• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI SUTRAN KECAMATAN BANTUL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI SUTRAN KECAMATAN BANTUL."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan faktor utama dalam berpikir dan bernalar. Dengan bahasa manusia dapat mengungkapkan apa yang dipikirkanya, dinalar dan dirasakannya. Manusia bergaul dan berkomunikasi, mencari informasi, dan belajar dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Tanpa ada bahasa, manusia tidak dapat berpikir lanjut serta mencapai kemajuan dan adanya teknologi seperti pada saat sekarang ini. Bahasa juga merupakan cerminan dari pikirnya. Semakin terampil berbahasa maka semakin cerah dan jelas jalan pikirnya.

Keterampilan berbahasa (language art, language skills) dalam kurikulum di sekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu : (1) keterampilan menyimak/mendengarkan (speaking skills), (2) keterampilan berbicara (speaking

skills), (3) keterampilan membaca (reading skills), (4) keterampilan menulis

(writing skills) (Tarigan, 2008:1).

Keempat keterampilan di atas saling terkait sangat erat antara satu dengan yang lainnya. Siswa akan dapat membaca ketika mereka sudah dapat menyimak/mendengarkan dan bicara. Siswa juga akan dapat menulis ketika mereka telah membaca atau menyimak sesuatu.

(2)

sekolah khusunya di Sekolah Dasar adalah dengan meningkatkan keterampilan berbicara siswa”.

Selain melalui meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa juga dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas SDM di dalamnya, khususnya tenaga pendidik yaitu guru dan siswa. Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik serta mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seseorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia yang diharapkan dapat membangun dirinya serta membangun bangsa dan negara (Syaiful Bahri Djamarah, 2005: 36). Siswa adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan, manusia yang memiliki potensi akal untuk dijadikan kekuatan agar menjadi manusia yang cakap. Sebagai manusia yang berpotensi, maka di dalam diri anak didik ada suatu daya yang dapat tumbuh dan berkembang di sepanjang usianya. Oleh karena itu, guru dibutuhkan untuk membimbing dan membina anak didik tersebut (Syaiful Bahri Djamarah, 2005 : 52).

(3)

Akan tetapi, proses transfer ilmu tersebut tidaklah mudah. Proses tersebut tidak hanya sebatas memberi dan menerima, akan tetapi bagaimana ilmu tersebut dapat benar-benar diserap oleh anak didik dan dapat dimanfaatkan dengan baik. Keberhasilan dalam mentransfer ilmu ditentukan oleh bagaimana kemampuan guru dalam menyampaikan ilmu dan kemampuan anak dalam memahami dan menerima ilmu tersebut. Semakin mudah ilmu tersebut dipahami oleh anak didik, maka akan semakin mudah pula dalam menerimanya.

Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh guru demi memudahkan anak didik dalam menerima ilmu adalah menerapkan berbagai metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah cara-cara pelaksanaan dari pada proses pengajaran atau soal bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah.

(4)

Permasalahan pembelajaran siswa kelas V SD Sutran ditemukan kesulitan dalam berbicara siswa dari segi kebahasaan dan kenonbahasaan untuk menyampaikan ide, gagasan, maupun pertanyaan dengan bahasa yang runtut, baik dan benar. Siswa di kelas umumnya menggunakan bahasa ibu, sehingga siswa belum bisa menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik. Selain itu, perbendahaaran yang dimiliki siswa masih minim, hal ini menyebabkan daya tangkap siswa terhadap materi masih kurang. Dampak rendahnya keterampilan berbicara di kelas V terlihat dari hasil nilai ulangan harian, dan nilai akhir semester yang nilai rata-ratanya 60 sehingga belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Adapun nilai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah untuk mata pelajaran bahasa Indonesia adalah 75.

Selama ini metode yang paling umum dan sering dipergunakan oleh guru adalah metode ceramah, sehingga siswa belum berani melakukan diskusi. Metode ceramah menyebabkan siswa lebih terbiasa dengan pembelajaran yang bersifat penjelasan selanjutnya diberikan tugas, serta guru kurang mengaktifkan siswa dengan membiasakan melatih keterampilan berbicara siswanya, karena saat proses pembelajaran guru lebih banyak menjelaskan. Siswa hanya mendengarkan dan mengerjakan tugas dari materi yang diberikan. Selain itu, kurangnya penggunaan metode-metode oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam peningkatan keterampilan berbicara siswa.

(5)

yaitudengan menggunakan metode diskusi, terutama untuk permasalahan di kelas V SD Negeri Sutran.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut.

1. Keterampilan siswa berbicara masih rendah, karena guru belum memberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk siswa praktik berbicara.

2. Siswa masih pasif dalam kegiatan pembelajaran karena pembelajaran masih didominasi guru.

3. Hasil belajar Bahasa Indonesia di kelas V masih rendah karena sebagian besar guru masih menggunakan metode ceramah dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di dalam kelas.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah maka batasan dalam penelitian ini adalah (1) untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas V di SD Negeri Sutran, Kecamatan Bantul; (2) Kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan menerapkan metode diskusisehingga hasilnya meningkat.

D. Rumusan Masalah

(6)

peneliti ajukan sebagai berikut. (1) Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode diskusi pada siswa kelas V SD Negeri Sutran, Kecamatan Bantul? (2) Bagaimanakah hasil peningkatan keterampilan berbicara siswa setelah penerapan metode diskusi?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) untuk meningkatkan pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode diskusipada siswa kelas V SD Negeri Sutran, Kecamatan Bantul; (2) untuk meningkatkan hasil keterampilan berbicara setelah penerapan metode diskusi.

F. Manfaat Penelitian

Adapun dua manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini, yaitu: manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

(7)

2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa

Siswa aktif dalam pembelajaran dan memperoleh pengetahuan dengan metode pembelajaran yang tepat sehingga hasil belajar Bahasa Indonesia siswa meningkat.

b. Bagi guru

Dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki dalam menciptakan kondisi pembelajaran Bahasa Indonesia yang kondusif bagi siswa.

c. Bagi sekolah

Dapat menjadi suatu bahan acuan terhadap putusan yang tepat dalam penggunaan metode pembelajaran yang tepat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

G. Definisi Operasional 1. Keterampilan berbicara

Keterampilan berbicara adalah kepandaian atau kemahiran seseorang dalam menyampaikan gagasan, ide, dan pesan melalui lisan. 2. Metode diskusi

(8)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Keterampilan Berbicara 1. Pengertian Berbicara

Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang lebih sering memilih berbicara untuk berkomunikasi, karena komunikasi lebih efektif jika dilakukan dengan berbicara. Berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa ahli bahasa telah mendefinisikan pengertian berbicara, diantaranya sebagai berikut. Hariyadi dan Zamzami (1996/1997:13) mengatakan berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi, sebab di dalamnya terjadi pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dari pengertian yang sudah disebutkan dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan suatu proses untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dapat dipahami oleh orang lain.

Burhan Nurgiyantoro (2001:276) berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara.

(9)

menyampaikan pikiran, gagasan, serta perasaan (Tarigan, 2008:14). Dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis,semantik, dan linguistik.

Selanjutnya berbicara menurut Mulgrave (melalui Tarigan, 2008:16) merupakan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah pembicara memahami atau tidak, baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah ia bersikap tenang atau dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak.

Oleh karena itu, kemampuan berbahasa lisan merupakan dasar utama dari pengajaran bahasa karena kemampuan berbahasa lisan (1) merupakan mode ekpresi yang sering digunakan, (2) merupakan bentuk kemampuan pertama yang biasanya dipelajari anak-anak, (3) merupakan tipe kemampuan berbahasa yang paling umum dipakai.

(10)

mengeluarkan kata-kata atau bunyi berwujud ungkapan, gagasan, informasi yang mengandung makna tertentu secara lisan.

2. Hakikat Berbicara

Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud, 1984/1985:7). Pengertiannya secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar.

Tarigan (1983:15), misalnya mengemukakan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

(11)

Gambar.1 Diagram Proses Komunikasi

Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pesan dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar). Komunikator adalah seseorang yang memiliki pesan. Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah ke dalam simbol yang dipahami oleh kedua belah pihak. Simbol tersebut memerlukan saluran agar dapat dipindahkan kepada komunikan. Bahasa lisan adalah alat komunikasi berupa simbol yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Saluran untuk memindahkannya adalah udara. Selanjutnya, simbol yang disalurkan lewat udara diterima oleh komunikan. Karena simbol yang disampaikan itu dipahami oleh komunikan, ia dapat mengerti pesan yang disampaikan oleh komunikator.

(12)

demikian, komunikasi yang berhasil ditandai oleh adanya interaksi antara komunikator dengan komunikan.

Berbicara sebagai salah satu bentuk komunikasi akan mudah dipahami dengan cara memperbandingkan diagram komunikasi dengan diagram peristiwa berbahasa. Brooks (Tarigan, 1983:12) menggambarkan alur peristiwa bahasa berikut ini.

Gambar. 2 Diagram Alur Peristiwa Bahasa

(13)

misalnya tidak saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.

Berbicara juga tidak terlepas dari faktor neurologis, yaitu jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga, dan organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas berbicara. Demikian pula faktor semantik yang berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakna.

3. Proses Berbicara

Dalam proses belajar berbahasa di sekolah, anak-anak mengembangkan kemampuan secara vertikal tidak saja horizontal. Maksudnya, mereka sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna dalam arti strukturnya menjadi benar, pilihan katanya semakin tepat, kalimat-kalimatnya semakin bervariasi, dan sebagainya. Dengan kata lain, perkembangan tersebut tidak secara horizontal mulai dari fonem, kata, frase, kalimat, dan wacana seperti halnya jenis tataran linguistik.

(14)

orang/barang, menggambarkan posisi, menggambarkan proses, memberikan penjelasan, menyampaikan atau mendukung argumentasi.

Berbicara merupakan tuntunan kebutuhan siswa di SD Sutran. Komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan dalam setiap siswa untuk berdiskusi atau berinteraksi dengan teman-temannya di kelas maupun di luar kelas. Kemampuan berbicara sangat dibutuhkan dalam berbagai kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, kemampuan ini perlu dilatihkan secara sejak awal.

4. Mengembangkan Keterampilan Berbicara

Dalam proses belajar bahasa di sekolah siswa mengembangkan sikap keterampilan secara vertikal maksudnya mereka sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum sempurna makin lama keterampilan tersebut menjadi sempurna dalam arti strukturnya menjadi semakin benar, pilihan kata semakin tepat dan kalimat semakin bervariasi Ahmad Rofi'udin dan Darmayati Zuhdin (2000 : 7) mengemukakan ada tiga cara untuk mengembangkan secara vertikal keterampilan berbicara:

a. Menirukan pembicaraan orang lain (khususnya guru). b. Mengembangkan bentuk ujaran yang dikuasai.

c. Mendekatkan/mensejajarkan dua bentuk ujaran yaitu ujaran sendiri yang belum benar dengan ujaran orang dewasa (terutama guru) yang sudah benar.

(15)

berbicara atau berpidato. Siswa lain diminta mendengarkan dan tidak mengganggu. Siswa yang mendapat giliran akan terekam, akibatnya pengajaran berbicara di sekolah kurang menarik. Agar seluruh siswa terlibat dalam kegiatan hendaknya diingat bahwa hakekatnya kegiatan berbicara berhubungan dengan kegiatan lain seperti menyimak, membaca serta berkaitan dengan pokok pembicaraan.

Tugas guru adalah mengembangkan pengajaran berbicara agar aktifitas kelas dinamis hidup dan diminati siswa. Tompkins dan Hoskisson dalam Ahmad Rofi'udin dan Darmayati Zuhdi (2001/2002: 8) mengemukakan proses pembelajaran berbicara dengan beberapa jenis kegiatan yaitu :

a. Percakapan

Percakapan merupakan bentuk ekspresi lisan yang alami dan bersifat tidak resmi. Siswa diberi kesempatan bercakap-cakap dalam kelompok kecil. Mereka belajar tentang peranan kemampuan berbicara dalam mengembangkan pengetahuan.

b. Berbicara estetik

Teknik bercerita yang dilakukan oleh siswa setelah membaca karya sastra. Hal penting dalam memilih cerita antara lain : cerita sederhana, alur jelas, pelaku tidak banyak mengandung dialog.

c. Berbicara untuk menyampaikan informasi atau mempengaruhi

Kegiatan ini adalah siswa melaporkan informasi secara lisan, wawancara dan debat. Dalam melaporkan informasi secara lisan siswa memilih topik yang kemudian dikembangkan. Saat menyajikan informasi siswa tidak akan membaca catatan. Siswa lain mendengarkan, mengajukan pertanyaan dan memberikan penghargaan.

d. Kegiatan Dramatik

Kegiatan ini melatih siswa untuk berinteraksi dengan teman sekelas berbagai pengalaman dan mencoba menafsirkan sendiri naskah.

(16)

bermanfaat bagi pembelajaran untuk mempelajari aspek-aspek pragmatik dan aspek-aspek lain dalam kaitannya penggunaan bahasa. Untuk mengembangkan keterampilan ini siswa memerlukan konteks yang bermakna misalnya berbicara dengan guru dan kelompok. Bermain peran, bercerita, membawa membawa sesuatu dari rumah dan menceritakannya di kelas.

Ross dan Roe dalam Ahmad Rofi'udin dan Darmayati Zuhdi (2001/2002 : 13). Selama kegiatan belajar di sekolah guru menciptakan kegiatan untuk melatih keterampilan berbicara antara lain :

a. Menyampaikan informasi

Di kelas tinggi bentuk kegiatan ini misalnya berpidato. Tujuannya adalah untuk mengembangkan rasa percaya diri dalam berbicara, belajar menyusun dan menyajikan suatu pembicaraan dan mempelajari cara yang terbaik untuk berbicara dihadapan sejumlah pendengar

b. Partisipasi dalam diskusi

Diskusi memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain dan guru, mengekspresikan secara lengkap, menyajikan berbagai pendapat dan mempertimbangkan perubahan pendapat. Menurut hasil penelitian menunjukan bahwa diskusi merupakan strategi yang membuat siswa lebih bergairah dalam proses pembelajaran

c. Berbicara menghibur dan menyajikan pertunjukan.

Siswa dapat menyajikan pertunjukan untuk teman orang tua dan masyarakat. Siswa menyajikan sandiwara boneka, bercerita dan membaca puisi atau partisipasi dalam pementasan drama.

(17)

5. Metode Pembelajaran Berbicara

Pembelajaran berbicara mempunyai sejumlah komponen yang pembahasanya diarahkan pada segi metode pengajaran. Guru harus dapat mengajarkan keterampilan berbicara dengan menarik dan bervariasi. Menurut Tarigan (2008: 106) ada 4 metode pengajaran berbicara antara lain:

a. Percakapan

Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik tertentu antara dua atau lebih pembaca. Greene dan Petty dalam Tarigan (2008: 106). Percakapan selalu terjadi dua proses yakni proses menyimak dan berbicara secara simultan. Percakapan biasanya dalam suasana akrab dan peserta merasa dekat satu sama lain dan spontanlitas. Percakapan merupakan dasar keterampilan berbicara baik bagi anak-anak maupun orang dewasa.

b. Bertelepon

(18)

c. Wawancara

Menurut Tarigan (2008: 126) wawancara atau interview sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya wartawan mewawancarai para menteri, pejabat atau tokoh-tokoh masyarakat mengenai isyu penting. Wawancara dapat digunakan sebagai metode pengajaran berbicara, pada hakekatnya wawancara adalah bentuk kelanjutan dari percakapan atau Tanya jawab. Percakapan dan tanya jawab sudah biasa digunakan sebagai metode pengajaran berbicara.

d. Diskusi

Diskusi sering digunakan sebagai kegiatan dalam kelas. Metode diskusi sangat berguna bagi siswa dalam melatih dan mengembangkan keterampilan berbicara dan siswa juga turut memikirkan masalah yang didiskusikan. Menurut Kim Hoa Nio dalam Tarigan (2008: 128) diskusi ialah proses pelibatan dua atau lebih individu yang berintraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui cara tukar menukar informasi untuk memecahkan masalah.

6. Penilaian Keterampilan Berbicara

(19)

diskusi kelompok kecil mereka tentang mengungkapkan isi gagasan, isi cerita, dan unsur instrinsik. Tes ini dilakukan untuk mengukur tingkat kemampuan berbicara siswa.

Kegiatan penilaian dengan tes perlu dilakukan, hal ini disebabkan untuk mengurangi unsur subjektifitas. Jika hanya mengandalkan penilaian yang hanya mengandalkan teknik observasi maka ada kemungkinan terjadinya unsur subjektifitas. Panduan penyekoran ini menggunakan teknik penilaian yang dikembangkan oleh Jakobovist dan Gordon (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2001:290) yang telah dimodifikasi. Penilaian yang dikembangkan Jakobovist dan Gordon (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2001:290), yaitu sebagai berikut.

Tabel 1.Pedoman Penilaian Menurut Jakobovist dan Gordon

No Aspek yang dinilai Tingkatan skala

1 Keakuratan informasi

(sangat buruk--- akurat sepenuhnya)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2 Hubungan antar informasi (sangat sedikit---

berhubungan sepenuhnya)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3 Ketepatan struktur dan kosakata (tidak tepat--- tepat sekali)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

4 Kelancaran

(terbata-bata--- lancar sekali)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

5 Kewajaran urutan wacana (tak normal-normal)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

6 Gaya pengucapan (kaku--- wajar)

(20)

Jumlah skor ……….

Modifikasi dilakukan sehubungan dengan keperluan penilaian dalam berbicara. Adapun aspek penilaian dalam pembelajaran keterampilan berbicara sebagai berikut.

Tabel 2. Aspek Penilaian Keterampilan Berbicara

No Aspek yang dinilai Skor

1 2 3 4 5

1 Pelafalan 2 Volume suara 3 Pilihan kata 4 Intonasi dan jeda 5 Kelancaran 6 Percaya diri

Keterangan Skor tabel: 5: Sangat baik

4: Baik 3: Cukup 2: Kurang 1:Tidak baik Deskripsi Skor: 1) Aspek Pelafalan

5; Pelafalan fonem sangat jelas, tidak terpengaruh dialek asal, intonasi sangat jelas.

(21)

3; Pelafalan fonem cukup jelas, sedikit terpengaruh dialek asal, intonasi cukup jelas.

2; Pelafalan fonem kurang jelas, terpengaruh dialek asal, intonasi tidak begitu jelas.

1; Pelafalan fonem tidak jelas, terpengaruh dialek asal, intonasi tidak jelas.

2) Aspek Volume Suara

5; Volume suara keras dan lantang, sehingga bisa didengar oleh seluruh pendengar.

4; Volume suara keras namun kurang lantang, terdengar oleh seluruh pendengar.

3; Volume suara dapat didengar namun tidak keseluruhan pendengar menengar.

2; Volume kurang terdengar dan tidak jelas.

1; Volume suara tidak terdengar dan tidak jelas.

3) Aspek Pilihan Kata

5; Kata-kata sangat sopan, tidak ambigu, dan tidak menyinggung perasaan dan sesuai dengan topik.

4; Kata-kata sopan, tidak ambigu, dan tidak menyinggung perasaan sesuai dengan topik.

(22)

2; Kata-kata kurang sopan, ambigu, sedikit menyinggung perasaantidak sesuai dengan topik.

1; Kata-kata tidak sopan, ambigu, dan menyakiti perasaan tidak sesuai dengan topik.

4) Aspek intonasi dan jeda

5; penempatan jeda sangat tepat, nada dan intonasi suara sangat sesuai. 4; penempatan jeda tepat, nada dan intonasi suara sesuai.

3; penempatan jeda cukup baik, intonasi kurang sesuai. 2; penempatan jeda kurang, dan dan intonasi kurang sesuai.

1; penempatan jeda tidak sesuai, nada dan intonasi tidak sesuai.

5) Aspek Kelancaran

5; Berbicara lancar, tidak tersendat-sendat, penempatan jeda sesuai.

4; Berbicara lancar, tidak tersendat-sendat, penempatan jeda kurang sesuai. 3; Berbicara lancar, tidak tersendat-sendat, tidak ada jeda.

2; Berbicara kurang lancar, tersendat-sendat, tidak ada jeda.

1; Berbicara tidak lancar, tersendat-sendat, tidak ada jeda.

6) Aspek Percaya Diri

5; Tidak malu-malu, tenang, menguasai panggung, dan tidak grogi.

4; Tidak malu-malu, tenang, penguasaan panggung cukup, dan tidak grogi. 3; Sedikit malu-malu, cukup tenang, penguasaan panggung cukup, dan

sedikit grogi.

(23)

1; Malu-malu, panik, penguasaan panggung tidak baik, dan grogi. B. Metode Diskusi

1. Pengertian Metode Diskusi

Menurut Sumiati dan Asra (2009:141), diskusi adalah salah satu metode pembelajaran agar siswa dapat berbagi pengetahuan, pandangan, dan keterampilannya. Tujuan diskusi adalah untuk mengeksplorasi pendapat atau pandangan yang berbeda dan untuk mengeksplorasi pendapat atau pandangan yang berbeda dan untuk mengidentifikasikan berbagai kemungkinan. Penggunaan metode diskusi dalam pembelajaran memungkinkan adanya keterlibatan siswa dalam proses interaksi yang lebih luas.

Diskusi merupakan pemberian jawaban atas pertanyaan atau pembicaraan serius tentang suatu masalah objektif yang berasal dari bahasa Latin yaitu

discutere, yang berarti membeberkan masalah. Diskusi juga berarti tukar

menukar pikiran di dalam kelompok kecil maupun kelompok besar (Hendrikus, 2009: 96). Sementara menurut Tarigan (2008: 40) hakikat diskusi adalah metode untuk memecahkan permasalahan dengan proses berpikir kelompok. Oleh karena itu, diskusi merupakan suatu kegiatan kerja sama atau aktivitas koordinatif yang mengandung langkah-langkah dasar tertentu yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok.

(24)

Bertukar pikiran baru dapat dikatakan berdiskusi apabila: 1) ada masalah yang dibicarakan, 2) ada seseorang yang bertindak sebagai pemimpin diskusi, 3) ada peserta sebagai anggota diskusi, 4) setiap anggota mengemukakan pendapatnya dengan teratur, 5) kalau ada kesimpulan atau keputusan hal itu disetujui semua anggota.

Djamarah dan Zain (2002:99) mengungkapkan metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Di dalam diskusi proses belajar mengajar terjadi, dimana interaksi antar siswa yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi dan memecahkan masalah, dapat terjadi semuanya aktif.

Berdasarkan pengertian metode diskusi yang telah disampaikan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa metode diskusi adalah cara atau langkah-langkah dalam kegiatan belajar mengajar dengan jalan guru mengajukan suatu masalah dan pembelajar mencari pemecahannya dengan jalan saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah.

2. Langkah-langkah Diskusi

Roestiyah (2008: 19) menyebutkan ada enam langkah agar diskusi kelompok dapat lebih berhasil, yaitu sebagai berikut.

a. Menjelaskan tugas kepada siswa

(25)

c. Membagi kelas menjadi beberapa kelompok Setiap kelompok memilih seorang pencatat yang akan membuat laporan tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok tersebut.

d. Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung, bila perlu memberi saran

e. Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil kerja kelompok.

Rothlein (dalam Rofi’uddin dan Zuhdi, 1998: 101) diskusi hendaknya

mengandung hal-hal berikut.

a. Diskusi mengenai bacaan yang telah dibaca oleh murid. Diskusi dapat difokuskan pada unsur-unsur bacaan, konsep atau permasalahan yang ada dalam bacaan, pengarang atau jenis karya sastra.

b. Pertanyaan-pertanyaan untuk mengevaluasi pemahaman murid mengenai bacaan yang dibaca. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang tertuju pada hal-hal tertentu sehingga murid yang bersangkutan terlibat dalam kegiatan berfikir tingkat tinggi. Apabila murid tersebut mengalami kesulitan, ajukan pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk memerlukan remediasi.

c. Membaca nyaring bagian bacaan yang dipilih sendiri oleh murid. Bacaan yang dipilih itu mungkin bagian yang paling disenangi, bagian yang membuat terkejut, bagian yang menyebabkan tertawa, dsb.

(26)

e. Saran untuk kegiatan membaca selanjutnya dan petunjuk mengenai pengembangan keterampilan.

Tahap-tahap pemakaian metode diskusi menurut Dimyati dan Moedjiono (1991: 59) adalah sebagai berikut.

a. Tahap sebelum pertemuan 1) Pemilihan topik diskusi.

2) Membuat rancangan garis besar diskusi yang akan dilaksanakan. 3) Menentukan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.

4) Mengorganisasikan para siswa dan formasi kelas dengan jenis diskusinya. 5) Menyiapkan kerangka diskusi secara terperinci.

b. Tahap selama pertemuan

1) Guru menjelaskan tentang tujuan diskusi, topik diskusi, dan kegiatan diskusi yang akan dilakukan.

2) Siswa melaksanakan kegiatan diskusi sesuai dengan jenis yang digunakan. 3) Pelaporan dan penyimpulan hasil diskusi oleh siswa bersama guru.

4) Pencatatan hasil diskusi oleh siswa c. Tahap setelah pertemuan

1) Membuat catatan tentang gagasan-gagasan yang belum ditanggapi dan kesulitan yang timbul selama diskusi.

2) Mengevaluasi diskusi dari berbagai dimensi dan mengumpulkan evaluasi dari para siswa serta lembaran komentar.

Abdul Rozak (melalui Anshori dan Sumiyadi, 2009 : 298) menjelaskan langkah-langkah diskusi adalah sebagai berikut.

1. Mempercakapkan teks yang akan dibaca

Pada tahap ini guru mempercakapkan tentang cerita yang dibaca. Guru mengajukan beberapa pertanyaan arahan untuk mengetahui pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki murid tentang berbagai hal yang berhubungan dengan teks sastra yang akan dibaca murid.

2. Membaca teks sastra

(27)

diharapkan menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk memahami teks yang dibacanya.

3. Berdiskusi tentang topik yang telah ditentukan

Diskusi ditingkat SD bercorak tanya jawab. Keterampilan guru dalam menjadikan diskusi di kelas menjadi bagian inti. Diskusi dikhususkan pada topik yang telah ditentukan. Guru bertanya dan siswa menjawab. Setiap siswa menyampaikan responnya. Akan sangat beragam jawaban yang muncul dari pertanyaan yang sama. Guru berfungsi sebagai moderator, fasilitator yang mengatur arus pembicaraan dalam diskusi. Pelaksanaan diskusi didasarkan pada kolaboratif yang menekankan pada kerja sama. Aktivitas guru yang terus meningkat memberikan semangat kepada siswa. Pada saat berdiskusi siswa dimonitor dengan lembar observasi yang berfungsi sebagai nilai penampilan murid dalam berdiskusi. Penilaian ditekankan pada perilaku positif dan negatif.

4. Bentuk pengalaman bersastra

(28)

Untuk memperjelas langkah-langkah diskusi disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut.

Gambar 3. Langkah-langkah Diskusi (Melalui Anshori dan Sumiyadi, 2009:299)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, langkah-langkah diskusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Persiapan Diskusi

a. Menentukan topik diskusi dan mengumpulkan informasi melalui teks cerita anak.

b. Mengorganisasikan siswa dan formasi kelas dengan jenis diskusinya. c. Menjelaskan teknik dan aturan diskusi yang digunakan.

2. Pelaksanaan Diskusi

(29)

b. Melakukan diskusi bersama kelompok.

c. Salah satu kelompok yang dibentuk guru maju untuk menyampaikan hasil diskusi.

d. Kelompok lain memberikan tanggapan. 3. Penutup

Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan hasil diskusi.

3. Manfaat Diskusi

Manfaat diskusi kelompok ialah kemampuannya memberikan sumber-sumber yang lebih banyak bagi pemecahan masalah (problem solving) ketimbang yang tersedia atau yang diperoleh, apabila pribadi membuat keputusan-keputusan yang memengaruhi/merusak suatu kelompok. Diskusi kelompok juga sangat berguna apabila dua pandangan yang bertentangan harus diajukan dan suatu hasil yang bersifat memilih “salah satu dari dua”

yang segera akan dilaksanakan (Tarigan, 2008: 51-52).

Hendrikus (2009: 96-97) menambahkan bahwa diskusi menjadikan pendengar atau pemirsa memiliki pandangan dan pengetahuan yang lebih jelas mengenai masalah yang didiskusikan. Oleh sebab itu, diskusi mempunyai hubungan yang erat dengan proses pembentukan pikiran dan pendapat.

(30)

terbukalah kemungkinan untuk bertindak dengan daya dorong yang lebih kuat berkat kerja sama dan keyakinan bersama.

Sementara menurut Maidar (1988: 40) diskusi kelompok memiliki beberapa keunggulan yang dapat dimanfaatkan yaitu sebagai berikut.

a. Diskusi lebih banyak melatih siswa berpikir secara logis karena adanya proses adu argumentasi.

b. Argumentasi yang dikemukakan mendapat penilaian dari anggota yang lain, sehingga hal ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir dalam memecahkan suatu masalah.

c. Umpan balik dapat diterima secara langsung, sehingga hal ini dapat memperbaiki cara berbicara pembicara, baik yang menyangkut faktor kebahasaan maupun nonkebahasaan.

d. Peserta yang pasif dapat dirangsang supaya aktif berbicara oleh moderator atau peserta yang lain.

e. Para peserta diskusi turut memberikan saham, turut mempertimbangkan gagasan yang berbeda-beda dan turut merumuskan persetujuan bersama tanpa emosi untuk menang sendiri.

(31)

4. Bentuk-bentuk Diskusi

Bentuk diskusi menurut Hendrikus (2009: 97-99) dibagi berdasarkan tujuan, isi, dan para peserta, antara lain: (1) diskusi fak, (2) diskusi podium, (3) forum diskusi, dan (4) diskusi kasualis. Sejalan dengan itu, Tarigan (2008: 24-25) membagi diskusi kelompok menjadi beberapa cabang.

a. Kelompok yang tidak resmi:

1) kelompok studi (the study groups),

2) kelompok pembentuk kebijaksanaan (the policy-making group), 3) komite (the committee).

b. Kelompok yang resmi: 1) konferensi,

2) diskusi panel, 3) simposium.

Sementara menurut Dipodjojo (1984: 64) mengemukakan beberapa bentuk diskusi kelompok, antara lain : (1) panitia, (2) konferensi, (3) bundar, (4) panel, (5) panel forum, (6) symposium, (7) buzz group/Philips ’66, (8)

seminar, (9) colloquium, (10) brainstorming.

(32)

diskusi kelompok kecil kemudian diteruskan dengan diskusi kelompok besar (diskusi kelas).

5. Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Diskusi

Dipodjojo (1984: 67) membagi beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berdiskusi adalah sikap tiap anggota dan persiapan. Pertama, setiap peserta atau anggota hendaknya mempunyai sikap kerja sama dan menyadari bahwa dirinya merupakan anggota dari kelompok. Kemudian, dalam kerja sama itu, ada keinginan mendapatkan suatu hasil yang dapat diterima oleh para peserta atau paling tidak sebagian besar peserta diskusi. Kedua, persiapan yang matang menentukan keberhasilan diskusi. Dipodjojo (1984: 57) membagi beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam diskusi sebagai berikut. a. Pemilihan masalah yang akan dipakai sebagai pokok diskusi.

b. Penentuan tujuan apa yang akan dicapai.

c. Memilih dan menentukan siapa-siapa yang akan diminta mengambil bagian dari diskusi.

d. Penjajakan masalah.

e. Menentukan beberapa lama waktu yang diperlukan atau yang tersedia untuk diskusi tersebut.

f. Menentukan tata tertib dan jalannya diskusi. g. Menentukan kebutuhan fisik dan pengaturannya.

h. Staf administrasi yang behubungan dengan kelancaran dan keberhasilan diskusi.

6. Kelebihan Metode Diskusi

Suwarna (2002: 83) teknik diskusi memiliki kelebihan:

a. merangsang kreativitas pembelajar dalam membentuk ide dan gagasan dalam memecahkan masalah,

b. membiasakan pembelajar untuk bertukar pikiran dengan teman, c. cakrawala berpikir pembelajar menjadi lebih luas,

d. perhatian pembelajar lebih tercurah pada pembelajaran,

(33)

f. memupuk keberanian dan percaya diri pada pembelajar, dan

g. mengembangkan sikap kerja sama, saling mengharagai, toleransi, dan demokratis.

Djamarah dan Zain (2002:99) mengungkapkan kebaikan metode diskusi yaitu: a. merangsang kreativitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan-prakarsa,

dan terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah, b. mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain, c. memperluas wawasan, dan

d. membina untuk terbiasa musyawarah untuk mufakat dalam memecahkan suatu masalah.

C. Karakteristik Siswa Kelas V Sekolah Dasar

Siswa kelas V SD masuk dalam Periode Berpikir Konkret (10 tahun). Periode ini terjadi pada saat anak dalam usia Sekolah Dasar. Dikatakan periode berpikir konkret karena pada periode ini anak hanya mampu berpikir dengan logika jika untuk memecahkan persoalan-persoalan yang sifatnya konkret atau nyata saja yaitu dengan cara mengamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-persoalan itu. Demikian juga dalam memahami suatu konsep, anak sangat terikat kepada proses mengalami sendiri, artinya anak mudah memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat diamati anak, atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan konsep itu. Oleh karena itu, anak hanya mampu menyelesaikan masalah-masalah yang divisualkan dan sangat sulit bagi anak untuk memahami masalah-masalah yang sifatnya verbal (Elida Prayitno, 1991: 49).

(34)

1. Pola berpikir dalam memahami konsep yang abstrak masih terikat pada benda konkret.

2. Jika diberikan permasalahan belum mampu memikirkan segala alternatif pemecahannya.

3. Pemahaman terhadap konsep yang berurutan melalui tahap demi tahap, misal pada konsep penjumlahan, perkalian dan sebagainya.

4. Belum mampu menyelesaikan masalah yang melibatkan kombinasi urutan operasi pada masalah yang kompleks.

5. Mampu mengelompokkan objek berdasarkan kesamaan sifat-sifat tertentu, dapat mengadakan korespondensi satu-satu dan dapat berpikir membalik.

6. Dapat mengurutkan unsur-unsur atau kejadian. 7. Dapat memahami ruang dan waktu.

Dari penjelasan tentang berbagai macam karakteristik siswa Sekolah Dasar terdapat karakteristik siswa Sekolah Dasar pada subjek penelitian yaitu siswa kelas V SD antara lain sebagai berikut:

1. Rata-rata anak berusia 10 tahun.

2. Anak amat realistik, ingin mengetahui dan ingin belajar.

3. Anak tertarik terhadap kehidupan sehari-hari yang konkret (nyata). 4. Masih membutuhkan bimbingan guru dalam menyelesaikan suatu tugas. 5. Anak memandang nilai sebagai ukuran mengenai prestasi di sekolah

(35)

Berdasarkan pada uraian di atas, siswa pada usia sekolah dasar dalam memahami materi Bahasa Indonesia masih sangat memerlukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kejadian nyata yang dapat diterima akal mereka. Oleh karena itu, untuk membantu kelancaran belajar Bahasa Indonesia bagi siswa, masih diperlukan penunjang metode pembelajaran untuk memberikan pengalaman yang berarti dan membentuk pemahaman siswa.

D. Kerangka Pikir

Berbicara pada hakekatnya merupakan suatu proses komunikasi sebab di dalamnya terjadi proses pemindahan peran dari komunikator (pembicara) dengan komunikan (pendengar).

Keterampilan berbicara akan mudah dikembangkan jika siswa diberi kesempatan mengkomunikasikan sesuatu secara aiami kepada orang lain, untuk mengembangkan kemampuan ini siswa memerlukan konteks yang bermakna misalnya berbicara dengan guru, bercerita, bermain peran, dan lain-lain.

(36)

kemampuan siswa melakukan kegiatan diskusi dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan keterampilan diskusi siswa yaitu dengan menerapkan suatu metode pembelajaran yang tepat.

Kerangka pikir tersebut dapat digambarkan melalui diagram sebagai berikut:

Gambar 4. Bagan Kerangka Pikir Kondisi pratindakan Keterampilan berbicara siswa rendah.

Implementasi Tindakan

Proses Pembelajaran Keterampilan Berbicara Siswa melalui Metode

Diskusi Kelompok

Memudahkan siswa berpikir, Mengeluarkan gagasan dan siswa

menjadi lebih aktif dalam pembelajaran

Keterampilan berbicara meningkat (Pelafalan, volume suara, pilihan kata, intonasi dan jeda, kelancaran,

percaya diri)

1. Siswa membaca bahan yang akan didiskusikan berupa: cerita pendek, cerita dalam majalah bobo, buku cerita

2. Guru membagikan lembar kerja siswa.

3. Siswa mendiskusikan tentang isi pokok-pokok cerita, unsur instrinsik cerita, dan isi cerita

(37)

E. Hipotesis Tindakan

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Wina Sanjaya (2009: 26) mengemukakan penelitian tindakan kelas merupakan proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut melalui berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kualitas peran dan tenggung jawab guru dalam pengelolaan kelas.

Sarwiji Suwandi (2010: 10) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang bersifat reflektif. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Tindakan ini dilakukan oleh guru atau oleh siswa dengan arahan dari guru.

Suroso (2009: 30) mengemukakan penelitian tindakan kelas sebagai bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki maupun meningkatkan kualitas proses pembelajaran di dalam kelas secara lebih profesional.

(39)

dalam proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam kelas tersebut. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara menggunakan metode diskusi pada mata peajaran Bahasa Indonesia.

B. Desain Penelitian

Penelitian tindakan kelas yang akan peneliti lakukan adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemis & McTagart (Wijaya & Dedi, 2011: 21). Penelitian dilaksanakan dalam bentuk siklus dengan menggunakan empat tahap tindakan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi dalam suatu spiral yang saling berkait. Desain penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

Keterangan: Siklus I:

Perencanaan (Plan) I Tindakan (Act) I Observasi (Observe) I Refleksi (Reflect) I Siklus II:

Perencanaan (Plan) II Tindakan (Act) II Observasi (Observe) II Refleksi (Reflect) II

Gambar 5. Desain Penelitian menurut Kemmis dan Mc. Taggart

(40)

1. Planning (Perencanaan)

Tahap perencanaan merupakan proses merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri Sutran. Perencanaan dalam penelitian ini meliputi:

a. Menentukan cara peningkatan keterampilan berbicara siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan metode diskusi.

b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I. RPP ini berguna sebagai pedoman guru dalam melaksanakan kegiatan dalam proses pembelajaran.

c. Menyiapkan lembar observasi untuk siswa. Lembar observasi akan mempermudah guru untuk mengetahui seberapa besar antusias siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam berbicara.

d. Menyusun format observasi mengenai aktivitas pembelajaran. 2. Action (Tindakan)

(41)

3. Observing (Pengamatan)

Pelaksanaan observasi dilakukan selama kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang sudah dipersiapkan peneliti sebelumnya. Peneliti harus mencatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di kelas, seperti kinerja guru, situasi kelas, perilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi, penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya. Pengamatan dalam proses kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode diskusi ini dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui sejauh mana peningkatan keterampilan berbicara masing-masing siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya menggunakan metode diskusi. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang kemudian akan diolah untuk menentukan tindakan yang akan dilaksanakan peneliti selanjutnya.

4. Reflecting (Refleksi)

(42)

C. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada siswa kelas V Negeri Sutran yang terletak di Dusun Sutran, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester genap yaitu bulan April - Mei tahun pelajaran 2013 / 2014.

D. Subjek Penelitian

Dalam penelitian tindakan kelas ini yang akan menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri Sutran yang berjumlah 29 siswa yang terdiri dari putra 15 siswa putri dan 14 siswa putra. Siswa tersebut berada pada rentang usia 9-11 tahun.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes, observasi, dan dokumentasi:

1. Tes

(43)

tes prestasi atau achievement test, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu.

Kemampuan berbahasa siswa diukur melalui tes. Setelah dilaksanakan tindakan, siswa dites dengan menggunakan soal diskusi yang menitik beratkan pada segi penerapan pada akhir pembelajaran setiap siklus. Hasil setiap siklus dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui keefektifan tindakan dengan jalan melihat kembali (merujuk silang) pada indikator keberhasilan yang telah ditentukan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tes adalah serangkaian pertanyaan atau tugas yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok.

Tes yang dilakukan dalam penelitian ini adalah tes praktik berbicara, yaitu melalui diskusi kelas dengan cara salah satu dari kelompok yang sudah dibagi guru secara heterogen maju di depan kelas mempresentasikan hasil diskusi kelompok kecil mereka tentang mengungkapkan isi gagasan, isi cerita, dan unsur instrinsik. Tes ini dilakukan untuk mengukur tingkat kemampuan berbicara siswa.

2. Observasi

(44)

ini observasi sistematis yaitu observasi yang dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. Pedoman observasi berisi daftar jenis kegiatan yang mungkin timbul dan akan diamati. Observasi ini digunakan untuk mengamati bagaimana suatu proses pembelajaran berlangsung, baik terhadap siswa maupun guru. Observasi terhadap siswa digunakan untuk mengamati aktivitas selama pembelajaran sedangkan observasi terhadap guru digunakan untuk mengamati keterlaksanaan perencanaan pembelajaran.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian adalah alat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ( Wina Sanjaya, 2009: 84)

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Soal Tes

Soal tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana keterampilan berbicara oleh siswa dengan metode diskusi. Tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes akhir atau post tes yang dilakukan pada akhir pertemuan setiap siklus. Metode tes dilaksanakan pada saat pembelajaran berbicara berlangsung dengan lembar pengamatan.

(45)

Penilaian ini adalah deskripsi masing-masing komponen (Nurgiyantoro, 2001: 291)

Tabel 3. Kisi-kisi skor penilaian keterampilan berbicara

No Aspek yang dinilai

Skor

1 2 3 4 5

1 Pelafalan

2 Volume suara

3 Pilihan kata

4 Intonasi dan jeda

5 Kelancaran

6 Percaya diri

2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan sebagai pedoman agar peneliti lebih terarah dapat melakukan observasi sehingga hasil yang data yang didapatkan sesuai dengan keinginan peneliti.

(46)

Tabel 4. Lembar observasi kegiatan siswa

No Aspek yang diamati

Skor

1 2 3

1 Partisipasi siswa mengikuti apersepsi guru 2 Pembagian kelompok secara heterogen

3

Kesungguhan siswa membaca cerita pendek untuk mengumpulkan informasi

4 Perhatian siswa terhadap penjelasan guru

5

Kontribusi masing-masing anggota kelompok

6

Kekompakan dan kerja sama siswa dalam kelompok

7 Kemampuan siswa melakukan presentasi

8

Kemampuan menghargai pendapat peserta kelompok

9 Kemampuan menyimpulkan hasil diskusi

10

(47)

Tabel 5. Lembar observasi kegiatan guru

No Aspek yang diamati

Skor

1 2 3

1 Guru menyampaikan apersepsi yang terkait

dengan topik cerita

2 Guru membagi kelompok secara heterogen 3 Guru menyampaikan tujuan diskusi

4 Guru menyampaikan petunjuk Lembar Kerja

(pengarah diskusi)

5 Guru mengajukan kata kunci yang dapat

meningkatkan diskusi

6 Guru memonitor kerja kelompok dan

memberikan bimbingan secara merata

7 Guru memberikan dukungan terhadap

pendapat siswa dengan mendengarkan dengan penuh perhatian

8 Guru mencegah kegaduhan

9 Guru memfasilitasi kelompok untuk

melakukan presentasi hasil diskusi

Guru membantu siswa menyimpulkan hasil diskusi

G. Metode Analisis Data

(48)

H. Indikator Keberhasilan

Keberhasilan penelitian tindakan ditandai dengan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Tindakan yang dilaksanakan dalam penelitian ini dinyatakan berhasil jika hasil belajar Bahasa Indonesia pada keterampilan berbicara para siswa meningkat. Peningkatan hasil tersebut dapat diketahui dengan membandingkan hasil belajar sebelum dan sesudah diberikan tindakan.

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Awal (Pra Siklus)

Sebelum melaksanakan penelitian pada siklus I, terlebih dahulu peneliti mencari data awal nilai keterampilan berbicara pada pelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Sutran, Kabupaten Bantul. Untukmengetahui ada tidaknya peningkatan keterampilan berbicara pada siswa kelas V. Peneliti terlebih dahulu melakukan tindakan awal, yaitu melakukan observasi keterampilan berbicara siswa tanpa menerapkan metode Diskusi. Penelitian tahap awal dilaksanakan pada hari Selasa, 18 Maret 2014. Penelitian tahap awal dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data yang nantinya digunakan sebagai pembanding data penelitian yang diperoleh sesudah penerapan metode diskusi.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, guru cenderung ceramah dan menulis latihan soal di papan tulis kemudian siswa disuruh mencatat, menghafal dan mengerjakan. Guru juga jarang menggunakan metode pembelajaran dalam menyampaikan pembelajaran Bahasa Indonesia. Tentu saja, banyak siswa yang merasa kesulitan karena siswa masih berada ditahap operasional konkret yang tidak bisa lepas dari dunia nyata. Guru juga masih berperan sebagai aktor pembelajaran dan kurang melibatkan siswa dalam pembelajaran sehingga banyak siswa yang asyik bermain sendiri saat pembelajaran.

(50)

siswa. Hasil tes keterampilan berbicara siswa pratindakan dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 6. Nilai Keterampilan Berbicara pada Prasiklus

(51)

Tabel 7. Persentase Nilai Keterampilan Berbicara pada Pratindakan

Ketuntasan Persentase

Rata-rata Belum Tuntas Tuntas Belum Tuntas Tuntas

18 11 62,07% 37,93% 64,48

Dari tabel di atas tampak bahwa rata-rata nilai keterampilan berbicara sebesar 64,48. Sebanyak 11 (37,93%) siswa mendapat nilai di atas nilai kriteria ketuntasan minimal, sedangkan 18 (62,07%) siswa mendapat nilai kurang dari 75. Nilai 75 merupakan nilai kriteria ketuntasan minimal pada mata pelajaran bahasa Indonesia yang ditetapkan sekolah.

Berdasarkan data yang diperoleh, membuktikan bahwa keterampilan berbicara siswa kelas V masih rendah, sehingga perlu diadakan tindakan atau perlakuan yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas V SD Sutran. Dalam penelitian ini peneliti memilih menerapkan metode Diskusi.

B. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I 1. Perencanaan Tindakan Siklus I

Dalam kesempatan ini peneliti dan guru menyusun rencana pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode diskusi. Yaitu periode berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusi. Pada rancangan kegiatan akan mengoptimalkan peran guru dan siswa di kelas sehingga dapat meningkatkan keterampilan berbicara kelas V di SD Sutran, Kabupaten Bantul.

(52)

dalam menentukan waktu yang akan digunakan untuk penelitian. Waktu pelaksanaan penelitian dipaparkan pada tabel berikut:

Tabel 8. Waktu pelaksanaan penelitian

Siklus Hari, Tanggal Waktu Materi yang disampaikan

I

Senin, 14 April 2014

07.00-08.45 WIB Melakukan diskusi tentang peristiwa yang

07.00-08.45 WIB Melakukan presentasi hasil diskusi sebelumnya

07.00-08.45 WIB Melakukan diskusi tentang cerita yang

07.00-08.45 WIB Melakukan diskusi tentang isi cerita dalam buku cerita

Langkah-langkah pembelajaran berbicara dengan metode diskusi sebagai berikut.

(53)

b) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok;

c) Siswa diberikan uraian pendek, kemudian mencermatinya; d) Siswa mendiskusikan uraian pendek tersebut

e) Siswa menanggapi peristiwa dalam uraian pendek yang disediakan guru;

f) Siswa yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok maju untuk mempresentasikan hasil diskusinya;

g) Siswa menyampaikan pendapat, sanggahan, penolakan, dan persetujuan hasil presentasi kelompok yang maju.

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Siklus I direncanakan dilakukan dua kali pertemuan. Setiap pertemuan dengan alokasi waktu 3 jam pelajaran (3 x 35 menit). Berikut perencanaan yang dilakukan guru :

a. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara

b. Menyiapkan media pembelajaran. c. Menyiapkan lembar observasi. a. Pertemuan 1

(54)

1) Kegiatan pendahuluan

Kegiatan pendahuluan dilakukan selama kurang lebih lima menit. Guru mengawali pembelajaran dengan mengucapkan salam. Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Guru melakukan apersesi dengan menunjukkan alat peraga yaitu gambar sapi. Siswa diminta menyebutkan nama pada gambar yang diperlihatkan guru. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2) Kegiatan Inti

Guru mengajak siswa tanya jawab tentang uraian topik cerita pendek. Siswa dibagi dalam kelompok heterogen terdiri dari 6 siswa. Siswa diberi kesempatan membaca teks cerita

anak yang berjudul “Sapi Bali, Sahabatku yang Istimewa”

dengan sungguh-sungguh. Setiap kelompok siswa mendiskusikan peristiwa yang terjadi dalam cerita pendek. Setiap kelompok bertukar pikiran mengungkapkan pendapat mereka. Guru membagikan Lembar Kerja Siswa yang sudah disediakan. Kelompok siswa belajar mengerjakan Lembar Kerja Siswa dengan berdiskusi.

(55)

penolakan, dan persetujuan hasil presentasi kelompok yang maju. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, guru dan siswa melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil diskusi. Jika ada kelompok yang berprestasi diberi penghargaan

3) Kegiatan Penutup

Kegiatan penutup dilakukan sekitar lima menit. Pada kegiatan penutup, siswa diminta menyimpan hasil diskusi kelompok mereka untuk dipresentasikan pada pertemuan yang akan datang. Selanjutnya, siswa diberikan kesempatan menyampaikan kesulitan yang ditemui selama pelajaran. Guru memotivasi siswa untuk rajin belajar. Guru mengakhiri pelajaran dengan salam penutup.

b. Pertemuan 2

Pertemuan kedua siklus I dilaksanakan pada Rabu, 16 April 2014. Pelaksanaan berlangsung selama tiga jam pelajaran. Pembelajaran terbagi dalam kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan pembelajaran masih menerapkan langkah- langkah diskusi

1) Kegiatan pendahuluan

Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Guru melakukan apersesi dengan menunjukkan gambar sapi. Guru mengajukan

(56)

Merah Remaja? Siswa menjawab pertanyaan guru. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

2) Kegiatan inti

Guru mengajak siswa tanya jawab tentang uraian topik cerita pendek. Siswa dibagi dalam kelompok heterogen terdiri dari 6 siswa. Siswa diberi kesempatan membaca teks cerita anak yang

berjudul “Palang Merah Remaja” dengan sungguh-sungguh.

Setiap kelompok siswa mendiskusikan peristiwa yang terjadi dalam cerita pendek. Setiap kelompok bertukar pikiran mengungkapkan pendapat mereka. Guru membagikan Lembar Kerja Siswa yang sudah disediakan. Kelompok siswa belajar mengerjakan Lembar Kerja Siswa dengan berdiskusi.

Setelah melakukan diskusi masing-masing siswa maju untuk mempresentasikan hasil diskusi. siswa lain memperhatikan saat ada temannya yang maju untuk presentasi. Siswa menyampaikan pendapat, sanggahan, penolakan, dan persetujuan hasil presentasi teman yang maju. Setelah semua siswa melakukan presentasi, guru dan siswa melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil diskusi. Jika ada kelompok yang berprestasi diberi penghargaan

(57)

Siswa diberikan kesempatan menyampaikan kesulitan yang ditemui selama pelajaran. Guru memotivasi siswa untuk rajin belajar. Guru mengakhiri pelajaran dengan salam penutup.

(58)

Tabel 9. Nilai Keterampilan Berbicara pada Siklus I

Tabel 10. Analalis Deskriptif nilai Hasil evaluasi siklus I

No Aspek yang diamati Nilai

1 Nilai tertinggi 86,67

2 Nilai terendah 60

(59)

Pembandingan persentase jumlah siswa yang mencapai KKM pada siklus I jika digambarkan dengan diagram batang sebagai berikut:

Gambar 6. Diagram Batang persentase Jumlah Siswa yang Mencapai KKM pada siklus I

3. Hasil Observasi Siklus I

Observasi penelitian tindakan siklus I dilakukan oleh peneliti. Adapun yang diamati adalah aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran keterampilan berbicara anak menggunakan metode diskusi. Kegiatan observasi dilakukan dari awal hingga akhir pembelajaran secara cermat dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah disiapkan oleh peneliti dan guru sebagai kolaborator.

(60)

a. Pertemuan 1

Pada pertemuan 1 saat guru melakukan apersepsi, beberapa siswa terlihat ikut serta menjawab pertanyaan dari guru. Mereka menjawab dengan tertib, yaitu terbiasa mengangkat tangan sebelum menjawab pertanyaan guru. Apersepsi guru kurang terkait, guru hanya menanyakan nama hewan tanpa menanyakan manfaat hewan tersebut.

Pada saat pembagian kelompok masih ada siswa yang enggan untuk bekerja sama dengan teman tertentu. Setelah guru menasehati, akhirnya siswa tersebut mau bergabung dalam kelompok. Pembagian kelompok belum dilakukan secara heterogen. Guru menentukan kelompok berdasarkan teman yang duduk berdekatan. Siswa dengan tenang membaca dan menyimak cerita yang dibacakan. Tidak ada siswa yang berbicara di luar materi, hanya saja sikap yang kurang baik yaitu meletakkan kepala di atas meja dan beberapa siswa membaca cerita dengan suara pelan.

(61)

b. Pertemuan 2

Pada saat diskusi kelas, wakil dari kelompok mempresentasikan hasil diskusi. Guru menunjuk siswa yang diminta mempresentasikan hasil diskusi. Sebagian besar siswa sudah berani melakukan presentasi, namun ada beberapa siswa yang tampak ragu dan malu-malu dalam mempresentasikan hasil diskusi. Ada siswa yang menanggapi dengan bahasa yang kurang santun, yaitu mengejek teman yang hasil diskusinya kurang tepat. Siswa senang mengikuti diskusi. Pada diskusi kelas kelompok siswa yang menjawab dengan benar terlihat bersorak-sorak gembira, sedangkan kelompok yang menjawab salah tampak kecewa. Guru sudah cupup berhasil memfasilitasi kelompok untuk melakukan presentasi hasil diskusi. Guru mengajak siswa menyimpulkan hasil diskusi, tetapi guru tidak menuliskan kesimpulan di papan tulis.

Hasil observasi guru menunjukkan bahwa aktivitas guru dalam pelaksanaan tindakan memperoleh skor 31. Persentase yang diperoleh dihitung menggunakan rumus:

Persentase yang diperoleh = 𝑦𝑎 𝑔 ℎ

𝑎 𝑎 x 100 % Persentase yang diperoleh = 22

30 x 100 %

(62)

Tabel 11. Analisis Deskriptif Skor Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I

No. Aspek yang diamati Skor

1. Skor tertinggi 24

2. Skor terendah 16

3. Skor rata-rata 21,24

Hasil skor observasi siswa menunjukkan bahwa aktivitas rata-rata siswa saat pelaksanaan tindakan mencapai 21,24 sedang persentase kelas yang diperoleh mencapai 70,80%.

Persentase kelas yang diperoleh = 𝑢 𝑎 ℎ 𝑦𝑎 𝑔 ℎ

𝑎 𝑎 x 100 %

Persentase kelas yang diperoleh = 616

870 x 100 %

= 70,80 % 4. Refleksi Siklus I

Refleksimerupakanbagianyangpentingdalam setiaplangkahproses penelitian tindakan untuk mengatasi permasalahan. Dengan merevisi perencanaan sebelumnya sesuai apa yang ditemui di lapangan. Dalam penelitian ini kegiatan refleksi difokuskan pada tiga tahap yaitu (1) tahap penemuan masalah; (2) tahap merancang tindakan dan (3) tahap pelaksanaan.

(63)

Dalam pembuatan rancangan dan revisi, guru menyusun rancangan tindakan yang berupa desain pembelajaran yaitu menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dengan menggunakan metode diskusiguna meningkatkan kemampuan berbicara siswa secara kelompok. Evaluasi berbicara dilakukan setiap akhir kegiatan belajar mengajar. Jadwal pembelajaran dilakukan dengan dua siklus, setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Pertemuan pertama siswa melakukan diskusi kelompok tentang mengungkapkan isi gagasan dari cerita pendek. Pertemuan kedua kelompok siswa maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka.

Hasil refleksi yaitu berupa temuan tingkat keefektifan desain pembelajaran saat berbicara dengan menggunakan metode diskusi secara kelompok dan daftar permasalahan yang muncul di lapangan dituangkan kembali ke dalam rancangan tindakan berikutnya.

(64)

C. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II 1. Perencanaan Tindakan Siklus II

Rencana tindakan pada siklus II ini dilakukan dengan memperhatikan hasil refleksi siklus I. Berdasarkan faktor penyebab yang dipaparkan pada hasil refleksi siklus Iuntuk aktivitas guru maka pada siklus II ini, peneliti lebih mempersiapkan diri sehingga pada saat pelaksanaan tindakan siklus II, guru mampu menjelaskan cara menggunakan metode diskusi secara jelas, rinci dan sistematis supaya siswa dapat melaksanakan diskusi kelompok dengan baik. Selain itu, waktu untuk diskusi kelompok dibatasi agar ada waktu untuk guru mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Berdasarkan faktor penyebab yang dipaparkan pada hasil refleksi siklus Iuntuk aktivitas siswa maka pada siklus II ini, siswa memperhatikan penjelasan guru dengan cermat dan teliti pada saat guru menjelaskan cara melaksanakan metode diskusi dengan jelas dan sistematis sehingga siswa mampu menggunakan metode diskusi dengan efektif untuk kerja kelompok. Pada saat diskusi kelompok, siswa menggunakan waktu yang disediakan guru dengan baik sehingga masih ada waktu untuk siswa memperhatikan penjelasan guru tentang kaitan antara materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga siswa tahu maksud kaitan antara materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

(65)

a. Siklus II dilaksanakan dalam dua pertemuan b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran. c. Menentukan cerita anak dengan tema berbeda.

d. Mempersiapkan instrumen meliputi lembar pengamatan, lembar penilaian keterampilan berbicara, dan alat dokumentasi.

e. Guru sebagai kolaborator akan meningkatkan penggunaan metode diskusi yang pelaksanaannya divariasikan melalui teknik-teknik diskusi.

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II a. Pertemuan 1

Pertemuan 1 siklus II dilaksanakan pada Senin, 21 April 2014 dengan alokasi waktu 3 jam pelajaran. Kegiatan pembelajaran pada pertemuan ini menerapkan langkah-langkah diskusi.

1) Kegiatan pendahuluan

Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, “Apa amanat yang dapat kita contoh dari cerita

pada pertemuan sebelumnya?”. Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai. 2) Kegiatan inti

(66)

yang disukai untuk dijadikan bahan diskusi. Siswa memilih cerita yang paling mereka sukai, setelah itu siswa membaca cerita itu secara bergiliran.

Siswa bersama kelompoknya memahami isi cerita yang telah mereka pilih dalam majalah yang dibaca. Guru membagikan lembar kerja siswa, setelah menerima lembar kerja siswa kelompok siswa bertukar pendapat tentang tokoh dalam cerita, alur cerita, seting cerita dan pesan moral yang didapat dari cerita dengan kalimat yang runtut. Selama siswa melakukan diskusi guru melakukan pengamatan dan membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.

Selesai melakukan diskusi kelompok siswa melakukan presentasi hasil diskusi kelompok mereka, kelompok lain mengomentari hasil presentasi kelompok yang telah maju.

3) Kegiatan penutup

Pada kegiatan ini guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi secara global. Selanjutnya siswadan guru melakukan refleksi. Guru menanyakan materi yang dianggap sulit. Guru memotivasi siswa untuk rajin membaca dan menulis. Pelajaran diakhiri dengan salam penutup. b. Pertemuan 2

Pertemuan 1 siklus II dilaksanakan pada Rabu, 23 April 2014 dengan alokasi waktu 3 jam pelajaran. Kegiatan pembelajaran pada pertemuan ini menerapkan langkah-langkah diskusi.

(67)

Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. Guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang kegiatan melaporkan buku cerita. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

2) Kegiatan inti

Siswa dibagi menjadi 5 kelompok secara heterogen. Guru membagikan buku cerita yang dipinjam dari perpustakaan kepada setiap kelompok. Kelompok siswa membaca buku cerita yang dibagikan guru.

Siswa bersama kelompoknya memahami berbagai isi buku yang dibaca (judul, pengarang, jumlah halaman, dan isi) dengan kalimat runtut. Siswa bersama kelompoknya berdiskusi mencari isi buku yang dibaca (judul, pengarang, jumlah halaman dan isi) dengan kalimat yang runtut. Selama siswa melakukan diskusi guru guru melakukan pengamatan dan membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.

Selesai melakukan diskusi kelompok siswa melakukan presentasi hasil diskusi kelompok mereka, kelompok lain mengomentari hasil presentasi kelompok yang telah maju.

3) Kegiatan penutup

(68)

menanyakan materi yang dianggapsulit. Guru memotivasi siswa untuk rajin membaca dan menulis. Pelajarandiakhiri dengan salam penutup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3 siswa belum mencapai KKM dan 26 siswa telah mencapai KKM. Analisis deskriptif nilai keterampilan berbicara dengan penerapan metode diskusi pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12. Nilai Keterampilan Berbicara pada Siklus II

Gambar

Gambar. 2 Diagram Alur Peristiwa Bahasa
Tabel 1.Pedoman Penilaian Menurut Jakobovist dan Gordon
Tabel 2. Aspek Penilaian Keterampilan Berbicara
Gambar 3. Langkah-langkah Diskusi (Melalui Anshori dan Sumiyadi,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan pada siklus II meliputi rencana perbaikan strategi pembelajaran untuk siklus II yang didasarkan pada hasil refleksi pada siklus I. Rencana perbaikan

Perencanaan, Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II, perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk memperbaiki rencana dan kegiatan yang telah.. Langkah-langkah pada siklus

Berdasarkan pelaksanaan tindakan pada siklus II yang dilakukan dengan dasar refleksi pada tindakan siklus I, diperoleh hasil observasi kegiatan guru bahwa

Perencanaan, Mengacu hasil refleksi pada siklus II, maka untuk pelaksanaan penelitian siklus III dilaksanakan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III.

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus II dapat disimpulkan bahwa hasil penilaian keterampilan siswa bermain tenis meja pada siklus II telah mencapai tingkat

Pada siklus II pertemuan kedua terjadi peningkatan dikarenakan guru telah menguasai pelaksanaan metode pembelajaran yang sesuai dengan bimbingan dan masukan-masukan observer

Hasil refleksi menunjukkan bahwa tindakan siklus II yang dilakukan dengan pembelajaran menggunakan metode inquiry telah mendapat perhatian dari siswa terbukti hampir semua

Hasil refleksi menunjukkan bahwa tindakan siklus II yang dilakukan dengan pembelajaran menggunakan metode inquiry telah mendapat perhatian dari siswa terbukti hampir semua