BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pala(Myristica fragransHoutt.). 1. Klasifikasi(Heyne, 1987)
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophya
Sub-Divisi : Coniferophytina
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Magnolianae
Ordo : Magnoliales
Famili : Myristicaceae
Genus :Myristica
Spesies :Myristica fragransHoutt. 2. Morfologi
Pala (Myristica fragrans Houtt.) merupakan jenis tanaman yang
dapat tumbuh baik didaerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam
Familia Myristicaceae, yang mempunnyai sekitar 200 spesies.
Tanaman ini jika pertumbuhannya baik dan tumbuh di lingkungan
terbuka, tajuknya akan rindang dan ketinggiannya dapat mencapai 15
-18 meter. Tajuk pohon ini bentuknya meruncing ke atas dan puncak
tajuknya tumpul (Sunanto, 1993).
Daun pala berbentuk bulat telur, pangkal dan pucuknya meruncing.
tua. Jangka waktu pertumbuhan buah dari mulai persarian hingga
masa petik tidak boleh lebih dari 9 bulan. Buah berbentuk bulat, lebar,
ujungnya meruncing. Kulitnya licin, berwarna kuning, berdaging, dan
cukup banyak mengandung air. Bijinya tunggal, berkeping dua,
dilindungi oleh tempurung, walaupun tidak tebal namun cukup keras.
Bentuk bijinya bulat telur lonjong, bila sudah tua warnanya coklat tua
(Rismunandar, 1992).
Sifat-sifat biji pala antara lain (Rismunandar, 1992).
Biji pala yang masih belum cukup tua bila dikeringkan akan
menghasilkan daging biji yang agak rapuh, dan mudah menjadi
sasaran serangga gudang.
Biji pala yang sudah cukup tua bila dikeringkan mengahsilkan biji
yang cukup keras, dan jika diparut akan menghasilkan parutan
yang berbentuk bubuk.
Tempurung biji di selubungi oleh selubung biji yang berbentuk jala,
berwarna merah terang. Selebung biji ini disebut fuli atau bunga pala.
Seluruh bagian pala yang terdiri dari daging, fuli dan bijinya memiliki
banyak manfaat (Rismunandar, 1992).
3. Nama tanaman
Pala dikenal dengan nama yang berlainan ditiap daerah, seperti
palo (Nusa Tenggara), kala pelang (Sumatera Barat), kuhipun
4. Kandungan kimia
Informasi tentang kandungan kimia yang terdapat dalam jaringan
atau organ dari jenis-jenis tumbuhan pada marga Myristica belum banyak dipublikasikan. Buah palanya, mengandung 9% air, 27%
karbohidrat, 6,5% protein, minyak campuran 33%, minyak essensial
4,5%. Selubung biji juga mengandung 22,5% minyak campuran dan
lebih dari 10% minyak essensial. Biji mengandung 23-30% mentega
dan jika dipisahkan terdiri dari 73% trimyristin dan 13% minyak
essensial. Bagian tumbuhan pala tidak hanya pada buahnya, tetapi
juga pada biji dan daunnya yang mengandung polifenol. Biji dan
buahnya juga mengandung saponin, dan daunnya mengandung
flavonoid (Arrijani, 2005).
Daun pala juga mengandung minyak atsiri tetapi tidak begitu
banyak (Drazat, 2007).
5. Khasiat
Menurut Kurniawati, (2010) daun pala berkhasiat sebagai obat sakit
gigi.
Daun tanaman pala juga mengandung minyak atsiri dan senyawa
fenolik lain yang dapat disuling untuk memperoleh minyak atsiri.
Minyak atsiri tersebut digunakan sebagai bahan pengobatan
tradisional dan dapat diekspor untuk tujuan sebagai bahan baku
B. Uraian Mikroba Uji 1. Bakteri uji
1. Escherichia coli(Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Divisio : Proteobacteria
Class : Gammproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Familia : Enterobacteriaceae
Genus : Eschericia
Spesies :Eschericia coli b. Sifat dan morfologi
Eschericia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang lurus, 1,1-1,5 μ m x 2,0-6,0 μ m, motil
dengan flagellum peritrikus atau non motil. Tumbuh dengan
mudah pada sebagian besar jalur dengan produksi asam
dan gas.
2. Staphylococcus aureus (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Divisio : Fimicutes
Class : Fimibacteria
Familia : Microcococaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies :Staphylococcus aureus b. Sifat dan morfologi
Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif berbentuk kokus,berdiameter 0,5-1,5 μ m, biasanya tersusun
dalam rangkaian tak beraturan sepertianggur. Bakteri ini
termasuk mesofil dengan suhu pertumbuhan berkisar antara
37-48 oC, dan suhu optimum 35-40 oC. nilai pH optimum
adalah 6-7, pH minimum 4 dan pH maksimum 9,8-10.
Bakteri ini memproduksi enterotoksin, serta toleran terhadap
garam dan aktivitas air rendah. Habitat bakteri ini dikulit dan
alat pernafasaan dan umumnya ditemukan pada 20-50 %
manusia sehat,
3. Pseudomonas aeruginosa (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Divisio : Proteobacteria
Class : Gammproteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Familia : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
b. Sifat dan morfologi
Pseudomonas aeruginosa merupakan batamg Gram negative dengan bentuk sel tunggal, batang lurus atau
melengkung, namun tidak berbentuk heliks. Pada umumnya
berukuran 0,5-1,0 μ m. Motil dengan flagellum polar,
monotrikus atau multitrikus. Tidak menghasilkan selongsong
prosteka. Metabolism dengan respirasi, beberapa merupakan
kemolitotrof fakultatif, dapat menggunakan H2 atau CO2
sebagai sumber energy. Oksigen molekuler merupakan
penerima electron universal, dapat melakukan denitrifikasi
dengan menggunakan nitratsebagai penerima pilihan.
4. Staphylococcus epidermidis (Holt, 2000; Garrity, 2004) a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Divisio : Protophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus epidermidis b. Sifat dan morfologi
Bulat dengan diameter 0,1-0,5 μ m, terdapat bentuk
bentuk sampai membentuk kelompok yang tidak beraturan.
Koloni bulat, cembung dengan pemukaan licin atau sedikit
kasar dan tepi seluruhnya atau sebagian tidak beraturan.
Biasanya berwarna putih atau kuning, ada kalanya orange
jarang ungu. Bersifat fakultatif anaerob, tumbuh pada suhu
45oC diisolasi dari bisul bernanah, luka jahitan kecil dan luka
lainnya pada kulit dan mukosa hewan berdarah panas,
bersifat komensal dan parasit.
5. Vibrio cholerae (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Divisio : Proteobacteria
Class : Gammaprotebacteria
Ordo : Vibrionales
Familia : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Spesies : Vibrio cholera b. Sifat dan morfologi
Vibrio cholera adalah bakteri Gram negative berbentuk batang pendek, tidak membentuk spora,
sumbunya melegkung atau lurus 0,5 μ m, terdapat tunggal
atau kadang-kadang bersatu dalam bentuk S atau spiral.
Mempunyai steroplas, biasanya dibentuk dalam keadaan
lingkungan yang kurang menguntungkan, tidak tahan asam,
dan tidak membentuk kapsul. Tumbuh baik dan cepat pada
medium nutrient baku. Metabolisme dengan respirasi dan
fermentative. Suhu optimum berkisar dari 18oC sampai 37oC.
6. Bacillus subtilis (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Familia : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies :Bacillus subtilis b. Sifat dan morfologi
Bacillus subtilis memiliki sel berbentuk batang 0,3-2,2T μ m x 1,27-7,0 μ m, sebagian besar motil, flagellum khas
lateral. Membentuk endospora, tidak lebih satu sel
sporangium. Termasuk bakteri Gram positif, bersifat
kemoorganotrof. Metabolism dengan respirasi sejati,
fermentasi sejati, atau kedua-duanya, yaitu respirasi dan
7. Steptococcus mutans (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Familia : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies :Streptococcus mutans b. Sifat dan morfologi
Streptococcus mutans berbentuk bulat, termasuk bakteri Gram positif dan biasanya tidak berpigmen.
Berdiameter 0,5-1,5 μ m, koloni bulat cembung dengan
permukaan licin atau sedikit kasar dan tepi seluruhnya atau
sebagian tidak beraturan. Koloni buran berwarna biru terang,
bersifat fakultatif aerob, dapat tumbuh pada suhu 45 oC dan
suhu optimumnya. Dinding sel terdiri dari 4 komponen
antigen yaitu peptidoglikan, polisakarida, protein dan asam
8. Shigella disentry (Garrity, 2004; Irianto, 2006) a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Familia : Enterbacteriaceae
Genus : Shigella
Spesies :Shigella dysenteriae b. Sifat dan morfologi.
Shigella dysenteriae sel-selnya berbentuk basil, bergerak dengan flagel yang peritrika atau tidak bergerak,
termasuk dalam bakteri Gram negatif, menguraikan glukosa
dengan menghasilkan gas. Menyebabkan penyakit disenteri.
9. Salmonella typhi (Garrity, 2004; Pelczar, 1988) a. Klasifikasi
Domain : Bacteria
Divisio : Proteobacteria
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Familia : Salmonellaceae
Genus : Salmonella
b. Sifat dan morfologi
Salmonella typhi adalah bakteri Gram negative berbentuk batang lurus dengan ukuran 0,7-1,5 μ m x 1-5 μ m,
biasanya tunggal dan kadang-kadang membentuk rantai
pendek, jenis yang bergerak berflagela peritrik, hidup secara
aerobic atau anaerobic fakultatif, meragikan glukosa dengan
menghasilkan asam kadang-kadang gas. Tumbuh optimal
pada 37 oC dan berkembangbiak pada suhu kamar, bakteri
ini dapat ditemukan disaluran pencernaan manusia dan
hewan. Bakteri ini merupakan penyebab demam tifoid
karena adanya infeksi akut pada usus halus manusia dan
hewan.
2. Jamur(Jawetet all, 1995)
Jamur adalah organism heterotrofik. Jamur dapat berupa khamir
yang tumbuh sebagai uniseluler atau berupa kapang yang tumbuh
berupa filament-filamen. Komponen penyusun dinding sel berupa
kitin, selulosa atau glukan.
a. KlasifikasiCandida albicans Divisi : Ascomycota
Kelas : Saccharomycetes
Bangsa : Saccharomycetales
Suku : Saccharomycetaceae
Spesies :Candida albicans b. UraianCandida albicans
Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada saluran pencernaan, saluran pernafasan bagian
atas dan mukosa genital pada mamalia. Tetapi populasi yang
meningkat dapat menimbulkan masalah. Beberapa spesies
Candida yang dikenal banyak menimbulkan penyakit baik pada manusia maupun hewan adalahCandida albicans.
Candida albicans merupakan fungi oportunistik penyebab sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginistis, candida pada urin,
gastrointestinal candidiasis yang dapat menyebabkan gastric ulceratau bahkan dapat menjadi komplikasi kanker.
Candida albicans merupakan suatu jamur lonjong yang berkembangbiak dengan bertunas yang menghasilkan
pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan
eksudat. Candida adalahflora normal selaput lender saluran pernafasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Pada
tempat-tempat tersebut jamur ini dapat menjadi dominasi dan
dihubungkan dengan keadaan pathogen. Kadang-kadang jamur
ini menyebabkan panyakit sistemik progresif pada penderita yang
lemah atau kekebalannya tertekan. Candida dapat menimbulkan invasi dalam aliran darah, tromboflebitis, endokarditis atau infeksi
C. Mekanisme Kerja Antimikroba
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khusunya
mikroba yang merugikan manusia. Berdasarkan sifat toksisitas
selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan
mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik; dan ada yang
diperlukan untuk membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas
bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal
sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal
(KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari
bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar anti mikrobanya
ditingkatkan melebihi KHM (Ganiswara, 1995).
Ada beberapa sifat antimikroba yang diinginkan anatara lain
sangat toksik untuk mikroba, tetapi relative tidak toksik untuk
hospes; mempunyai spectrum yang luas; tidak cepat menimbulkan
resistensi; efektivitas antimikroba hendaknya tidak berkurang
dengan adanya cairan tubuh, protein plasma dan enzim jaringan;
sifat adsorpsi, distribudi, metabolisme, dan eliminasi (ADME) harus
sedemikian rupa sehingga kadar dalam darah dapat dicapai
dengan cepat dan dapat dipertahankan dalam jangka waktu lama;
eksresi dalam ginjal tidak menyebabkan kerusakan ginjal
Mekanisme kerja utama antimikroba (Ganiswara, 1995;
Katzung, 2004) :
1. Penghambatan metabolisme sel mikroba
Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan
hidupnya, dimana bakteri patogen harus mensintesis sendiri
asam folat dari asam para amino benzoate (PABA). Apabila
suatu zat antimikroba menang bersaing dengan asam para
amino benzoate (PABA) untuk diikutsertakan dalam
pembentukan asam folat maka terbentuk analog asam folat
yang non fungsional.
2. Penghambatan sintesis dinding sel
Dinding sel mikroba secara kimia adalah peptidoglikan yaitu
suatu kompleks polimer mukopeptida, struktur dinding sel dapat
dirusak dengan cara menghambat reaksi pembentukannya atau
mengubahnya setelah dinding sel tersebut dibentuk.
Antimikroba ini dapat menghambat sintesis atau menghambat
aktivitas enzim seperti enzim transpeptidase yang dapat
menimbulkan kerusakan dinding sel yang berakibat sel
mengalami lisis. Contohnya: Basitrasin, Sefalosporin, Sikloserin,
Penisilin, dan Vankomisin.
3. Penghambatan fungsi membran sel
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan
bahan-bahan tertentu. Membrane sel memelihara integritas
komponen-komponen seluler, kerusakan pada membrane ini
akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel, akibatnya mikroba akan mati. Jika fungsi integritas
membrane sitoplasma dirusak, makromolekul dan ion keluar
dari sel, kemudian sel akan rusak. Dalam hal ini antimikroba
dapat berinteraksi dengan sterol sitoplasma pada jamur, dan
merusak membrane sel bakteri Gram negative. Membrane sel
bakteri dan fungi dapat dirusak oleh beberapa bahan tertentu
tanpa merusak sel inang. Obat yang termasuk dalam kelompok
ini adalah polimixin, amfoterisin, kolistin, imidazol dan golongan
polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik.
4. Penghambatan sintesis protein
Hidup suatu sel tergantung pada terpeliharanya
molekul-molekul dalam keadaan alamiah. Suatu kondisi atau substansi
mengubah kondisi ini yaitumendenaturasikan protein dengan
merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Beberapa antibiotic
menghambat sintesi protein pada bakteri sebagai contoh adalah
aminoglikosida, linkomisin, kloramfenikol, tetrasiklin,
erythromycin. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu
mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di
ribosom terdiri atas dua sub unit yang berdasarkan konstanta
sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S.
5. Penghambatan sintesis asam nukleat
DNA dan RNA memegang peranan penting dalam proses
kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun
yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat
tersebut dapat menyebabkan kerusakan total pada sel. Dalam
hal ini mempengaruhi metabolism asam nukleat, seperti
berikatan dengan enzim DNA-dependen, RNA-polymerase
bakteri dan memlokir helix DNA.
Mekanisme kerja antibiotik kloramfenikol adalah dengan
menghambat biosintesa protein pada siklus perpanjangan rantai
asam amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan
peptide. Setelah menembus sel bakteri, kloramfenikol mengikat
sub unit ribosom 50S secara terpulihkan, menghambat enzim
petidil transferase, sehingga mencegah penambahan asam
amino pada rantai peptide. Akibatnya terjadi hambatan
pembentukan ikatan peptide dan biosintesa protein, dan hal ini
terjadi selama antibiotika tetap terikat oleh ribosom. Dengan
kata lain kloramfenikol menghambat perpanjangan rantai
peptide dan pergerakan ribosom sepanjang m-RNA.
Penghambatan ini bersifat stereospesifik, hanaya isomer D-(-)
protein mitokondria mamalia, oleh karena itu ada persamaan
antara ribosom 70S bakteri dan mamalia (Rogers, 1988).
Kloramfenikol merupakan antibiotic spectrum luas yang
bersifat bakteriostatik, pada konsentrasi tinggi kloramfenikol
kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman
tertentu dan merupakan derivate nitrobenzene sederhana
(Rogers, 1988).
D. Metode Ekstraksi 1. Defenisi ekstraksi(Ansel, 1989)
Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari
bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih
dimana zat yang diinginkan larut. Biasanya metode ekstraksi dipilih
berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat
dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan
kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau
mendekati sempurna dari obat. Sifat dari bahan mentah obat
merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam
memilih metode ekstraksi.
2. Mekanisme ekstraksi(Ditjen POM,1986; Tobo, 2001)
Pada umumnya zat aktif yang dikandung oleh tanaman
maupun hewan lebih larut dalam pelarut organik. Proses
terekstraksinya zat aktif dalam tanaman adalah pelarut organik
atau hewan yang mengandung zat aktif. Zat aktif tersebut akan
terlarut sehingga akan terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif yang ada didalam sel dengan pelarut organik diluar sel,
maka larutan terpekat akan berdifusi keluar dan proses ini terus
berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dan diluar sel.
3. Jenis ekstraksi(Ditjen POM,1986; Tobo, 2001) a. Ekstraksi secara dingin
Metode ekstraksi secara dingin adalah ekstraksi yang di dalam
proses kerjanya tidak memerlukan pemanasan. Metode ini
diperuntukan untuk simplisia yang mengandung komponen
kimia yang tidak tahan terhadap pemasan dan simplisia yang
memmpunyai tekstur yang lunak atau tipis. Yang termasuk
metode secara dingin adalah metode maserasi, perkolasi, dan
soxhletasi.
b. Ekstraksi secara panas
Metode ekstraksi secara panas adalah metode ekstraksi yang di
dalam prosesnya dibantu dengan pemanasan. Pemanasan
dapat mempercepat terjadinya proses ekstraksi karena cairan
penyari akan lebih mudah menembus rongga-rongga sel empiris
dan melarutkan zat aktif yang ada dalam sel simplisia tersebut.
Metode ini diperuntukan untuk simplisia yang mengandung zat
mempunyai tekstur keras seperti kulit, biji, dan kayu. Yang
termaksud metode ekstraksi secara panas adalah refluks dan
destilasi uap air.
E. Identifikasi Dengan Metode KLT
Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia.
Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase
diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan,
ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di
dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok
(fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan
senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon.
Sebagai fase diam digunakan senyawa yang tak bereaksi seperti silica gel
atau alumina. Silica gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk
memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhesi pada gelas
penyokong. Pengikat yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat
(Sastrohamidjojo, 1991).
Pada kromatografi lapis tipis, fase diam berupa lapisan tipis yang
terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga
pengikat. Dua sifat yang penting dari fase diam adalah ukuran partikel dan
homogenitasnya, karena gaya adhesi pada penyokong sangat tergantung
pada kedua sifat trsebut. Partikel dengan bituran yang kasar tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan. Salah satu cara untuk memperbaiki
hasil pemisahan adalah dengan menggunakan fase diam yang butirannya
halus. Penyerap yang banyak dipakai untuk kromatografi lapis tipis
adalah silika gel, alumunium oksida, kieselgur, selulosa dan poliamida
(Sastrohamidjojo, 1991; Stahl, 1985).
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau
beberapa pelarut. Ia bergerak didalam fase diam yaitu suatu lapisan
berpori, karena ada gaya kapiler. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai
didarkan atas prinsip like dissolves like yaitu untuk memisahkan sampel
yang bersifa non polar digunakan sistem pelarut yang bersifat non polar
dan untuk memisahkan sampel yang bersifat polar digunakan sistem
pelarut yang bersifat polar (Stahl, 1985).
Jarak pengembangan suatu senyawa pada kromatogram
dinyatakan dengan angka Rf (Stahl, 1985).
Faktor – faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah Struktur kimia
dari senyawa yang dipisahkan, Sifat penyerap, Tebal dan kerataan dari
lapisan penyerap, Jenis pelarut dan derajat kemurnian pelarut, Jumlah
F. Metode Pengujian Antimikroba 1. Metode dilusi (Turbudimetri)
Prinsip pengujian potensi antibiotika dengan metode ini
adalah membandingkan derajat hambatan pertumbuhan
mikroorganisme uji oleh dosis antibiotika yang diuji terhadap
hambatan yang sama oleh dosis antibiotika baku pembanding
dalam media cair (Djide, 2008).
Dalam metode ini, koefisien difusi antibiotika tidak lagi
berperan dalam hambatan pertumbuhan mikroorganisme uji yang
digunakan. Yang mempengaruhi keberhasilan uji potensi dengan
metode ini adalah lama waktu inkubasi dan keseragaman suhu
selama waktu inkubasi (Djide, 2008).
2. Metode difusi
Metode ini menggunakan media padat, yang pada
permukaannya telah diinokulasikan mikroorganisme uji yang
sensitif terhadap antibiotika yang secara merata. Pencadang atau
reservior diletakkan pada permukaan media tersebut dan
selanjutnya dipipet senyawa antibiotika yang akan di uji kedalam
pendang dengan volume tertentu. Selanjutnya diinkubasikan pada
suhu dan waktu tertentu. Selama masa inkubasi akan terjadi proses
difusi antibiotika kedalam gel agar dan membentuk daerah
sebagai dasar kuantitatif untuk membendingkan potensi antibiotika
baku (Djide, 2008).
3. KLT-Bioautografi
KLT-Bioautografi adalah metode pendeteksian untuk
menetukan senyawa antimikroba yang belum teridentifikasi dengan
melokalisir aktivitas antimikroba pada efek biologi (antibakteri,
antiprotozoa, antitumor) dan substansi yang diteliti (Sastroamidjojo,
1985).
Uji Bioautografi merupakan metode spesifik untuk
mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT (Kromatografi
Lapis Tipis) yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, dan anti
virus sehingga mendekatkan metode separasi dengan uji biologis
(Pratiwi, 2008).
Ciri khas dari prosedur KLT-Bioautografi adalah didasarkan
atas tehnik difusi agar, dimana senyawa antimikrobanya dipisahkan
dari lapisan KLT-ke medium agar yang telah diinokulasikan bakteri
dengan merata . Dari hasil inkubasi pada suhu dan waktu tertentu
akan terlihat zona hambatan ditampakkan oleh aktivitas senyawa
aktif terdapat dalam bahan yang diperiksa terhadap pertumbuhan
Bioautografi dibagi dalam tiga kelompok yaitu (Djide, 2008) :
a. KLT-Bioautografi langsung
Dimana mikroorganisme tumbuh secara langsung di atas
lempeng kromatografi lapis tipis.
b. KLT-Bioautografi kontak
Dimana senyawa antimikroba dipindahkan dari lempeng
KLT kemedium agar yang telah diinokulasi melalui kontak
langsung.
c. KLT-Bioautografi pencelup
Dimana medium agar yang telah diinokulasikan dengan
suspense bakteri dituang diatas lempeng kromatografi yang telah
dielusi diletakkan dalam cawan petri sehingga permukaan
ditutupi oleh medium agar yang berfungsi sebagai based layer.
Setelah medium agar memadat dengan mikroorganisme yang
berfungsi sebagai seed layer dan diinkubasi pada suhu dan
waktu yang sesuai.
Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk
mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak
dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang
kompleks sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa
aktif tersebut, kerugianya metode ini tidak dapat menentukan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan Desember
2016 sampai selesai. Dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Farmasi Universitas Muslim Indonesia Makassar.
B. Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah daun pala
(Myristica fragrans Houtt.) yang diperoleh langsung dari Pulau Tomia Kab.
Wakatobi. Sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol daun pala
(Myristica fragransHoutt.).
C. Metode Kerja
Metode kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
KLT-Bioautografi, dimana metode ini merupakan metode sederhana yang
digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas antimikroba. Metode ini
menggabungkan penggunaan teknik kromatografi lapis tipis dengan
respon dari mikroorganisme yang diuji berdasarkan aktivitas biologi dari
suatu analit yang dapat berupa antimikroba baru.
D. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah autoklaf
(Smic Model YX-280B), api bunsen, bejana maserasi, cawan petri,
dryer, jarum ose, Laminar Air Flow (LAF), lampu UV 254 nm dan 366 nm, oven (Memmert), pinset, spektrofotometer UV (Genesis), spoit,
tabung reaksi, timbangan analitik, timbangan kasar, pipa kapiler dan
vial.
2. Bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air
suling steril, ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.), dimetil sulfoksida (DMSO), etanol 96%, lempeng KLT, medium (Nutrien
Agar (NA) dan Potato Dextrose Agar (PDA), mikroba biakan uji (Escherichia coli, Pseudomonas aeroginosa, Salmonella typhi,
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans, Vibrio cholerea, Shigella dysentriae, Bacillus subtilis dan Candida albicans),n-heksan:etil asetat (4:1), dan NaCl 0,9%.
E. Prosedur Penelitian 1. Penyiapan alat dan bahan
Alat dan bahan disiapkan sesuai dengan yang akan dibutuhkan.
2. Penyiapan sampel a. Pengambilan sampel
Sampel daun pala (Myristica fragrans Houtt.) di ambil dari pohonnya di Pulau Tomia Kabupaten Wakatobi diambil sekitar jam
b. Pengolahan sampel
Sampel daun pala (Myristica fragrans Houtt.) yang telah dipetik kemudian dikumpulkan, dicuci bersih dengan menggunakan air
mengalir, ditiriskan. Daun pala kemudian dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan. Daun yang sudah kering kemudian diserbuk
menggunakan blender.
3. Pembuatan ekstraksi etanol daun pala
Sebanyak 600 gram serbuk daun pala dimaserasi
menggunakan etanol 96% selama 5x24 jam, ditutup dan dibiarkan
terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah lima hari
sari disaring, ampas diperas kemudian ditambah etanol 96%, diaduk
dan disaring kembali. Hasil penyarian yang diperoleh disatukan dalam
wadah kemudian diuapkan menggunakan hairdryer sehingga diperoleh
ekstrak etanol kental (Depkes RI, 1986).
4. Sterilisasi alat dan bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dan dikeringkan.
Erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas kemudian dibungkus
plastik tahan panas dan disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C
selama 15 menit. Vial dan tabung, cawan petri dibungkus dengan
kertas dan kemudian disterilkan dalam oven pada suhu 1800C selama
2 jam. Pinset dan jarum ose disterilkan dengan cara dipijarkan pada
Seluruh media pembenihan (Nutrien Agar dan Potato Dextrose Agar) disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit (Pertiwi, 2010).
5. Penyiapan mikroba uji a. Peremajaan bakteri uji
Bakteri uji diremajakan dengan menggoreskan bakteri
menggunakan jarum ose pada media agar miring Nutrien Agar dan diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam (Nurcahyanti, Dewi &
Timotius, 2011).
b. Peremajaan jamur uji
Jamur uji diremajakan dengan menggoreskan jamur
menggunakan jarum ose pada media agar miring Potato Dextrose Agar dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3x24 jam (Rathi, Bhaskar & Patel, 2010).
c. Pembuatan suspensi mikroba uji
Mikroba uji hasil peremajaan masing-masing disuspensikan
dengan larutan NaCl fisiologis 0,9% steril dan dimasukkan kedalam
kuvet. Diukur transmitan suspensi biakan itu dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 580 nm dengan
transmittan 25% T untuk bakteri dan transmittan 75% T untuk
jamur. Sebagai blanko digunakan NaCl fisiologis 0,9% steril (Kuete
6. Uji skrining antimikroba
Ekstrak daun pala (Myristica fragrans Houtt.) ditimbang
sebanyak 10 mg lalu dilarutkan dengan DMSO sebanyak 200 μ L (0,2
mL). Eskstrak ditambahkan medium 9,8 mL sehingga diperoleh
konsentrasi 1 mg/mL. Campuran tersebut dituang kedalam cawan petri
lalu dihomogenkan dan dibiarkan memadat. Suspensi bakteri
digoreskan diatas medium yang telah memadat dengan menggunakan
ose bulat kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 1 x 24 jam
untuk bakteri dan 3 x 24 jam untuk jamur. Diamati aktivitas
antimikrobanya yang ditandai dengan ada atau tidaknya pertumbuhan
bakteri dan jamur.
7. Pemisahan senyawa secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.) dilarutkan dalam cairan pengelusi yang sesuai. Ditotolkan pada lempeng KLT
dengan ukuran 7 x 1 cm menggunakan pipa kapiler. Lempeng KLT
sebelum digunakan perlu diaktifkan dahulu dengan cara dipanaskan
dalam oven. Ekstrak dan pembanding ditotolkan kira-kira 1 cm dari tepi
bawah lempeng, Biarkan beberapa saat sampai kering. Lempeng
dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang berisi cairan pengelusi
(n-heksan : etil asetat (4:1)) yang telah dijenuhkan. Lempeng dibiarkan
terelusi sampai batas 0,5 cm dari tepi atas lempeng. Lempeng
dikeluarkan dari bejana dan diangin-anginkan sampai cairan
nodanya dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366
nm. Noda-noda yang memberikan flouresensi ditandai pada lempeng
(Djide, 2008).
8. Pengujian secara KLT-Bioautografi
Medium Nutrien Agar (NA) steril yang telah didinginkan
sebanyak 10 mL diinokulasikan dengan bakteri 1 ose dan dituang ke
dalam cawan petri steril dan dilakukan secara aseptis. Lempeng KLT
yang telah dielusi diletakkan diatas permukaan medium agar yang
sudah memadat. Lempeng dibiarkan 30 menit dan dipisahkan dari
medium. Media diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam. Zona
hambatan akan terlihat pada medium agar, dan dibandingkan dengan
kromatogram hasil pengujian KLT (Djide, 2008).
9. Identifikasi komponen kimia
Kromatogram disemprot dengan menggunakan pereaksi
semprot untuk masing-masing komponen kimia berikut (Ditjen POM,
1987):
1. Pereaksi flavonoid
Aluminium klorida (AlCl3); setelah disemprot tampak bercak
berpendar dalam sinar UV 366 nm.
2. Pereaksi fenolik
Pereaksi FeCl3; dipanaskan kromatogram pada suhu 100OC
selama 5-10 menit. Diamati noda pada lempeng maka yang akan
3. Pereaksi minyak atsiri
Pereaksi toluena:etil asetat; setelah disemprot tampak bercak
berpendar dalam sinar UV 366 nm.
4. Pereaksi terpenoid
Pereaksi H2SO4; setelah disemprot kemudian diamati noda pada
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian dapat
disimpulkan bahwa;
1. Ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.) secara KLT-Bioautografi dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans (Rf 0,34 dan 0,20) Staphylococcus aureus (Rf 0,92, 0,52, dan 0,29) dan Staphylococcus epidermidis (Rf 0,60, 0,40 dan 0,20).
2. Komponen kimia yang aktif pada ekstrak etanol daun pala
(Myristica fragrans Houtt.) yaitu fenolik dengan nilai Rf 0,92, 0,83, 0,54 dan 0,32 sedangkan minyak atsiri memiliki nilai Rf 0,80.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4, diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Farida Ibrahim, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Arrijani, 2005, Biology and Conservation of Genus Myristica in Indonesia, Biodiversitas6:147-151.
Ditjen POM., 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ditjen POM., 1987,Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Djide, N. dan Sartini, 2003, Mikrobiologi Farmasi Dasar, Universitas Hasanudin, Makassar, Indonesia.
Djide, N. dan Sartini, 2005, Analisis Mikrobiologi Farmasi, Laboratorium Mikrobiologi Farmasi dan Bioteknologi Farmasi, Jurusan Farmasi Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Djide, N. dan Sartini, 2008, Analisis MIkrobiologi Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Drazat, 2007, Meraup Laba dari Pala, PT Agromedia Pustaka, Bogor, Indonesia.
Garrity, M.G., 2004, Taxonomic Outline of the Prolcargotes Bergeys Marvel of Systemic Bacteriology, Second Edition, New York, Amerika Serikat.
Ganiswarna, S.G., 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi ke 4, UI Press, Jakarta.
Gupta, A,D., Vipin, K,B., Vikash, B., dan Nishi, M., 2013, Chemistry, antioxidant and antimicrobial potential of nutmeg (Myristica fragrans Houtt),Journal of Genetic Engineering and Biotechnology.
Hayne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia II, Badan Litbang Departemen Kehutanan, Jakarta.
Irianto, K., 2006, Menguak dunia mikroorganisme, Yrama Widya, Bandung.
Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., Brooks, J.S., Butel, J.S., dan Ornston, L.N., 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, Edisi 16, Alih Bahasa oleh Dr. H. Tonang, EGC, Jakarta.
Katzung, B., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, terjemahan Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika, Surabaya.
Kuete, V., Ango, P.Y., Fotso, G.W., Kapche G.D.W.F., Djoyem, J.P., and Wouking, A.G., 2011, Antimicrobial Activities of the Methanol Extract and Compounds from Artocarpus communis (Moraceae), BMC Complementary and Alternative Medicine. <(http://www.biomedcentral.com/1472-6882/11/42)>
Kurniawati, N., 2010, Sehat dan cantik alami berkat khasiat bumbu dapur, Cetakan I, Bandung.
Milles, D,H., 1994, A Guide to Biologically Active Plant Constituent, Departement of Chemistry, University of Flourida, USA
Mycek, M,J., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar, Cetakan 1, terjemahan Azwar Agoes, Widya Medika, Jakarta.
Nurcahyanti, Agustina D,R., Dewi, L., dan Timotius, K,H., 2011. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Polar dan Non polar Biji Selasih (Ocimum Sanctum Linn), Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, XXII:1.
Pelczar, M.J. & Chan, E.C.S., 1988, Dasar-dasar mikrobiologi, edisi ke 1, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Pertiwi, N., 2010, ‘Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Penghambatan Ekstrak Air Campuran Daun (Piper betle L.) dan Kaput Sirih (Ca(OH)2 terhadap beberapa Bakteri uji’, Skripsi, S.farm., Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Piaru, S,P., Roziahanim, M., Amin M,S., Abdul, M., Zeyad, D., and Mahmoud, N., 2012, Antioxidant and antiangiogenic activities of the essential oils of Myristica fragrans and Morinda citrifolia, Asian Pacific Journal of Tropical Medicine: 294-298
Preedy, V,R., Ronald, R,W., and Vinood, B,P., 2011, Nuts and Seeds in Health and Disease Prevention, academic press is an imprint of Elsevier.
Ramaswamy, V., Varghese, N., and Simon, A., 2011, An Investigation on Cytotoxic and Antioxidant Properties of Clitoria Ternatea L., International Journal of Drug Discovery,3: 74-77
Rismunandar, 1992, Budidaya dan Tataniaga Pala, Penerbit Swadaya, Jakarta, Indonesia.
Rogers, H. dan Spector, R., 1988, Praktis dalam Farmakologi, Binarupa aksara, Jakarta.
Sahib, M,I., 2014, ‘Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Pala (Myristica fragrans) dengan KLT-Bioautografi’, Skripsi, S.Farm., Fakultas Farmasi, Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
Sastroamidjojo, H., 1985, Kromatografi, Edisi II, Liberti, Yogyakarta.
Sastroamidjojo, H., 1991,Kromatografi, edisi 2, Yogyakarta, Indonesia. Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi,
diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, ITB Press, Bandung.
Sunanto, H., 1993, Budidaya Pala Komoditas Ekspor, Kanisius, Yogyakarta.
Lampiran 1. Skema Kerja
maserasi dengan etanol 96 %
[image:35.595.127.536.85.559.2]diuapkan
Gambar 1. Skema kerja uji aktivitas antimikroba ekstrak etanol daun pala(Myristica fragransHoutt.)
Daun pala (Myristica fragransHoutt.)
Ekstrak etanol
Residu
Ekstrak etanol kental
Uji KLT-Bioautografi Uji skrining aktivitas
antimikroba
kesimpulan Ekstrak aktif
Pemisahan senyawa secara KLT
pembahasan
Pengamatan Identifikasi komponen
Homogenkan dan biarkan memadat
Gambar 2. Skema kerja uji skrining aktivitas antimikroba 10 mg ekstrak daun pala
(Myristica fragransHoutt.)
Dilarutkan dengan 0,2 mL DMSO
+ 9,8 mL medium
Tuang dalam cawan petri
Suspensi digoreskan pada medium
Inkubasi
Diamati
Ditotolkan pada lempeng KLT
n-heksan : etil asetat (4:1)
Secara aseptis ditempelkan lempeng KLT selama 30 menit diatas medium
Diinkubator (1 x 24 jam) Dienkas (3 x 24 jam)
[image:37.595.109.521.63.642.2]Diamati dan diukur
Gambar 3. Skema kerja pengujian secara KLT-Bioautografi (Myristica fragransHoutt.)
Diamati pada lampu UV 254 nm dan 366 nm
Dielusi
Medium NA + Suspensi bakteri
Medium PDA + Suspensi jamur
Data Zona hambat
Bandingkan dengan kromatogram hasil pengujian
KLT
Gambar 4. Skema kerja identifikasi komponen kimia Lempeng KLT
H2SO4
Toluena:etil asetat FeCl3
AlCl3
Disemprot
Amati
Pembahasan
Lampiran 2. Hasil Pengujian Skrining
Lampiran 3. Profil Kromatogram
Gambar 6. Foto profil kromatogram ekstrak etanol daun pala (Myristica fragransHoutt.)
Keterangan :
1 = Kromatogram yang nampak UV 254 nm 2 = Kromatogram yang nampak UV 366 nm A = Lempeng A
B = Lempeng B C = Lempeng C
Eluen = n-heksan:etil asetat (4:1)
A B C
1 2 1 2 1 2
0,70
0,65
0,34
0,20
0,76
0,60
0,40
0,20
0,92
0,80
0,52
Lampiran 4. Hasil Pengujian KLT-Bioautografi
Gambar 7. Foto hasil pengujian KLT-Bioutografi ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.) terhadap bakteri Streptococcus mutans
Keterangan:
A : Cawan petri berisi bakteriStreptococcus mutans B : Kromatogram yang nampak pada UV 366 nm
C : Kromatogram yang nampak pada UV 254 nm A
Gambar 8. Foto hasil pengujian KLT-Bioutografi ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.) terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
Keterangan:
A : Cawan petri berisi bakteriStaphylococcus epidermidis B : Kromatogram yang nampak pada UV 366 nm
C : Kromatogram yang nampak pada UV 254 nm A
Gambar 9. Foto hasil pengujian KLT-Bioutografi ekstrak etanol daun pala (Myristica fragrans Houtt.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Keterangan:
A : Cawan petri berisi bakteriStaphylococcus aureus B : Kromatogram yang nampak pada UV 366 nm
C : Kromatogram yang nampak pada UV 254 nm
Eluen : n-heksan:etil asetat (4:1) A
Lampiran 5. Hasil Identifikasi Komponen Kimia
Gambar 10. Foto hasil identifikasi komponen kimia dari kromatogram ekstrak etanol daun pala (Myristica fragransHoutt.).
Keterangan :
A : Kromatogram dengan penampak bercak AlCl3(Flavonoid)
B : Kromatogram dengan penampak bercak FeCl3(Fenolik/tanin)
C : Kromatogram dengan penampak bercak Toluena (Minyak atsiri) D : Kromatogram dengan penampak bercak H2SO4(Terpenoid)
Eluen : n-heksan:etil asetat (4:1)
A A
A
B A
A
C D
A
Lampiran 6. Foto Tumbuhan Pala
[image:45.595.150.451.123.349.2]Gambar 11. Foto tumbuhan pala(Myristica fragransHoutt.)