13
JENIS-JENIS LAMUN DI PERAIRAN LAGUNA TASILAHA DAN
PENGEMBANGANNYA SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI
Yusniati yusniati67@yahoo.co.id
(Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Tadulako)
Abstract
This research was aimed at identifying and describing kinds of sea grass on Laguna Tasilaha Waterworks, and producing Biology instructional media in the form of a guided book used in conducting instruction.This research was carried out on Laguna Tasilaha Waterworks, Banawa Selatan Sub-district, Donggala Regency, Central Sulawesi Province. Using survey method with tehniques crossing. Futhermore, the result of this research will be developed to learning instrument. Seagrass taken by using plot that placed purposively. The research result has identified that there were six kinds of the sea grass based on two family groups. The first group was Hydrocharitaceae consisting of Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, and Halophia ovalis. The second group, on the other hand, was Potamegetonaceae comprising Cymodocea rotundata, C. serrulata, and Halodule uninervis. The development result produced the pocketbook. It was validated by 88.40% content, design, and media expert, 81.03% educator assessment, 83.26% small group assessment, and 91.74% large group assessment. Therefore, the average percentage was 86%. If it was converted into the eligibility criteri, it was eligible and can be used as Biology instructional media.
Keywords: Laguna Tasilaha waterworks, sea grass, instructional media
Wilayah Indonesia sekitar 70% berupa laut yang merupakan tempat beberapa sumberdaya hayati seperti ikan, udang, kepiting, kerang, cumi, mutiara, rumput laut serta sumberdaya biota lainnya. Pemanfaatan berbagai sumberdaya hayati laut masih kurang optimal meskipun pembangunan masa mendatang bertumpu pada wilayah laut. Sulawesi Tengah adalah salah satu propinsi di
Indonesia yang terletak pada 2022’ LU dan
3048’ LS serta 119022’ BT dengan luas
wilayah 68.033 km2 dengan garis pantai 2.339
km. Kawasan pantai sebesar 60% dan kawasan kepulauan sebesar 10% serta memiliki potensi kekayaan alam laut yang belum sepenuhnya dieksploitasi, bahkan beberapa potensi belum diketahui. Salah satu diantaranya adalah sumberdaya yang dapat diperbaharui meliputi mangrove, lamun dan biota laut lainnya (Santospalanti, 2008).
Nontji (2010) mengemukakan bahwa luas padang lamun di Indonesia diperkirakan sekitar 30.000 km2 yang dihuni oleh 13 jenis
lamun. Suatu padang lamun dapat terdiri dari vegetasi tunggal yakni tersusun dari satu jenis lamun saja ataupun vegetasi campuran yang terdiri dari berbagai jenis lamun. Di setiap padang lamun hidup berbagai biota lainnya yang bersimbiosis dengan lamun, yang keseluruhannya terkait dalam satu rangkaian
ekosistem. Lamun juga penting bagi
perikanan, karena banyak jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomi penting yang hidup di lingkungan lamun.
Zulkifli dan Efriyeldi (2003)
mengemukakan bahwa ekosistem lamun (seagrass) merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbagai biota laut serta merupakan salah satu ekosistem bahari
yang paling produktif. Lamun adalah
tumbuhan berbunga (angiospermae) yang
hidup dan tumbuh di laut dangkal,
mempunyai akar, rimpang (rhizome), daun,
bunga dan buah serta berkembang biak secara
(pertumbuhan tunas).
Kusumawati (2009) menjelaskan bahwa tumbuhan lamun merupakan satu-satunya
tumbuhan berbunga dan berpembuluh
(vascular plant) yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam air laut. Beberapa jenis lamun bahkan
ditemukan tumbuh sampai 8–15 meter dan 40
meter. Tumbuhan lamun jelas memiliki akar, batang, daun, buah dan biji. Syari (2005) mengemukakan bahwa habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
Kurangnya pengetahuan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah pesisir dan laut menjadi salah pemicu kerusakan padang lamun dapat terjadi baik sengaja maupun tidak disengaja termasuk di sekitar perairan Laguna Tasilaha. Hal ini disebabkan karena selama ini masyarakat menganggap bahwa areal pesisir mutlak merupakan milik umum yang dapat mengakomodasi segala bentuk kepentingan masyarakat termasuk kegiatan
yang berbahaya sekalipun. Ini suatu
kelemahan cara berpikir dan pengetahuan yang dapat mengancam keberlangsungan sumber daya pesisir dan laut, termasuk di dalamnya adalah ekosistem padang lamun.
Pemanfaatan lamun secara langsung belum banyak diketahui masyarakat sehingga lamun terkadang terabaikan. Ekosistem lamun adalah tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan ekosistem sekitarnya, bahkan sangat dipengaruhi oleh aktifitas darat. Namun, akhir-akhir ini kondisi padang lamun semakin menyusut oleh adanya kerusakan yang disebabkan aktivitas manusia. Penelitian yang membahas tentang jenis lamun untuk daerah perairan Laguna Tasilaha masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penting dan perlu diadakan penelitian ini demi pengembangan dalam bidang pendidikan, termasuk untuk kepentingan umum dan pelestarian lamun itu sendiri.
Informasi tentang lamun masih sangat terbatas, baik di kalangan pendidik maupun peserta didik, termasuk jenis lamun di
Perairan Laguna Tasilaha. Peserta didik mengenal lamun hanya sebatas pada rumput laut yang dibudidayakan oleh petani dan nelayan. Dengan demikian, perlu adanya pengenalan lamun tersebut kepada peserta didik yang diawali dengan mengenal tempat hidupnya melalui media, baik itu media cetak maupun media elektronik, seperti halnya membuat buku saku tentang lamun pada suatu kawasan. Oleh karena itu, penulis membuat suatu media dalam bentuk buku saku yang akan memaparkan tentang jenis lamun yang terdapat di Perairan Laguna Tasilaha. Dengan adanya media tersebut, peserta didik maupun pendidik dapat memperoleh informasi yang lebih jelas tentang lamun yang ada di daerah perairan Laguna Tasilaha. Media yang akan dikembangkan adalah media cetak dalam bentuk buku saku.
Anonim (2011b) dalam Ismaningtias
(2012) menuliskan bahwa buku saku adalah bahan tertulis yang menyajikan suatu paparan atau gambaran yang lebih spesifik dari suatu ilmu pengetahuan yang dihasilkan baik dari buah pikiran maupun dari hasil penelitian, dimana lebih memudahkan bagi para pembaca dan dapat dibaca kapanpun dan dimanapun.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dan kondisi lamun di perairan Laguna Tasilaha Kecamatan Banawa Selatan, maka perlu dilakukan inventarisasi jenis-jenis lamun yang
dapat dikembangkan sebagai media
pembelajaran biologi dalam bentuk buku saku. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi sumber belajar biologi yang baik, sekaligus sebagai alternatif dalam upaya konservasi
lingkungan lamun melalui kegiatan
pendidikan formal.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode survey dengan teknik jelajah dalam jalur
transek yang disebar secara purposive. Hasil
penelitian tersebut akan dilanjutkan dengan
metode pengembangan (research and
dilaksanakan dari bulan Oktober - Desember 2012 di Perairan Laguna Tasilaha Desa
Tolongano Kecamatan Banawa Selatan
Kabupaten Donggala.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua jenis lamun yang hidup secara alami, sampel penelitian adalah jenis lamun yang ditemukan dalam jalur yang disebar secara
purposive dan tegak lurus dengan bibir pantai Laguna. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu kantong spesimen, pisau atau parang, kuas, kerats label, pensil, kamera, salinometer, termometer, pH meter dan larutan formalin, asam asetat dan alkohol (FAA).
Tehnik pengumpulan data
pengembangan media dengan menggunakan instrument penelitian berupa angket dan lembar penilaian perangkat sedangkan tehnik pengumpulan data lamun dilakukan dengan tehnik jelajah. Teknik analisis data yang dilakukan adalah dengan menggunakan teknik
analisis deskriptif kualitatif yaitu
memaparkan hasil pengembangan produk media pembelajaran yang berupa buku saku, menguji tingkat validasi dan kelayakan produk. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar desain dan subjek uji coba pengembangan:
Desain dan Subjek Uji Coba Pengembangan:
a)
Gambar 1. Desain dan Subjek Uji Coba Pengembangan
Persentase kelayakan dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh data yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan
jumlah yang diharapkan (Arikunto, 1996), atau dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
Setelah data terdistribusi dan
penyajiannya dalam bentuk persentase, maka akan dilanjutkan dengan pendeskripsian dan pengambilan kesimpulan tentang masing-masing indikator. Kesesuaian aspek dalam
pengembangan bahan ajar dan media
pembelajaran dapat menggunakan skala
persentase kelayakan sebagaimana
dikemukakan oleh Arikunto (1996) seperti pada tabel skala persentase kelayakan:
Draft 1
Analisis dan Revisi 1
Draft 2
Analisis dan Revisi 2
Draft 3
Analisis dan Revisi 3
Draft 4
Analisis dan Revisi 4
1. Angket ahli isi 2. Angket ahli media
Angket ahli desain
Angket uji coba kelompok kecil
Angket uji lapangan
1. Ahli isi
2. Ahli media
Ahli desain
21 orang peserta didik
9 orang pendidik dan 27 orang peserta
didik
Produk akhir Buku saku
Langkah Pengembangan Instrumen Penelitian Responden Uji Coba
Persentase kelayakan (%) = Skor yang diobservasi x 100%
Tabel 1. Skala Persentase Kelayakan
Persentase
Pencapaian (%) Interpretasi
76 – 100 Layak
56 – 75 Cukup layak
40 – 55 Kurang layak
0 – 39 Tidak layak
Sumber: Arikunto (1996)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil Identifikasi Lamun
Indentifikasi lamun di Perairan Laguna
Tasilaha dilakukan di laboratorium
Pendidikan PMIPA FKIP Universitas
Tadulako, kemudian dilakukan validasi dan
verifikasi di Genetic Laboratory Research
Centre for Oceanography Indonesian Institute of Sciences Keltibang Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Jakarta Timur. Hasil indentifikasi lamun tersebut dijadikan dasar
penyusunan buku saku sesuai dengan
prosedur pengembangan 4-D Thiagarajan.
Tabel 2. Hasil Identifikasi Enam Jenis Lamun di Perairan Laguna Tasilaha.
Divisi Kelas/Sub
Kelas Bangsa Suku Marga Jenis
Magnoliophyta Angiospermae/
Liliopsida Helobiae Hydrocharitaceae Enhalus E. acoroides (L.f.) Royle.
Thalassia T.hemprichii (Ehrenb. ex Solms.)
Aschers.
Halophila H. ovalis (R.Br.) Hook.f.
Potamogetonaceae Cymodocea
C. rotundata (Aschers) et Schweinf.
C. serrulata (Aschers) et Schweinf.
Halodule H. uninervis (Forssk.) Boiss.
Hasil Pengembangan Media
Hasil penelitian pengembangan
terhadap buku saku dengan menggunakan model 4-D Thiagarajan menghasilkan data berupa hasil penilaian dari beberapa ahli yaitu ahli isi, ahli desain dan ahli media. Adapun saran dan komentar dari validator yaitu
sebaiknya ada pendahuluan yang
menerangkan tentang deskripsi umum dan penyebaran lamun, gambar kurang jelas, area gambar terlalu lebar, ukuran gambarnya disesuaikan. Rerata dan persentase hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada Diagram 1:
Diagram 1. Rerata dan Persentase Hasil Penilaian Validator
4,48
4,25
4,53
4 4,2 4,4 4,6
Ahli Isi Ahli Desain Ahli Media
Rerata Hasil Penilaian Validator
89,61
85
90,6
80 85 90 95
Ahli Isi Ahli Desain
Ahli Media
Berdasarkan hasil penilaian oleh para ahli diperoleh persentase rerata sebesar 88%. Hasil tersebut jika dikonversi ke dalam skala persentase kelayakan termasuk dalam kategori layak dan dapat dipergunakan lebih lanjut sebagai media pembelajaran biologi.
Hasil penilaian buku saku oleh pendidik sebagai bahan ajar, menggunakan angket penilaian tertentu. Penilaian buku saku diambil dari 9 orang pendidik yang terdiri dari guru dan dosen. Rerata dan persentase hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada Diagram 2:
Diagram 2. Rerata dan Persentase Hasil Penilaian Pendidik
Berdasarkan hasil penilaian oleh para pendidik diperoleh persentase rerata sebesar 81,03% yang jika dikonversi dalam kategori kelayakan termasuk kategori layak dan dapat dipergunakan sebagai media pembelajaran biologi. Meskipun buku saku tersebut sudah tergolong layak namun masih perlu adanya perbaikan berdasarkan komentar dan saran yang dapat digunakan untuk merevisi buku saku adalah pada intinya tidak ada saran yang begitu prinsip karena hanya menyarankan pada sampul buku saku tersebut agar
dicantumkan nomor stambuk dari mahasiswa sebagai penulis, dan sebaiknya di setiap gambar dalam buku saku agar dilengkapi dengan manfaat masing-masing spesimen.
Hasil penilaian buku saku oleh peserta didik dalam uji kelompok kecil sebagai bahan ajar, menggunakan angket penilaian tertentu. Penilaian buku saku diambil dari 15 orang peserta didik dengan jejang pendidikan berbeda. Rerata dan persentase hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada Diagram 3:
Diagram 3. Rerata dan Persentase Hasil Penilaian Peserta Didik dalam Uji Kelompok Kecil
Hasil penilaian peserta didik dalam uji kelompok kecil diperoleh hasil presentase rata-rata sebesar 83,26% dan jika hasil tersebut dikonversikan dalam skala persentase kelayakan termasuk kategori layak dan dapat
dipergunakan sebagai media pembelajaran. Namun, masih ada saran dan komentar untuk merevisi buku tersebut yaitu deskripsi gambar ditambah agar pemahaman bisa lebih spesifik, metode penulisan kurang menarik, sebaiknya
4,36
3,33 4,46
0 2 4 6
Guru SMP Guru SMA Dosen
Rerata Hasil Penilaian Pendidik
87,18 66,67 89,23
0 50 100
Guru SMP Guru SMA Dosen
Rerata Persentase Penilaian Pendidik
4,24
3,78
4,47
3 4 5
Siswa SMP Siswa SMA Mahasiswa
Rerata Penilaian Peserta Didik dalam Uji Kelompok Kecil
84,89
75,56
89,33
60 70 80 90 100
Siswa SMP Siswa
SMA
Mahasiswa
dicetak secara timbal balik, dan pengambilan gambar harus lebih banyak dan jelas.
Hasil penilaian buku saku oleh peserta didik dalam uji kelompok besar sebagai bahan ajar, menggunakan angket penilaian tertentu.
Penilaian buku saku diambil dari 21 orang peserta didik dengan jejang pendidikan berbeda. Rerata dan persentase hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada Diagram 4:
Diagram 4. Rerata dan Persentase Hasil Penilaian Peserta Didik dalam Uji Kelompok Besar
Hasil penilaian peserta didik dalam uji kelompok besar diperoleh hasil persentase rata-rata 91,74% dan jika hasil tersebut
dikonversikan dalam skala persentase
kelayakan termasuk kategori layak. Pada uji lapangan ini masih terdapat saran dan
komentar berupa perbaikan penampilan
gambar specimen.
Pembahasan
Hasil penelitian lamun di Perairan Laguna Tasilaha, ditemukan enam jenis yang terdiri dari dua suku yaitu Hydrocharitaceae
tiga jenis dan Chymodoceae/
Potamogetonaceae tiga jenis. Hasil tersebut berasal dari 10 transek dengan panjang 50 meter tegak lurus garis pantai yang disebar
secara purposive. Habitat lamun yang terdapat
di Perairan Laguna Tasilaha berasal dari pasir, lumpur pasiran, lumpur, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang. Lamun tumbuh
di daerah pasang surut (intertidal) dan daerah
dangkal (subtidal), agak mudah ditemukan
pada waktu air surut.
Lamun yang di temukan, secara keseluruhan di areal penelitian sebanyak enam jenis lamun. Penelitian yang sama tetapi hasilnya berbeda yang dilakukan di Pantai Sanur Bali menemukan tujuh jenis lamun
(Arthana, 2004) dan di sepanjang pesisir Kabupaten Donggala menemukan 10 jenis lamun (Tahril, 2009). Sekitar 60 jenis lamun yang di kenal di dunia. Nontji (2005) menyatakan bahwa terdapat 20 jenis lamun yang ditemukan di Asia Tenggara dan di Indonesia mempunyai sekitar 12 jenis. Berdasarkan 12 jenis lamun yang terdapat di Indonesia, menurut hasil penelitian di Perairan Laguna Tasilaha, hanya terdapat 6 jenis yang telah teridentifikasi dengan baik, atau hanya 50% dari jumlah tersebut. Hal tersebut, sesuai dengan hasil penelitian Kusumawati (2009) yang menemukan enam jenis lamun di Kepulauan seribu yang telah teridentifikasi dan yang berbeda hanyalah
pada jenis Syringodium sp. yang tidak
ditemukan pada Perairan Laguna Tasilaha dan di Kepulauan seribu tidak menemukan adanya
Cymodocea serrulata.
Hasil penelitian di berbagai daerah lainnya jika dibandingkan dengan daerah penelitian di Perairan Laguna Tasilaha merupakan daerah yang masih alami dan tidak terjamah oleh aktifitas manusia sehingga tingkat keanekaragaman ekosistem lamunnya masih sangat terjaga dengan baik. Beberapa hasil penelitian sebelumnya di wilayah pesisir Kecamatan Banawa, Banawa Tengah dan Banawa Selatan (Tahril, 2009) ditemukan
4,49
Siswa SMP Siswa SMA Mahasiswa
Rerata Penilaian Peserta Didik dalam Uji Kelompok Besar
89,84
sembilan jenis lamun Thalassodendron ciliatum, Cymodocea serrulata, C. rotundata, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium, Halophila minor, H. decipiens dan H. ovalis. Penelitian ini sendiri khusus daerah Laguna Tasilaha
Kabupaten Banawa Selatan hanya
menemukan enam jenis yaitu Enhalus
acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, C. rotundata, ,
dan Halodule uninervis. Jika melihat luasan area penelitian ini dapat dikatakan tingkat keanekaragaman jenis lamun cukup tinggi dibandingkan peneliti sebelumnya yang area penelitiannya jauh lebih luas.
Jumlah jenis lamun pada suatu daerah dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor begitupun di perairan Laguna Tasilaha. Jumlah jenis lamun yang ditemukan di perairan Laguna Tasilaha lebih sedikit dibandingkan dengan di pantai Sanur Bali yang menemukan tujuh jenis lamun. Hal ini disebabkan oleh kondisi perairan dan substrat di perairan Laguna Tasilaha yang mungkin
berbeda. Perbedaanpun terjadi antara
penelitian yang dilakukan oleh Tahril (2009) yang menemukan sembilan jenis lamun dengan area penelitian yang lebih luas artinya lebih banyak di bandingkan dengan Perairan Laguna Tasilaha yang hanya menemukan enam jenis padahal pada Perairan Laguna
Tasilaha memiliki tipe substrat yang
bervariasi seperti; substrat berpasir, pasir berlumpur, lumpur, lumpur berpasir serta pecahan-pecahan karang yang telah mati. Akan tetapi, selain kondisi habitat atau substrat pada suatu daerah, kondisi fisik dalam hal ini intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan juga sangat mempengaruhi jumlah pertumbuhan keanekaragaman.
Berdasarkan jumlah yang mendominasi lamun di Perairan Laguna Tasilaha adalah
jenis Enhalus acoroides, ini terlihat saat
penelitian berlangsung seringkali ditemukan jenis tersebut disebabkan substrat yang
mendominasi Perairan Laguna Tasilaha
tersebut adalah jenis substrat berpasir dan
lumpur berpasir. Kondisi tersebut sangat
cocok untuk jenis Enhalus acoroides.
Pengembangan produk buku saku
dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu tahap penilaian atau validasi dari para ahli
untuk kemudian dilakukan revisi
menghasilkan draft 2, selanjutnya diuji
cobakan dalam kelompok kecil dan pendidik materi biologi. Hasil uji coba terbatas menghasilkan masukan untuk perbaikan lebih
lanjut, sehingga diperoleh draft 3 yang
kemudian diuji cobakan pada kelompok besar. Hasil uji kelompok besar, masih terdapat saran dan komentar secara umum tentang penampilan gambar akan di revisi dan menghasilkan produk akhir.
Tahapan-tahapan pengembangan media pembelajaran biologi menghasilkan produk akhir berupa buku saku. Adapun proses yang
dilakukan dalam menghasilkan produk
tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Penilaian Validator
Buku saku dinilai atau divalidasi oleh tiga orang ahli, yaitu: ahli isi, ahli desain, dan ahli media. Para ahli melakukan penilaian sesuai dengan bidangnya, menggunakan instrument penilaian yang telah disiapkan.
Hasil penilaian yang dilakukan oleh para ahli terhadap buku saku diperoleh nilai persentase rata-rata dari ahli isi sebesar 89% yang dikonversikan dalam kriteria kelayakan masuk kategori layak. Persentase rata-rata
dari ahli desain sebesar 85%, jika
dikonversikan dalam kriteria kelayakan
masuk dalam kategori layak, dan persentase rata-rata dari ahli media sebesar 90% jika dikonversikan masuk dalam kategori layak. Total presentase rata-rata dari ketiga ahli diperoleh hasil penilaian sebesar 88%. Hasil tersebut jika dikonversi ke dalam skala persentase kelayakan termasuk dalam kategori layak untuk dipergunakan lebih lanjut sebagai media pembelajaran biologi. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan
Ismaningtias (2012) bahwa hasil penilaian
memperoleh persentase rata-rata sebesar 91,32% yang lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian ini dan jika dikonversikan dalam skala persentase kelayakan termasuk kategori layak. Berdasarkan interpretasi layak maka buku saku tersebut layak untuk diuji cobakan lebih lanjut.
Analisis terhadap hasil penilaian para ahli yang memperoleh kategori layak, menunjukkan bahwa buku saku ini layak dan
dapat dipergunakan sebagai media
pembelajaran biologi di sekolah manapun yang membutuhkan demikian pula dengan perguruan tinggi khususnya pada program studi pendidikan biologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Darwis (2007) bahwa nilai rata-rata validasi keseluruhan aspek perangkat pembelajaran yang dikembangkan minimal berada dalam kategori valid yaitu >76% dan nilai validasi untuk setiap aspek minimal berada dalam kategori cukup valid yaitu 56%-75%, sehingga apabila hasil penilaian tidak
mencapai kategori dimaksud, maka
diperlukan revisi berdasarkan saran dari para ahli atau validator.
Berdasarkan hal tersebut maka sebelum buku saku ini digunakan, untuk tujuan penyempurnaan dilakukan revisi terhadap beberapa hal sesuai dengan komentar maupun saran para ahli yang tertera pada angket penilaian, sehingga dapat menarik minat siswa untuk membaca buku saku tersebut.
Penilaian Pendidik
Penilaian terhadap buku saku dilakukan oleh enam guru dan tiga dosen. Perangkat yang di ujicobakan diberikan kepada para pendidik untuk kemudian diberikan penilaian
sesuai dengan format penilaian yang telah
disiapkan.
Hasil penilaian oleh para pendidik memiliki persentase rata-rata sebesar 81,03%. Hasil tersebut searah dengan hasil penelitian yang dilakukan Ismaningtias (2012) yang memperoleh persentase penilaian pendidik sebesar 82%. Jika dikonversi dalam kriteria kelayakan, termasuk kategori layak. Adanya
perbedaan jumlah perolehan nilai mungkin dipengaruhi oleh responden dan penempatan format penilaian. Dengan demikian, hasil penilaian para pendidik terhadap buku saku tersebut dapat dikatakan layak dan dapat dijadikan sebagai media pembelajaran bagi peserta didik, khususnya pada pembelajaran biologi. Berdasarkan komentar dan saran pendidik agar gambar dalam buku saku ini dapat dicantumkan manfaat masing-masing
spesimen. Namun, secara garis besar
sebenarnya sudah dituliskan pada bagian pendahuluan dalam buku saku tentang manfaat lamun secara ekologis maupun ekonomis. Jadi, untuk membahas manfaat
masing-masing sepertinya susah karena
belum ada acuan yang memaparkan
sebelumnya tentang manfaat masing-masing jenis lamun, dan tidak terdata dalam penelitian ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjut tentang hal tersebut.
Penilaian Uji Kelompok Kecil
Ujicoba buku saku pada kelompok kecil, dilaksanakan di dalam kelas yang dilakukan oleh 15 peserta didik. Buku saku yang diujicobakan kepada para peserta didik untuk kemudian diberi penilaian sesuai dengan format penilaian yang telah disiapkan. Hasil penilaian para peserta didik dalam uji kelompok kecil dengan rerata persentase sebesar 83,26%, jika dikonversikan ke dalam kriteria kelayakan termasuk kategori layak. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismaningtias (2012) bahwa penilaian uji kelompok kecil dalam penelitiannya memperoleh persentase sebesar 82% termasuk kategori layak, sehingga buku tersebut layak digunakan. Akan tetapi, berdasarkan hasil penilaian kelompok kecil para peserta didik, maka buku saku ini dapat dipergunakan sebagai media
pembelajaran biologi. Meskipun masih
terdapat saran mengenai deskripsi gambar
gambar harus lebih banyak dan jelas. Hal
tersebut dijadikan bahan revisi untuk
mengahasilkan draft baru sebelum digunakan dalam uji lapangan.
Penilaian Uji Lapangan
Buku saku yang telah direvisi
berdasarkan penilaian para ahli, penilaian pendidik dan peserta didik dalam uji kelompok kecil menghasilkan produk akhir yang digunakan pada uji lapangan atau uji kelompok besar. Tahapan ini dilakukan ujicoba dengan melibatkan peserta didik
dalam jumlah yang lebih banyak
dibandingkan dengan uji kelompok kecil untuk menggunakan buku saku.
Ujicoba ini dilakukan pada peserta didik yang terdiri dari tiga tingkatan yaitu pada siswa SMP, SMA dan mahasiswa yang dilaksanakan di dalam kelas. Ujicoba ini dilakukan oleh 21 orang peserta didik. Seluruh peserta didik mendapatkan buku saku dan diberikan format penilaian yang telah disediakan untuk diisi.
Hasil penilaian para peserta didik dalam uji lapangan diperoleh persentase rata-rata 91,74%. Hal ini sesuai dengan pendapat Ismaningtias (2012) bahwa penilaian uji
kelompok besar dalam penelitiannya
memperoleh persentase sebesar 93%, jika
dikonversikan dalam kriteria kelayakan
masuk dalam kategori layak yang berarti buku saku tersebut dapat dipergunakan sebagai media pembelajaran biologi.
Berdasarkan analisis terhadap hasil penilaian peserta didik, sesuai dengan format penilaian yang telah disiapkan terlihat jelas, bahwa umumnya peserta didik memberikan tanggapan atau penilaian yang baik terhadap seluruh pertanyaan yang diajukan dalam format penilaian tersebut. Persentase hasil penilaian rata-rata dari para peserta didik dalam uji lapangan atau uji kelompok besar adalah 91,74%, terjadi peningkatan penilaian dibandingkan penilaian yang diberikan dalam uji kelompok kecil karena telah dilakukan beberapa kali revisi dengan baik. Jika
dikonversikan dalam kriteria kelayakan
masuk kategori layak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa buku saku ini layak untuk
dipergunakan lebih luas dan dapat
dipublikasikan.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Lamun yang terindentifikasi di Perairan
Laguna Tasilaha ada 6 jenis dan masuk kedalam suku Hydrocharitaceae dan
Chymodocea/Potamogetonaceae. Suku
Hydrocharitaceae terdapat 3 jenis lamun
yang teridentifikasi yaitu: Enhalus
acoroides, Thalassia hemprichii, dan
Halophila ovalis. Pada suku Chymodocea/Potamogetonaceae terdapat 3 jenis lamun yang teridentifikasi yaitu
Cymodocea rotundata, C. serrulata, dan
Halodule uninervis.
2) Hasil penelitian dan identifikasi lamun di
Perairan Laguna Tasilaha layak
digunakan sebagai media pembelajaran biologi berupa buku saku, dengan
persentase rata-rata hasil penilaian
pengembangan untuk semua aspek dan sumber penilaian sebesar 86% dan telah sesuai dengan nilai konversi kriteria kelayakan buku saku. Buku saku yang dihasilkan layak dan dapat digunakan sebagai media pembelajaran biologi.
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka
terdapat beberapa saran yang dapat
dikemukakan peneliti, antara lain:
1) Buku saku ini hendaknya digunakan
dalam pembelajaran di sekolah,
2) Untuk mendapat spesimen lamun yang lebih banyak dan berkualitas baik, perlu mengetahui waktu terjadinya pasang surut di lokasi penelitian.
3) Peluang untuk memperoleh lamun yang
lebih banyak masih terbuka, sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang identifikasi dan inventarisasi lamun dengan penambahan luas areal penelitian.
4) Guna memperoleh hasil pengembangan
yang lebih baik, perlu di lakukan uji coba pada peserta didik dengan jumlah yang lebih banyak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur penulis
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nyalah sehingga dapat menyelesaikan tukisan ini. Tulisan ini tidak lepas dari bantuan pembimbing, maka, penulis menghaturkan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk mengarahkan peneliti.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 1996. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Arthana, I. W. 2004. Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pantai Sanur Bali.
Jurnal Lingkungan Hidup, Bumi Asih.
Vol.4 No.2. Fakultas Pertanian.
Universitas Udayana.
Darwis. 2007. Model Pembelajaran
Matematika Yang Melibatkan Kecerdasan Emosional. Disertasi.
Surabaya: Program Pascasarjana
Program Studi Pendidikan Matematika.
Universitas Negeri Surabaya.
Ismaningtias, E. 2012. Identifikasi Makroalga
di Perairan Pantai Tanjung Karang Kabupaten Donggala Dan Pengembangannya Sebagai Media Pembelajaran. Tesis. Palu: Program Studi Pendidikan Sains PPs Untad. Palu.
Kusumawati, R. 2009. Jenis dan Kandungan
Kimia Lamun dan Potensi Pemanfaatannya di Indonesia. http://www.scribd.com/doc/76227718/J enis-Dan-Kandungan-Kimiawi-Lamun-Dan-Potensi-Pemanfaatannya.
[10/05/2012]
Muliayanti, N. M. 2009. Padang Lamun.
http://muliayanti.wordpress.com/2009/1
0/29/padang-lamun/.[10/07/2012]
Nontji, A. 2010. Pengelolaan dan
Rehabilitasi Lamun. Program
Trismades. xa.yimg.com.
Santospalanti. 2008. Peta Sulawesi.
http://santospalanti.wordpress.com/2008
/08/08/peta-sulawesi/. [10/07/2012]
Syari, I. A. 2005. Asosiasi Gastropoda di
Ekosistem Padang Lamun Perairan Pulau Lepar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Bogor: Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan IPB Bogor.
Tahril. 2009. Potensi dan Status Padang
Lamun (Seagrass) sebagai Sumber Nutrisi Perairan di Wilayah Pesisir Kabupaten Donggala. Palu: P.MIPA FKIP Universitas Tadulako.
Zulkifli dan Efriyeldi. 2003. Kandungan Zat Hara dalam Air Poros dan Air Permukaan Padang Lamun Bintan
Timur Riau. Jurnal Natur Indonesia.