• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ekstrak Biji Pala (Myristica fragrans) Terhadap Jumlah Eritrosit dan Leukosit pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) | - | EJIP BIOL 2696 8122 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Ekstrak Biji Pala (Myristica fragrans) Terhadap Jumlah Eritrosit dan Leukosit pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) | - | EJIP BIOL 2696 8122 1 PB"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Ekstrak Biji Pala (

Myristica fragrans

) Terhadap Jumlah Eritrosit dan

Leukosit pada Tikus Putih (

Rattus norvegicus

)

An Effect of Seed Extract Nutmeg (Myristicafragrans)of the Total Erythrocytes and Leukocytes to the White Rats (Rattusnorvegicus)

Linda1, Achmad Ramadhan2, Dewi Tureni2

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Tadulako 2

Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Tadulako

Abstract

The number of erythrocytes and leukocytes are very important parameter to assess the health, which viewed from both their respective functions are essential for the body. Erythrocytes has a function to transport O2to the whole body and leukocyte maintains the

body defense. This study aimed to observe the effect of the seed extract of nutmeg (Myristica fragrans) on the number of erythrocytes and leukocytes, and to determine the best concentration in maintaining the number of erythrocytes and leukocytes. This research was conducted in the Laboratory of Biology of Faculty of Teacher Training and Education and Laboratory of Pharmacy Faculty of Matematics and Natural Sciences of University of Tadulako and Health Labolatory of Central Sulawesi. This research was an experimental method through Completely Randomized Design (CRD), consisted of 6 treatments and 3 replications. Treatment K1was a control group who was not given the

extract, treatment K2, K3, respectively 1%, 2% was given the nutmeg seed extract 1

ml/day, treatment K4, K5, K6, respectively 4%, 8%, 16 % given the nutmeg seed extract 0.5

ml/day. The datas were analyzed using ANAVA analysis were processed with the software Statistics 27, then followed by LSD test. The results showed that the extract of nutmeg (Myristicafragrans) with 5 different concentrations didn t have a significant influence to the number of erythrocytes and leukocytes in rats (Rattus norvegicus) when compared to the control group.

Keywords: Extract, Myristicafragrans, erythrocytes, leukocytes, Rattusnorvegicus

Abstrak

Jumlah eritrosit dan leukosit merupakan dua parameter yang sangat penting untuk menilai kesehatan, dimana bila dilihat dari kedua fungsinya masing-masing sangat penting bagi tubuh. Eritrosit berfungsi untuk mengangkut O2 keseluruh tubuh dan

leukosit berfungsi untuk menjaga pertahanan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh ekstrak biji pala (Myristica fragrans) terhadap jumlah eritrosit dan leukosit, dan menentukan konsentrasi yang terbaik dalam mempertahankan jumlah eritrosit dan leukosit. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Laboratorium Farmasi Fakultas MIPA Universitas Tadulako dan Laboratorium Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari 6 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan K1 merupakan

kelompok kontrol yang tidak diberi ekstrak, perlakuan K2, K3, masing-masing 1%, 2%

diberi ekstrak biji pala sebanyak 1 ml/hari, perlakuan K4, K5, K6, masing-masing 4%, 8%,

16% diberi ekstrak biji pala sebanyak 0,5 ml/hari. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ANAVA yang diolah dengan software Statistik 27, dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pala

(Myristica fragrans) dengan 5 konsentrasi berbeda tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap jumlah eritrosit dan leukosit pada tikus putih (Rattus norvegicus) jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara pengguna tumbuhan obat terbesar di dunia bersama negara lain di Asia seperti Cina dan India. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki dan keragaman budaya yang terpelihara sampai saat ini. Kekayaan alam hutan tropis Indonesia menyimpan beribu-ribu tumbuhan berkhasiat obat dan dihuni oleh berbagai suku dengan pengetahuan pengobatan tradisional yang berbeda-beda. Di Indonesia masih banyak jenis tumbuhan obat yang belum dibudidayakan sehingga ketersediaannya masih tergantung pada alam. Sampai saat ini, beberapa dari ribuan tanaman tersebut belum diketahui dengan jelas manfaat dan khasiatnya bagi kesehatan (Hidayat, 2005).

Penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai obat tradisional ternyata telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia jauh sebelum pelayanan kesehatan menggunakan obatan sintetik. Peningkatan penggunaan obat-obatan herbal seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif dari penggunaan obat sintetik. Masyarakat kembali memilih tumbuhan obat sebagai alternatif terhadap penyembuhan berbagai penyakit. Selain itu, efek samping yang ditimbulkan juga lebih kecil (Adipratama, 2009).

Obat tradisional merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang yang berakar kuat dalam budaya bangsa. Oleh karena itu, baik dalam ramuan maupun dalam penggunaannya sebagai obat tradisional masih berdasarkan pengalaman yang diturunkan dari generasi ke generasi baik secara lisan maupun tulisan. Dewasa ini pemanfaatan obat tradisional oleh masyarakat digunakan sebagai pengobatan alternatif untuk diri sendiri. Pemanfaatan obat tradisional untuk menanggulangi penyakit rakyat dalam pelayanan kesehatan formal masih kurang atau belum digunakan dalam pelayanan kesehatan formal (Riswan dan Andayaningsih, 2008).

Tumbuhan obat adalah tanaman/bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu, atau sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor), atau tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat. Salah satu jenis tanaman obat adalah tanaman pala

Masalah yang sering timbul di masyarakat adalah masalah kekurangan darah, dan yang lebih sering menjadi keluhan adalah kurangnya eritrosit dalam tubuh atau lebih dikenal dengan anemia. Menurut Ardian (2010) bahwa jumlah eritrosit normal dalam tubuh sekitar 5 juta sel dan jumlah leukosit sekitar 6000-9000 sel. Apabila kedua jumlah sel darah tersebut menurun, maka akan menimbulkan gangguan misalnya anemia dan turunnya sistem kekebalan tubuh. Kedua penyakit ini tergolong penyakit ringan, akan tetapi jangan dianggap sepele, karena apabila tidak dicegah atau diobati maka akan menimbulkan penyakit yang lebih fatal lagi seperti kanker. Sebagian orang cenderung merasa aman dengan menggunakan obat sintetik tanpa memperhatikan efek negatif yang ditimbulkan. Padahal ada beberapa obat tradisional yang dapat mencegah penyakit tersebut.

Menurut penelitian Arifani (2006) bahwa salah satu obat tradisional yang terbukti dapat meningkatkan jumlah eritrosit yaitu buah merah (Pandanus conoideus Lam). Buah merah mengandung banyak asam oleat, asam linolenat, dekanoat, serta omega 9 dan omega 3, sebagai asam lemak tak jenuh, yang berfungsi memperlancar proses metabolisme untuk menyerap protein, dimana protein ini merupakan salah satu komponen penting dalam pembentukan eritrosit. Selain itu, menurut penelitian Adipratama (2009), bahwa salah satu obat tradisional yang dapat meningkatkan jumlah leukosit yaitu temulawak (Curcuma xanthorriza). Komponen utama yang berkhasiat sebagai obat dalam rimpang temulawak adalah kurkuminoid dan minyak atsiri yang merupakan hasil metabolisme sekunder dari tanaman ini.

Dari kedua penelitian tersebut diperoleh beberapa komponen yang dapat meningkatkan jumlah eritrosit dan leukosit diantaranya minyak atsiri, asam oleat dan asam linoleat. Ketiga komponen ini juga dimiliki oleh tanaman biji pala (Myristica fragrans). Menurut Hari (2012), bahwa biji pala merupakan tanaman yang mengandung minyak atsiri, minyak lemak, saponin, miristisin, elemisi, enzim lipase, pektin, hars, zat samak, lemonena, asam oleat dan asam linoleat. Kandungan biji pala yang lebih berkhasiat adalah minyak atsiri.

(3)

pengaruh ekstrak biji pala (Myristica fragrans) terhadap jumlah eritrosit dan leukosit serta mengetahui konsentrasi yang terbaik untuk mempertahankan jumlah eritrosit dan leukosit pada tikus putih (Rattus norvegicus).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium, untuk menentukan pengaruh ekstrak biji pala (Myristica fragrans) terhadap jumlah eritrosit dan leukosit pada tikus putih (Rattus novergicus) yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 pengulangan. Perlakuan yang digunakan adalah kontrol (tanpa perlakuan) dan tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi ekstrak biji pala (Myristica fragrans) dengan 5 konsentrasi yang berbeda yaitu 1%, 2%, 4%, 8% dan 16%.

Alat yang digunakan adalah kandang hewan percobaan, botol air minum, pisau/cutter, lumping, alu, botol selai, toples, rotavapor, corong , batang pengaduk, labu ukur, pipet tetes, erlenmeyer, gelas kimia, botol semprot, siring, jarum gavage, tabung pembius, mytich, alat bedah, papan bedah, sarung tangan, neraca digital, tabung vacutainer, roller mixer, siring, jarum suntik, alat tulis menulis dan kamera digital. Bahan yang digunakan adalah pelet, jagung, air bersih, serbuk kayu, biji pala (Myristica fragrans), etanol 96%, aquades, alumunium foil, kloroform, kapas, alkohol 70%, kertas saring, pewarna kesumba, tissue dan kertas label. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) yang sehat dan menunjukkan perilaku normal. Prosedur Kerja

Sebelum melakukan pengamatan dilakukan aklimatisasi dalam ruangan penelitian selama 4 hari. Bahan uji diambil dari biji pala (Myristica fragrans) yang kemudian dibuat ekstrak dengan cara maserasi. Pada penelitian ini dibutuhkan ekstrak biji pala dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu konsentrasi 1%, 2%, 4%, 8% dan 16%. Penelitian ini menggunakan 18 ekor tikus putih yang dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan dan 3 kali pengulangan. Pembagian kelompok perlakuan, yaitu:

1. Kelompok I : Kontrol positif 2. Kelompok II : Perlakuan dengan

konsentrasi 1%. 3. Kelompok III : Perlakuan dengan

konsentrasi 2%. 4. Kelompok IV : Perlakuan dengan

konsentrasi 4%. 5. Kelompok V : Perlakuan dengan

konsentrasi 8%. 6. Kelompok VI : Perlakuan dengan

konsentrasi 16%. Pemberian ekstrak untuk konsentrasi 1% dan 2% sebanyak 1 ml, sedangkan untuk konsentrasi 4%, 8% dan 16% sebanyak 0,5 ml yang dilakukan secara oral (gavage) selama 20 hari. Selanjutnya tikus putih dipuasakan selama 16 jam. Pada hari ke-21 seluruh tikus putih pada kelompok I, II, III, IV, V dan VI dibedah untuk diambil darahnya. Darah tersebut diambil melalui jantung dengan menggunakan siring. Setelah darah diperoleh, darah tersebut dimasukkan ke dalam tabung vacutainer yang di dalamnya terdapat antikoagulan berupa EDTA. Sebelum pemeriksaan jumlah darah, terlebih dahulu darah dihomogenkan dengan menggunakan roller mixer dan diperiksa dengan menggunakanmytich.

Variabel Penelitian

Adapun variabel penelitian adalah sebagai berikut:

a. Variabel bebas/independen : Ekstrak biji pala (Myristica fragrans)

b. Variabel terikat/dependen : Eritrosit dan leukosit pada tikus putih (Rattus norvegicus)

Analisa Data

Data dianalisis dengan menggunakan Software program Predictive Analysis Software (PASW) statistik 27. Data yang diperoleh diamati dengan menggunakan Analisis Varian (ANAVA) dan untuk mengetahui adanya perbedaan terhadap masing-masing perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Eritrosit pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)

(4)

Tabel 1.Rata-rata jumlah eritrosit (Juta/mm3) tiap perlakuan

Perlakuan Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-Rata

1 4.550.000 6.740.000 7.740.000 6.343.333

2 4.970.000 3.600.000 7.640.000 5.403.333

3 6.020.000 6.660.000 5.980.000 6.220.000

4 6.140.000 1.970.000 6.680.000 4.930.000

5 4.800.000 7.080.000 6.410.000 6.096.666

6 8.590.000 7.670.000 8.220.000 8.160.000

Keterangan : Perlakuan 1 (Control), 2 (1%), 3 (2%), 4 (4%), 5 (8%) dan 6 (16%). Terjadi peningkatan jumlah eritrosit yaitu pada konsentrasi 16% bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Tabel 2.Analisis Sidik Ragam untuk Rancangan Acak Lengkap Sumber

Keragaman Db Jumlah kuadrat

Kuadrat

tengah F.hitung F.0.05

Perlakuan 5 18.361.344 3.672.268 1.444 3.110

Acak 12 30.521.024 2.543.418

Total 17 48.882.368

Keterangan : Diperoleh nilai F.hitung < F. Tabel, sehingga tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Hasil pengamatan terhadap jumlah eritrosit dengan perlakuan ekstrak biji pala dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik rata-rata jumlah eritrosit mencit yang diberi ekstrak biji pala pada konsentrasi yang berbeda. KI= Kelompok Kontrol; KII, KIII, KIV, KV dan KVI= Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2%, 4%, 8% dan 16%, satuan dalam juta/mm3. Rata-rata jumlah eritrosit yang diperoleh tidak linier, meskipun mengalami peningkatan pada konsentrasi 16% bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, akan tetapi selisihnya sangat sedikit.

Pada gambar 1. dapat dilihat bahwa secara umum rata-rata jumlah eritrosit pada setiap perlakuan selama masa percobaan adalah 4.000.000-8.000.000 juta/mm3. Nilai tersebut ada yang berada dibawah kisaran normal eritrosit tikus dan ada juga yang berada pada kisaran normal. Adapun kisaran normal

eritrosit tikus putih yaitu 7,2-9,6 juta/mm3 (SchalmdalamTriana, 2006).

Berdasarkan analisis ANAVA pada tabel 2. di atas diperoleh nilai F.hitung sebesar 1,444 dan F.tabel 0,05 sebesar 3,110. Hal ini menunjukkan bahwa nilai F.hitung < F.tabel 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

0 2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000

KI KII KIII KIV KV KVI

R

a

ta

-R

a

ta

J

u

m

la

h

E

r

it

r

o

si

t

(J

u

ta

/m

m

3)

(5)

perlakuan dengan kontrol. Dengan demikian, ekstrak biji pala (Myristica fragrans) dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh terhadap jumlah eritrosit. Hal ini disebabkan karena konsentrasi yang digunakan pada kelompok perlakuan dalam lima tingkatan terlalu kecil sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Jumlah eritrosit yang tidak signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan juga disebabkan karena kandungan dari biji pala itu sendiri. Menurut Syaifuddin dalam Sembiring (2013) bahwa pada proses pembentukan eritrosit diperlukan zat Besi (Fe) dan vitamin C. Zat besi (Fe) berperan dalam pembentukan dan pematangan eritrosit yang dalam proses tersebut vitamin C berfungsi sebagai pemicu zat besi. Sehingga zat besi (Fe) dan vitamin C saling berhubungan dalam pembentukan eritrosit. Selain itu zat yang juga diperlukan dalam pembentukan eritrosit adalah vitamin B12,

asam folat dan rantai globin yang merupakan senyawa protein yang berasal dari hemositoblas. Berdasarkan hal ini, ekstrak biji

pala tidak berpengaruh terhadap jumlah eritrosit dikarenakan biji pala ini tidak mengandung zat besi (Fe) ataupun vitamin C. Padahal kedua komponen ini sangat berperan dalam pembentukan eritrosit.

Beberapa faktor yang juga dapat menyebabkan penurunan jumlah eritrosit, antara lain kurangnya bahan atau zat yang dibutuhkan untuk produksi sel darah merah. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan penyerapan atau nilai gizi yang berkurang pada pakan yang diberikan sehingga akan berpengaruh terhadap organ-organ lain, terutama pada organ yang berperan dalam produksi sel darah (Coles dalam Wardhana, 2000).

Jumlah Leukosit pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Adapun rata-rata jumlah leukosit (mm3) pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi perlakuan ekstrak biji pala (Myristica fragrans) dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3.Rata-rata jumlah leukosit (mm3) tiap perlakuan

Perlakuan Ulangan I Ulangan II Ulangan III Rata-Rata

1 4.9000 15.0000 12.6000 10.833

2 7.7000 6.9000 9.9000 8.166

3 8.1000 5.6000 9.4000 7.700

4 11.6000 3.8000 8.0000 7.800

5 4.3000 10.0000 7.6000 7.299

6 10.5000 11.7000 9.2000 10.466

Keterangan : Perlakuan 1 (Control), 2 (1%), 3 (2%), 4 (4%), 5 (8%) dan 6 (16%). Terjadi penurunan jumlah leukosit dari kelompok kontrol sampai pada perlakuan dengan konsentrasi 8%, akan tetapi pada konsentrasi 16% meningkat lagi. Peningkatan jumlah leukosit pada konsentrasi 16% tidak melebihi jumlah leukosit pada kontrol. Tabel 4.Analisis Sidik Ragam untuk Rancangan Acak Lengkap

Sumber Keragaman Db Jumlah kuadrat Kuadrat

tengah F.hit F.0.05

Perlakuan 5 35.177856 7.035571 0.716 3.110

Acak 12 117.959839 9.829987

Total 17 153.137695

(6)

Hasil pengamatan terhadap jumlah leukosit dengan perlakuan ekstrak biji pala dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Rata-rata jumlah leukosit (mm3) mencit yang diberi ekstrak biji pala pada konsentrasi yang berbeda. KI= Kelompok Kontrol; KII, KIII, KIV, KV dan KVI= Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2%, 4%, 8% dan 16%, satuan dalam mm3. Rata-rata jumlah leukosit yang diperoleh tidak linier, dimana pada kelompok kontrol sampai pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 8% mengalami penurunan, akan tetapi mengalami peningkatan lagi pada konsentrasi 16% dan selisihnya sangat jauh berbeda, meskipun dibawah jumlah leukosit pada kelompok kontrol.

Berdasarkan pada gambar 2. dapat dilihat bahwa secara umum jumlah leukosit pada tiap kelompok masih berada pada kisaran normal leukosit tikus dewasa yaitu 4.000-10.000/mm3 (Depkes dalam Triana, 2006). Walaupun demikian masih ada kelompok yang berada diatas kisaran normal yaitu pada kelompok kontrol yang berjumlah 10.833/mm3 dan kelompok perlakuan dengan konsentrasi 16% berjumlah 10.466/mm3.

Peningkatan dan penurunan jumlah leukosit dapat terjadi karena pengaruh fisiologis atau patologis. Peningkatan jumlah leukosit dalam darah disebut leukositosis. Leukositosis yang terjadi karena faktor fisiologis yang disebabkan oleh aktivitas otot, rangsangan ketakutan dan gangguan emosional. Sedangkan pengaruh patologis dapat disebabkan oleh proses apatologis dalam tanggapan terhadap serangan penyakit. Jumlah leukosit di atas kisaran normal dapat menajadi indikasi adanya infeksi (GanongdalamTriana, 2006).

Berdasarkan analisis ANAVA pada tabel 5 diatas diperoleh nilai F.hitung sebesar 0,716 dan F.tabel 0,05 sebesar 3,110. Hal ini menunjukkan bahwa nilai F.hitung < F.tabel 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perlakuan dengan kontrol. Dengan demikian, ekstrak biji pala (Myristica fragrans) dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adipratama (2009), bahwa ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dapat menambah jumlah leukosit. Hal ini dikarenakan tanaman ini mengandung suatu zat yaitu minyak atsiri. Biji pala sendiri menurut Kartasapoetra (1996) juga mengandung minyak atsiri sebanyak 10%. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini diduga karena kandungan minyak atsiri pada biji pala sangat sedikit. Hal ini juga disebabkan karena konsentrasi yang digunakan terlalu kecil.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Restuati (2013), bahwa ekstrak daun sirsak (Annona muricata) dapat meningkatkan jumlah leukosit pada tikus putih (Rattus norvegivus) dengan dosis 0,2 g/kg selama 50 hari. Tanaman ini dapat meningkatkan jumlah leukosit karena mengandung acetogenin, dimana didalam acetogenin ini sendiri mengandung senyawa murisolin yang berfungsi untuk melindungi dan memulihkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini juga dapat menyebabkan ekstrak biji pala tidak memberikan pengaruh karena tidak mengandung senyawa murisolin, yang dimana hanya dengan dosis 0,2 g/kg dapat memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah leukosit.

Hasil pengamatan terhadap jumlah leukosit dengan perlakuan ekstrak biji pala dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Rata-rata jumlah leukosit (mm3) mencit yang diberi ekstrak biji pala pada konsentrasi yang berbeda. KI= Kelompok Kontrol; KII, KIII, KIV, KV dan KVI= Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2%, 4%, 8% dan 16%, satuan dalam mm3. Rata-rata jumlah leukosit yang diperoleh tidak linier, dimana pada kelompok kontrol sampai pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 8% mengalami penurunan, akan tetapi mengalami peningkatan lagi pada konsentrasi 16% dan selisihnya sangat jauh berbeda, meskipun dibawah jumlah leukosit pada kelompok kontrol.

Berdasarkan pada gambar 2. dapat dilihat bahwa secara umum jumlah leukosit pada tiap kelompok masih berada pada kisaran normal leukosit tikus dewasa yaitu 4.000-10.000/mm3 (Depkes dalam Triana, 2006). Walaupun demikian masih ada kelompok yang berada diatas kisaran normal yaitu pada kelompok kontrol yang berjumlah 10.833/mm3 dan kelompok perlakuan dengan konsentrasi 16% berjumlah 10.466/mm3.

Peningkatan dan penurunan jumlah leukosit dapat terjadi karena pengaruh fisiologis atau patologis. Peningkatan jumlah leukosit dalam darah disebut leukositosis. Leukositosis yang terjadi karena faktor fisiologis yang disebabkan oleh aktivitas otot, rangsangan ketakutan dan gangguan emosional. Sedangkan pengaruh patologis dapat disebabkan oleh proses apatologis dalam tanggapan terhadap serangan penyakit. Jumlah leukosit di atas kisaran normal dapat menajadi indikasi adanya infeksi (GanongdalamTriana, 2006).

Berdasarkan analisis ANAVA pada tabel 5 diatas diperoleh nilai F.hitung sebesar 0,716 dan F.tabel 0,05 sebesar 3,110. Hal ini menunjukkan bahwa nilai F.hitung < F.tabel 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perlakuan dengan kontrol. Dengan demikian, ekstrak biji pala (Myristica fragrans) dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adipratama (2009), bahwa ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dapat menambah jumlah leukosit. Hal ini dikarenakan tanaman ini mengandung suatu zat yaitu minyak atsiri. Biji pala sendiri menurut Kartasapoetra (1996) juga mengandung minyak atsiri sebanyak 10%. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini diduga karena kandungan minyak atsiri pada biji pala sangat sedikit. Hal ini juga disebabkan karena konsentrasi yang digunakan terlalu kecil.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Restuati (2013), bahwa ekstrak daun sirsak (Annona muricata) dapat meningkatkan jumlah leukosit pada tikus putih (Rattus norvegivus) dengan dosis 0,2 g/kg selama 50 hari. Tanaman ini dapat meningkatkan jumlah leukosit karena mengandung acetogenin, dimana didalam acetogenin ini sendiri mengandung senyawa murisolin yang berfungsi untuk melindungi dan memulihkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini juga dapat menyebabkan ekstrak biji pala tidak memberikan pengaruh karena tidak mengandung senyawa murisolin, yang dimana hanya dengan dosis 0,2 g/kg dapat memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah leukosit.

KESIMPULAN DAN SARAN

KII KIII KIV KV

Perlakuan

Hasil pengamatan terhadap jumlah leukosit dengan perlakuan ekstrak biji pala dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Rata-rata jumlah leukosit (mm3) mencit yang diberi ekstrak biji pala pada konsentrasi yang berbeda. KI= Kelompok Kontrol; KII, KIII, KIV, KV dan KVI= Perlakuan dengan konsentrasi ekstrak 1%, 2%, 4%, 8% dan 16%, satuan dalam mm3. Rata-rata jumlah leukosit yang diperoleh tidak linier, dimana pada kelompok kontrol sampai pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 8% mengalami penurunan, akan tetapi mengalami peningkatan lagi pada konsentrasi 16% dan selisihnya sangat jauh berbeda, meskipun dibawah jumlah leukosit pada kelompok kontrol.

Berdasarkan pada gambar 2. dapat dilihat bahwa secara umum jumlah leukosit pada tiap kelompok masih berada pada kisaran normal leukosit tikus dewasa yaitu 4.000-10.000/mm3 (Depkes dalam Triana, 2006). Walaupun demikian masih ada kelompok yang berada diatas kisaran normal yaitu pada kelompok kontrol yang berjumlah 10.833/mm3 dan kelompok perlakuan dengan konsentrasi 16% berjumlah 10.466/mm3.

Peningkatan dan penurunan jumlah leukosit dapat terjadi karena pengaruh fisiologis atau patologis. Peningkatan jumlah leukosit dalam darah disebut leukositosis. Leukositosis yang terjadi karena faktor fisiologis yang disebabkan oleh aktivitas otot, rangsangan ketakutan dan gangguan emosional. Sedangkan pengaruh patologis dapat disebabkan oleh proses apatologis dalam tanggapan terhadap serangan penyakit. Jumlah leukosit di atas kisaran normal dapat menajadi indikasi adanya infeksi (GanongdalamTriana, 2006).

Berdasarkan analisis ANAVA pada tabel 5 diatas diperoleh nilai F.hitung sebesar 0,716 dan F.tabel 0,05 sebesar 3,110. Hal ini menunjukkan bahwa nilai F.hitung < F.tabel 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perlakuan dengan kontrol. Dengan demikian, ekstrak biji pala (Myristica fragrans) dengan berbagai konsentrasi tidak berpengaruh

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adipratama (2009), bahwa ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dapat menambah jumlah leukosit. Hal ini dikarenakan tanaman ini mengandung suatu zat yaitu minyak atsiri. Biji pala sendiri menurut Kartasapoetra (1996) juga mengandung minyak atsiri sebanyak 10%. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini diduga karena kandungan minyak atsiri pada biji pala sangat sedikit. Hal ini juga disebabkan karena konsentrasi yang digunakan terlalu kecil.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Restuati (2013), bahwa ekstrak daun sirsak (Annona muricata) dapat meningkatkan jumlah leukosit pada tikus putih (Rattus norvegivus) dengan dosis 0,2 g/kg selama 50 hari. Tanaman ini dapat meningkatkan jumlah leukosit karena mengandung acetogenin, dimana didalam acetogenin ini sendiri mengandung senyawa murisolin yang berfungsi untuk melindungi dan memulihkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini juga dapat menyebabkan ekstrak biji pala tidak memberikan pengaruh karena tidak mengandung senyawa murisolin, yang dimana hanya dengan dosis 0,2 g/kg dapat memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah leukosit.

KESIMPULAN DAN SARAN

(7)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak biji pala (Myristica fragrans) dengan 5 konsentrasi berbeda (1%, 2%, 4%, 8% dan 16%) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah eritrosit dan jumlah leukosit pada tikus putih (Rattus norvegicus).

Saran

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya, sebaiknya perlu dilakukannya penelitian kembali tentang pengaruh ekstrak biji pala (Myristica fragrans) terhadap jumlah eritrosit dan leukosit dengan konsentrasi yang lebih tinggi, waktu penelitian yang lebih lama, sampel yang digunakan lebih besar, serta perlu dilakukan kontrol negatif sehingga penelitian lebih akurat. Selain itu, sampel yang akan diperiksa sebaiknya dijaga dengan baik, jangan sampai goyang dan menggumpal, sehingga data yang diperoleh lebih akurat dan linier. Serta sebelum dilakukannya penelitian, terlebih dahulu melakukan pra penelitian. DAFTAR PUSTAKA

Adipratama, D. N. (2009). Pengaruh Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Jumlah Total dan Diferensiasi Leukosit pada Ayam Petelur (Gallus gallus) Strain Isa Brown. Skripsi pada FKH IPB Bogor: diterbitkan.

Ardian. 2010. Jumlah Eritrosit dan Leukosit. [Online] Tersedia: http://reposito ry.ipb.ac.Id/bitstream/handle/1234567 89/51319/Bab%20II%20Tipus%2D10 zpe-4.pdf?sequence=6.html [20 Januari 2013].

Arifani, N. 2006. Pengaruh Pemberian Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) terhadap Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin pada Mencit Swiss yang diinfeksi Plasmodium barghei ANKA. Artikel Karya Tulis Ilmiah pada Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang: diterbitkan. Hari. (2012). Obat Herbal Nusantara.

[Online]. Tersedia: http://obatherbal nusantara.wordpress.com/.html [21 Januari 2013].

Hidayat, S. (2005). Ramuan Tradisional Ala 12 Etnis Indonesia. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.

Kartasapoetra, G. (1996). Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Kartikawati, SM. (2004). Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan oleh Masyarakat Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pengunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai tengah. Thesis pada Sekolah Pascasarjana IPB Bogor: diterbitkan. Restuati, M. (2013). Uji Efek Daun Sirsak

(Annona muricata) terhadap Leukosit Tikus Putih (Rattus norvegicus) . Jurnal FMIPA Universitas Lampung [Online], Vol. 1 No.1, 4 halaman. Tersedia: http://ejournal.unsrat.ac.id/ index. php/ biomedik/article/view/750 [3 Desember 2013]

Riswan, S dan Andayaningsih, D. (2008). Keanekaragaman Tumbuhan Obat Yang Digunakan Dalam Pengobatan Tradisional Masyarakat Sasak Lombok Barat . Jurnal Farmasi Indonesia. [Online], Vol. 4 No. 2, 8 halaman. Tersedia: http://jfi.iregway. com/index.php/jurnal/article/view/16 [30 Juni 2013].

Sembiring, A. (2013). Pengaruh Ekstrak Segar Daun Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Jumlah Eritrosit Dan Kadar Hemoglobin Mencit Jantan (Mus musculus L.) Anemia Strain Ddw Melalui Induksi Natrium Nitrit (Nano2) . Jurnal Universitas Sumatra Utara [Online], Vol 1 No. 2, 6 halaman. Tersedia: http://jurnal.usu.ac.id/index.php/sbiolo gi/issue/view/118.pdf [26 Oktober 2013].

(8)

org/doaj?func=fulltext&aId=944701 [27 Oktober 2013].

Gambar

Gambar 1. Grafik rata-rata jumlah eritrosit mencit yang diberi ekstrak biji pala padakonsentrasi yang berbeda
Tabel 4. Analisis Sidik Ragam untuk Rancangan Acak LengkapKuadrat
Gambar 2. Rata-rata jumlah leukosit (mmGambar 2. Rata-rata jumlah leukosit (mmGambar 2

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR pada hubungan antara variabel persepsi kualitas layanan dengan variabel kepuasan pelanggan, seperti tampak pada tabel 4.8 adalah

Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dilaksanakan Lembaga Amil Zakat karena LAGZIS sebagai organisasi yang terpercaya untuk pengalokasian,

Pada cluster masalah yang telah diolah dan dianalisa, didapatkan nilai kesepakatan dari kelima responden secara keseluruhan dengan tingkat kesepakatan W=0.36 yang menyatakan

10) BAP pengadilan dibuat, jika ternyata hasil pemeriksaan sidang pengadilan terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh

Pada pembelajaran siswa diarahkan untuk mengisi “kagepe” ke dalam tabung yang memiliki diameter dan tinggi yang sama dengan kerucut, kemudian diisi kembali ke

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik

Langkah-langkah dalam proses penelitian dan pengembangan dikenal dengan istilah lingkaran research dan development yang terdiri atas, (a) meneliti hasil penelitian