupa hutan, semak belukar maupun bekas

perladangan berpindah perlu ditata dengan baik sebelum dilakukan

kegiatan penanaman. Sebelum melakukan penataan calon lokasi

penanaman, maka perlu dilakukan survey secara cermat.

Berdasarkan data dan informasi survey tersebut, ditentukan batas-batas

dan letak areal yang akan ditanami, misalnya : calon lokasi penanaman,

bagian yang tidak boleh dibuka, calon as jalan, calon lokasi gubuk kerja.

Penataan areal tanaman dimaksud untuk mengatur tempat dan waktu.

Areal tanaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan pembagian

kelompok.

Adapun tahapannya adalah :

a.

Pemancangan tanda batas dan pengukuran lapangan, untuk

menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan

perhitungan kebutuhan bibit.

b.

Penentuan arah larikan serta pemancangan ajir tanaman sejajar

dengan garis tinggi (kontur).

c.

Pembuatan piringan tanaman di sekeliling ajir

d.

Pembuatan lubang tanaman yang ukurannya sesuai dengan keperluan

untuk masing-masing jenis tanaman.

(8)

3.

Pembersihan Lokasi

Calon lokasi penanaman yang telah ditata perlu dibersihkan. Pembersihan

lokasi dilaksanakan berdasarkan batas –batas yang telah ditentukan pada

saat penataan calon lokasi penanaman. Pembersihan lokasi dilakukan

dengan menyingkirkan berbagai jenis tumbuhan pengganggu untuk

menghindarkan terjadinya kompetisi hara.

4.

Pengolahan Tanah dan Pembuatan Lubang Tanaman

Pengolahan tanah dilakukan terbatas pada jarak tertentu, yakni sekitar

piringan tanaman saja dan disesuaikan dengan jenis tanaman dan panjang

akar. Pengolahan tanah sebaiknya mulai dilakukan 1 (satu) minggu

sebelum kegiatan penanaman dimulai dan jika memungkinkan diberi

pupuk kandang (kompos/ serasah).

5.

Pembuatan Gubuk Kerja

Lokasi gubuk kerja diusahakan di tengah-tengah lokasi penanaman dan

ditepi jalan. Luas gubuk kerja dapat disesuaikan dengan luas areal

penanaman.

B.

Pembibitan

Bibit yang dibutuhkan untuk pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur

intensif unngulan dipenuhi melalui pembuatan persemaian, dengan prosedur

sebagai berikut:

1.

Pengadaan benih dan pembuatan persemaian

a.

Pengadaan biji / benih

Biji/ benih yang digunakan adalah biji/ benih yang berkualitas baik dan

diketahui asal usulnya sesuai dengan jenis tanaman percontohan yang

direncanakan. Berdasarkan asalnya, bibit/ benih dibedakan menjadi dua,

yaitu bibit yang berasal biji dan yang berasal perbanyak vegetatif.

b.

Pembutanan persemaian

Lokasi persemaian harus datar, dekat dengan sumber air, subur,

gembur, dekat dengan lokasi penanaman.

Pembuatan persemaian dimulai dari kegiatan pembersihan lapangan,

yaitu pembabatan rumput, alang-alang dan semak. Pohon yang besar

sebaiknya tidak ditebang jika tidak terlalu mengganggu karena dapat

digunakan untuk pelindung atau peneduh. Bedengan harus dibuat

memanjang arah utara selatan. Diantara bedengan harus disisakan

tanah untuk membuat jalan dan solokan dengan ukuran dan lebar 50 -

100 cm.

2.

Penaburan biji

Penaburan biji di bedengan atau persemaian dapat dilakukan dengan

beberapa cara yaitu :

(9)

b.

Biji-biji ditabur dalam larikan.

c.

Biji-biji ditabur langsung pada kantong plastik (polybag) yang sudah

diisi tanah.

3.

Penyapihan bibit

Penyaoihan dilakukan dengan memindahkan bibit dari bedengan

penaburan ke dalam pot tunggal atau kantong plastik (polybag) atau pot

ganda (pot tray) yang sebelumnya telah disi dengan media tanah atau

gambut.

4.

Pemeliharaan bibit

Pekerjaan pemeliharaan bibit dipersemaian yaitu : penyiraman,

pemupukan, pembersih an gulma, penyulaman, pemberantasan hama dan

penyakit.

C. Penanaman

1.

Pemindahan Bibit

Keadaan bibit saat sudah siap ditanam di lapangan sangat bervariasi.

Sebagai pedoman, bibit siap untuk dipindahkan atau ditanam dilapangan

adalah bibit yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a.

Bibit tumbuh normal

b.

Batang lurus dan daun subur yang berwarna hijau

c.

Bibit tidak terserang oleh hama dan penyakit

Setelah ditentukan oleh jumlah bibit yang dapat ditanam, bibit tersebut

disiapkan untuk diangkut ke lapangan. Bibit yang akan diangkut dimasukkan

dalam keranjang atau kotak yang dibuat secara khusus. Pada saat

memasukan bibit ke dalam kotak atau keranjang, batang dan pucuk bibit

tidak boleh berhimpitan karena dapat menyebabkan kerusakan.

Pengangkutan bibit dari lokasi persemaian ke lapangan dianjurkan pada

pagi hari atau sore.

2.

Sistem Penanaman

Penanaman dilakukan dengan dua cara yakni penanaman sistem

cemplongan dan sistem jalur.

Penanaman pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif dapat

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a.

Sistem Penanaman Murni

(10)

b.

Sistem Penanaman Campuran

Sistem penanaman campuran adalah pembuatan tanaman dengan sistim

silvikultur intensif yang dilaksanakan dengan jenis tanaman kayu -kayuan

minimal 70 % dan tanaman MPTS maksimal 30 % .

3.

Teknik Penanaman

Penanaman bibit yang berasal dari persemaian biji dan yang bersal dari

anakan tidak berbeda. Lubang tanam dibuat disesuaikan dengan jenis

tanaman percontohan dan pajang akar.

Pengaturan jarak tanam dan jumlah bibit yang ditanam untuk setiap lubang

tanam disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Khusus untuk

tanaman rotan harus disediakan pohon panjatnya, sedangkan tanaman

penghasil gaharu terdapat pohon sebagai naungan.

D. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri dari kegiatan pemeliharaan tahun berjalan, tahun

ke-1 dan pemeliharaan tahun ke-2 dengan rincian sebagai berikut:

1.

Pemeliharaan tahun berjalan dilakukan sekitar 1-2 bulan setelah kegiatan

penanaman selesai.

2.

Pemeliharaan tahun pertama dilakukan pada tanaman yang telah berumur 1

tahun dan dilaksanakan pada musim hujan.

3.

Pemeliharaan tahun ke dua dilakukan pada tanaman yang berumur 2 tahun

dilaksanakan pada awal musim hujan.

Adapun jenis kegiatan pemeliharaan adalah:

1. Penyiangan dan Penyulaman

Penyiangan dilakukan dengan cara pembersihan rumput-rumputan, tumbuhan

bawah dan pemangkasan terhadap tajuk-tajuk pohon yang terlalu lebat dan

mengganggu masuknya sinar matahari. Penyiangan areal tanam dilakukan

secara rutin setiap 3 bulan sekali.

Penyulaman dilakukan apabila tanaman percontohan tumbuh tidak normal,

tidak tumbuh atau mati setelah ditanam. Bibit yang tumbuh tidak normal atau

mati tersebut harus diganti dengan bibit yang baru agar jumlah tanaman

yang ditanam tidak berkurang dan dapat tumbuh secara seragam.

2. Pemupukan

(11)

3. Pengendalian Hama dan Penyakit

Manajemen hama dan penyakit perlu dilakukan terutama jenis-jenis tanaman

yang ditanam secara monokultur. Kegiatan yang bisa dilakukan dengan

menggunakan insektisida, herbisida, predator dan peralatan lainnya.

4. Pengamanan Terhadap Kebakaran

Kebakaran hutan adalah bahaya yang paling ditakuti oleh petani. Bahaya

kebakaran umumnya terjadi pada mujsim kemarau. Untuk mencegah bahaya

kebakaran perlu diciptakan sistem pengamanan oleh kelompok tani dan

untuk mencegah menjalarnya api lebih luas lagi, maka di sekeliling areal

pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif dibuat sekat bakar.

B.

Organisasi Pelaksana

1.

Penyelenggaraan pembuatan tanaman percontohan dalam rangka GN

RHL/ Gerhan adalah Balai Pengelolaan DAS.

2.

Dalam pelaksanaannya Balai Pengelolaan DAS bekerjasama dengan

Perguruan Tinggi/ Badan Litbanghut / Balai Penelitian Kehutanan setempat.

3.

Pelaksana pembuatan tanam , pemeliharaan dan perlindungan tanaman

adalah kelompok tani masyarakat setempat.

4.

Pendamping kelembagaan adalah Lembaga Swadaya Masyarakat

5.

Pendamping teknis lapangan adalah penyulu h kehutanan lapangan.

C.

Hasil Kegiatan

Terdapatnya suatu unit tanaman percontohan yang sehat pada suatu luasan

tertentu sesuai dengan rancangan teknis yang telah ditetapkan dan dikelola oleh

kelembagaan kelompok tani.

D.

Pengeloaan Tanaman

(12)

BAB I V

PEMBI NAAN DAN PENGENDALI AN

A. Pembinaan

Jenis kegiatan pembinaan terdiri dari pembinaan teknis pembuatan tanaman

percontohan dan pembinaan sosial kemasyarakatan kelompok tani peserta

serta pembinaan kelembagaan.

Pembinaan teknis dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal RLPS, Dinas Propinsi

dan Dinas Kabupaten yang menangani kehutanan secara rutin dan berkala.

Pembinaan teknis lapangan dilaksanakan oleh serta penyuluh kehutanan

lapangan secara rutin sesuai dengan kebutuhan.

Sedangkan pembinaan sosial kemasyarakatan oleh Kepala Desa, Camat dan

Bupati serta pembinaan kelembagaan oleh pendamping dan instansi terkait

lainnya.

B.

Pengendalian

Kegiatan pengendalian dilakukan melalui pemantauan/ monitoring, penilaian

dan dituangkan dalam bentuk pelaporan yaitu laporan bulanan, semesteran

dan tahunan.

(13)

BAB V

PENUTUP

Petunjuk pelaksanaan ini merupakan arahan yang harus diacu dalam

penyelenggaraan pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif unngulan

pada kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN RHL/ Gerhan)

yang memuat antara lain perencanaan, pelaksanaan penanaman, pemeliharaan,

pengembangan kelembagaan, pengelolaan, pembinaan dan pengendalian.

Diharapkan petunjuk pelaksanaan ini dapat dipedomani dengan sebaik-baiknya oleh

semua pihak yang terkait guna kelancaran dan keberhasilan penyelengaraan

pembuatan tanaman dengan sistim silvikultur intensif.

MENTERI KEHUTANAN

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara durasi pengisian dengan peningkatan kadar timbal dalam darah,karena durasi pengisian BBM merupakan waktu

1) Jaringan syaraf Tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia

bahan kimia, dan sebagainya. c) Kegiatan domestik, misalnya: kantin industri, pembersihan lantai, dan sebagainya. Karakteristik limbah cair dari suatu industri umumnya

Menurut pengamatan peneliti hal yang paling urgen menjadi faktor penyebab rendahnya kemampuan menulis siswa di kelas X SMA Kampus FKIP UHN Pematangsiantar antara lain

Pada proses pembuatan dokumen form permintaan barang terkadang masih ditemukan kesalahan perhitungan total pembelian, karena human error Bagian Tata Usaha dalam

Dalam mekanisme rekrutmen yang ditetapkan sudah mengakomodasi keterwakilan perempuan sebesar 30% dan mekanisme itu sudah sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan dalam UU

proteksi radiasi bagi pasien, mengidentifikasi dosis yang tidak perlu.6.

adalah 0,000 yang berarti variabel bebes memiliki nilai sig F lebih kecil dari 0,10 sehingga dapat disimpulkan jika variabel kontribusi sektor insustri, UMR, angkatan kerja