• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Dari Estrak Etanol Daun Pala (Myristica fragrans) Asal Pulau Tomia Kab WAKATOBI Dengan Metode KLT-Bioautografi. By SRI ARISTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Dari Estrak Etanol Daun Pala (Myristica fragrans) Asal Pulau Tomia Kab WAKATOBI Dengan Metode KLT-Bioautografi. By SRI ARISTA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pala(Myristica fragransHoutt.). 1. Klasifikasi(Heyne, 1987)

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophya

Sub-Divisi : Coniferophytina

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Magnolianae

Ordo : Magnoliales

Famili : Myristicaceae

Genus :Myristica

Spesies :Myristica fragransHoutt. 2. Morfologi

Pala (Myristica fragrans Houtt.) merupakan jenis tanaman yang

dapat tumbuh baik didaerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam

Familia Myristicaceae, yang mempunnyai sekitar 200 spesies.

Tanaman ini jika pertumbuhannya baik dan tumbuh di lingkungan

terbuka, tajuknya akan rindang dan ketinggiannya dapat mencapai 15

-18 meter. Tajuk pohon ini bentuknya meruncing ke atas dan puncak

tajuknya tumpul (Sunanto, 1993).

Daun pala berbentuk bulat telur, pangkal dan pucuknya meruncing.

(2)

tua. Jangka waktu pertumbuhan buah dari mulai persarian hingga

masa petik tidak boleh lebih dari 9 bulan. Buah berbentuk bulat, lebar,

ujungnya meruncing. Kulitnya licin, berwarna kuning, berdaging, dan

cukup banyak mengandung air. Bijinya tunggal, berkeping dua,

dilindungi oleh tempurung, walaupun tidak tebal namun cukup keras.

Bentuk bijinya bulat telur lonjong, bila sudah tua warnanya coklat tua

(Rismunandar, 1992).

Sifat-sifat biji pala antara lain (Rismunandar, 1992).

 Biji pala yang masih belum cukup tua bila dikeringkan akan

menghasilkan daging biji yang agak rapuh, dan mudah menjadi

sasaran serangga gudang.

 Biji pala yang sudah cukup tua bila dikeringkan mengahsilkan biji

yang cukup keras, dan jika diparut akan menghasilkan parutan

yang berbentuk bubuk.

Tempurung biji di selubungi oleh selubung biji yang berbentuk jala,

berwarna merah terang. Selebung biji ini disebut fuli atau bunga pala.

Seluruh bagian pala yang terdiri dari daging, fuli dan bijinya memiliki

banyak manfaat (Rismunandar, 1992).

3. Nama tanaman

Pala dikenal dengan nama yang berlainan ditiap daerah, seperti

palo (Nusa Tenggara), kala pelang (Sumatera Barat), kuhipun

(3)

4. Kandungan kimia

Informasi tentang kandungan kimia yang terdapat dalam jaringan

atau organ dari jenis-jenis tumbuhan pada marga Myristica belum banyak dipublikasikan. Buah palanya, mengandung 9% air, 27%

karbohidrat, 6,5% protein, minyak campuran 33%, minyak essensial

4,5%. Selubung biji juga mengandung 22,5% minyak campuran dan

lebih dari 10% minyak essensial. Biji mengandung 23-30% mentega

dan jika dipisahkan terdiri dari 73% trimyristin dan 13% minyak

essensial. Bagian tumbuhan pala tidak hanya pada buahnya, tetapi

juga pada biji dan daunnya yang mengandung polifenol. Biji dan

buahnya juga mengandung saponin, dan daunnya mengandung

flavonoid (Arrijani, 2005).

Daun pala juga mengandung minyak atsiri tetapi tidak begitu

banyak (Drazat, 2007).

5. Khasiat

Menurut Kurniawati, (2010) daun pala berkhasiat sebagai obat sakit

gigi.

Daun tanaman pala juga mengandung minyak atsiri dan senyawa

fenolik lain yang dapat disuling untuk memperoleh minyak atsiri.

Minyak atsiri tersebut digunakan sebagai bahan pengobatan

tradisional dan dapat diekspor untuk tujuan sebagai bahan baku

(4)

B. Uraian Mikroba Uji 1. Bakteri uji

1. Escherichia coli(Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Divisio : Proteobacteria

Class : Gammproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Eschericia

Spesies :Eschericia coli b. Sifat dan morfologi

Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang lurus, 1,1-1,5 μ m x 2,0-6,0 μ m, motil

dengan flagellum peritrikus atau non motil. Tumbuh dengan

mudah pada sebagian besar jalur dengan produksi asam

dan gas.

2. Staphylococcus aureus (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Divisio : Fimicutes

Class : Fimibacteria

(5)

Familia : Microcococaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies :Staphylococcus aureus b. Sifat dan morfologi

Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif berbentuk kokus,berdiameter 0,5-1,5 μ m, biasanya tersusun

dalam rangkaian tak beraturan sepertianggur. Bakteri ini

termasuk mesofil dengan suhu pertumbuhan berkisar antara

37-48 oC, dan suhu optimum 35-40 oC. nilai pH optimum

adalah 6-7, pH minimum 4 dan pH maksimum 9,8-10.

Bakteri ini memproduksi enterotoksin, serta toleran terhadap

garam dan aktivitas air rendah. Habitat bakteri ini dikulit dan

alat pernafasaan dan umumnya ditemukan pada 20-50 %

manusia sehat,

3. Pseudomonas aeruginosa (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Divisio : Proteobacteria

Class : Gammproteobacteria

Ordo : Pseudomonadales

Familia : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

(6)

b. Sifat dan morfologi

Pseudomonas aeruginosa merupakan batamg Gram negative dengan bentuk sel tunggal, batang lurus atau

melengkung, namun tidak berbentuk heliks. Pada umumnya

berukuran 0,5-1,0 μ m. Motil dengan flagellum polar,

monotrikus atau multitrikus. Tidak menghasilkan selongsong

prosteka. Metabolism dengan respirasi, beberapa merupakan

kemolitotrof fakultatif, dapat menggunakan H2 atau CO2

sebagai sumber energy. Oksigen molekuler merupakan

penerima electron universal, dapat melakukan denitrifikasi

dengan menggunakan nitratsebagai penerima pilihan.

4. Staphylococcus epidermidis (Holt, 2000; Garrity, 2004) a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Divisio : Protophyta

Class : Schyzomycetes

Ordo : Eubacteriales

Familia : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus epidermidis b. Sifat dan morfologi

Bulat dengan diameter 0,1-0,5 μ m, terdapat bentuk

(7)

bentuk sampai membentuk kelompok yang tidak beraturan.

Koloni bulat, cembung dengan pemukaan licin atau sedikit

kasar dan tepi seluruhnya atau sebagian tidak beraturan.

Biasanya berwarna putih atau kuning, ada kalanya orange

jarang ungu. Bersifat fakultatif anaerob, tumbuh pada suhu

45oC diisolasi dari bisul bernanah, luka jahitan kecil dan luka

lainnya pada kulit dan mukosa hewan berdarah panas,

bersifat komensal dan parasit.

5. Vibrio cholerae (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Divisio : Proteobacteria

Class : Gammaprotebacteria

Ordo : Vibrionales

Familia : Vibrionaceae

Genus : Vibrio

Spesies : Vibrio cholera b. Sifat dan morfologi

Vibrio cholera adalah bakteri Gram negative berbentuk batang pendek, tidak membentuk spora,

sumbunya melegkung atau lurus 0,5 μ m, terdapat tunggal

atau kadang-kadang bersatu dalam bentuk S atau spiral.

(8)

Mempunyai steroplas, biasanya dibentuk dalam keadaan

lingkungan yang kurang menguntungkan, tidak tahan asam,

dan tidak membentuk kapsul. Tumbuh baik dan cepat pada

medium nutrient baku. Metabolisme dengan respirasi dan

fermentative. Suhu optimum berkisar dari 18oC sampai 37oC.

6. Bacillus subtilis (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Divisio : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies :Bacillus subtilis b. Sifat dan morfologi

Bacillus subtilis memiliki sel berbentuk batang 0,3-2,2T μ m x 1,27-7,0 μ m, sebagian besar motil, flagellum khas

lateral. Membentuk endospora, tidak lebih satu sel

sporangium. Termasuk bakteri Gram positif, bersifat

kemoorganotrof. Metabolism dengan respirasi sejati,

fermentasi sejati, atau kedua-duanya, yaitu respirasi dan

(9)

7. Steptococcus mutans (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Divisio : Firmicutes

Class : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Familia : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Spesies :Streptococcus mutans b. Sifat dan morfologi

Streptococcus mutans berbentuk bulat, termasuk bakteri Gram positif dan biasanya tidak berpigmen.

Berdiameter 0,5-1,5 μ m, koloni bulat cembung dengan

permukaan licin atau sedikit kasar dan tepi seluruhnya atau

sebagian tidak beraturan. Koloni buran berwarna biru terang,

bersifat fakultatif aerob, dapat tumbuh pada suhu 45 oC dan

suhu optimumnya. Dinding sel terdiri dari 4 komponen

antigen yaitu peptidoglikan, polisakarida, protein dan asam

(10)

8. Shigella disentry (Garrity, 2004; Irianto, 2006) a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterbacteriaceae

Genus : Shigella

Spesies :Shigella dysenteriae b. Sifat dan morfologi.

Shigella dysenteriae sel-selnya berbentuk basil, bergerak dengan flagel yang peritrika atau tidak bergerak,

termasuk dalam bakteri Gram negatif, menguraikan glukosa

dengan menghasilkan gas. Menyebabkan penyakit disenteri.

9. Salmonella typhi (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi

Domain : Bacteria

Divisio : Proteobacteria

Class : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Salmonellaceae

Genus : Salmonella

(11)

b. Sifat dan morfologi

Salmonella typhi adalah bakteri Gram negative berbentuk batang lurus dengan ukuran 0,7-1,5 μ m x 1-5 μ m,

biasanya tunggal dan kadang-kadang membentuk rantai

pendek, jenis yang bergerak berflagela peritrik, hidup secara

aerobic atau anaerobic fakultatif, meragikan glukosa dengan

menghasilkan asam kadang-kadang gas. Tumbuh optimal

pada 37 oC dan berkembangbiak pada suhu kamar, bakteri

ini dapat ditemukan disaluran pencernaan manusia dan

hewan. Bakteri ini merupakan penyebab demam tifoid

karena adanya infeksi akut pada usus halus manusia dan

hewan.

2. Jamur(Jawetet all, 1995)

Jamur adalah organism heterotrofik. Jamur dapat berupa khamir

yang tumbuh sebagai uniseluler atau berupa kapang yang tumbuh

berupa filament-filamen. Komponen penyusun dinding sel berupa

kitin, selulosa atau glukan.

a. KlasifikasiCandida albicans Divisi : Ascomycota

Kelas : Saccharomycetes

Bangsa : Saccharomycetales

Suku : Saccharomycetaceae

(12)

Spesies :Candida albicans b. UraianCandida albicans

Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada saluran pencernaan, saluran pernafasan bagian

atas dan mukosa genital pada mamalia. Tetapi populasi yang

meningkat dapat menimbulkan masalah. Beberapa spesies

Candida yang dikenal banyak menimbulkan penyakit baik pada manusia maupun hewan adalahCandida albicans.

Candida albicans merupakan fungi oportunistik penyebab sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginistis, candida pada urin,

gastrointestinal candidiasis yang dapat menyebabkan gastric ulceratau bahkan dapat menjadi komplikasi kanker.

Candida albicans merupakan suatu jamur lonjong yang berkembangbiak dengan bertunas yang menghasilkan

pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan

eksudat. Candida adalahflora normal selaput lender saluran pernafasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Pada

tempat-tempat tersebut jamur ini dapat menjadi dominasi dan

dihubungkan dengan keadaan pathogen. Kadang-kadang jamur

ini menyebabkan panyakit sistemik progresif pada penderita yang

lemah atau kekebalannya tertekan. Candida dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah, tromboflebitis, endokarditis atau infeksi

(13)

C. Mekanisme Kerja Antimikroba

Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khusunya

mikroba yang merugikan manusia. Berdasarkan sifat toksisitas

selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan

mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik; dan ada yang

diperlukan untuk membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas

bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat

pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal

sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal

(KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari

bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar anti mikrobanya

ditingkatkan melebihi KHM (Ganiswara, 1995).

Ada beberapa sifat antimikroba yang diinginkan anatara lain

sangat toksik untuk mikroba, tetapi relative tidak toksik untuk

hospes; mempunyai spectrum yang luas; tidak cepat menimbulkan

resistensi; efektivitas antimikroba hendaknya tidak berkurang

dengan adanya cairan tubuh, protein plasma dan enzim jaringan;

sifat adsorpsi, distribudi, metabolisme, dan eliminasi (ADME) harus

sedemikian rupa sehingga kadar dalam darah dapat dicapai

dengan cepat dan dapat dipertahankan dalam jangka waktu lama;

eksresi dalam ginjal tidak menyebabkan kerusakan ginjal

(14)

Mekanisme kerja utama antimikroba (Ganiswara, 1995;

Katzung, 2004) :

1. Penghambatan metabolisme sel mikroba

Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan

hidupnya, dimana bakteri patogen harus mensintesis sendiri

asam folat dari asam para amino benzoate (PABA). Apabila

suatu zat antimikroba menang bersaing dengan asam para

amino benzoate (PABA) untuk diikutsertakan dalam

pembentukan asam folat maka terbentuk analog asam folat

yang non fungsional.

2. Penghambatan sintesis dinding sel

Dinding sel mikroba secara kimia adalah peptidoglikan yaitu

suatu kompleks polimer mukopeptida, struktur dinding sel dapat

dirusak dengan cara menghambat reaksi pembentukannya atau

mengubahnya setelah dinding sel tersebut dibentuk.

Antimikroba ini dapat menghambat sintesis atau menghambat

aktivitas enzim seperti enzim transpeptidase yang dapat

menimbulkan kerusakan dinding sel yang berakibat sel

mengalami lisis. Contohnya: Basitrasin, Sefalosporin, Sikloserin,

Penisilin, dan Vankomisin.

3. Penghambatan fungsi membran sel

Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan

(15)

bahan-bahan tertentu. Membrane sel memelihara integritas

komponen-komponen seluler, kerusakan pada membrane ini

akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau

matinya sel, akibatnya mikroba akan mati. Jika fungsi integritas

membrane sitoplasma dirusak, makromolekul dan ion keluar

dari sel, kemudian sel akan rusak. Dalam hal ini antimikroba

dapat berinteraksi dengan sterol sitoplasma pada jamur, dan

merusak membrane sel bakteri Gram negative. Membrane sel

bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa bahan tertentu

tanpa merusak sel inang. Obat yang termasuk dalam kelompok

ini adalah polimixin, amfoterisin, kolistin, imidazol dan golongan

polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik.

4. Penghambatan sintesis protein

Hidup suatu sel tergantung pada terpeliharanya

molekul-molekul dalam keadaan alamiah. Suatu kondisi atau substansi

mengubah kondisi ini yaitumendenaturasikan protein dengan

merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Beberapa antibiotic

menghambat sintesi protein pada bakteri sebagai contoh adalah

aminoglikosida, linkomisin, kloramfenikol, tetrasiklin,

erythromycin. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu

mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di

(16)

ribosom terdiri atas dua sub unit yang berdasarkan konstanta

sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S.

5. Penghambatan sintesis asam nukleat

DNA dan RNA memegang peranan penting dalam proses

kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun

yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat

tersebut dapat menyebabkan kerusakan total pada sel. Dalam

hal ini mempengaruhi metabolism asam nukleat, seperti

berikatan dengan enzim DNA-dependen, RNA-polymerase

bakteri dan memlokir helix DNA.

Mekanisme kerja antibiotik kloramfenikol adalah dengan

menghambat biosintesa protein pada siklus perpanjangan rantai

asam amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan

peptide. Setelah menembus sel bakteri, kloramfenikol mengikat

sub unit ribosom 50S secara terpulihkan, menghambat enzim

petidil transferase, sehingga mencegah penambahan asam

amino pada rantai peptide. Akibatnya terjadi hambatan

pembentukan ikatan peptide dan biosintesa protein, dan hal ini

terjadi selama antibiotika tetap terikat oleh ribosom. Dengan

kata lain kloramfenikol menghambat perpanjangan rantai

peptide dan pergerakan ribosom sepanjang m-RNA.

Penghambatan ini bersifat stereospesifik, hanaya isomer D-(-)

(17)

protein mitokondria mamalia, oleh karena itu ada persamaan

antara ribosom 70S bakteri dan mamalia (Rogers, 1988).

Kloramfenikol merupakan antibiotic spectrum luas yang

bersifat bakteriostatik, pada konsentrasi tinggi kloramfenikol

kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman

tertentu dan merupakan derivate nitrobenzene sederhana

(Rogers, 1988).

D. Metode Ekstraksi 1. Defenisi ekstraksi(Ansel, 1989)

Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari

bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih

dimana zat yang diinginkan larut. Biasanya metode ekstraksi dipilih

berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat

dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan

kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau

mendekati sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah obat

merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam

memilih metode ekstraksi.

2. Mekanisme ekstraksi(Ditjen POM,1986; Tobo, 2001)

Pada umumnya zat aktif yang dikandung oleh tanaman

maupun hewan lebih larut dalam pelarut organik. Proses

terekstraksinya zat aktif dalam tanaman adalah pelarut organik

(18)

atau hewan yang mengandung zat aktif. Zat aktif tersebut akan

terlarut sehingga akan terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan

zat aktif yang ada didalam sel dengan pelarut organik diluar sel,

maka larutan terpekat akan berdifusi keluar dan proses ini terus

berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan

zat aktif di dalam sel dan diluar sel.

3. Jenis ekstraksi(Ditjen POM,1986; Tobo, 2001) a. Ekstraksi secara dingin

Metode ekstraksi secara dingin adalah ekstraksi yang di dalam

proses kerjanya tidak memerlukan pemanasan. Metode ini

diperuntukan untuk simplisia yang mengandung komponen

kimia yang tidak tahan terhadap pemasan dan simplisia yang

memmpunyai tekstur yang lunak atau tipis. Yang termasuk

metode secara dingin adalah metode maserasi, perkolasi, dan

soxhletasi.

b. Ekstraksi secara panas

Metode ekstraksi secara panas adalah metode ekstraksi yang di

dalam prosesnya dibantu dengan pemanasan. Pemanasan

dapat mempercepat terjadinya proses ekstraksi karena cairan

penyari akan lebih mudah menembus rongga-rongga sel empiris

dan melarutkan zat aktif yang ada dalam sel simplisia tersebut.

Metode ini diperuntukan untuk simplisia yang mengandung zat

(19)

mempunyai tekstur keras seperti kulit, biji, dan kayu. Yang

termaksud metode ekstraksi secara panas adalah refluks dan

destilasi uap air.

E. Identifikasi Dengan Metode KLT

Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia.

Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase

diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau

lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan,

ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di

dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok

(fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler

(pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus

ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).

Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan

senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon.

Sebagai fase diam digunakan senyawa yang tak bereaksi seperti silica gel

atau alumina. Silica gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk

memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas

penyokong. Pengikat yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat

(Sastrohamidjojo, 1991).

Pada kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang

terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga

(20)

pengikat. Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan

homogenitasnya, karena gaya adhesi pada penyokong sangat tergantung

pada kedua sifat trsebut. Partikel dengan bituran yang kasar tidak akan

memberikan hasil yang memuaskan. Salah satu cara untuk memperbaiki

hasil pemisahan adalah dengan menggunakan fase diam yang butirannya

halus. Penyerap yang banyak dipakai untuk kromatografi lapis tipis

adalah silika gel, alumunium oksida, kieselgur, selulosa dan poliamida

(Sastrohamidjojo, 1991; Stahl, 1985).

Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau

beberapa pelarut. Ia bergerak didalam fase diam yaitu suatu lapisan

berpori, karena ada gaya kapiler. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai

didarkan atas prinsip like dissolves like yaitu untuk memisahkan sampel

yang bersifa non polar digunakan sistem pelarut yang bersifat non polar

dan untuk memisahkan sampel yang bersifat polar digunakan sistem

pelarut yang bersifat polar (Stahl, 1985).

Jarak pengembangan suatu senyawa pada kromatogram

dinyatakan dengan angka Rf (Stahl, 1985).

Faktor – faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah Struktur kimia

dari senyawa yang dipisahkan, Sifat penyerap, Tebal dan kerataan dari

lapisan penyerap, Jenis pelarut dan derajat kemurnian pelarut, Jumlah

(21)

F. Metode Pengujian Antimikroba 1. Metode dilusi (Turbudimetri)

Prinsip pengujian potensi antibiotika dengan metode ini

adalah membandingkan derajat hambatan pertumbuhan

mikroorganisme uji oleh dosis antibiotika yang diuji terhadap

hambatan yang sama oleh dosis antibiotika baku pembanding

dalam media cair (Djide, 2008).

Dalam metode ini, koefisien difusi antibiotika tidak lagi

berperan dalam hambatan pertumbuhan mikroorganisme uji yang

digunakan. Yang mempengaruhi keberhasilan uji potensi dengan

metode ini adalah lama waktu inkubasi dan keseragaman suhu

selama waktu inkubasi (Djide, 2008).

2. Metode difusi

Metode ini menggunakan media padat, yang pada

permukaannya telah diinokulasikan mikroorganisme uji yang

sensitif terhadap antibiotika yang secara merata. Pencadang atau

reservior diletakkan pada permukaan media tersebut dan

selanjutnya dipipet senyawa antibiotika yang akan di uji kedalam

pendang dengan volume tertentu. Selanjutnya diinkubasikan pada

suhu dan waktu tertentu. Selama masa inkubasi akan terjadi proses

difusi antibiotika kedalam gel agar dan membentuk daerah

(22)

sebagai dasar kuantitatif untuk membendingkan potensi antibiotika

baku (Djide, 2008).

3. KLT-Bioautografi

KLT-Bioautografi adalah metode pendeteksian untuk

menetukan senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi dengan

melokalisir aktivitas antimikroba pada efek biologi (antibakteri,

antiprotozoa, antitumor) dan substansi yang diteliti (Sastroamidjojo,

1985).

Uji Bioautografi merupakan metode spesifik untuk

mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT (Kromatografi

Lapis Tipis) yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, dan anti

virus sehingga mendekatkan metode separasi dengan uji biologis

(Pratiwi, 2008).

Ciri khas dari prosedur KLT-Bioautografi adalah didasarkan

atas tehnik difusi agar, dimana senyawa antimikrobanya dipisahkan

dari lapisan KLT-ke medium agar yang telah diinokulasikan bakteri

dengan merata . Dari hasil inkubasi pada suhu dan waktu tertentu

akan terlihat zona hambatan ditampakkan oleh aktivitas senyawa

aktif terdapat dalam bahan yang diperiksa terhadap pertumbuhan

(23)

Bioautografi dibagi dalam tiga kelompok yaitu (Djide, 2008) :

a. KLT-Bioautografi langsung

Dimana mikroorganisme tumbuh secara langsung di atas

lempeng kromatografi lapis tipis.

b. KLT-Bioautografi kontak

Dimana senyawa antimikroba dipindahkan dari lempeng

KLT kemedium agar yang telah diinokulasi melalui kontak

langsung.

c. KLT-Bioautografi pencelup

Dimana medium agar yang telah diinokulasikan dengan

suspense bakteri dituang diatas lempeng kromatografi yang telah

dielusi diletakkan dalam cawan petri sehingga permukaan

ditutupi oleh medium agar yang berfungsi sebagai based layer.

Setelah medium agar memadat dengan mikroorganisme yang

berfungsi sebagai seed layer dan diinkubasi pada suhu dan

waktu yang sesuai.

Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk

mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak

dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang

kompleks sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa

aktif tersebut, kerugianya metode ini tidak dapat menentukan

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan Desember

2016 sampai selesai. Dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia Makassar.

B. Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah daun pala

(Myristica fragrans Houtt.) yang diperoleh langsung dari Pulau Tomia Kab.

Wakatobi. Sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol daun pala

(Myristica fragransHoutt.).

C. Metode Kerja

Metode kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

KLT-Bioautografi, dimana metode ini merupakan metode sederhana yang

digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas antimikroba. Metode ini

menggabungkan penggunaan teknik kromatografi lapis tipis dengan

respon dari mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas biologi dari

suatu analit yang dapat berupa antimikroba baru.

D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf

(Smic Model YX-280B), api bunsen, bejana maserasi, cawan petri,

(25)

dryer, jarum ose, Laminar Air Flow (LAF), lampu UV 254 nm dan 366 nm, oven (Memmert), pinset, spektrofotometer UV (Genesis), spoit,

tabung reaksi, timbangan analitik, timbangan kasar, pipa kapiler dan

vial.

2. Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air

suling steril, ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.), dimetil sulfoksida (DMSO), etanol 96%, lempeng KLT, medium (Nutrien

Agar (NA) dan Potato Dextrose Agar (PDA), mikroba biakan uji (Escherichia coli, Pseudomonas aeroginosa, Salmonella typhi,

Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans, Vibrio cholerea, Shigella dysentriae, Bacillus subtilis dan Candida albicans),n-heksan:etil asetat (4:1), dan NaCl 0,9%.

E. Prosedur Penelitian 1. Penyiapan alat dan bahan

Alat dan bahan disiapkan sesuai dengan yang akan dibutuhkan.

2. Penyiapan sampel a. Pengambilan sampel

Sampel daun pala (Myristica fragrans Houtt.) di ambil dari pohonnya di Pulau Tomia Kabupaten Wakatobi diambil sekitar jam

(26)

b. Pengolahan sampel

Sampel daun pala (Myristica fragrans Houtt.) yang telah dipetik kemudian dikumpulkan, dicuci bersih dengan menggunakan air

mengalir, ditiriskan. Daun pala kemudian dikeringkan dengan cara

diangin-anginkan. Daun yang sudah kering kemudian diserbuk

menggunakan blender.

3. Pembuatan ekstraksi etanol daun pala

Sebanyak 600 gram serbuk daun pala dimaserasi

menggunakan etanol 96% selama 5x24 jam, ditutup dan dibiarkan

terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah lima hari

sari disaring, ampas diperas kemudian ditambah etanol 96%, diaduk

dan disaring kembali. Hasil penyarian yang diperoleh disatukan dalam

wadah kemudian diuapkan menggunakan hairdryer sehingga diperoleh

ekstrak etanol kental (Depkes RI, 1986).

4. Sterilisasi alat dan bahan

Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dan dikeringkan.

Erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas kemudian dibungkus

plastik tahan panas dan disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C

selama 15 menit. Vial dan tabung, cawan petri dibungkus dengan

kertas dan kemudian disterilkan dalam oven pada suhu 1800C selama

2 jam. Pinset dan jarum ose disterilkan dengan cara dipijarkan pada

(27)

Seluruh media pembenihan (Nutrien Agar dan Potato Dextrose Agar) disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit (Pertiwi, 2010).

5. Penyiapan mikroba uji a. Peremajaan bakteri uji

Bakteri uji diremajakan dengan menggoreskan bakteri

menggunakan jarum ose pada media agar miring Nutrien Agar dan diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam (Nurcahyanti, Dewi &

Timotius, 2011).

b. Peremajaan jamur uji

Jamur uji diremajakan dengan menggoreskan jamur

menggunakan jarum ose pada media agar miring Potato Dextrose Agar dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3x24 jam (Rathi, Bhaskar & Patel, 2010).

c. Pembuatan suspensi mikroba uji

Mikroba uji hasil peremajaan masing-masing disuspensikan

dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% steril dan dimasukkan kedalam

kuvet. Diukur transmitan suspensi biakan itu dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 580 nm dengan

transmittan 25% T untuk bakteri dan transmittan 75% T untuk

jamur. Sebagai blanko digunakan NaCl fisiologis 0,9% steril (Kuete

(28)

6. Uji skrining antimikroba

Ekstrak daun pala (Myristica fragrans Houtt.) ditimbang

sebanyak 10 mg lalu dilarutkan dengan DMSO sebanyak 200 μ L (0,2

mL). Eskstrak ditambahkan medium 9,8 mL sehingga diperoleh

konsentrasi 1 mg/mL. Campuran tersebut dituang kedalam cawan petri

lalu dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Suspensi bakteri

digoreskan diatas medium yang telah memadat dengan menggunakan

ose bulat kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 1 x 24 jam

untuk bakteri dan 3 x 24 jam untuk jamur. Diamati aktivitas

antimikrobanya yang ditandai dengan ada atau tidaknya pertumbuhan

bakteri dan jamur.

7. Pemisahan senyawa secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.) dilarutkan dalam cairan pengelusi yang sesuai. Ditotolkan pada lempeng KLT

dengan ukuran 7 x 1 cm menggunakan pipa kapiler. Lempeng KLT

sebelum digunakan perlu diaktifkan dahulu dengan cara dipanaskan

dalam oven. Ekstrak dan pembanding ditotolkan kira-kira 1 cm dari tepi

bawah lempeng, Biarkan beberapa saat sampai kering. Lempeng

dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang berisi cairan pengelusi

(n-heksan : etil asetat (4:1)) yang telah dijenuhkan. Lempeng dibiarkan

terelusi sampai batas 0,5 cm dari tepi atas lempeng. Lempeng

dikeluarkan dari bejana dan diangin-anginkan sampai cairan

(29)

nodanya dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366

nm. Noda-noda yang memberikan flouresensi ditandai pada lempeng

(Djide, 2008).

8. Pengujian secara KLT-Bioautografi

Medium Nutrien Agar (NA) steril yang telah didinginkan

sebanyak 10 mL diinokulasikan dengan bakteri 1 ose dan dituang ke

dalam cawan petri steril dan dilakukan secara aseptis. Lempeng KLT

yang telah dielusi diletakkan diatas permukaan medium agar yang

sudah memadat. Lempeng dibiarkan 30 menit dan dipisahkan dari

medium. Media diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam. Zona

hambatan akan terlihat pada medium agar, dan dibandingkan dengan

kromatogram hasil pengujian KLT (Djide, 2008).

9. Identifikasi komponen kimia

Kromatogram disemprot dengan menggunakan pereaksi

semprot untuk masing-masing komponen kimia berikut (Ditjen POM,

1987):

1. Pereaksi flavonoid

Aluminium klorida (AlCl3); setelah disemprot tampak bercak

berpendar dalam sinar UV 366 nm.

2. Pereaksi fenolik

Pereaksi FeCl3; dipanaskan kromatogram pada suhu 100OC

selama 5-10 menit. Diamati noda pada lempeng maka yang akan

(30)

3. Pereaksi minyak atsiri

Pereaksi toluena:etil asetat; setelah disemprot tampak bercak

berpendar dalam sinar UV 366 nm.

4. Pereaksi terpenoid

Pereaksi H2SO4; setelah disemprot kemudian diamati noda pada

(31)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian dapat

disimpulkan bahwa;

1. Ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.) secara KLT-Bioautografi dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutans (Rf 0,34 dan 0,20) Staphylococcus aureus (Rf 0,92, 0,52, dan 0,29) dan Staphylococcus epidermidis (Rf 0,60, 0,40 dan 0,20).

2. Komponen kimia yang aktif pada ekstrak etanol daun pala

(Myristica fragrans Houtt.) yaitu fenolik dengan nilai Rf 0,92, 0,83, 0,54 dan 0,32 sedangkan minyak atsiri memiliki nilai Rf 0,80.

B. Saran

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Farida Ibrahim, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Arrijani, 2005, Biology and Conservation of Genus Myristica in Indonesia, Biodiversitas6:147-151.

Ditjen POM., 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Ditjen POM., 1987,Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Djide, N. dan Sartini, 2003, Mikrobiologi Farmasi Dasar, Universitas Hasanudin, Makassar, Indonesia.

Djide, N. dan Sartini, 2005, Analisis Mikrobiologi Farmasi, Laboratorium Mikrobiologi Farmasi dan Bioteknologi Farmasi, Jurusan Farmasi Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Djide, N. dan Sartini, 2008, Analisis MIkrobiologi Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Drazat, 2007, Meraup Laba dari Pala, PT Agromedia Pustaka, Bogor, Indonesia.

Garrity, M.G., 2004, Taxonomic Outline of the Prolcargotes Bergeys Marvel of Systemic Bacteriology, Second Edition, New York, Amerika Serikat.

Ganiswarna, S.G., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi ke 4, UI Press, Jakarta.

Gupta, A,D., Vipin, K,B., Vikash, B., dan Nishi, M., 2013, Chemistry, antioxidant and antimicrobial potential of nutmeg (Myristica fragrans Houtt),Journal of Genetic Engineering and Biotechnology.

Hayne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia II, Badan Litbang Departemen Kehutanan, Jakarta.

(33)

Irianto, K., 2006, Menguak dunia mikroorganisme, Yrama Widya, Bandung.

Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., Brooks, J.S., Butel, J.S., dan Ornston, L.N., 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, Edisi 16, Alih Bahasa oleh Dr. H. Tonang, EGC, Jakarta.

Katzung, B., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, terjemahan Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Surabaya.

Kuete, V., Ango, P.Y., Fotso, G.W., Kapche G.D.W.F., Djoyem, J.P., and Wouking, A.G., 2011, Antimicrobial Activities of the Methanol Extract and Compounds from Artocarpus communis (Moraceae), BMC Complementary and Alternative Medicine. <(http://www.biomedcentral.com/1472-6882/11/42)>

Kurniawati, N., 2010, Sehat dan cantik alami berkat khasiat bumbu dapur, Cetakan I, Bandung.

Milles, D,H., 1994, A Guide to Biologically Active Plant Constituent, Departement of Chemistry, University of Flourida, USA

Mycek, M,J., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar, Cetakan 1, terjemahan Azwar Agoes, Widya Medika, Jakarta.

Nurcahyanti, Agustina D,R., Dewi, L., dan Timotius, K,H., 2011. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Polar dan Non polar Biji Selasih (Ocimum Sanctum Linn), Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, XXII:1.

Pelczar, M.J. & Chan, E.C.S., 1988, Dasar-dasar mikrobiologi, edisi ke 1, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Pertiwi, N., 2010, ‘Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Penghambatan Ekstrak Air Campuran Daun (Piper betle L.) dan Kaput Sirih (Ca(OH)2 terhadap beberapa Bakteri uji’, Skripsi, S.farm., Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Piaru, S,P., Roziahanim, M., Amin M,S., Abdul, M., Zeyad, D., and Mahmoud, N., 2012, Antioxidant and antiangiogenic activities of the essential oils of Myristica fragrans and Morinda citrifolia, Asian Pacific Journal of Tropical Medicine: 294-298

(34)

Preedy, V,R., Ronald, R,W., and Vinood, B,P., 2011, Nuts and Seeds in Health and Disease Prevention, academic press is an imprint of Elsevier.

Ramaswamy, V., Varghese, N., and Simon, A., 2011, An Investigation on Cytotoxic and Antioxidant Properties of Clitoria Ternatea L., International Journal of Drug Discovery,3: 74-77

Rismunandar, 1992, Budidaya dan Tataniaga Pala, Penerbit Swadaya, Jakarta, Indonesia.

Rogers, H. dan Spector, R., 1988, Praktis dalam Farmakologi, Binarupa aksara, Jakarta.

Sahib, M,I., 2014, ‘Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pala (Myristica fragrans) dengan KLT-Bioautografi’, Skripsi, S.Farm., Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Indonesia, Makassar.

Sastroamidjojo, H., 1985, Kromatografi, Edisi II, Liberti, Yogyakarta.

Sastroamidjojo, H., 1991,Kromatografi, edisi 2, Yogyakarta, Indonesia. Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi,

diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, ITB Press, Bandung.

Sunanto, H., 1993, Budidaya Pala Komoditas Ekspor, Kanisius, Yogyakarta.

(35)

Lampiran 1. Skema Kerja

maserasi dengan etanol 96 %

[image:35.595.127.536.85.559.2]

diuapkan

Gambar 1. Skema kerja uji aktivitas antimikroba ekstrak etanol daun pala(Myristica fragransHoutt.)

Daun pala (Myristica fragransHoutt.)

Ekstrak etanol

Residu

Ekstrak etanol kental

Uji KLT-Bioautografi Uji skrining aktivitas

antimikroba

kesimpulan Ekstrak aktif

Pemisahan senyawa secara KLT

pembahasan

Pengamatan Identifikasi komponen

(36)
[image:36.595.210.505.90.532.2]

Homogenkan dan biarkan memadat

Gambar 2. Skema kerja uji skrining aktivitas antimikroba 10 mg ekstrak daun pala

(Myristica fragransHoutt.)

Dilarutkan dengan 0,2 mL DMSO

+ 9,8 mL medium

Tuang dalam cawan petri

Suspensi digoreskan pada medium

Inkubasi

Diamati

(37)

Ditotolkan pada lempeng KLT

n-heksan : etil asetat (4:1)

Secara aseptis ditempelkan lempeng KLT selama 30 menit diatas medium

Diinkubator (1 x 24 jam) Dienkas (3 x 24 jam)

[image:37.595.109.521.63.642.2]

Diamati dan diukur

Gambar 3. Skema kerja pengujian secara KLT-Bioautografi (Myristica fragransHoutt.)

Diamati pada lampu UV 254 nm dan 366 nm

Dielusi

Medium NA + Suspensi bakteri

Medium PDA + Suspensi jamur

Data Zona hambat

Bandingkan dengan kromatogram hasil pengujian

KLT

(38)
[image:38.595.142.489.109.377.2]

Gambar 4. Skema kerja identifikasi komponen kimia Lempeng KLT

H2SO4

Toluena:etil asetat FeCl3

AlCl3

Disemprot

Amati

Pembahasan

(39)
[image:39.595.90.538.134.589.2]

Lampiran 2. Hasil Pengujian Skrining

(40)
[image:40.595.96.541.155.416.2]

Lampiran 3. Profil Kromatogram

Gambar 6. Foto profil kromatogram ekstrak etanol daun pala (Myristica fragransHoutt.)

Keterangan :

1 = Kromatogram yang nampak UV 254 nm 2 = Kromatogram yang nampak UV 366 nm A = Lempeng A

B = Lempeng B C = Lempeng C

Eluen = n-heksan:etil asetat (4:1)

A B C

1 2 1 2 1 2

0,70

0,65

0,34

0,20

0,76

0,60

0,40

0,20

0,92

0,80

0,52

(41)
[image:41.595.115.398.139.347.2]

Lampiran 4. Hasil Pengujian KLT-Bioautografi

Gambar 7. Foto hasil pengujian KLT-Bioutografi ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.) terhadap bakteri Streptococcus mutans

Keterangan:

A : Cawan petri berisi bakteriStreptococcus mutans B : Kromatogram yang nampak pada UV 366 nm

C : Kromatogram yang nampak pada UV 254 nm A

(42)
[image:42.595.157.369.114.303.2]

Gambar 8. Foto hasil pengujian KLT-Bioutografi ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.) terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis

Keterangan:

A : Cawan petri berisi bakteriStaphylococcus epidermidis B : Kromatogram yang nampak pada UV 366 nm

C : Kromatogram yang nampak pada UV 254 nm A

(43)
[image:43.595.109.495.85.336.2]

Gambar 9. Foto hasil pengujian KLT-Bioutografi ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus

Keterangan:

A : Cawan petri berisi bakteriStaphylococcus aureus B : Kromatogram yang nampak pada UV 366 nm

C : Kromatogram yang nampak pada UV 254 nm

Eluen : n-heksan:etil asetat (4:1) A

(44)
[image:44.595.110.508.139.521.2]

Lampiran 5. Hasil Identifikasi Komponen Kimia

Gambar 10. Foto hasil identifikasi komponen kimia dari kromatogram ekstrak etanol daun pala (Myristica fragransHoutt.).

Keterangan :

A : Kromatogram dengan penampak bercak AlCl3(Flavonoid)

B : Kromatogram dengan penampak bercak FeCl3(Fenolik/tanin)

C : Kromatogram dengan penampak bercak Toluena (Minyak atsiri) D : Kromatogram dengan penampak bercak H2SO4(Terpenoid)

Eluen : n-heksan:etil asetat (4:1)

A A

A

B A

A

C D

A

(45)
[image:45.595.149.457.114.574.2]

Lampiran 6. Foto Tumbuhan Pala

[image:45.595.150.451.123.349.2]

Gambar 11. Foto tumbuhan pala(Myristica fragransHoutt.)

Gambar

Gambar 1. Skema kerja uji aktivitas antimikroba ekstrak etanol daunpala (Myristica fragrans Houtt.)
Gambar 2. Skema kerja uji skrining aktivitas antimikroba
Gambar 3. Skema kerja pengujian secara  KLT-Bioautografi
Gambar 4. Skema kerja identifikasi komponen kimia
+7

Referensi

Dokumen terkait

U JI STABILITAS FISIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI PALA ( Myristica fragrans Houtt.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DALAM FORMULASI

Pada penelitian ini dilakukan pengujian toksisitas tablet ekstrak biji pala ( Myristica fragrans Houtt.) bebas safrol dan miristisin pada pasien diabetes mellitus tipe 2..

Memberi informasi kepada masyarakat bahwa manisan daging buah pala (Myristica fragrans Houtt.) dapat menurunkan memori jangka pendek sehingga dianjurkan untuk

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh manisan daging buah pala (Myristica fragrans Houtt.) terhadap fungsi kognitif dalam hal problem solving pada

Aktivitas Penghambatan Minyak Atsiri dan Ekstrak Kasar Biji Pala ( Myristica fragrans Houtt dan Myristica fattua Houtt) terhadap!. Pertumbuhan Bakteri Xanthomonas campestris

Pala (Myristica fragrans Houtt.) adalah salah satu tanaman yang sudah lama dikenal sebagai bumbu masak dan digunakan dalam ramuan obat tradisional.. Biji

Telah dilakukan uji aktivitas penolak serangga (insect repelenr) dari ekstrak etanol biji pala (lr,Iyristica fragrans Houtt.)- ierhadap bioindikator kutu.

Pala (Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman yang banyak tumbuh di beberapa daerah seperti Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Barat,