i
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP
PARON
DALAM KERJASAMA PENGGEMUKAN SAPI DI DESA BATAH
BARAT KECAMATAN KWANYAR KABUPATEN
BANGKALAN.
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Hukum
Oleh Fairuz Abadi A. NIM. C02211019
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
viii
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil dari penelitian lapangan tentang ‚Analisis Hukum
Islam Terhadap Konsep Paron Dalam Kerjasama Penggemukan Sapi Di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan‛. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui mekanisme kerjasama Paron penggemukan sapi dan untuk mengetahui bagaimana analisis hukum Islam terhadap konsep bagi hasil pembiayaan mud}a>rabah peternak sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan.
Untuk mencapai tujuan penelitian ini, maka dipergunakan metode penelitian yang terdiri dari pengumpulan data, sumber data, tehnik pengumpulan data, tehnik pengolahan data, serta tehnik analisis data. Tipe penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan pola fikir induktif, sumber data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode interview dan kemudian dokumentasi. Sedangkan tehnik pengolahan data dengan menggunakan tehnik organizing, editing, dan tehnik coding. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan pola piker Induktif.
Dalam prakteknya, Kerjasama paron penggemukan sapi tersebut dilakukan oleh kedua pihak antara Taufiq dan Ahmadi, kerjasama tersebut diawali dengan pemberian modal sebesar Rp. 25.000.000 oleh Taufiq kepada Ahmadi, kemudian modal tersebut dibelikan 2 ekor sapi. Kemudian sapi tersebut dirawat oleh Ahmadi selama 3 bulan, dan keuntungan tersebut disepakati akan dibagi dua dengan prosentase 50%:50% di akhir akad, setelah sapi tersebut dijual kemudian Taufiq diberikan uang sebesar Rp. 26.770.000 oleh Ahmadi dari jumlah penjualan sapi sebesar Rp. 30.250.000.
Dalam penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa akad mud}a>rabah dalam kerjasama penggemukan sapi tersebut terdapat ketidakjelasan dalam pembagian keuntungan yang diperoleh oleh Taufiq, dan hal tersebut bertentangan dengan syarat sah mud}a>rabah itu sendiri dan menyebabkan akad tersebut menjadi fasid. Serta konsep paron kerjasama penggemukan sapi tersebut pada praktiknya telah menyimpang dari kesepakatan awal dan menyebabkan bagi hasil menjadi tidak sah, dikarenakan konsep bagi hasil tersebut telah melanggar dari syarat sah keuntungan yang mana disebutkan bahwasanya pembagian keuntungan harus sesuai dengan perjanjian, hal ini juga tercantum dalam al-Qur’an surat an-Nisa>’
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN... ... iv
MOTTO... ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II BAGI HASIL DALAM HUKUM ISLAM A. Kerja sama bagi hasil ... 21
B. Pengertian Mud}a>rabah ... 23
C. Landasan Hukum Mud}a>rabah ... 27
D. Hikmah Mud}a>rabah ... 29
E. Rukun dan Syarat Mud}a>rabah ... 30
xii
G. Hal-hal Yang Membatalkan Mud}a>rabah ... 37 BAB III DESKRIPSI KONSEP PARON DALAM KERJASAMA PENGGEMUKAN SAPI
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39 B. Mekanisme Kerjasama Bagi Hasil Mud}a>rabah ... 46 C. Permasalahan Pembagian Keuntungan Kerjasama Paron ... 52 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP BAGI HASIL DALAM KERJASAMA PARON PENGGEMUKAN SAPI
A. Analisis Terhadap Mekanisme Konsep Paron ... 57 B. Analisis Hukum Islam Terhadap Konsep Bagi Hasil Kerjasama Paron Penggemukan Sapi ... 59 BAB V PENUTUP
xiii
[image:8.595.133.480.230.557.2]DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xiv
DAFTAR TRANSLITERASI
Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut :
A. Konsonan
No. Arab Indonesia Arab Indonesia
1 ا ’ ط t}
2 ب B ظ z}
3 ت T ع ‘
4 ث Th غ Gh
5 ج J ف F
6 ح h{ ق Q
7 خ Kh ك K
8 د D ل L
9 ذ Dh م M
10 ر R ن N
11 ز Z و W
12 س S ه H
13 ش Sh ء ’
14 ص s{ ي Y
15 ض d{
xv B. Vokal
1. Vokal Tunggal (monoftong)
Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia
ـــ fath{ah a
ـــ kasrah i
ـــ d{ammah u
Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah berh{arakat sukun atau didahului oleh huruf yang berh{arakat sukun. Contoh iqtid{a>’ ( )
2. Vokal Rangkap (diftong) Tanda dan
Huruf Arab
Nama Indonesia Ket.
fath{ah dan ya’ ay a dan y
fath{ah dan wawu
aw a dan w
Contoh : bayna ( )
: mawd{u>‘ ( ) 3. Vocal Panjang (mad)
Tanda dan Huruf Arab
Nama Indonesia Keterangan
fath{ah dan alif a> a dan garis di atas kasrah{ dan ya’ i> i dan garis di atas d{ammah dan wawu u> u dan garis di atas
Contoh : al-jama>‘ah (
ا
) : takhyi>r ( ) : yadu>ru ( )C. Ta>’ Marbu>t}ah
xvi
1. Jika hidup (menjadi mud{a>f) transliterasinya adalah t. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.
Contoh : shari> ‘at al-isla>m ( ) : shari> ‘ah isla>mi>yah ( )
D. Penulisan Huruf Kapital
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai subyek hukum serta makhluk sosial tidak mungkin hidup di dunia ini sendiri tanpa hubungan dengan manusia lainnya, guna memenuhi hajat serta kelangsungan hidupnya termasuk masalah ekonomi yang berbudaya. Kehidupan manusia merupakan satu kesatuan yang menimbulkan hubungan timbal balik antara manusia itu sendiri, yang pada gilirannya akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang kompleks, yang memerlukan aturan-aturan hukum yang mengaturnya. Dalam kaitan ini, Islam datang dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang mengatur secara baik persoalan muamalah yang dilalui oleh setiap manusia dalam kehidupan sosial mereka.
2
berorganisasi dan saling membantu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.1
Agama Islam sebagai agama yang ka>ffah memberikan aturan-aturan yang jelas dan tegas, bahwa antara manusia yang satu dengan yang lainnya diperintahkan untuk saling tolong-menolong atau bekerjasama diantara sesamanya. Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an surat al-Ma>idah ayat 2 yang berbunyi:
Artinya: ...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.2
Kenyataan tolong menolong dalam muamalah tidak dapat ditinggalkan, karena bermuamalah dengan cara tolong menolong akan mempermudah mendapatkan segala kebutuhan serta lebih mempererat tali silaturrahim antara sesama. Muamalah dalam arti luas adalah aktivitas untuk menghasilkan duniawi menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi>.3
Dalam hal bermuamalah tersebut manusia juga harus memperhatikan hak-hak orang lain serta tidak boleh merugikan orang lain
1
Ismail Nawawi, Hukum Perjanjian Dalam Perspektif Islam (Surabaya, Penerbit Putra Media Surabaya, 2010), 67-68.
2
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an Terjemah 20 Baris (Bandung: Mikraj
Khazanah Ilmu, 2010)
3
dengan cara tidak melakukan tindak kekerasan ataupun penipuan, hal ini juga bertujuan agar memperoleh ridha Allah. Hal ini juga dapat dipahami dalam firman Allah surat al-Nisa>’ ayat 29 yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu‛.4
Adapun ruang lingkup muamalah banyak macamnya, salah satunya ialah mud}a>rabah. Mud}a>rabah ialah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (s}a>h}ibul al-ma>l) yang menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain sebagai pengelola usaha (mud}a>rib).5 Keuntungan yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk prosentase (nisbah).
Para fuqaha berbeda pendapat mengenai pengertian mudharabah,
di antaranya menurut Sabiq, “mud}a>rabah adalah akad antara dua belah
pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan
perjanjian‛.6 Sedangkan menurut Al-Jaziri “kerjasama dalam permodalan
(mud}a>rabah) ataupun juga pinjaman ialah si A memberikan sejumlah uang
4
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an Terjemah..., 123.
5 Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial (Jakarta: Dwiputra Pustaka
Jaya, 2010), 260.
6
4
kepada si B untuk modal usaha dan keuntungannya dibagikan antara keduanya sesuai dengan disyaratkan keduanya, sedang jika ada kerugian maka ditanggung oleh pemodal saja (si A), karena kerugian si B (pekerja) sudah cukup dengan kelelahan yang dialaminya‛.7
Pada hakikatnya kewajiban utama s}a>h}ibul al-ma>l ialah menyerahkan modal mud}a>rabah kepada mud}a>rib. Bila hal itu tidak dilakukan, maka perjanjian mud}a>rabah menjadi tidak sah. Yang terkait dengan orang yang melakukan transaksi haruslah orang yang cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil. S}a>h}ibul al-ma>l berkewajiban menyediakan dana yang dipercayakan kepada mud}a>rib untuk membiayai suatu proyek atau suatu kegiatan usaha. Mud}a>rib berkewajiban menyediakan keahlian, waktu, pikiran, dan upaya untuk mengelola proyek atau kegiatan usaha tersebut dan berusaha untuk memperoleh keuntungan seoptimal mungkin.
Akan tetapi apabila usaha yang dijalankan tersebut mengalami kegagalan ataupun kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal (s}a>h}ibul al-ma>l) selama kerugian tersebut buka merupakan kelalaian dari pengelola (mud}a>rib), sedangkan mud}a>rib menanggung kerugian atas kerja keras ataupun jerih payah dan juga waktu yang telah dilakukan untuk menjalankan usaha. Namun jika kerugian tersebut diakibatkan oleh kelalaian dari pengelola (mud}a>rib), maka mud}a>rib harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
5
Ada satu titik pemisah antara mud}a>rabah dengan jenis perkongsian
yang lain. Semua jenis perkongsian lain mungkin mengandung dua orang atau lebih, sedangkan mud}a>rabah hanya terdiri dari dua orang saja, yaitu pemilik modal dan seorang lagi agennya, sedangkan jenis perkongsian lainnya mengandung arti di mana pihak-pihak yang berkongsi merupakan agen antar sesamanya, dan masalah yang demikian tidak terdapat dalam mud}a>rabah.8
Adapun dalam akad mud}a>rabah terdapat salah satu syarat yaitu syarat keuntungan, yang mana di dalam syarat keuntungan tersebut terdapat keharusan besarnya keuntungan yang harus diketahui oleh kedua belah pihak, baik s}a>h}ibul al-ma>l maupun mud}a>rib. Yang mana keuntungan tersebut merupakan tujuan dari akad dan juga termasuk dari salah satu rukun dari akad mud}a>rabah itu sendiri, maka di dalam pembagian keuntungan tersebut harus jelas dan tanpa ada unsur penipuan ( ghara>r ).
Dalam menjalankan bisnis, seorang muslim harus berpegang teguh pada nilai-nilai yang menjadi landasan normatif dalam bisnis yang diajarkan oleh agama Islam, yaitu: Tauhid, keseimbangan (keadilan), kehendak bebas dan pertanggung jawaban.9
Dalam praktek mud}a>rabah antara Khadijah dengan Nabi Muhammad SAW. Saat itu Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh Nabi Muhammad ke luar negeri. Dalam
8
Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam ( Jakarta: PT. Rineka Cipta: 1990),
63.
9
6
kasus ini Khadijah berperan sebagai pemilik modal (s}a>h}ibul al-ma>l), sedangkan Nabi Muhammad berperan sebagai pengelola modal (mud}a>rib), bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapat keuntungan.10
Setiap muslim dibenarkan dan diperbolehkan bekerja dan berusaha dalam segala bidang dengan cara bekerjasama selama usaha tersebut tidak menyimpang dari hukum shara‘ , seperti bertani, berdagang maupun berternak.
Seperti yang terjadi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan, salah satu warganya bekerja di bidang peternakan, yaitu ternak sapi. Dalam berternak sapi tersebut seseorang harus memiliki keahlian di bidang peternakan beserta modal yang cukup. Apabila seseorang hanya memiliki keahlian saja tanpa memiliki modal yang cukup maka usaha tersebut tidak akan berjalan. Begitupun sebaliknya, apabila seseorang hanya memiliki modal saja tanpa memiliki keahlian yang mumpuni maka usaha tersebut juga tidak akan bisa berjalan.
Adapun di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan terdapat dua orang yang mempunyai karakter seperti yang telah dijelaskan di atas, mana pihak yang satunya hanya mampu dalam keahlian dan pihak yang lain hanya mampu dalam bidang modal, dan dua
10 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan ( Jakarta: PT. Raja Grafindo
7
pihak tersebut sepakat untuk bekerja sama melakukan usaha ternak sapi tersebut. Di dalam hukum Islam ini dinamakan dengan mud}a>rabah, yakni akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak yang satu bertindak sebagai pemberi modal (s}a>h}ibul al-ma>l ) dan pihak yang lain bertindak sebagai pengelola (mud}a>rib) dengan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dalam bentuk prosentase ( nisbah ).
Sistem bagi hasil kerjasama peternakan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar yang dilakukan oleh kedua pihak tersebut dilakukan sebagaimana kebiasaan masyarakat di desa tersebut pada umumnya, namun ada yang berbeda dalam masalah konsep pembagian daripada bagi hasil dari usaha peternakan sapi yang dilakukan oleh kedua pihak tersebut. Dalam prakteknya usaha tersebut di mulai dengan s}a>h}ibul al-ma>l memberi modal sebesar Rp. 25.000.000 kepada mud}a>rib untuk dibelikan sapi untuk diternak oleh mud}a>rib dalam jangka waktu 3 bulan, kemudian modal tersebut cukup untuk dibelikan 2 ekor sapi yang masing-masing berusia 3 setengah bulan dan 3 bulan.
8
langsung kepada s}a>h}ibul al-ma>l tanpa harus memotong modal pokok maupun keuntungan yang nantinya akan diperoleh dari penjualan sapi tersebut.
Namun setelah waktu 3 bulan dan sapi tersebut dijual, timbul permasalahan dalam pembagian keuntungan dari hasil penjualan sapi tersebut. Di mana pihak pengelola (mud}a>rib) secara langsung memberi uang sejumlah Rp. 26.770.000 kepada s}a>h}ibul al-ma>l dari hasil penjualan sapi tersebut dengan mengklaim jumlah uang tersebut terdiri dari modal pokok dan keuntungan sudah sesuai dengan bagi hasil yang telah disepakati di awal akad tanpa menjelaskan nilai penjualan serta keuntungan yang telah diperoleh dari hasil kerjasama itu yang mana total penjualan 2 ekor sapi tersebut berjumlah Rp. 30.250.000. Dari ihwal pemberian uang tersebut maka timbul kecurigaan serta kekecewaan dari pihak s}a>h}ibul al-ma>l.
Keadaan seperti ini kemudian memberikan motivasi kepada penulis merasa terpanggil dan merasa tertarik untuk mengkaji permasalahan yang terjadi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan tersebut. Kemudian fakta tersebut menjadikan inspirasi bagi penulis untuk mengadakan penelitian mengenai kejelasan dari hasil penjualan serta keuntungan yang diperoleh dan apakah pembagian keuntungan tersebut sudah sesuai kesepakatan yang telah disepakati pada awal akad atau belum memenuhi kesepakatan. Untuk itu
9
Islam Terhadap Konsep Paron Dalam Kerjasama Penggemukan Sapi di
Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan‛.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang di atas, kiranya dapatlah mengidentifikasi masalah yang akan muncul nantinya. Kemungkinan masalah-masalah yang akan muncul adalah sebagai berikut:
1. Pengertian bagi hasil
2. Praktik konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi di desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan
3. Cara pembagian keuntungan dalam konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan
4. Cara penyerahan hasil kerjasama paron penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan
5. Analisis hukum Islam terhadap konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan
10
1. Mekanisme konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan.
2. Analisis hukum Islam terhadap konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan.
C. Rumusan Masalah
Dari berbagai pertimbangan di atas, Adapun penjabaran rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan? 2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada intinya adalah mendapatkan gambaran topic yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang mungkin pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sedang diteliti ini bukan merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian tersebut.
11
1. Ridayati, dengan skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Pelaksanaan Bagi Hasil Padi di Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik, Tahun 1996, dalam skripsi ini penulis menyimpulkan bahwa praktek bagi hasil yang terjadi di Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok muamalah dan dapat dikategorikan sistem mud}a>rabah di samping muza>ra’ah karena merupakan bentuk kerjasama dalam bidang permodalan dan tenaga, sedangkan pembagian hasilnya dari panen padi dibagi dua setelah diambil biaya pemeliharaan.11
2. Abdul Basith, dengan skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam
Terhadap Sistem Bagi Hasil Usaha Warung Kopi di Desa Pabean Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo, Tahun 2013, skripsi ini mengangkat permasalahan yang dibahas adalah mengenai bagaimana sistem bagi hasil usaha warung kopi di Desa Pabean Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo dan juga bagaimana menurut Islamnya. Dan penulis menyimpulkan bahwa sistem bagi hasil yang dijalankan di warung kopi tersebut sudah sesuai dengan pengertian syirkah dan tidak ada ada unsur ghara>r.12
3. Abd. Ghofur, dengan skripsi yang berjudul “Kerja Sama dalam Bisnis
(Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Bagi Hasil Di Rental Mobil
11
Ridayati, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Bagi Hasil Padi di Kecamatan
Menganti Kabupaten Gresik‛ (Skripsi—IAIN Sunan Ampel: Surabaya, 1996), 23.
12
Abdul Basith, “Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Bagi Hasil Usaha Warung Kopi di
Desa Pabean Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo‛ (Skripsi —IAIN Sunan Ampel: Surabaya,
12
“Dwi jaya‛ Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo), Tahun 2011,
skripsi ini mengangkat permasalahan yang dibahas adalah tentang pelaksanaan pencatatan sistem bagi hasil yang dilakukan di rental mobil serta perhitungan sistem bagi hasil (laba) usaha perbulan di rental. Dan penulis menyimpulkan bahwa kerjasama yang dilakukan oleh rental mobil Dwi Jaya dengan pemilik mobil pada dasarnya tidak bertentangan dengan hukum-hukum yang ada dalam Islam karena
sudah sesuai dengan syari’at Islam.13
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh penulis di atas, tentunya berbeda dengan apa yang akan penulis susun. Dalam penelitian ini penulis akan membahas tentang konsep bagi hasil usaha peternakan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan
yang tersusun dalam sebuah judul : “Analisis Hukum Islam Terhadap
Konsep Paron Dalam Kerjasama Penggemukan Sapi Di Desa Batah Barat
Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan‛.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitin skripsi ini adalah sebagaimana berikut:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan mekanisme konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan.
13
Abd. Ghofur, “Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Bagi Hasil di Rental Mobil Dwi Jaya
13
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan analisis hukum islam terhadap konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Ada beberapa kegunaan dari penelitian ini, yaitu aspek teoritis dan aspek praktis.
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan pembaca pada umumnya, dan khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi yang berkecimpung dalam bidang muamalah yang berkaitan dengan masalah mud}a>rabah.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau masukan tentang bagi hasil mud}a>rabah dalam literatur kepustakaan di bidang studi ilmu hukum Islam
khususnya bagi Fakultas Syari’ah dan Hukum.
G. Definisi Operasional
Untuk memperjelas kemana arah pembahasan masalah yang akan diteliti serta menghindari dari kesalahfahaman bagi para pembaca dalam memahami judul skripsi ini, maka penulis perlu memberikan definisi dari judul tersebut, yakni dengan menguraikan sebagai berikut:
14
Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia baik dalam bidang ibadah maupun bidang muamalah yang diakui dan diyakini, berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.14 Di mana di bidang muamalah ini mempunyai kekhususan bagi hasil pembiayaan mud}a>rabah peternak sapi.
2. Paron : Suatu istilah dalam bahasa Madura yang berarti kerjasama yang mana apabila ditarik ke dalam hukum islam dikenal dengan istilah mud}a>rabah dan keuntungan yang terdapat di dalamnya dibagi dua secara merata.15
3. Penggemukan sapi : Usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk berternak sapi dengan tujuan untuk menggemukkan atau memperbesar sapi untuk mengambil keuntungan daripada itu.
14
Fathurrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004),12.
15
15
H. Metode Penelitian
Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Data yang dikumpulkan
a. Keadaan geografis, keagamaan, pendidikan, serta perekonomian masyarakat di lokasi tempat penelitian yaitu masyarakat Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan. Adapun pemilihan lokasi ini didasari karena di desa tersebut konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi dilakukan.
b. Mekanisme pembagian hasil dari kerjasama paron penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan.
2. Sumber Data
Sumber data yang dijadikan pegangan dalam literatur ini agar bisa mendapatkan data yang konkrit, meliputi data primer dan data sekunder, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari sumber pertama yang ada di lapangan melalui penelitian.16 Yaitu:
Responden : Pelaku kerjasama paron tersebut, yaitu Mud}a>rib (Ahmadi) dan s}a>h}ibul al-ma>l (Taufiq), beserta 4 orang yang mempunyai usaha yang sama.
16
16
Informan : Warga yang mengetahui tentang kerjasama paron tersebut, yaitu warga Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah catatan tentang adanya suatu peristiwa yang jaraknya telah jauh dari sumber orisinil, data ini diperoleh dari sumber tidak langsung, yaitu buku-buku kepustakaan dan catatan-catatan atau dokumen-dokumen tentang apa saja yang berkait dengan pembahasan ini.17 Sumber data sekunder tersebut adalah sebagai berikut:
1) Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah, Jilid 3.
2) Wahbah az-Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu. 3) Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis, dan
Sosial.
4) Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah.
5) Ismail Nawawi, Hukum Perjanjian Dalam Perspektif Islam. 6) Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan
Keuangan.
7) Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam.
17
17
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk memperoleh data yang benar dan tepat di tempat penelitian, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
a. Tekhnik Wawancara
Wawancara (interview) adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dengan terwawancara dalam bentuk tanya jawab.18 Wawancara ini digunakan sebagai alat pengumpulan data. Adapun wawancara yang dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah wawancara kepada responden yakni pelaku pembiayaan mud}a>rabah tersebut, baik Mud}a>rib maupun s}a>h}ibul al-ma>l yaitu Ahmadi dan Taufiq beserta 4 orang yang melakukan kerjasama yang sama, salah satunya Yono dan Wahyudi.
b. Dokumentasi
Dokumen ialah setiap bahan tertulis atau film, pembahasan ini diarahkan pada pada dokumen dalam arti jika peneliti menemukan record, tentu saja perlu dimanfaatkan. Dokumen biasanya dibagi atas dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber
18
18
data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan meramalkan.19
c. Telaah pustaka yaitu membaca dan menelaah bahan bacaan yang berkaitan dengan judul penelitian.
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah data-data dari lapangan atau penulisan telah terkumpul, maka peneliti menggunakan teknik pengolahan data dengan tahapan sebagai berikut:
a. Pengeditan (Editing) adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan20.
b. Pengolahan (Organizing) yaitu menyusun dan mensistematiskan data yang diperoleh dalam karangan paparan yang telah direncanakan sebelumnya untuk memperoleh bukti-bukti dan gambaran secara jelas.21
c. Pengkodean (Coding)
Setelah proses editing atau reduksi data maka yang harus dilakukan oleh peneliti adalah melakukan coding atau klasifikasi atau membuat coding berarti memberikan kode pada setiap satuan
19 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Reamaja Rosdakarya,
2006), 216-217.
20
Masruhan, Metodologi Penelitian hukum, (Surabaya: Hilal, 2012), 253.
21
19
agar dapat ditelusuri data atau satuannya berasal dari sumber mana.22
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah salah satu tahapan yang dikerjakan setelah memperoleh informasi melalui beberapa teknik pengumpulan data, dan bertujuan untuk menyempitkan dan membatasi temuan-temuan sehingga menjadi suatu data yang teratur dan akurat. Seperti yang dikemukakan oleh Lexi J. Moleong dalam buku penelitian
kualitatif mengatakan bahwa: “Analisis data merupakan upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain‛.23
Adapun metode analisis yang digunakan dalam peneliti ini adalah deskriptif dengan pola fikir induktif, yaitu dengan membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat yang menggambarkan jawaban terhadap apa yang tercantum dalam rumusan masalah untuk dianalisis sesuai dengan data yang berhubungan dengan masalah tersebut.
20
I. Sistematika Pembahasan
Agar dalam penyusunan skripsi dapat terarah dan sistematis serta mudah untuk dipahami, maka disusunlah sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama, yaitu Pendahuluan. pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, pada bab ini memuat konsep tentang mud}a>rabah yakni meliputi pengertian, landasan hukum, syarat-syarat mud}a>rabah, jenis-jenis mud}a>rabah serta hal-hal yang membatalkan mud}a>rabah.
Bab ketiga, pada bab ini membahas tentang hasil penelitian tentang gambaran umum Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan, dan berisikan deskripsi tentang bagi hasil kerjasama paron penggemukan sapi.
Bab keempat, bab ini merupakan analisis terhadap judul penelitian yaitu analisis hukum Islam terhadap mekanisme konsep paron dalam kerjasama penggemukan sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan.
BAB II
BAGI HASIL DALAM HUKUM ISLAM
A. Kerja Sama Bagi Hasil
Bagi hasil sebagaimana telah disebutkan adalah suatu istilah yang sering digunakan oleh orang-orang dalam melakukan usaha bersama untuk mencari keuntungan antara kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian.
Menurut istilah bahasa, bagi hasil adalah transaksi pengelolahan bumi dengan upah sebagian hasil yang keluar dari padanya. Yang dimaksudkan di sini adalah pemberian hasil untuk orang yang mengolah atau menanami tanah dari yang dihasilkannya seperti setengah, sepertiga atau lebih dari itu atau pula lebih rendah sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak (petani dan pemilik tanah).124
Sedangkan dalam Undang-undang No.2 Tahun 1960 tentang bagi hasil di indonesia yang terdapat dalam pasal 1 dikemukakan sebagai berikut:
‚ Perjanjian bagi hasil adalah perjanjian dengan nama apapun juga
yang diadakan antara pemilik pada suatu pihak dan seseorang atau badan hukum pada pihak lain yang dalam Undang-undang ini disebut penggarap, berdasarkan bagian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya
antara kedua belah pihak‛.
1
22
Penghormatan terhadap perjanjian menurut hukum Islam hukumnya wajib, melihat pengaruhnya yang positif dan perannya yang besar dalam memelihara perdamaian dan melihat urgensinya dalam mengatasi kemusyrikan, menyelesaikan perselisihan dan menciptakan kerukunan.
Dan yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan perjanjian, baik dalam perjanjian usaha maupun perjanjian yang lainnya serta untuk menjaga silaturahim dan kepercayaan antara kedua belah pihak maka harus dilakukandengan perjanjian secara tertulis dan juga untuk menjaga agar tidak ada kesalahpahaman antra kedua belah pihak. Sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. al-Baqarah ayat 282, yang berbunyi:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.2
Secara umum prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu mud}a>rabah, syirkah,
muza>ra’ah, dan musa>qah.
Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah musyarakah dan mud}a>rabah, sementara muza>ra’ah dan musa>qah
2
23
dipergunakan khusus plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank islam.
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti oleh penulis, dalam skripsi ini akan dibahas mengenai mud}a>rabah.
B. Pengertian Mud}a>rabah Menurut Hukum Islam
Mud}a>rabah adalah bahasa penduduk Irak sedangkan dalam bahasa penduduk Hijaz disebut qira>d}, diambil dari kata qa>rd} yaitu memotong,
karena pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk ‘amil
(pengelola modal mud}a>rabah) agar mengelolanya dan memberikan padanya sebagian dari keuntungannya.3
Kalimat mud}a>rabah berasal dari suku kata d}arbu, yang berarti bepergian, sebab dalam berdagang pun pada umumnya terdapat bepergian. Arti ini terdapat dalam firman Allah dalam surat An-Nisa>’
ayat 101:4
Artinya: Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.5
3
Wahbah Zuhaily, Al-fiqhu al-Islami…, 476.
4
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalah Sistem Transaksi Dalam Islam (Jakarta:
AMZAH, 2010), 245.
5
24
Jadi secara etimologis mud}a>rabah mempunyai arti berjalan di atas bumi yang biasa dinamakan bepergian. Sedangkan secara terminologis mud}a>rabah adalah kontrak antara pemilik modal (rab al-mal) dan pengguna dana (mud}a>rib) untuk digunakan untuk aktifitas yang produktif dimana keuntungan dibagi dua antara pemodal dan pengelola modal. Kerugian jika ada ditanggung oleh pemilik modal.6 Mud}a>rabah ialah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (s}a>h}ibul al-ma>l) yang menyediakan seluruh modal sedangkan pihak lain sebagai pengelola usaha (mud}a>rib).7 Keuntungan
yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk prosentase (nisbah).
Mud}a>rabah menurut pandangan beberapa ulama ialah sebagai berikut:8
1. Menurut para fuqaha, mud}a>rabah ialah akad antara dua pihak saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
2. Menurut Hanafiyah, mud}a>rabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad yang berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta
6
Mardani, Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana, 2013), 195.
7 Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Hukum…, 260.
8
25
diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta itu. Maka mud}a>rabah ialah akad syirkah dalam laba, satu pemilik harta dan pihak lain pemilik jasa.
3. Malikiyah berpendapat bahwa mud}a>rabah ialah akad perwakilan, di mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak). 4. Imam Hanabilah berpendapat bahwa mud}a>rabah ialah ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui. 5. Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa mud}a>rabah ialah : ‚akad yang
menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk
ditijarahkan‛.
6. Syaikh Syihab al-Din a-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa mud}a>rabah ialah ‚seseorang menyerahkan harta kepada yang lain
untuk ditijarahkan dan keuntungan bersama-sama‛.
7. Menurut Imam Taqiyuddin, mud}a>rabah ialah ‚akad keuangan untuk dikelola dikerjakan dengan perdagangan‛.
8. Menurut Sayyid Sabiq, mud}a>rabah ialah akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian.9
9
26
9. Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, mud}a>rabah berarti ungkapan terhadap pemberian harta dari seorang kepada orang lain sebagai modal usaha di mana keuntungan yang diperoleh akan dibagi di antara mereka berdua, dan bila rugi akan ditanggung oleh pemilik modal.10 10.Hasbi Ash Shiddieqy mengatakan bahwa mud}a>rabah adalah semacam
syarikat aqad, bermufakat dua orang padanya dengan ketentuan: modal dari satu pihak, sedangkan usaha menghasilkan keuntungan dari pihak yang lain, dan keuntungannya dibagi di antara mereka.11
Setelah diketahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama di atas, kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan mud}a>rabah ialah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan jumlah kesepakatan.
Menurut pasal 20 ayat (4) Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah,
mud}a>rabah adalah kerjasama antara pemilik dana dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.12
10
Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala> al-Madza>hib al-Arba’ah, Jilid III (Beirut: Da>r al-Fikr, 1986), 34.
11
Hasbi Ash Shiddiqie, Pengantar Fiqh Muamalat (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 90.
12
27
C. Landasan Hukum Mud}a>rabah
Kerjasama dalam permodalan (mud}a>rabah) disyariatkan dengan firman Allah, sunnah, ijma>’, serta qiya>s, serta dengan logika.
1. Al-Quran dalam surat Al-Muzzammil ayat 20:
Artinya: dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; 13
Tanpa diragukan lagi bahwa orang yang mengadakan perikatan mud}a>rabah pergi meninggalkan kampong halaman untuk berusaha mencari penghidupan dengan mengharap rezeki dari Tuhan yang Maha Agung. Juga firman Allah dalam QS Al-Jumu’ah ayat 10:
Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.14
2. Dalil As-Sunnah
a. Sabda Rasulullah SAW.
َناَك
اَنُدِيَس
ُساَبَعْلا
ُنْب
ِدْبَع
ِبِلَطُمْلا
اَذِإ
َعَفَد
َلاَمْلا
ةَبَراَضُم
َطَرَ تْشِا
ىَلَع
ِِبِحاَص
ْنَأ
َل
َكُلْسَي
ِِب
،اًرََْ
َلَو
َلِزَْ ي
ِِب
،اًيِداَو
َلَو
َيََِْشَي
ِِب
ًةَباَد
َتاَذ
دِبَك
، ةَبْطَر
ْنِإَف
َلَعَ ف
َكِلَذ
،َنِمَض
َغَلَ بَ ف
ُُطْرَش
َلْوُسَر
ِلا
ىَلَص
ُلا
ِْيَلَع
ِِلآَو
َمَلَسَو
َُزاَجَأَف
)
اور
يارطلا
ى
طسوأا
نع
نبا
سابع
.(
13Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an Terjemah..., 78.
14
28
Artinya: ‚Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa Al-Abbas bin Abdul Muthalib apabila menyerahkan uang untuk dimud}a>rabahkan member syarat kepada rekannya agar jangan mengarungi lautan, menuruni lembah dan tidak membeli hewan yang berhati basah. Kalau ia melaksanakan hal tersebut, ia harus bertanggung jawab. lalu ia menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW syarat-syarat tersebut dan
akhirnya beliau mengizinkan.‛.15
ْنَع
ِحِلاَص
ِنْب
َبْيَهُص
ْنَع
َْيِبَأ
َلاَق
َلْوُسَر
ِلاا
ىَلَص
ِلاا
ِْيَلَع
َمَلَسَو
ِهْيِف َثَاَث
َن
َلِإ َعْيَ بلا َُآَرَ بْلَا
ِلَجَأ
ِةَضَراَقُمْاَو
َطَاِخْاَو
رَ بَلْا
ِْيِحَشلِاب
ِتْيَ بْلِل
ِعْيَ بْلِل َل
Artinya: ‚Dari Shalih ibn Syuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW
bersabda, ‚Ada tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh, mud}a>rabah, dan mencampur gandum dengan tepung untuk dikonsumsi, bukan untuk dijualbelikan.‛ (H.R. Ibnu Majah).16
3. Dalil Ijma
Sebagian sahabat menyerahkan harta anak yatim untuk di-mud}a>rabah-kan. Beliau itu antara lain Umar ibn Khatthab, Utsman
ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Mas’ud, Abdullah ibn
Umar, Abdillah ibn Amir, dan Aisyah.17 4. Dalil Logika
Mud}a>rabah sangat diperlukan dalam masyarakat. Sebab seseorang kadang-kadang mempunyai harta untuk dijadikan usaha, tapi tidak memiliki keahlian dalam mengembangkan usahanya dan sebaliknya ada yang mempunyai keahlian untuk membuka usaha, tetapi tidak memiliki modal maka dengan adanya kebolehan bentuk muamalah ini,
15
Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, 153-154.
16
Hendi Suhendi,Fiqh…, 138.
17
29
kedua belah pihak akan terpenuhi kebutuhannya yang akan memberikan kemashlahatan umat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.18
D. Hikmah Mud}a>rabah
Hikmah Mud}a>rabah adalah mengangkat kemiskinan di kalangan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan merealisasikan bentuk kasih sayang antar sesama. Bentuk kerja sama ini memiliki dua manfaat bagi pemilik modal.
Pertama, memperoleh pahala dari Allah SWT. Karena ia dapat mengangkat perekonomian orang yang tidak mempunyai modal dengan tidak membiarkan seseorang tetap dalam kemiskinan. Hal ini jika kerja sama tersebut dilakukan dengan orang yang benar-benar tidak memiliki modal. Apalagi yang diajak mud}a>rabah itu orang kaya, hal itu member faedah tukar-menukar manfaat. Kedua, bertambahnya uang, melimpahnya sumber kesejahteraan hidup. Adapun manfaat bagi pengelola adalah meghilangkan kesempitan usahanya sehingga menjadi sanggup bekerja dan mencari nafkah.19
Sedangkan manfaat lain yang diperoleh dari adanya kerjasama Mud}a>rabah ialah, pemilik modal mendapatkan manfaat dengan pengalaman dari pihak mud}a>rib, sedangkan mud}a>rib dapat memperoleh
18 Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah…, 155.
30
manfaat modal yang diberikan oleh pemilik modal. Dengan demikian, terjalin titik temu antara modal dan kerja.20
E. Rukun dan Syarat Mud}a>rabah
Dalam pelaksanaan mud}a>rabah harus memenuhi berbagai rukun dan syarat. Terdapat beberapa macam rukun mengenai kerjasama mud}a>rabah, yakni sebagai berikut:
1. Menurut Ulama Hanafiyah
Rukun mud}a>rabah menurut ulama Hanafiyah ialah ija>b dan qabu>l.21
2. Menurut Ulama Malikiyah
Rukun-rukun mud}a>rabah menurut ulama Malikiyah ialah: a. Modal (ra’sul al-ma>l)
b. Amal (bentuk usaha atau pekerjaan) c. Laba
d. Pihak yang mengadakan perikatan e. S}ighah.22
3. Menurut Ulama Syafi’iyah
Rukun-rukun mud}a>rabah menurut ulama Syafi’iyah ialah sebagai
berikut:
a. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.
20
Sayid Sabiq, Fiqh…, 151.
21
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003), 170.
22
31
b. Orang yang bekerja, yaitu mengelola harta yang diterima dari pemilik barang.
c. Akad, yaitu ija>b dan qabu>l.
d. Ma>l, yaitu harta pokok atau modal,
e. Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba,
f. Keuntungan.23
4. Menurut Ulama Hanabilah
Rukun mud}a>rabah menurut ulama Hanabilah sama halnya dengan pendapat para ulama Hanafiyah, yaitu ija>b dan qabu>l.
5. Menurut Wahbah Zuhaily
Rukun mud}a>rabah menurut Wahbah Zuahaily yakni sebagai berikut: a. Pemilik dana (s}a>hibul al-ma>l)
b. Pengelola dana (mud}a>rib)
c. Ucapan serah terima (s}i>ghah ija>b qabu>l) d. Modal (ra’sul al-ma>l)
e. Pekerjaan dan keuntungan.24 6. Menurut Sayyid Sabiq
Menurut sayyid Sabiq sendiri, rukun mud}a>rabah ialah ija>b dan qabu>l yang keluar dari orang yang memiliki keahlian.25
23
Mardani, Fiqh…, 197.
24
Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah…, 262.
25
32
Sedangkan menurut Pasal 188 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, rukun mud}a>rabah ada tiga, yaitu sebagai berikut:
a. S}a>hibul al-ma>l / pemilik modal, b. Mud}a>rib / pelaku usaha, dan c. Akad.26
Selain rukun di atas, di dalam kerjasama mud}a>rabah juga terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi agar akad tersebut menjadi sah, yaitu:
a. Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk tunai. Apabila barang itu berbentuk emas atau perak batangan (tabar), mud}a>rabah tersebut batal.
b. Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasaruf, maka dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila maupun orang yang berada di bawah pengampuan.
c. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang diperdagangkan dan laba atau keuntungan dari dagangan tersebut.
d. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas persentasenya, umpamanya setengah, sepertiga ataupun seperempat.
e. Melafazkan ija>b dari pemilik modal dan qabu>l dari pengelola. f. Mud}a>rabah bersifat mutlak.27
26
33
Berikut syarat-syarat mud}a>rabah menurut para ulama:28
1. Menurut Ulama Hanafiyah
Syarat-syarat mud}a>rabah menurut ulama Hanafiyah yaitu sebagai berikut:
a. Modalnya berupa mata uang yang berlaku menurut ketentuan hukum negara sebagai alat transaksi.
b. Besarnya modal harus jelas jumlahnya ketika terjadi proses transaksi.
c. Modalnya harus ada pada pemilik ketika transaksi maka tidak sah mud}a>rabah utang yang diberikan kepada mud}a>rib.
d. Uang itu harus diserahkan penuh kepada mud}a>rib.
e. Bagian keuntungan pengelola modal harus jelas, misalnya separuh, atau sepertiga.
f. Bagian keuntungan yang dijanjikan untuk pengelola modal diambil dari keuntungan, bukan dari modal.
2. Menurut Ulama Malikiyah
Syarat-syarat mud}a>rabah menurut ulama Malikiyah adalah sebagai berikut:
a. Penyerahan modal kepada pengelola modal harus dilakukan dengan segera.
27
Mardani,Fiqh…, 197-198.
28
34
b. Modal harus diketahui jumlahnya secara jelas ketika perjanjian dilaksanakan.
c. Tanggung jawab modal tetap dibebankan kepada pemilik modal. d. Modal harus berupa uang yang berlaku sebagai alat transaksi
dalam suatu negara.
e. Pembagian keuntungan harus jelas disebutkan dalam perjanjian. f. Salah satu pihak tidak boleh menentukan kelebihan keuntungan,
selain yang telah ditentukan dalam perjanjian. g. Bagian keuntungan harus dibagi secara jelas. h. Modal harus dikelola oleh pengelola modal.
i. Pemilik modal harus memberikan keleluasaan kepada pengelola untuk melakukan pekerjaannya.
j. Pemilik modal tidak membatasi waktu dalam pengelolaan modal. 3. Menurut Ulama Syafi’iyah
Syarat-syarat mud}a>rabah menurut ulama Syafi’iyah ini berpautan dengan setiap rukun-rukunnya, ialah sebagai berikut:
a. Pemilik modal dan pengelola modal diisyaratkan ahli ber-tasarruf (cakap bertindak).
35
membeli barang tertentu. Kedua, membeli sesuatu yang sulit diperoleh.
c. Pekerjaan tersebut tidak dibatasi waktu tertentu.
d. Pembagian keuntungan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu: 1) Keuntungan yang diperoleh hanya untuk pihak yang
mengadakan perjanjian,
2) Besarnya keuntungan harus diketahui,
3) Pembagian keuntungan harus jelas sesuai dengan perjanjian. e. Modal yang digunakan untuk mud}a>rabah harus memenuhi
beberapa syarat, yaitu:
1) Berupa mata uang yang berlaku sebagai alat transaksi suatu negara,
2) Jumlah modal yang akan dikelola harus jelas dan jumlah tersebut dijelaskan pada saat akad,
3) Modal harus barang tertentu dan ada, bukan hutang. 4) Modal harus diserahkan kepada mud}a>rib.
f. Ija>b dan qabu>l dilakukan dengan s}i>ghah yang jelas. 4. Menurut Ulama Hanabilah
Syarat-syarat mud}a>rabah menurut ulama Hanabilah adalah sebagai berikut:
a. Diterangkan bagian keuntungan untuk pengelola modal.
36
c. Jumlah modal harus diketahui secara jelas.
d. Modalnya harus ada wujudnya ketika mengadakan perjanjian. e. Modal harus berupa mata uang yang berlaku sebagai alat transaksi
yang sah di suatu negara.
f. Bagian keuntungan setiap pihak dijelaskan pada saat melakukan perjanjian.
Sedangkan menurut Pasal 187 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, syarat mud}a>rabah yaitu sebagai berikut:
a. Pemilik modal wajib menyerahkan dana dan, atau barang yang berharga kepada pihak lain untuk melakukan kerja sama dalam usaha.
b. Penerima modal menjalankan usaha dalam bidang yang disepakati. c. Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan ditetapkan dalam
akad.29
F. Jenis-jenis mud}a>rabah
Secara umum muda}>rabah dapat dibuat dalam 2 (dua) bentuk, yaitu mud}a>rabah mut}laqah dan mud}a>rabah muqayyadah.30
a. Mud}a>rabah mut}laqah yaitu mud}a>rib bebas mengelola modal yang diberikan oleh s}a>h}ibul al-ma>l untuk tujuan usaha apa saja yang
29
Kompilasi Hukum…, 151.
30
37
menurut pertimbangannya akan mendatangkan keuntungan. Tidak ditentukan masa berlakunya di daerah mana usaha tersebut akan dilakukan, tidak ditentukan line of trade, line of industry, atau line of service yang akan dikerjakan dan tidak ditentukan dari siapa barang-barang tersebut akan dibeli.
b. Mud}a>rabah muqayyadah (mud}a>rabah yang terbatas) yaitu mud}arib tidak bebas menggunakan modal tersebut menurut kehendaknya, tetapi harus dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh s}a>h}ibul al-ma>l. syarat-syarat itu misalnya harus berdagang barang-barang tertentu saja, dilaksanakan di daerah tertentu, dan harus membeli barang dari orang tertentu.31
G. Hal-hal Yang Membatalkan Mud}a>rabah
Mud}a>rabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut: 1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mud}a>rabah. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagai upah, karena tindakannya atas izin pemilik modal dan ia melakukan tugas berhak menerima upah.
31
38
2. Masing-masing pihak menyatakan akad batal, atau pekerja dilarang untuk bertindak hukum terhadap modal yang diberikan, atau pemilik modal menarik modalnya.
3. Salah seorang yang berakad kehilangan kecakapan bertindak hukum, seperti gila.
4. Jika pemilik modal murtad (keluar dari agama Islam), menurut Imam Abu Hanifah akad mud}a>rabah batal.
5. Salah seorang yang berakad meninggal dunia.
6. Modal habis di tangan pemilik modal sebelum dikelola oleh mud}a>rib.32
Dalam Pasal 209 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah juga menjelaskan hal-hal yang membatalkan akad mud}a>rabah, yakni ‚ akad
mud}a>rabah berakhir dengan sendirinya jika pemilik modal atau mud}a>rib
meninggal dunia, atau tidak cakap melakukan perbuatan hukum‛.33
32
H. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 180.
33
BAB III
DESKRIPSI KONSEP PARON DALAM KERJASAMA PENGGEMUKAN SAPI DI DESA BATAH BARAT KECAMATAN KWANYAR KABUPATEN
BANGKALAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Gambaran umum di sini meliputi beberapa kategori, yakni sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan, yang berada di sebelah timur pusat Kecamatan Kwanyar dengan jarak tempuh 5 km. luas wilayah desa Batah Barat secara keseluruhan adalah 114.3 Ha, dengan dihuni oleh 2.775 penduduk. Yang terdiri dari pemukiman, persawahan, dan lainnya.1
Desa Batah Barat juga merupakan desa yang terletak di pesisir pantai selatan selat Madura dan termasuk salah satu wilayah kecamatan paling selatan di Kabupaten Bangkalan.
2. Asal Usul Nama Desa Batah Barat
Menurut cerita dari sesepuh desa, asal muasal dari nama desa Batah Barat diambil dari suatu peristiwa. Konon katanya pada zaman dahulu di desa Batah Barat ada seorang yang berusia senja yang misterius, tidak ada seorang pun dari masyarakat sekitar yang mengetahui latar belakang dan aktifitas keseharian dari bapak tua
1
40
tersebut. Hal demikian kemudian menimbulkan rasa keingintahuan masyarakat tentang bapak tua yang misterius tersebut. Sampai pada suatu hari, tanpa kesadaran dari masyarakat sekitar melihat bapak tua tersebut sedang mengerjakan sesuatu di balik gubuknya yang sederhana. Hingga percakapan antara warga dengan bapak tua pun terjadi, sampai akhirnya warga mengetahui bahwa bapak tua tadi adalah seorang pembuat batu bata (Bhetah) yang bernama Bere’. Kemudian dari percakapan yang terus-menerus mulailah warga warga hilir mudik ke gubuk bapak tua tersebut yang ternilai sederhana untuk mengetahui proses pembuatan batu bata, bahkan masyarakat sekitar sudah paham dan mulai beraktifitas dalam pembuatan batu bata. Namun sepeninggal bapak tua yang bernama Bere’, peran masyarakat
dalam aktifitas pembuatan batu bata semakin sedikit dan sampai akhirnya memudar.
Dari peristiwa pembuatan batu bata (Bhetah) oleh bapak tua (bapak Bere’) tersebut, maka akhirnya dipakai nama desa Batah Barat
yang berarti Bhetah Bere’.2
3. Letak Geografis
Letak geografis tersebut meliputi beberapa hal, yakni sebagai berikut:
a. Batas Wilayah
Batas-batas desa Batah Barat adalah sebagai berikut:
2
41
1) Sebelah barat : Desa Karang Anyar 2) Sebelah selatan : Selat Madura 3) Sebelah timur : Desa Batah Timur 4) Sebelah utara : Desa Duwak Buter b. Pembagian desa Batah Barat
Desa Batah Barat dengan luas wilayah 114.3 Ha dan berjumlah penduduk 2.775 jiwa dibagi menjadi lima dusun, yaitu:
1) Dusun Rangtanjung 2) Dusun Nonggunong 3) Dusun Nang Penang 4) Dusun Binase 5) Dusun Taman.3
Dusun Rangtanjung yang merupakan dusun yang paling strategis dari beberapa dusun yang ada di desa Batah Barat karena dusun Rangtanjung terletak di tengah-tengah desa, seolah-olah menjadi dusun sentral karena memang gampang dijangkau oleh dusun-dusun yang lain.
Secara umum dari berbagai dusun di Desa Batah Barat, kondisi tanah, tanaman dan kehidupan masyarakatnya hamper sama. Yaitu di dusun Rangtanjung, Taman dan Nonggunong sebagian besar masyarakatnya adalah petani dan nelayan, sebab mayoritas luas wilayahnya tanah agraris berupa sawah dan lading
3
42
dan letak desa juga berada di pesisir laut. Meski ada juga yang berprofesi sebagai pedagang di pasar, pegawai di Pemerintahan Desa dan kecamatan serta merantau ke luar kota bahkan tidak sedikit yang sampai ke luar negeri, seperti Malaysia dan Arab Saudi.
Sedangkan di dusun Nang Penang dan Binase mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Namun ada sebagian masyarakat yang membuka lapangan pekerjaan sendiri, seperti pertokoan, penggilingan padi serta pembuatan mebel.
c. Keadaan Penduduk
Masyarakat desa Batah Barat merupakan penduduk asli dari desa Batah Barat, adapun jumlah penduduk di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan sebagai berikut: Jumlah Penduduk : 2.775 jiwa
Laki-laki : 1.325 jiwa Perempuan : 1.430 jiwa Penduduk RTM : 280 jiwa
Jumlah KK : 712
Jumlah KS : -
Jumlah RT : 09 4
4
43
Dari sekian banyak jumlah penduduk yang ada di Desa Batah Barat, tidak menutup kemungkinan bahwa akan terjadi penambahan ataupun pengurangan jumlah penduduk, karena mengingat angka kematian dan kelahiran yang akan terus menerus tejadi, disamping itu kemungkinan adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota maupun sebaliknya.
4. Keadaan Pendidikan, Ekonomi dan Sosial Keagamaan Masyarakat Desa Batah Barat.
a. Keadaan Pendidikan
Keadaan pendidikan masyarakat di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan cenderung meningkat karena sudah memenuhi standart wajib pendidikan yaitu belajar Sembilan tahun. Meskipun demikian apabila dibandingkan dengan pesatnya kemajuan jaman, pendidikan di Desa Batah Barat dapat dikatakan masih rendah, sebab mayoritas kaum tuanya hanya mengenyam pendidikan di tingkat dasar saja bahkan ada juga yang tidak pernah sekolah sama sekali. Adapun generasi mudanya sebagian kecil berpendidikan lanjutan atas, bahkan diantara mereka ada yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi.
44
belum berwawasan global atau minimal regional, sebab perhatian mereka masih terarah kepada mambantu orang tua dalam mencari penghasilan untuk keluarga. Karena itu, mereka masih banyak yang menekuni bidang pertania. Walaupun ada yang bekerja sebagai TKI di luar negeri terutama di Malaysia, namun mereka yang bekerja di luar negeri mayoritas masih bekerja di sector informal, yakni sebagai buruh bangunan.
Adapun sarana dan jumlah tingkat pendidikan penduduk desa Batah Barat sebagai berikut:
Taman Kanak-Kanak (TK) : 2 Sekolah Dasar (SD) : 2 Madrasah Ibtidaiyah (MI) : 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP) : 1 Jumlah Tingkat Pendidikan:
Tidak Sekolah : 680 jiwa Tamat SD : 1500 jiwa Tamat SMP : 300 jiwa Tamat SMA : 200 jiwa Perguruan Tinggi : 75 jiwa5 b. Ekonomi
5
45
Untuk menggerakkan roda perekonomian di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan, terdapat beberapa lembaga perekonomian, yaitu seperti:
1) Lembaga Keuangan : Koperasi (1)
2) Kerajinan : Pembuatan mebel (1)
Besarnya sumber daya manusia ternyata juga diimbangi dengan potensi sumber daya alam yang terdapat di Desa Batah Barat, yaitu:
1) Lahan sawah : 65 Ha 2) Lahan kering : 49.4 Ha 3) Sumber air : 1 Lokasi6
Dengan demikian, sangat dimungkinkan kondisi masyarakat akan berjalan dengan baik. Hal itu bisa dibukikan dengan beberapa asset yang dimiliki oleh masyarakat baik berupa rumah, kendaraan dan lain sebagainya.
c. Sosial Keagamaan
Mengenai kehidupan sosial keagamaan masyarakat di suatu desa dapat dilihat secara umum dari berbagai sudut pandang, di antaranya ialah kegiatan masyarakat tersebut dalam bentuk praktek kehidupan sehari-harinya. Namun demikian dapat juga dilihat dari kualitas masyarakat itu sendiri dalam
6
46
mewujudkan program kegiatan keagamaan yang melibatkan masyarakat banyak.
Masyarakat di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan secara keseluruhan memeluk agama Islam dan mayoritas masyarakaynya pernah mengenyam pendidikan keagamaan di berbagai pondok pesantren. Agama islam merupakan satu-satunya agama yang di peluk oleh penduduk desa Batah Barat. Walaupun di segelintir lapisan masyarakat masih ada yang tidak begitu memahami hukum-hukum Islam, hal demikian adalah merupakan salah satu dari masyarakat Batah Barat yang tidak pernah mengenyam pendidikan baik keagamaan maupun pendidikan umum. Namun pengaruh ajaran agama lain bagi masyarakat Batah Barat sulit sekali untuk diterima.
Sosial kegamaan mayarakat desa Batah Barat sudah dapat dianggap maju dan berkembang dari pada desa lainnya. Hal tersebut dapt dilihat dari kegiatan-kegiatan keagamaan yang cukup aktif di Desa Batah Barat. Kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut yaitu berupa yasinan (majlis ta’lim) yang berjumlah 6
kelompok dan ditekuni oleh orang dewasa dan juga remaja.
47
B. Mekanisme Paron dalam Kerjasama Penggemukan Sapi di Desa Batah Barat Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan.
Kerjasama bagi hasil mud}a>rabah peternak sapi di Desa Batah Barat tersebut adalah kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak, di mana pihak yang pertama sebagai pemilik modal (s}a>h}ib al-ma>l) dan pihak yang lain sebagai pengelola (mud}a>rib).
Di Desa Batah Barat, para masyarakatnya sudah cukup banyak yang menggeluti usaha kerjasama dalam bidang peternakan, khususnya ternak sapi. Pada umumnya usaha tersebut dilakukan oleh para warganya yang ingin mempunyai usaha ternak, akan tetapi tidak mempunyai keahlian dalam peternakan, misalnya warga yang bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan pedagang.
48
oleh dua orang yang tempat tinggalnya masih relatif dekat atau masih bertetangga, yaitu sebagai berikut:
a. Pihak pertama (s}a>h}ib al-ma>l)
Nama : Moh. Taufiq
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ tanggal lahir : Bangkalan, 21 September 1975
Alamat : Kmp. Binase, Batah Barat, Kwanyar, BKL
Pekerjaan : Swasta
b. Pihak kedua (mud}a>rib)
Nama : Ahmadi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ tanggal lahir : Bangkalan, 13 Agustus 1973
Alamat : Kmp. Binase, Batah Barat, Kwanyar, BKL Pekerjaan : Petani
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, bahwasanya alasan bapak Taufiq mengajak bapak Ahmadi untuk bermitra kerja tersebut selain karena Ahmadi mempunyai keahlian yang cukup di bidang peternakan, tetapi karena juga ingin membantu perekonomian keluarga Ahmadi yang juga tetangganya tersebut relatif kekurangan dan kebetulan beliau juga mempunyai bekas kandang sapi yang tidak terpakai.
49
[image:60.595.137.492.239.611.2]bekerjasama dalam bidang ternak sapi pada umumnya, yakni adanya rukun-rukun dari kerjasama, yaitu pemilik modal (s}a>h}ib al-ma>l), pengelola (mud}a>rib), ucapan serah terima (ija>b qabu>l), dan juga modal (ra’s al-ma>l). selain rukun-rukun di atas, para masyarakat Desa Batah Barat pada umumnya memberlakukan beberapa ketentuan-ketentuan yang sudah terbiasa ditentukan dari dahulu, seperti pembagian keuntungan secara paron (separuh) yakni 50%:50%, di mana yang 50% untuk pemilik modal dan bagian lainnya untuk pengelola.
Gambar 3.1
Alur kerjasama paron penggemukan sapi.
Melakukan kerjasama
Rp. 25.000.000 Merawat
dijual
Rp. 26.770.000 Rp. 3.350.000
Untuk mendapatkan penjelasan yang komprehensif mengenai ketentuan di atas, maka penulis membutuhkan adanya suatu kontaks mengenai hal tersebut, yang berupa wawancara dengan masyarakat
S}a>hib al-ma>l
Mud}a>rib
2 ekor sapi
Rp. 30.250.000 –
50
sekitar yang juga pernah menggeluti usaha kerjasama ternak sapi tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut Bapak Abdus Salam
“Mon lakoh enga’ jiah edinnak la bedeh kabit lambe’ cong, mon alakoh ngala’ paron jiah kodhuh pajujur, mon untung ye abele untung brempah. Mon untung yeh la ronparon.7
(K