komponen rumah dan sanitasi dasar sebagai syarat rumah sehat terpenuhi.39 Rumah dan sanitasi dasar sebagai komponen lingkungan (environment) yang sehat dapat memutus rantai penularan penyakit, khususnya penyakit menular (agent-environment-host theory).40
Kombinasi penyakit menular seperti ISPA, diare dan komplikasi perinatal menyebabkan 75% penyebab kematian bayi di Indonesia. Kejadian ISPA dipengaruhi oleh kepadatan penghuni, ventilasi, penerangan alami, dan jarak rumah dengan tempat sampah.38,41 Proses pembusukan kotoran hewan dan sampah menghasilkan gas pencemar udara, berbau, dan beracun, serta dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan dan radang paru.41 Sedangkan diare yang disebabkan oleh Rotavirus, E. Colli, Shigellosis (disentri basilar), Cryptosporidium, Norovirus dan Hepatitis A ditularkan melalui fecal-oral-route dipengaruhi oleh sanitasi yang kurang baik khususnya pencemaran sumber air bersih oleh tinja, sampah atau air limbah; dan kontaminasi makanan.43 Selain itu diare yang penyebarannya dibantu oleh binatang (zoonosis diarrhea) misalnya lalat sering dihubungkan dengan kotoran hewan dan sampah.42 Adapun komplikasi perinatal berhubungan dengan faktor genetik dan faktor perilaku ibu saat mengandung seperti konsumsi makanan dan obat tertentu.44
Pencegahan lebih baik daripada mengobati. Pemanfaatan komponen rumah seperti: pencahayaan alami (sinar matahari) dapat membunuh virus dan bakteri di dalam rumah; ventilasi sebagai pengatur sirkulasi kadar polutan di dalam rumah; dan dinding sebagai barrier lingkungan dalam rumah dengan luar; dan sanitasi dasar seperti: penyediaan air bersih yang dimasak sebelum dikonsumsi; jamban sehat yang berfungsi dengan baik; sarana pembuangan sampah yang dikelola dengan baik; dan tempat pembuangan limbah yang tidak memcemari sumber air; dapat mencegah terjadinya kematian bayi dalam keluarga dan masyarakat.
Kesimpulan
•
Pelayanan kesehatan kehamilan dan persalinan secara keseluruhan telah diusahakan untuk ditingkatkan, tercermin dalam upaya pemerataan pelayanan kesehatan.•
Pencapaian perilaku terkait kesehatan (health related behavior) beragam, di mana sebagian telah baik namun sebagian besar masih perlu ditingkatkan.•
Lingkungan Kecamatan Pejawaran sebagian besar belum mencapai syarat kesehatan sehingga perhatian perlu ditingkatkan untuk promosi penataan lingkungan.Daftar Pustaka
1. Bajracharya, A. (2003). Sosio-Economic Factors that Influence the IMRs in Developing Nations: A Cross-Country Regression Analysis. Diakses 6 Mei 2008, dari http://www.people.cornell.edu 2. Suwoto, A. (2007). Kinerja Profesi Perawat dalam Upaya Meningkatkan Kemandirian Rakyat Hidup Sehat Menuju Kekuatan Negara Republik Indonesia. Diakses 10 April 2008, dari http://www.bppsdmk.depkes.go.id 3. BPS Indonesia. (2008). Angka Kematian
Bayi. Diakses 10 April 2008, dari http:// www.datastatistik-indonesia.com. 4. Bappenas. (2004). Bab 27;Peningkatan
Akses Masyarakat terhadap Layanan Kesehatan yang Lebih Berkualitas. Diakses 10 April 2008, dari http:// www.bappenas.go.id
5. Ditjen Binkesmas, Depkes RI. (2008). Keluarga Berencana dan Upaya Penurunan Angka Kematian Bayi dan Balita. Diakses 17 April 2008, dari http:/ /www.bkkbn.go.id
6. BPS Bekasi. (2001). Indeks Mutu Hidup. Diakses 10 April 2008, dari http:/ /www.geocities.com
Mutiara Medika Vol. 9 No. 1:01-12, Januari 2009
8. UNICEF. (2008). At Glance: Indonesia; Statistics; Basic Indicators. Diakses 12 April 2008, dari http://www.unicef.org 9. Notoatmojo, S. (2003). Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
10. Notoatmojo, S. (1997). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar, Cetakan I. PT Rineka Cipta. Jakarta. 11. Azwar, A. (1996). Pengantar
Administrasi Kesehatan (ed. 3). Jakarta: Binarupa Aksara.
12. Léger, P. (Juli, 2006). Kesehatan Ibu: Untuk Keselamatan Ibu. Pembawa Pesan Kesehatan, Aide Médicale Internationale. Edisi 3 / Juli 2006, diakses 20 April 2008.
13. Tobing, B. L. (1999). Luaran Ibu dan Anak pada Persalinan Terdaftar dan Tidak Terdaftar di RSUP H. Adam Malik dan RS. dr. Pirngadi Medan. Diakses 17 April 2008, dari http:// www.library.usu.ac.id
14. Maas, Linda.T. (2004). Kesehatan Ibu dan Anak: Persepsi Budaya dan Dampak Kesehatannya. Diakses 20 April 2008, dari http://library.usu.ac.id 15. Depkes RI. (2003). Indikator Indonesia
Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/ Kota Sehat: Keputusan Menkes no. 1202/Menkes/ SK/VIII/2003. Jakarta : Departemen Kesehatan. Diakses 12 April 2008, dari http://www.koalisi.org 16. Dinkes Propinsi Jawa Tengah. (2005).
Standar pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah; Pelayanan Kesehatan yang Wajib Dilakukan oleh Kabupaten/ Kota. Diakses 25 April 2008, dari http:// www.health-lrc.or.id
17. Mukono. (2000). Prinsip Dasar
19. Puskesmas Pejawaran. (2008). Program Kesehatan Ibu Anak Puskesmas Pejawaran. Banjarnegara: Puskesmas Pejawaran
20. Dahlan, Sopiyudin. (2005). Seri Evidence Based Medicine (2): Besar Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. PT Arkans. Jakarta. 21. Mishra and Newhouse. (2007). Health
Aid and Infant Mortality. IMF.
22. Djaja, S., Hapsari, D., Kosen, S. (2006). Pengaruh Faktor Kesehatan Ibu terhadap Kematian Bayi Baru Lahir di Kabupaten Cirebon, 2004. Damianus, Vol. 5, No. 3, 201.
23.WHO. (2006). Penyakit Bawaan Makanan: Fokus Pendidikan Kesehatan (Andry Hartono, Penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan tahun 2000). 24. Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). (2008). Gigi yang Rusak Sumber Infeksi Berbagai Penyakit Kronik. Diakses 26 November 2008, dari www.pdgi-online.com
25. Depkes RI. (2004). Prinsip Pengelolaan Program KIA. Dalam: Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). 26.Breakfast Research Institute (BRI).
(2008). Breakfast Consumption and Nutrient Intakes in U.S. Adults. Diakses 3 Desember 2008, dari http:// www.breakfastresearchinstitute.org 27.WHO. (2005). Is it true that lack of iodine
really causes brain damage? Diakses 29 November 2008, dari http:// www.who.int
28. Pudjiadi, Solihin. (2000). Ilmu Gizi Klinis pada Anak, Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
31. Prameswari, M.F. (2007). Kematian Perinatal di Indonesia dan Faktor yang Berhubungan, Tahun 1997-2003. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 1, No. 4, Februari 2007.
32. Saifuddin, Abdul B., George A., Gulardi H.W., Djoko W.(Eds.). (2000). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: JNPKKR-POGI.
33. Wang, Limin. (2002). Determinants of Child Mortality in Low-Income Countries: Empirical Findings from Demographic and Health Surveys. Diakses 6 Mei 2008, dari http:// siteresources.worldbank.org
34. Pokja Penyusunan PNBAI. (2004). Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015. Diakses 3 Maret 2009, dari http://www.menegpp.go.id
35. Mengel, M.B., L.P. Schwiebert. Family Medicine, Ambulatory Care and Prevention, Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Companies Inc.
36.Division of Reproductive Health, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, United States of America Government. (2008). What Do We Know about Tobacco Use and Pregnancy? Diakses 4 Desember 2008. dari http:// www.cdc.gov
37. Kintoko. (2006). Prospek Pengembangan Tanaman Obat. Diakses 29 November 2008. Dari http:/ /pkukmweb.ukm.my
38. Yusup, Nur. Ahmad., Sulistyorini, Lilis. (2005). Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita. Diakses 1 Mei 2008, dari http://journal.unair.ac.id
39. Keman, Soedjajadi (2005). Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. Diakses tanggal 26 November 2008, dari http:// www.journal.unair.ac.id
40. Bantayan, Hanafi. Marzuqi. (1999). Peranan Air Bersih atas Terjadinya Penyakit Diare dalam Wilayah Pelabuhan Kendari yang Menggunakan Sumur Gali dan Sumur Pompa. Diakses 3 Desember 2008, dari http:// www.litbang.depkes.go.id
41. Lubis, Imran. (1991). Pengaruh Lingkungan terhadap Penyakit Infeksi Saluran Pernapsan Akut. Diakses 1 Mei 2008, dari http://journal.unair.ac.id 42. Prasetyo, Leon. Budi., Yuliani, Linda. E.,
Indriatmoko, Yayan., Ernawati, Seselia., Heri, Valentinus. (2007). Pemanfaatan Ruamg di Bawah Rumah Panggung untuk Kesehatan dan Konservasi. Diakses 2 Desember 2008, dari http:// www.cifor.cgiar.org
43.Division of Global Migration and Quarantine. (2008). Risk From Food and Water (Drinking and Recreational). Diakses 24 April 2008, dari http:// www.cdc.gov
Mutiara Medika Vol. 9 No. 1:13-19, Januari 2009
Efek Mengkonsumsi Air Minum dengan Mineral Rendah dan Minuman
Isotonik Bervitamin terhadap Kemampuan Rehidrasi
The Rehydration Effect of Low Mineral and Isotonic with Vitamin Drink
Consumption in Exercise Activity
Riverian Wijaya Kodri1, Ratna Indriawati2
1Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Abstract
All of drinks can restore the body fluid balance and electrolytes which loss because of
sports and activity. The aim of this study was to reveal the effect of consumption of drink
with low mineral, ordinary and isotonic drink with vitamin. Experimental study, with pre
and post test control group design. Subjects were thirty male Medical Faculty of
Muhammadiyah University of Yogyakarta students fulfilling the inclusion criteria and divided
into 3 groups, the control group,
treated group and
treated group. The controlled group was
given plain water, the treated group I was given water containing low mineral and the treated
group II was given isotonic drink with vitamin. Dehydration levels were measured by weighing
the subject before and after exercise to find out the level. The restored fluid balance was
determined by comparing the results of body weight, clarity, color, and urine specific gravity
15 minutes after rehydration I and 15 minutes after rehydration II to before exercise. The
statistic analysis using paired t-test and one way anova test .
The results showed that the means of body weight, clarity, color and urine specific
gravity before and after exercise were significantly different (p<0,05) based on statistical
analysis of three groups. The three groups experienced mild dehydration. There were significant
difference (p<0,05) of urine specific gravity 15 minutes after rehydration I, between 2
ndtreated group with controlled group, 2
ndtreated group with 1
sttreated group. No significant
difference (p<0,05) of body weight, clarity, and color urine means so 15 minutes after
rehydration II among the three groups.
An isotonic drink with vitamin was able to restore the body fluid balance in mild
dehydration in 15 minutes after exercise. Meanwhile, drink containing low mineral was able
to restore the body fluid balance in mild dehydration in 30 minutes after exercise.
Keyword : dehydration, isotonic drink with vitamin, rehydration, water low mineral.
Abstrak
penimbangan BB, pemeriksaan kejernihan, warna dan berat jenis urin 15 menit sesudah rehidrasi I
dan 15 menit sesudah rehidrasi II dengan sebelum olahraga. Analisis data menggunakan
paired t
test
dan
one way anova test.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata BB, kejernihan, warna dan berat jenis urin
15 menit sebelum dan sesudah olahraga terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada
ketiga kelompok (p<0,05). Ketiga kelompok berada pada tingkat dehidrasi ringan. Terdapat
perbedaan yang bermakna secara statistik (p<0,05) antara rerata berat jenis urin15 menit setelah
rehidrasi I pada ketiga kelompok. Rerata BB, kejernihan, warna dan berat jenis urin tidak terdapat
perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0,05). Rerata BB, kejernihan, warna dan berat jenis
urin 15 menit setelah rehidrasi II, tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara
ketiga kelompok (p>0,05).
Kesimpulan penelitian ini adalah minuman isotonik bervitamin mampu mengembalikan
keseimbangan cairan tubuh pada dehidrasi ringan, dalam waktu 15 menit setelah olahraga
,
sedangkan
air mineral rendah mampu mengembalikan keseimbangan cairan tubuh pada dehidrasi ringan dalam
waktu 30 menit setelah olahraga
.
Kata kunci : air rendah mineral, dehidrasi, minuman isotonik bervitamin, rehidrasi
Pendahuluan
Komponen tunggal terbesar tubuh adalah air. Air adalah pelarut bagi semua zat terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi maupun larutan. Air tubuh total
(TBW,total body water), persentase dari
berat air dibandingkan dengan berat badan total, bervariasi menurut jenis kelamin, umur dan kandungan lemak tubuh Air membentuk sekitar 60% berat seorang pria dewasa dan sekitar 50% berat badan wanita dewasa. TBW pada orang tua sekitar 45%
sampai 50% berat badannya.1
Volume cairan tubuh pada saat berolahraga dapat dimonitor dengan cara menimbang berat badan sebelum dan setelah berolahraga. Setiap penurunan berat badan 0,5 kg harus diganti dengan 2
gelas cairan.2 Kehilangan cairan melebihi
2 % dari total berat badan mengakibatkan
dehidrasi.3
Sekarang ini banyak beredar alat filtrasi air untuk digunakan di rumah tangga dan dapat menghasilkan air minum dengan mineral rendah. Dan juga banyak diproduksi minuman yang disebut produsen dengan istilah “minuman isotonik bervitamin”. Semua minuman itu dapat digunakan untuk mengembalikan keseimbangan cairan dan
berolahraga. Sebagaimana disebutkan
dalam ayat Al-Quran, “Dan Kami turunkan
dari langit air yang banyak manfaatnya...” (QS.Qaf:9).
Rehidrasi adalah pengembalian air atau cairan yang terkandung dalam tubuh atau suatu yang telah mengalami
dehidrasi.4 Kemampuan rehidrasi dapat
dinilai dari kecepatan mengembalikan keseimbangan cairan tubuh yang hilang atau dehidrasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan rehidrasi air minum dengan kandungan mineral rendah, biasa, dan minuman isotonik bervitamin pada dehidrasi yang diinduksi dengan olahraga.
Bahan dan Cara
Jenis penelitian ini termasuk penelitian eksperimental. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah pre and
post test control group design. Penelitian ini dilakukan di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Mutiara Medika Vol. 9 No. 1:13-19, Januari 2009
orang yang diambil secara random dari
mahasiswa yang diasumsikan memiliki tingkat keterlatihan yang sama. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah efek mengkonsumsi air minum dengan mineral rendah, biasa, dan minuman isotonik bervitamin, yang dilihat dari kemampuan dan kecepatannya dalam merehidrasi. Variabel terikat adalah keseimbangan cairan tubuh setelah terjadinya dehidrasi akibat olahraga, yang dilihat, diukur dan dihitung dari persentase berat badan, kejernihan, warna dan berat jenis urin sebelum dan setelah minum air mineral rendah, biasa dan minuman isotonik bervitamin.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh langsung dari hasil pengukuran berat badan dan urin
subjek. Hasil penelitian dianalisis dengan
menggunakan Paired t-test dan One Way
Anova test untuk mengetahui perbedaan kemampuan rehidrasi air mineral rendah, biasa dan minuman isotonik bervitamin.
Hasil
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran UMY berjumlah 30 orang. Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Table 1.
[image:6.595.90.526.362.470.2]Pada Tabel 1 terlihat bahwa setiap kelompok mempunyai nilai yang sedikit bervariasi, namun dari uji-t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) dari ketiga kelompok sampel dan data terdistribusi normal dan homogen.
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian pada Awal Penelitian
NO Variabel
Rerata dan Simpangan
Deviasi Nilai p
Perlakuan I Perlakuan II Kontrol
1 Umur (tahun) 20,80 ± 1,13 20,60 ± 1,07 20,50 ± 1,080 0,815
2 Berat Badan (Kg) 59,70 ± 2,88 59,75 ± 2,53 58,95 ± 2,96 0,800
3 Kejernihan Urin 1,70 ± 0,48 1,60 ± 0,51 1,50 ± 0,52 0,658
4 Warna Urin 3,30 ± 0,82 3,60 ± 0,96 3,30 ± 1,05 0,764
5 Berat Jenis Urin 1,02 ± 0,03 1,01 ± 0,009 1,01 ± 0,006 0,425
Hasil penelitian menunjukkan penurunan rerata berat badan kelompok kontrol maupun perlakuan I dan II setelah
melakukan olahraga (Gambar 1). Pada
kelompok kontrol terjadi penurunan rerata berat badan sebesar 0,75 kg (1,3%), pada kelompok perlakuan I terjadi penurunan rerata berat badan sebesar 0,70 kg (1,2%), sedangkan pada kelompok perlakuan II
Gambar 1. Rerata Berat Badan Kelompok Kontrol, Kelompok Perlakuan I dan II
Rerata kejernihan urin pada kelompok kontrol sebelum olahraga berada pada angka 1,5 dan sesudah olahraga berada pada angka 1,7 (Gambar 2). Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan angka rerata kejernihan urin pada kelompok kontrol sebelum dengan sesudah olahraga.
Tidak terdapat peningkatan yang bermakna secara statistik rerata kejernihan urin sebelum olahraga dibandingkan dengan
sesudah olahraga (p<0,05). Perubahan
rerata kejernihan urin setelah rehidrasi I dan II pada ketiga kelompok, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0,05).
[image:7.595.92.497.484.648.2]Mutiara Medika Vol. 9 No. 1:13-19, Januari 2009
Rerata warna urin sebelum olahragapada kelompok kontrol berada pada angka 3,3 dan sesudah olahraga rerata warna urin berada pada angka 4 (Gambar 3). Terjadi peningkatan rerata warna urin dari rentangkuning muda (1-4) menjadi berada di range kuning (4-6). Terdapat peningkatan yang bermakna secara statistik (p<0,05)
[image:8.595.94.512.204.375.2]antara rerata warna urin sebelum olahraga dibandingkan dengan sesudah olahraga pada kelompok kontrol (p<0,05). Perubahan rerata warna urin setelah rehidrasi I dan II pada ketiga kelompok, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik (p>0,05).
Gambar 3. Rerata Warna Urin Kelompok Kontrol, Kelompok Perlakuan I dan II
Rerata berat jenis urin sebelum olahraga pada kelompok kontrol berada pada angka 1,017 dan sesudah olahraga rerata berat jenis urin berada pada angka 1,024 (Gambar 4). Terjadi peningkatan nilai
[image:8.595.104.506.564.736.2]Rerata berat jenis urin pada rehidrasi I, terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kelompok perlakuan II dengan kelompok perlakuan I dan kontrol (p<0,05). Setelah rehidrasi II, rerata berat jenis urin ketiga kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05) secara statistik.
Diskusi
Pada kelompok kontrol terjadi penurunan rerata berat badan sebesar 0,75 kg (1,3%), pada kelompok perlakuan I, terjadi penurunan rerata berat badan sebesar 0,70 kg (1,2%), sedangkan pada kelompok perlakuan II terjadi penurunan rerata berat badan sebesar 0,75 kg (1,3%), maka berdasarkan indeks status hidrasi ketiga kelompok berada pada tingkat dehidrasi ringan. Terdapat penurunan yang bermakna (p<0,05) secara statistik rerata berat badan sebelum dan sesudah olahraga pada ketiga kelompok.
Hal ini terjadi karena olahraga meningkatkan kerja otot. Kerja otot dapat meningkatkan produksi panas tubuh 10-20
kalinya masa istirahat.5 Jika panas tubuh
makin besar, kelenjar keringat diaktifkan. Pengeluaran keringat diperlukan untuk mendinginkan tubuh dan penting dalam pengaturan suhu. Pengeluaran keringat pada saat berolahraga, mengakibatkan
peningkatan pengeluaran cairan tubuh.6
Rerata berat badan ,kejernihan, warna dan berat jenis urin yang diperiksa 15 menit setelah rehidrasi I mengalami perubahan. Setelah 15 menit rehidrasi I, terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) secara statistik pada rerata berat jenis urin antara kelompok perlakuan II dengan kelompok perlakuan I dan kontrol, sedangkan rerata berat badan, kejernihan dan warna tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) secara statistik.
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata berat badan, kejernihan dan warna, dikarenakan pada penelitian ini diberikan asupan cairan yang jumlahnya sama, yaitu 1000 ml. Pemberian cairan akan meningkatkan berat badan, tetapi ini sifatnya sementara, karena
homeostasis yang mengatur keseimbangan caiaran. Cairan yang berlebihan akan dibuang melalui urin, mengakibatkan urin lebih jernih.
Pada kelompok perlakuan I diberikan minuman dengan mineral rendah yang mengandung Natrium (0,7 mg/L) dan Kalium (0,8 mg/L). Walaupun terjadi absorbsi cairan dilambung, namun dibutuhkan asupan dengan jumlah yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama untuk mengembalikan nilai berat jenis urin keadaan sebelum olahraga.
Kelompok perlakuan II diberikan minuman isotonik bervitamin yang mengandung karbohidrat, elektrolit dan vitamin, maka absorbsi cairan dilambung pada kelompok perlakuan II lebih cepat. Cairan dengan cepat berpindah ke vaskuler, sehingga nilai berat jenis urin setelah rehidrasi I telah kembali ke keadaan
sebelum olahraga. Hal ini menunjukkan
bahwa minuman isotonik bervitamin dalam waktu 15 menit mampu mengembalikan keseimbangan cairan tubuh yang hilang pada dehidrasi ringan.
Minuman isotonik bervitamin mengandung, karbohidrat (13 gram/330 ml), vitamin B3 (8 mg/330 ml), vitamin B6
(4 mg/330 ml), vitamin B12 (5 μg/330 ml),
vitamin C (60 mg/330 ml), gula (13 g/330
ml), garam (Na 15 mEq/L), dan elektrolit (K+
4 mEq/L, Mg2+ 1 mEq/L, Ca2+ 1 mEq/L, Cl
-11 mEq/L, sitrat3- 8 mEq/liter, Laktat 1 mEq/
L, Sulfat2- 0,5 mEq/L). Elektrolit
mempercepat proses hidrasi, karbohidrat yang kurang dari 8 gram % dan vitamin mempercepat pengosongan lambung dan berguna untuk membantu penyerapan air
di usus halus.7
Mutiara Medika Vol. 9 No. 1:13-19, Januari 2009
Kesimpulan
Minuman isotonik bervitamin efektif mengembalikan keseimbangan cairan tubuh pada dehidrasi ringan yang diinduksi
dengan exercise, dalam waktu 15 menit
setelah exercise. Air mineral rendah efektif
mengembalikan keseimbangan cairan tubuh pada dehidrasi ringan yang diinduksi
dengan exercise, dalam waktu 30 menit
setelah exercise.
Daftar Pustaka
1. Price, S. A., & Wilson, L. M., 1995,
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit (4th ed), Jakarta : EGC. 2. Pusat Pengembangan Kualitas
Jasmani, 2000, Pedoman dan Modul
Pelatihan Kesehatan Olahraga Bagi Pelatih Olahragawan Pelajar, Jakarta : Depdiknas.
3. Dirjen Bina Kesmas, 2002, Gizi Atlet
Sepak Bola, Jakarta: DEPKES RI.
4. Dorlan, W. A. N., 2002, Kamus
Kedokteran (29th ed), Jakarta : EGC. 5. Soempeno, B., 1993, Fisiologi olahraga.
Dalam Soeweno (Ed), Buku Monograf
Fisiologi Manusia (297-318), Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada 6. Soejatno, B., 1993, Ekskresi. Dalam
Soeweno (Ed), Buku MonografFisiologi
Manusia (240–295), Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
7. Casa, J. D., Armstrong, E. L., Hilmann, K. S., Montain, J. S., Reiff, V. R., Rich,
E. B., Roberts, O. W., et al., 2000,
National Athletic Trainers Association Posision Statement : Fluid Replacement
for Athletes. Journal of Athletic Training,