• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS TINGKAT KEPUASAN PEMUSTAKA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN DI BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TESIS TINGKAT KEPUASAN PEMUSTAKA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN DI BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

TINGKAT KEPUASAN PEMUSTAKA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN DI BADAN PERPUSTAKAAN DAN

ARSIP DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

OLEH NASYIDAH 030 618 710

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2013

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Tingkat Kepuasan Pemustaka terhadap Kualitas Pelayanan Perpustakaan di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

Nama : Nasyidah Nim : 030 618 710

Jurusan : Magister Administrasi Publik

Menyetujui: Komite Pembimbing

Pembimbing I

Prof. Dr. H.M. Ide Said DM, M.Pd Ketua

Pembimbing II

Dr. Abdul Mahsyar, M.Si Anggota

Mengetahui Ketua Program Studi

Magister Administrasi Publik

Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. NBM. 783 146

Direktur Program Pascasarjana Unismuh Makassar

Prof. Dr. H.M. Ide Said DM, M.Pd. NBM. 988 463

(3)

ABSTRAK

NASYIDAH, 2013. Tingkat Kepuasan Pemustaka terhadap Kualitas Pelayanan Perpustakaan di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, di bimbing oleh M. Ide Said DM dan Abdul Mahsyar

Penelitian ini membicarakan tentang kualitas layanan perpustakaan di Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan harapan dan pendapat pemustaka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah LibQual+™ yang dikembangkan berdasarkan dimensi SERVQUAL oleh Leonard L. Berry, Valarie A. Zeithaml, dan A. Pasuraman yang mencakup empat dimensi layanan perpustakaan yaitu : Affect of Service (sikap pustakawan), Personal Control (kemampuan pustakawan), Information Control (ketersediaan sumber informasi), dan Library as Place (aspek fisik dan infrastruktur perpustakaan). Berdasarkan hasil penelitian, kualitas layanan perpustakaan pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dinilai baik oleh pemustaka. Hal ini dapat dilihat dengan rata-rata skor AG (Adequacy Gap) yang bernilai lebih dari 0, dan rata-rata skor SG (Superiority Gap) yang menunjukkan nilai negatif, artinya kualitas layanan perpustakaan yang diperoleh oleh pemustaka berada pada batas minimum yang dapat diterima dan harapan yang diinginkan.

Kata Kunci : Kualitas pelayanan

(4)

ABSTRACT

NASYIDAH, 2013. User Statisfastion Rate toward Library Services at Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, by M. Ide Said DM and Abdul Mahsyar

This research was talking about the quality of library service in Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan based on library users expections and opinions. The methode used in this study is LibQual+™ which was developed based on the dimensions of SERVQUAL by Leonard L. Berry, Valarie A. Zeithaml, and A. Parasuraman converting dimension of library service such as : Affect of Service (the librarian attitude), Personal Control (librarian skill), Information Control (availability of information resources), and Library as Place (the physical aspect and the library infrastructure). Based on this research, the quality of library service in Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan considered good by library users. It can be seen with an average score of AG (Adequacy Gap) are worth more than 0, and the average score of SG (Superiority Gap) showing a negative value, meaning the quality of library services in Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan within the zone of tolerance where the quality of service received by library users is at an acceptable minimum and desired expectations.

Keywords : Quality Service, Library

(5)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wataala, karena Dia-lah yang memberikan segala petunjuk dan ridho kepada siapa yang dikehendaki, Dia-pulalah yang mengangkat dan menjunjung tinggi derajat bagi orang-orang yang berilmu pengetahuan, dan memberikan kemuliaan bagi orang yang dikehendaki-Nya. Kesyukuran penulis tiada terhingga atas nikmat kesehatan dan waktu yang diberikan Allah swt, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul : “Tingkat Kepuasan Pemustaka terhadap Kualitas Pelayanan Perpustakaan pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan”. Tesis ini sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister pada Universitas Muhammadiyah Makassar.

Selama dalam proses penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini walau dengan segala kekurang sempurnaan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan dengan tulus ucapan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Prof. Dr. H. M. Ide Said DM, M.Pd, Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah, pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengoreksi serta arahan dari proses awal sampai selesai penulisan tesis ini, Dr. Abdul Mahsyar, M.Si, Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah,

(6)

pembimbing kedua yang telah memberikan motivasi dan petunjuk, para Dosen serta Staf pegawai Program S-2 Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Makassar, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Drs. Heri Rusmana, Kepala Bidang Pelayanan dan Otomasi pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, suami dan anak tercinta yang selalu mendampingi saya, memberikan bantuan moral maupun saran sampai selesainya tesis ini, semua pihak yang tidak bisa saya sebut satu per satu, terimah kasih atas bantuannya semoga Allah Subhanahu Wataala membalasnya dengan pahala yang berlimpah.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi kosakata maupun dalam penyusunan kalimatnya, namun demikian semoga tulisan ini ada manfaatnya, amin.

Makassar, Desember 2013.

Penulis

(7)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii ABSTRAK ... iii ABSTRACT ... iv PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 13 C. Tujuan Penelitian ... 13 D. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoretis ... 15

1. Publik dan Pelayanan Publik ... 15

2. Bentuk dan Faktor Pendukung Pelayanan Umum………. 26

3. Kualitas Pelayanan ... 33

4. Konsep Kepuasan Pemakai ... 45

5. Perpustakaan ... 50

6. Pelayanan Perpustakaan ... 52

(8)

7. Pemustaka ... 54

8. Pengukuran Kualitas Pelayanan ... 56

B. Metode Pengukuran ... 58

C. Kerangka Pikir ... 61

BABA III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 62

B. Populasi, Sampel dan Sampling ... 62

C. Teknik Sampling ... 63

D. Uji Reliabilitas dan Validitas ... 64

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan ... 66

B. Deskripsi Responden ... 69

C. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 71

D. Analisis Kualitas Layanan Secara Umum ... 71

E. Analisis Kualitas Layanan berdasarkan Dimensi Kualitas ... 73

F. Pembahasan... 75

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 81

B. Saran ... 83 DAFTRA PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

TABEL 1 Perbandingan Indikator Pelayana Publik ... 26 TABEL 2 Anggota Perpustakaan ... 68 TABEL 3 Nilai Rata-Rata Kepuasan Pemustaka terhadap

Layanan Perpustakaan ... 73 TABEL 4 Nilai Rata-Rata Dimensi Kualitas Layanan ... 74 TABEL 5 Nilai Rata-Rata Tertinggi dan Terendah Berdasarkan

Item Pelayanan ... 76

(10)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 Konsep Kepuasan Pengguna/Pelanggan 49 GAMBAR 2 Conseptual Model of Service Quality 50 GAMBAR 3 Tingkat Kunjungan ke Perpustakaan Tahun 2012 67 GAMBAR 4 Tingkat Pinjaman Bahan Pustaka oleh Anggota 69

GAMBAR 5 Jenis Kelamin Responden 70

GAMBAR 6 Tingkat Pendidikan Responden 70

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perpustakaan Umum merupakan salah satu pelayanan penting yang diselenggarakan pemerintah daerah karena menjadi salah satu sumber informasi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan kehadiran perpustakaan umum di ibukota provinsi, kabupaten, dan kota maka kebutuhan informasi masyarakat diharapkan akan terpenuhi.

Sejak diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Kelembagaan Perangkat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, perkembangan perpustakaan umum di Indonesia terus meningkat. Kalau dulu perpustakaan hanya berada di ibukota provinsi, sekarang hampir semua kabupaten dan kota telah membentuk perpustakaan. Bahkan untuk tingkat pedesaan pun sekarang sudah mulai disentuh.

Namun, perpustakaan umum sebagai institusi pelayanan publik yang kelola pemerintah di Indonesia sering dipermasalahkan kualitas pelayanannya. Penyelenggara pelayanan publik yang dilaksanakan oleh perpustakaan dalam berbagai sektor pelayanan terutama yang menyangkut kepuasan pemustaka terhadap kalitas layanan sebagai dasar kebutuhan pembaca/masyarakat. Hal ini dapat dilihat antara lain

(12)

banyaknya keluhan yang masuk melalui kotak saran maupun media pengaduan lainnya, seperti menyangkut pelayanan informasi yang kurang imformatif, kurang konsisten, terbatasnya fasilitas, sarana dan prasarana, sehingga pelayanan tidak menjamin kepuasan.Dalam era sekarang ini, perpustakaan dihadapkan pada situasi dan kondisi yang kompetitif. Agar bisa bertahan dan bahkan memiliki daya saing, maka perpustakaan perlu menyesuaikan diri dengan kondisi sekarang ini, bersikap proaktif dan inovatif terhadap kebutuhan akan informasi masyarakat. Bagi sebagian masyarakat yang kurang mampu perpustakaan menjadi salah satu alternatif dalam memenuhi kebutuhan informasinya, namun bagi sebagian masyarakat tertentu lebih suka membeli buku daripada meminjam di perpustakaan dan banyak juga sebagian masyarakat memanfaatkan jaringan Internet.

Perpustakaan sebagai pusat sumber informasi yang memainkan peran yang sangat penting dalam siklus transfer informasi. Fungsi dan jasa layanan informasi, menuntut perpustakaan bertindak sebagai antarmuka (interface) antara dua dunia yaitu masyarakat sebagai kelompok pemakai dan dunia sumber-sumber informasi, dalam bentuk tercetak maupun dalam bentuk lain.

Perkembangan sumber informasi yang ada di perpustakaan harus diimbangi dengan pelayanan yang baik seiring dengan kebutuhan pemustakan terhadap informasi yang terus meningkat. Seperti kita ketahui bahwa kebutuhan manusia akan informasi itu tidak

(13)

terbatas, dalam arti apabila telah terpenuhi kebutuhan informasi yang satu maka akan mencul kebutuhan informasi yang lain.

Masyarakat yang selalu dinamis telah mempengaruhi perkembangan dunian perpustakaan. Meskipun tidak banyak pergeseran pemaknaan akan perpustakaan itu sendiri di tengah masyarakat saat ini. Perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi tidak bisa lagi menjadi organisasi pasif yang hanya menunggu kedatangan penggunanya. Perpustakaan di tengah era informasi dituntut untuk aktif dan insklusif. Peranannya tidak lagi berpusat sebagai pusat penyimpanan dan pendokumentasian sumber informasi melainkan sebagai agen perubahan di tengah masyarakat.

Perhatian kepada pemustaka sangat penting bagi perkembangan perpustakaan. Apabila pemustaka merasakan tingkat kepuasan dan ketidakpuasan tertentu, akan mempengeruhi perilaku berikutnya. Pemustaka yang merasa puas akan memperlihatkan peluang yang besar untuk memamfaatkan jasa perpustakaan sepenuhnya. Seorang pemustaka yang merasa puas cendrung akan menyatakan hal-hal yang baik tentang produk jasa dan perpustakaan yang bersangkutan kepada orang lain. Oleh karena itu pemustaka yang merasa puas merupakan iklan yang terbaik bagi perpustakaan yang bersangkutan.

Layanan perpustakaan merupakan salah satu bagian yang cukup vital di perpustakaan, karena menjadi ujung tombak untuk

(14)

memenuhi kebutuhan pemakai perpustakaan (pemustaka). Bahkan salah satu kunci sukses dalam suatu perpustakaan terletak pada bagaimana perpustakaan memberikan layanan yang berkualitas. Oleh karena itu, perpustakaan dituntut untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas layanannya. Namun bukan hanya sebatas melayani saja, melainkan keseluruhan aspek harus mampu membuktikan kualitas yang tinggi. Adanya bukti prestasi, penilaian, sertifikasi kualitas, kepuasan pemustaka yang dilayani, serta hasil evaluasi juga dibutuhkan untuk memperoleh pengakuan dari para pemustaka.

Pelayanan yang ramah, komunikatif, dan rensponsif memiliki nilai utama di hati pemustaka, namun bukan hanya itu strategi yang harus dilakukan oleh perpustakaan dalam menghadapi perubahan. Dengan kata lain perbaikan dan perubahan harus dilakukan dari berbagai dimensi dari sisi internal (manajemen tata kelola) yang berdampak pada kondisi di dalam organisasi eksternal yang akan berdampak langsung kepada pemustaka. Kemampuan untuk mengenali kebutuhan dan karakteristik pemustaka yang dilayani merupakan syarat utama bagi perpustakaan untuk mempertahankan eksistensinya.

Bagi masyarakat, mamfaat perpustakaan baru dirasakan bila perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan mereka akan informasi. Apabila perpustakaan mampu menjawab kebutuhan masyarakat tersebut melalui perbaikan sumberdayanya (SDM, koleksi, dan sarana

(15)

prasarana, serta aspek-aspek lainnya), dimungkinkan akan terjadi peningkatan gemar membaca secara signifikan.

Pemustaka merupakan objek pokok kepada siapa layanan perpustakaan didedikasikan. Pemahaman perpustakaan terhadap karakteristik pemustaka merupakan hal yang sangat penting, karena pemustaka merupakan pengguna langsung jasa layanan. Maka pola pikir yang dibangun perpustakaan juga harus mengikuti logika pemustaka atau konsumennya. Pemustaka merupakan kunci penerima layanan perpustakaan, sehingga sudah seharusnya perpustakaan memberikan layanan terbaik dengan kualitas layanan yang prima.

Bagaimanapun persepsi pemustaka sangat penting untuk mengukur kualitas layanan yang diberikan pustakawan. Khusus dibidang perpustakaan dan informasi, jenis penelitian evaluasi (evaluation research) amat populer dan mengandung maksud meyakinkan orang lain maupun diri sendiri bahwa apa yang kita kerjakan memang patut di evaluasi. Proses evaluasi kepuasan pemustaka, salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh perpustakaan adalah kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kepuasan pemustaka. Pada umumnya pemustaka akan memilih perpustakaan yang memberikan pelayanan paling memuaskan bagi dirinya, sehingga perpustakaan harus berusaha memberikan pelayanan yang terbaik.

Lebih lanjut Laughlin dan Wilson (2008: 2) menyebutkan tingkat harapan pemustaka dari layanan yang diberikan perpustakaan adalah:

(16)

1. Pemustaka menginginkan informasi yang terbaru dan akurat.

2. Pemustaka mengharapkan layanan yang nyaman yaitu 24 jam dalam 7 hari.

3. Pemustaka menginginkan layanan didesain (dirancang) hanya untuk mereka.

4. Pemustaka menginginkan layanan yang handal.

5. Pemustaka mengharapkan layanan yang berkualitas tinggi dalam lingkungan yang nyaman.

Saat ini, era globalisasi maupun kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah berpengaruh pada meningkatnya kompleksitas tuntutan pemustaka terhadap layanan perpustakaan. Kualitas dipandang sebagai salah satu alat untuk mencapai keunggulan kompetitif (competitive advantage).

Proses evaluasi kepuasan pemustaka, salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh perpustakaan adalah kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kepuasan pemustaka. Pada umumnya pemustaka akan memilih perpustakaan yang memberikan pelayanan paling memuaskan bagi dirinya sehingga perpustakaan harus berusaha memberikan pelayanan yang terbaik.

Mengingat pentingnya aspek kepuasan pemustaka terhadap kualitas pelayanan dalam upaya meningkatkan volume pemamfaatan perpustakaan, maka peneliti akan menganalisis hal tersebut untuk mengetahui atribut pelayanan apa yang belum memuaskan pemustaka sehingga dapat dilakukan perbaikan.

(17)

Pemerintah Pusat telah menerbitkan peraturan dan perundang- undangan seperti, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pelayanan Publik, serta Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dijadikan acuan untuk mengukur indeks kepuasan masyarakat sebagai tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan pemerintah. Data indeks kepuasan masyarakat dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

Strategi untuk bertahan tidak cukup dengan memasukkan teknologi informasi yang canggih ke dalam perpustakaan. Aplikasi teknologi informasi tersebut tidak akan maksimal fungsinya jika tidak dapat dioperasikan dengan tepat guna. Kesiapan sumber daya manusia dalam menjalankan fungsi teknologi informasi tersebut menjadi syarat utama. Mereka yang tidak memiliki kemampuan tersebut tidak akan bisa berdamai dengan kondisi saat ini. Paradigma perpustakaan harus berubah jika perpustakaan tidak ingin tergerus zaman. Kesadaran akan kondisi tersebut idealnya menjadi bahan

(18)

bakar bagi penggiat perpustakaan untuk bekerja, mengelola perpustakaan, dan memberi layanan informasi secara professional.

Menurut Rudy Wawolumajadan Ester Agneslia (2012) : dalam mengukur kualitas layanan perpustakaan dapat dilakukan dengan beberapa teknik pengukuran, seperti Indeks Kepuasan Pemakai, SERVQUAL, Balance Score Card, dan teknik pengukuran relevan lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode LibQual+™. Penelitian ini akan memunculkan nilai persepsi, nilai harapan minimum dan harapan sesusungguhnya pemustaka dari setiap indikator layanan berdasarkan dimensi kualitas layanan LibQual+™.yang diterima pemustaka sehingga akan terlihat dari setiap sub indikator kualitas layanan yang diberikan BPAD apakah sesuai dengan harapan pemustaka terhadap layanan BPAD. Dalam metode LibQual+™ ada empat dimensi kualitas layanan yang dapat diukur, yakni : (1) affect of service (sikap dan kemampuan pustakawan atau petugas perpustakaan lainnya); (2) access to information (ketepatan dan kemudahan koleksi); (3) information control (teknologi yang digunakan); dan (4)library as place (infrastruktur perpustakaan).

Penelitian kualitas pelayanan perpustakaan menggunakan metode LibQual+™ dapat ditemukan dalam Tesis Dewi Fitriyani(2012) yang melaporkan dua hasil penelitian serupa seperti yang dilakukan oleh Tesis Sofiyan Sauri, mahasiswa S-2 UI tahun 2007, yang meneliti tentang kualitas layanan menurut harapan dan pendapat mahasiswa

(19)

tingkat akhir di STEI Tazkia dinilai baik oleh mahasiswa tingkat akhir karena kualitas layanan yang diterima mahasiswa berada pada batas minimum yang dapat diterima dan harapan yang diinginkan.

Selanjutnya Dewi Fitriyani juga melaporkan hasil penelitian menggunakan metode yang sama yang dilakukan oleh M. Farid Wajidi, mahasiswa S-2 Universitas Indonesia tahun 2009, yang meneliti kualitas layanan menurut dosen di perpustakaan IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa layanan perpustakaan secara umum belum memuaskan dosen. Hal ini disebabkan staf yang belum memadai, koleksi belum berkualitas, dan fasilitas yang kurang.

Dalam Whitlatch (2000: 2) disebutkan bahwa standar kinerja yang sering digunakan untuk mengukur efektivitas layanan, yaitu :

1. Ekonomi (economic), misalnya mengukur nilai efektifitas dan mengukur produktivitas.

2. Proses layanan (service process), misalnya mengukur kepuasan pemustaka dengan layanan yang disediakan oleh perpustakaan. 3. Sumber daya informasi (resources), misalnya mengukur kuantias

dan kualitas bahan perpustakaan/koleksi/literature.

4. Hasil layanan dan produk yang dihasilkan (service outcomes), misalnya mengukur kualitas dari jawaban atau informasi yang telah disampaikan.

Pengukuran kualitas pelayanan perpustakaan umum dilakukan untuk mengevaluasi kinerja pelayanan, dalam konteks ini adalah

(20)

Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Selatan (BPAD) sebagai lokus penelitian. Kualitas pelayanan BPAD dimaksud seperti, sumber daya manusia, koleksi, sarana dan prasarana, administrasi pelayanan, dan aspek lainnya.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis kualitas layanan yang diberikan BPAD kepada pemustaka dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasinya. Kualitas pelayanan BPAD dapat diukur berdasarkan persepsi dan harapan pemustaka berdasarkan beberapa indikator seperti : kecepatan waktu melayani, daya tanggap pustakawan, sarana dan prasarana yang dimiliki BPAD, dan beberapa indikator lainnya.

Berikut penulis sampaikan fakta fakta yang terkait penyelenggaraan layanan yang dilakukan BPAD Provinsi Sulawesi Selatan.

1. Sumber Daya Manusia

Petugas layanan yang ada di Bidang Layanan, Otomasi dan Jaringan Informasi, Subbidang Layanan Perpustakaan berjumlah 18 orang.

2. Jam Layanan

Secara umum jam layanan yang dilakukan BPAD sama dengan jam kerja yang diberlakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, yakni, 8 jam perhari. Namun, karena untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan kepada pemustaka, maka pada hari Sabtu (weekend) juga dibuka.

(21)

3. Koleksi

Koleksi yang dimiliki BPAD berjumlah kurang lebih 500 ribu eksemplar bahan pustaka yang meliputi bahan pustaka tercetak dan terekam. Setiap tahun koleksi perpustakaan mengalami peningkatan rata-rata 1000 eksemplar. Koleksi tersebut terdiri dari berbagai subjek ilmu pengetahuan yang dibagi dalam 10 (sepuluh) kelas, seperti : Karya umum, filsafat dan psikologi, agama, ilmu sosial, bahasa, lmu murni (sains), ilmu terapan, kesusastraan, Sejarah dan Geografi

4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana meliputi penyedian rak-rak buku, meja baca, kursi baca, alat bantu penelusuran informasi (katalog) baik secara manual maupun berbantuan komputer (online public access catalog).

5. Pemustaka

Pemustaka terus mengalami peningkatan, jumlah kunjungan ke perpustakaan cukup tinggi, rata-rata mencapai terendah 300 orang dan tertinggi rata-rata 900 orang per hari. Anggota perpustakaan pun mengalami peningkatan.

Namun jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 8.147.458 orang dengan luas wilayah 279.171.15 km (Laporan Tahunan Provinsi Sulawesi Selatan, 2011) persegi tingkat akses ke perpustakaan masih sangat rendah. Pemustaka yang berkunjung ke perpustakaan masih terkonsentrasi di wilayah kota Makassar, Kabupaten Gowa dan Maros.

(22)

Untuk menjangkau masyarakat yang tidak memiliki akses langsung ke perpustakaan, BPAD menyelenggarakan layanan melalui: a. Layanan perpustakaan keliling

b. Kerjasama dengan perpustakaan yang berada di 24 kabupaten dan kota.

c. Menyelenggarakan layanan jaringan informasi perpustakaan terpadu.

Selama ini, BPAD Provinsi masih dianggap baik dalam menyelenggarakan layanan dihadapan pemangku kepentingan dan mitra kerja Perpustakaan Nasional RI, serta Perpustakaan Provinsi di Indonesia. Namun penilaian tersebut masih terbatas pada kalangan tertentu saja, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terutama penelitian yang didasarkan pada penilaian pemustaka terhadap layanan perpustakaan yang diberikan BPAD.

Evaluasi terhadap kualitas suatu layanan perpustakaan dapat memberikan gambaran serta untuk memberikan masukan dalam mempridiksi dan memperbaiki suatu layanan perpustakaannya. Evaluasi dapat dilakukan dengan melakukan survei kepada pemustaka sehingga didapatkan sejumlah data yang menjadi dasar pengukuran kualitas layanan dan sebagai langkah awal untuk pengembangan kebijakan perbaikan layanan. Bahkan evaluasi juga penting sebagai proses awal dalam perencanaan pencapaian kualitas layanan yang lebih baik dan sebagai upaya untuk menjaga kualitas (quality control).

Penelitian yang menyangkut penilaian pemustaka terhadap layanan di BPAD masih jarang dilakukan karena keterbatasan

(23)

anggaran. Oleh karena itu peneliti ingin menelaah lebih mendalam terkait penilaian pemustaka terhadap layanan perpustakaan pada BPAD Provinsi Sulawesi Selatan, baik yang menyangkut aspek koleksi, jam layanan, sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana yang dimiliki perpustakaan.

Tentunya harapan dari penelitian evaluasi adalah dapat dijadikan landasan bagi perpustakaan untuk melihat sejauh mana aspek yang sudah baik dan belum. Hal ini seperti dikemukakan oleh Fidzani (1998: 329) bahwa hasil penelitian evaluasi bisa untuk meninjau kembali (re-orientation) terhadap koleksi yang dimiliki, layanan yang diberikan, dan berbagai kegiatan yang dapat secara efektif memenuhi kebutuhan informasi pemustakanya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan dalam latar belakang, maka pertanyaan penelitian ini difokuskan pada:

1. Bagaimana kondisi pelayanan di BPAD Provinsi Sulawesi Selatan ? 2. Bagaimanakah tingkat kepuasan pemustaka terhadap pelayanan di

BPAD Provinsi Sulawesi Selatan ?

3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara standar kualitas pelayanan yang diberikan BPAD dengan tingkat kepuasan pemustaka ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kondisi pelayanan terhadap pemustaka di BPAD.

(24)

2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pemustaka terhadap layanan perpustakaan di BPAD.

3. Untuk mengetahui tingkat hubungan yang signifikan antara standar kualitas pelayanan yang diberikan BPAD dengan tingkat kepuasan pemustaka.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan untuk mengevaluasi sejauhmana kualitas pelayanan yang diberikan BPAD terhadap pemustaka.

2. Sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan di BPAD terhadap pemustaka ke depan.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoretis

1. Publik dan Pelayanan Publik a. Publik

Kata Publik secara etimologis berasal dari bahasa Inggris Public yang berarti umum. Kemudian kata publik ini diterima dalam bahasa Indonesia baku, pengertianya adalah orang banyak (Pusat Bahasa, 2000). Sementara menurut Dwight Waldo (1996 : 29-30), untuk memahami kata public harus dilihat dari konteksnya. Waldo menjelaskan bahwa suatu pendekatan tentang arti dan makna daripada istilah public yang paling rasional adalah pendekatan yang didasarkan pada konsep-konsep yang telah dipergunakan dalam lapangan ilmu sosiologi dan antropologi. Surjono Sukanto (2012 : 132) menjelaskan bahwa publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi seperti misalnya pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, radio, televisi, film, dan lain sebagainya. Alat-alat penghubung semacam ini lebih memungkinkan suatu publik mempunyai pengikut-pengikut yang lebih luas dan lebih besar. Akan tetapi, karena jumlahnya yang sangat besar, tak ada pusat perhatian yang tajam sehingga kesatuan juga tak ada. Setiap

(26)

aksi publik diprakarsai oleh keinginan individual, dan ternyata individu-individu dalam suatu publik masih mempunyai kesadaran akan kedudukan sosial yang sesungguhnya dan juga masih lebih mementingkan kepentingan-kepentingan pribadi daripada mereka yang tergabung dalam kerumunan. Dengan demikian, tingkah laku pribadi kelakuan publik didasarkan pada tingkah laku atau perilaku individu. Untuk memudahkan mengumpulkan publik tersebut, digunakan cara-cara dengan menggandengkan nilai-nilai sosial atau tradisi masyarakat bersangkutan, atau dengan menyiarkan pemberitaan-pemberitaan, baik yang benar maupun yang palsu sifatnya.

Publik juga dapat dijelaskan sebagai orang banyak yang terhimpun dalam kelompok-kelompok yang sedang menghadapi suatu masalah yang sulit dan kontroversial (Arifin, 2008 : 9), serta berusaha untuk mencari solusi dengan melakukan diskusi-diskusi secara tidak langsung. Dalam publik itu terdapat individu-individu yang mengerti masalah, rasional, kritis dan bahkan spesialis dan memiliki kepentingan yang perlu dijaga.

Menurut Yogi S dan M. Ikhsan (2006), terdapat beberapa pengertian yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum, masyarakat, dan negara. Publik dalam pengertian umum atau masyarakat dapat ditemukan dalam istilah public offering (penawaran umum), public ownership (milik umum), dan public utility (perusahaan

(27)

umum), public relations (hubungan masyarakat), public service (pelayanan masyarakat), public interest (kepentingan umum), dan sebagainya. Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan negara) dan public sector (sektor negara).

Dalam konteks penelitian ini, kata publik diartikan sebagai pemustaka atau pengguna perpustakaan. Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan disebutkan bahwa “pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan. (Bab I, pasal 1).

b. Pelayanan Publik

Salah satu fungsi pokok pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah pelayanan (Rakhmat, 2009 : 105). Dalam Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pelayanan sebagai hal, cara, atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minuman, menyediakan keperluan orang; mengiyakan; menerima;menggunakan.Christian Groonros (1990 : 27) mendefinisikan pelayanan sebagai “ an activity or series of activities of more or less intangible nature that normaly, but necessarily, take place in interaction between the customer and service employees and/or physical resources or good or systems of the service provider, with are provided as solution to customer problem “

(28)

Sementara menurut Philip Kotler (dalam Ridwan, 2010 : 18) pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara mengatakan bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Christian Gronroos (dalam Gatot Pramuka, 2009) bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan pengguna. Dalam konteks pemerintahan (Rakhmat, 2009), pelayanan merupakan suatu konsep yang senantiasa dikaitkan dengan proses pemenuhan kebutuhan masyarakat yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dari pemberi layanan, yaitu aparatur pemerintah.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, menurut Yogi S dan M. Iksan (2006), penggunaan istilah pelayanan publik (public service) dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan secara bergantian (interchangeable), dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar.

(29)

Menurut Lukman (1995) pelayanan publik adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Sementara menurut Rasyid (dalam Rakhmat, 2009) mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian pelayanan atau melayani keperluan masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sendiri sesuai dengan aturan dan tata cara yang telah ditetapkan. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Agus Fanar Syukri (2009 :1) yang mengatakan bahwa pelayanan publik pada dasarnya mencakup aspek kehidupan masyarakat luas. Dalam kehidupan bernegara pemerintah memiliki fungsi melayani publik, dalam bentuk mengatur maupun menerbitkan perizinan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, usaha, kesejahteraan dan sebagainya.

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya Negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak setiap warga Negara atas barang, jasa, dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik (Joni Dawud, 2010). Komitmen pemerintah tersebut kemudian dipertegas dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik.

(30)

Adapun tujuan Undang-Undang Pelayanan Publik adalah: 1) Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak,

tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.

2) Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik.

3) Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan

4) Terwujunya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Adapaun penyelenggara pelayanan publik itu sendiri adalah setiap institusi penyelenggara Negara, korporasi, lembaga Independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang untuk kegiatan pelayanan publik. Penyelenggaraan pelayanan publik antara lain berasaskan :

1) Kepentingan umum 2) Kepastian hukum 3) Kesamaan hak

(31)

4) Keseimbangan hak dan kewajiban 5) Keprofesionalan

6) Partisipatif

7) Persamaan perlakuan/tidak diskriminasi 8) Keterbukaan

9) Akuntabilitas

10) Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan 11) Ketepatan waktu

12) Kecepatan, kemudahan, dan kejangkauan

Ruang lingkup pelayanan publik meliputi 1) pelayanan barang publik; 2) jasa publik, serta 3) pelayanan administratif yang mencakup bidang pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.

1) Pelayanan barang publik meliputi :

a) Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan Negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

(32)

b) Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi milik negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

2) Pelayanan jasa publik meliputi :

a) Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD; b) Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal

pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

c) Penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari APBN atau APBD atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

3) Pelayanan administratif meliputi :

a) Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan

(33)

dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga; dan

b) Tindakan administratif oleh instansi non-pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.

Menurut Kristiadi (dalam Rakhmat, 2009 : 106-107), suatu pelayanan publik yang ideal paling tidak memiliki beberapa prinsip dasar yaitu :

a) Pelayanan yang diberikan harus memperhatikan kebutuhan masyarakat dan sistem pelayanan yang dilakukan oleh pihak lain yang memiliki aspek kepuasan layanan kepada masyarakat.

b) Pelayanan yang semakin lama semakin meningkat sementara permintaan masyarakat tidak boleh ditinggalkan. Apalagi kalau birokrasi telah memacunya untuk meningkatkan permintaannya maka pelayanan yang diterapkan tidak boleh mundur.

c) Pelayanan harus dievaluasi, tidak saja keberhasilannya tetapi juga kegagalannya dari pelaksanaan sistem pelayanan yang diterapkan. Keberhasilan yang diraih harus secara optimal diinformasikan kepada masyarakat sehingga mendapat dukungan yang lebih luas dari masyarakat itu sendiri.

d) Pelayanan yang memiliki karakteristik tidak berhadapan langsung dengan kebutuhan masyarakat agar ditempatkan di tengah-tengah suatu sistem pelayanan, dan bukan justru dibarisan paling depan.

(34)

e) Pelayanan yang kurang memperhatikan hirarki kepuasan masyarakat sebenarnya memiliki hirarki nilai kepuasan tertentu.

Sementara berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 bahwa untuk dapat memberikan pelayanan yang berkualitas bagi publik, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut (Syukri, 2009; Dawud, 2010; Ridwan, 2010, Ratminto dan Winarsih, 2006):

a. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

c. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

d. Partisipasif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan sebagainya.

f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

(35)

Dalam beberapa literatur, menurut Ratminto danWinarsih (2006), indikator pelayanan publik dibedakan atas dasar proses dan hasil, seperti yang dapat dilihat dalam Tabel 1.

(36)

Tabel 1

Tabel PerbandinganIndikator Pelayanan Publik

Sumber Indikator

Berorientasi Hasil Berorientasi Proses Mc. Donald &

Lawason (1977)

a. Eficiency b. Effectiveness Salim & Woodword

(1992) a. Economy b. Efficiency c. Effectiveness d. Equity Lenvinne (1990) a. Responsivitas b. Responsibilitas c. Akuntabilitas Standar Pelayanan Publik (KEPMENPAN 63/2004) a. Waktu penyelesaian b. Biaya pelayanan c. Produk pelayanan a. Prosedur pelayanan b. Sarana dan prasarana c. Kompetensi petugas pemberi pelayanan Asas pelayanan publik (KEPMENPAN 63/2004) a. Transparansi b. Akuntabilitas c. Kondisional d. Partisipatif e. Kesamaan hak f. Keseimbangan hak dan kewajiban Prinsip pelayanan (KEPMENPAN 63/2004) a. Ketepatan waktu b. Akurasi a. Kesederhanaan b. Kejelasan c. Keamanan d. Keterbukaan e. Tanggungjawab f. Kelengkapan

sarana & prasarana Gibson, Ivancevich Donelly (1990) a. Kepuasaan b. Efisiensi c. Produksi a. Perkembangan b. Keadaptasian c. Kelangsungan hidup Sumber : Ratminto dan Winarsih (2006) Manajemen Pelayanan, p. 178-9

2. Bentuk dan Faktor Pendukung Pelayanan Umum

Dalam pelayanan umum terdapat beberapa faktor pendukung yang penting, diantaranya faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan umum, faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan, faktor organisasi yang merupakan

(37)

alat serta system yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan, faktor pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, faktor keterampilan petugas dan faktor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan. Keenam faktor itu masing-masing mempunyai peranan berbeda tetapi saling berpengaruh dan secara bersama-sama akan mewujudkan pelaksanaan pelayanan secara baik, berupa pelayanan verbal, pelayanan tulisan atau pelayanan dalam bentuk garakan/tindakan dengan atau tanpa peralatan. Salah satu faktor dari enam unsur tersebut tidak ada atau sangat tidak memadai, maka pelayanan akan terasa kurang bahkan jika faktor pertama yang tidak ada maka fatallah pelayanan itu.

1). Bentuk Layanan

Layanan umum yang dilakukan oleh siapapun, bentuknya tidak terlepas dari 3 (tiga) macam, yaitu : 1) layanan dengan lisan, 2) layanan melalui tulisan, 3) layanan dengan perbuatan. Ketiga bentuk layanan itu tidak tidak selamanya berdiri sendiri secara murni, melainkan saling berkombinasi.

a. Layanan dengan lisan

Bentuk layanan ini biasanya diakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat, bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan. Supaya

(38)

layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku layanan, yaitu :

1) Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya.

2) Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu.

3) Bertingkah laku sopan dan ramah tamah. b. Layanan melalui tulisan

Layanan ini merupakan bentuk layanan yang paling menonjol dalam pelaksanaan tugas, tidak hanya dari segi jumlah tetapi juga dari segi peranannya. Apalagi jika diingat bahwa sistem layanan dalam abad informasi ini menggunakan sistem layanan jarak jauh (e-mail) dalam bentuk tulisan. Layanan tulisan terdiri atas dua golongan,pertama layanan berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan pada orang-orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka berurusan dengan instansi dengan lembaga; ke dua, layanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan, pemberian/penyerahan, pemberitahuan, dan lain sebagainya.

(39)

c. Layanan berbentuk perbuatan

Pada umumnya layanan dalam bentuk perbuatan dilakukan oleh petugas-petugas tingkat menengah dan bawah. Karena itu faktor keahlian dan keterampilan petugas tersebut sangat menentukan terhadap hasil perbuatan atau pekerjaan.

Dalam kenyataan sehari-hari jenis layanan ini memang tidak dapat terhindar dari layana lisan, jadi antara layanan perbuatan dan layanan lisan sering bergabung. Hal ini disebakan karena hubungan lisan paling banyak dilakukan dalam hubungan pelayanan secara umum.

Layanan dalam bentuk ini, dimana orang dilayani mempunyai tujuan untuk mendapatkan pelayanan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar penjelasan dan kesanggupan secara lisan.

Dalam hal layanan ini faktor kecepatan menjadi tujuan utama disertai dengan kualitas hasil yang memadai. Mengenai faktor kecepatan, hal itu dapat dilakukan apabila prinsip pekerjaan yang dapat ditangani saat ini, maka pekerjaan itulah yang sekarang dikerjakan, atau pekerjaan tersebut tidak ditunda. Sifat gemar menunda pekerjaan adalah sifat yang dapat menjadi hambatan bagi kemajuan dan kepercayaan.

Selanjutnya sehubungan dengan faktor kualitas hasil pekerjaan, perlu diperhatikan tiga hal penting sebagai berikut:

(40)

1) Adanya kesungguhan dalam melakukan pekerjaan dengan motif mulia, yaitu ikhlas karena Allah semata.

2) Adanya keterampilan khusus untuk menangani pekerjaan tersebut.

3) Disiplin dalam hal waktu, prosedur dan metode yang telah ditentukan.

2) Faktor Pendukung Pelayanan Umum

Sebagaimana telah disebutkan diatas, faktor pendukung pelayanan umum terdiri atas 6, yaitu :

a. Faktor kesadaran

Kesadaran menunjukkan suatu keadaan jiwa sesorang. Dengan adanya kesadaran terhadap tugas yang diemban, maka akan membawa seseorang kepada keikhlasan dan kesungguhan dalam menjalankan atau melaksanakan tugas pekerjaannya. Karena itu dengan adanya kesadaran pada pegawai, diharapkan mereka melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan, kesungguhan dan disiplin.

b. Faktor aturan

Aturan adalah perangkat penting dalam segala tindakan dan perbuatan orang. Dalam organisasi kerja aturan dibuat oleh manajemen sebagai pihak yang berwenang mengatur segala sesuatu yang ada di organisasi kerja tersebut.

(41)

c. Faktor organisasi

Organisasi pelayanan pada dasarnya tidak berbeda dengan organisasi pada umumnya, namun dalam penerapannya memiliki perbedaan sedikit, karena sasaran pelayanan ditujukan secara khusus kepada manusia yang mempunyai watak dan kehendak multi kompleks. Oleh karena itu organisasi yang dimaksud disini tidak semata-mata dalam perwujudan susunan organisasi, melainkan lebih banyak pada pengaturan dan mekanisme kerjanya yang harus mampu mengahasilkan pelayan yang memadai. Karena organisasi adalah mekanisme maka perlu adanya sarana pendukung yang berfungsi memperlancar mekanisme itu. Sarana pendukung itu ialah system, prosedur dan metode.

d. Faktor pendapatan

Pendapatan ialah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga dan/atau pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain atau badan/organisasi, baik dalam bentuk uang, natura maupun fasilitas, dalam jangka waktu tertentu. Dalam kaitannya dengan optimalisasi pelayanan yang diberikan oleh petugas layanan, maka sulit diharapkan mereka akan memberikan layanan yang maksimal jika tingkat pendapatannya tidak memenuhi kebutuhan minimalnya. Artinya petugas dapat saja melalaikan tugasnya untuk mencari tambahan penghasilan lain, maka dengan demikian tugas pelayanan akan terabaikan.

(42)

e. Faktor kemampudan keterampilan

Kemampuan menunjukkan pada pengertian seseorang dapat melakukan tugas/pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan. Sementara keterampilan ialah kemampuan melaksanakan tugas/pekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang tersedia. Dengan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa keterampilan lebih banyak menggunakan unsur anggota badan dari pada unsur yang lain.

f. Faktor sarana pelayanan

Sarana pelayanan yang dimaksud disini ialah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja itu.

Fungsi sarana pelayanan tersebut antara lain adalah :

1) mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menghemat waktu;

2) meningkatkan produktivitas baik barang atau jasa; 3) kualitas produk yang lebih baik/terjamin;

4) ketepatan susunan dan stabilitasukuran terjamin; 5) lebih mudah/sederhana dalam gerak para pelakunya;

6) menimbulkan rasa kenyamanan bagi orang-orang yang berkepentingan;

(43)

7) menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan sehingga dapat mengurangi sifat emisional mereka.

3. Kualitas Pelayanan

Untuk mengetahui tingkat kualitas layanan perpustakaan memerlukan banyak pemahaman. Pemahaman tersebut antara lain : tentang bagaimana pemustaka mengevaluasi kualitas suatu layanan, apakah melakukan evaluasi langsung atau mengevaluasi pada setiap sisi layanan, faktor-faktor apa yang mempengaruhi harapan pemustaka, maupun sejauh mana pemahaman pemustaka tentang layanan perpustakaan. Hal-hal tersebut akan memungkinkan dapat berpengaruh pada penilaian pemustaka terhadap kualitas layanan perpustakaan yang sudah diberikan.

Perbaikan kualitas layanan perpustakaan membutuhkan sebuah proses (process improvement) hal ini sesuai dengan pendekatan Deming’s sebagaimana dikutip Laughlin dan Wilson (2008), bahwa proses perbaikan mengkhususkan pada :

- pemahaman system perpustakaan.

- memfokuskan pada persyaratan untuk bertemu pemustaka.

- mengalokasikan tanggung jawab dan kewenangan untuk perbaikan antara tim pustakawan.

- menggunakan teknik statistik untuk mengukur hasil dan menurunkan variasi.

(44)

- proses perbaikan berkelanjutan untuk meningkatkan hasil.

Sharma (2001) dalam Suhu (2007: 234) mendefinisikan bahwa: Quality Library Service mean satisfying the query of each and every user accurately, exhaustively and expeditiously. Hal tersebut mengandung maksud bahwa kualitas layanan perpustakaan merupakan kepuasan yang didapatkan oleh setiap pemustaka dilihat dari ketelitian/ketepatan, kedalaman/kelengkapan, dan layanan dengan cara yang terbaik, tepat guna, dan cepat dari pihak perpustakaan.

Selanjutnya Gearson (2002: 65) mengemukakan bahwa untuk mengetahui kepuasan yang dilayani, dapat dilakukan dengan cara evaluasi sebagai berikut :

a. Survei tertulis, yaitu dengan menggunakan daftar pertanyaan atau pernyataan tertulis disertai dengan jawaban yang mensyaratkan orang untuk menjawab sesuai dengan skala yang ditetapkan sebelumnya

b. Survei telepon, biasanya ada panduannya dan sangat efektif untuk mengumpulkan data kepuasan jika petugas surveinya sabgat terlatih dalam mengajukan berbagai pertanyaan.

c. Wawancara tatap muka, dengan cara mengajuka pertanyaan secara langsung kepada responden dan sesuai dengan urutan atau batasan yang telah ditetapkan.

(45)

d. Kelompok fokus (focus group), merupakan kelompok yang biasanya terdir dari 3 sampai 10 orang yang bertemu dengan fasilitator untuk menjawab pertanyaan atau pernyataan. Caranya adalah berdiskusi dalam kelompok berkaitan dengan kinerja suatu lembaga. Harapannya yaitu bisa menjelaskan kepuasannya terhadap jasa yang sudah mereka terima.

Sementara Rangkuti (2002: 87) juga mengemukakan bahwa untuk mengukur kepuasan dari kualitas jasa layanan yang diberikan dapat di evaluasi dengan cara :

a. Pendekatan tradisional, maksudnya responden diminta untuk memberikan penilaian atas masing-masing indikator jasa yang telah mereka terima.

b. Analisis secara deskriptif, yaitu perhitungan dengan menggunakan nilai rata-rata, nilai distribusi, serta standar deviasinya.

Kualitas layanan perpustakaan bisa diukur dalam berbagai aspek yang berkaitan dengan interaksi pemustaka dengan sumber daya perpustakaan yang dimiliki maupun dari segi layanan yang diberikan oleh pustakawannya seperti apa. Soeatminah (1992: 17) mengemukakan bahwa pelayanan perpustakaan dikatakan baik apabila dapat dilakukan dengan cepat, tepat waktu, dan benar.

Dalam Tjiptono (1999: 30) disebutkan bahwa pada dasarnya kualitas layanan itu berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggannya.

(46)

Menurut Zeithaml dan Bitner (1996) bahwa kualitas layanan itu bisa di bagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

1. Keunggulan layanan (service superiority), merupakan kualitas layanan yang berhasil memenuhi atau melebihi dari keinginan sesungguhnya (perceived) dari pelanggannya. Jadi keunggulan layanan ini terkait dengan pemberian layanan yang diinginkan (desired service), yaitu tingkatan layanan yang diharapkan diterima oleh pelanggan.

2. Kecukupan layanan (service adequacy), merupakan level kualitas layanan yang hanya sekedar berhasil memenuhi suatu layanan yang dianggap layak atau memadai (adequate service). Jadi adequate service ini dapat mencerminkan harapan minimum yang dapat ditolerir (tolerable).

Selanjutnya Tjiptono dan Chandra (2005): 109), juga menyebutkan bahwa kualitas layanan berkontribusi signifikan bagi penciptaan diferensiasi, positioning, dan strategi bersaing setiap organisasi. Oleh karena itu, dalam penyampaian jasa dibutuhkan kontak atau interaksi sosial, komunikasi interpersonal, maupun kriteria kualitas yang jelas. Alasannya karena kualitas layanan berkaitan erat dengan yang namanya kepuasan bagi yang dilayani. Selain itu, karena dampak dari kepuasan juga akan berkontribusi pada loyalitas.

Menurut Kotler (1997: 106), kualitas layanan merupakan suatu bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang diterima

(47)

(perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected service). Sehingga kualitas layanan pada hakekatnya merupakan sebuah konsep yang komprehensif dan perlu terus dikembangkan terutama berkaitan dengan berbagai penetapan indikatornya.

Standarisasi menjadi langkah pertama dalam proses perbaikan. Pengelolaan proses perbaikan dalam sistem perpustakaan membutuhkan komitmen pimpinan perpustakaan. Metode perbaikan secara berkelanjutan akan mengubah iklim pada sistim perpustakaan agar menjadi lebih baik. Mengukur proses perbaikan adalah suatu yang menjadi tantangan baru bagi para pustakwan. Frekuensi, proses pengukurannya dibagi dalam 5 (lima) kategori, yaitu: waktu (time), biaya (cost), kualitas (qualiry), kepuasan pemustaka (users satisfaction), dan kuantitas (quantity).

Dalam melayani pemustaka, apabila pustakawan dapat menyediakan layanan dengan senyum (service whit smile), tentu sangat menyenangkan. Alasan mendasar karena menyangkut kebutuhan kerja yang bisa meningkatkan kecendrungan pemustaka, hasrat untuk kembali ke perpustakaan, serta kepuasan bagi pemustakanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Brown dan Sulzer-Azarof (1994) dalam Grandey, et.al. (2006: 1229) bahwa memberikan pelayanan dengan senyum telah menunjukkan hasil kepuasan.

(48)

Layanan perpustakaan menujukkan salah satu bagian yang penting di perpustakaan, karena menjadi ujung tombak untuk memenuhi kebutuhan pemustaka. Guna mencapai kualitas layanan perpustakaan yang standar, maka pustakawan seyogianya mulai belajar melayani pemustaka dengan prinsip “layanan berbasis pemustaka (people based service)” dan “layanan unggul (service excellence)”, yang salah satu tema kuncinya adalah courtesy.

Courtesy pustakawan dapat diartikan sebagai kesopan-santunan, kesopanan; rasa hormat; kebaikan; maupun implementasi pelayanan yang baik yang dilakukan oleh pustakawan kepada pemustaka. Courtesy pustakawan dimaksudkan dapat melayani dengan baik di tambah aspek-aspek lain, misalnya: gestur; bahasa tubuh; sikap; dan lain sebagainya yang membuat pemustaka senang (good service plus a little bit extra) atau kesopansantunan dari layanan pustakawan yang dilakukan dengan kebaikan hati (politeness of manners combinet with kindness).

Beberapa bentuk ukuran/parameter dari sikap courtesy pustakawan yang dapat dilakukan dalam melayani pemustaka, antara lain :

1. Penuh perhatian (Attentive). Pustakawan mampu berkonsentrasi penuh dan menunjukkan sikap bertindak cepat dalam melayani. 2. Penuh pertolong (helpful). Pustakawan mampu menyediakan

bantuan baik dalam bentuk kemudahan maupun pemberian informasi tanpa pemustaka harus meminta terlebih dahulu.

(49)

3. Tenggang rasa (considerate). Pustakawan dapat menunjukkan sikap empati kepada pemustaka. Misalnya: pustakawan selalu memperlihatkan empatinya dengan memberi perhatian dan mendengarkan dengan baik masukan, kritikan, dan saran dari pemustaka.

4. Sopan (polite). Pustakawan pada saat melayani pemustaka selalu bertingkah laku secara baik dan menyenangkan dengan menggunakan kata-kata yang ramah.

5. Peduli (resfectful). Pustakawan menggunakan panggilan hormat kepada pemustaka. Misalnya: tidak menyebut nama langsung, namun mengawali panggilan dengan mas/mbak maupun bapak/ibu.

Di dunia perpustakaan, kualitas pelayanan merupakan hal yang sangat penting untuk diwujudkan karena pelayanan merupakan ujung tombak perpustakaan. The Association of Recearch Library (ARL) membagi karakteristik layanan perpustakaan (Cook, Collen and Heath, Fred, 2000) dalam Dwi Surtiawan (2006) sebagai berikut :

1) Perpustakaan sebagai tempat a) Kenyamanan

Perpustakaan sebagai sebuah tempa harus memperhatikan faktor kenyamanan, kebersihan, dan kesejukan sehingga pemustaka betah berada di perpustakaan.

b) Papan petunjuk

Perpustakaan perlu dilengkapi dengan denah lokasi perpustakaan dan denah dalam gedung perpustakaan yang diletakkan di tempat strategis sehingga mudah dilihat pemustaka.

(50)

c) Pengaturan Ruangan

Pengaturan ruangan yang baik dan fungsional akan memberikan kemudahan baik bagi tenaga perpustakaan maupun pemustaka dalam memenuhi kebutuhan.

2) Keandalan (Reliability)

Keandalan merupakan kecepatan, keakuratan dan pelayanan yang memuaskan pemustaka yang diberikan oleh tenaga perpustakaan sesuai dengan standard yang telah ditetapkan. Perpustakaan mempunyai prosedur mutu dalam setiap jenis layanan yang dikomunikasikan kepada pemustaka.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi layanan a) Empati (Empathy)

Empati adalah sikap, respon dan tindakan tenaga perpustakaan yang dapat ikut merasakan apa yang dirasakan pemustaka.

b) Daya Tanggap (Responsiveness)

Tenaga perpustakaan dituntut untuk mempunyai daya tanggap yang cepat atau resvonsive.

c) Jaminan (Assurance)

Pemustaka akan merasakan nyaman untuk memamfaatkan layanan yang ditawarkan perpustakaan apabila ada jaminan kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya dari tenaga perpustakaan.

(51)

4) Kemudahan pemakaian a) Jenis layanan

Perpustakaan hendaknya memilih dan menyediakan jenis layanan yang sesuai dengan karakteristik perpustakaannya. Jenis layanan yang sesuai dengan karakteristik hendaknya tidak menyulitkan pemustaka dalam memamfaatkan jasa perpustakaan.

b) Kemudahan femamfaatan

Fasilitas yang ada di perpustakaan mudah dimamfaatkan. Perpustakaan hendaknya membuat aturan yang jelas, mudah dipahami dan tidak birokratis.

c) Tata letak

Penempatan perabot dan perlengkapan di perpustakaan hendaknya luwes sehingga memudahkan pemustaka dalam mencari koleksi yang dibutuhkan.

5) Kelengkapan koleksi

Kelengkapan koleksi merupakan salah satu faktor utama pendorong pemustaka berkunjung dan memamfaatkan layanan perpustakaan.

Christoper H. Lovelock (dalam Imawati, 2008), mendefinisikan kualitas sebagai “degree of excellent intended, and the control of variability in achieving that excellent, in meeting the customer requirement (tingkat mutu yang baik sesuai dengan yang diharapkan, dan pengawasan untuk mencapai mutu yang baik untuk dapat memenuhi keinginan konsumen)”.

(52)

Berdasarkan pengertian kualitas, baik yang konvensional maupun yang lebih strategis oleh Gaspersz dalam Sampara Lukman mengemukakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok :

1. kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk; 2. kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau

kerusakan.

Agar pelayanan yang diberikan berkualitas tentu saja kedua kualitas dimaksud harus terpenuhi. Negara berkembang umumnya tidak dapat memenuhi kedua kualitas tersebut sehingga pelayanan publiknya menjadi kurang memuaskan. Secara terinci Master dalam Dadang Julianta (Ed) mengemukakakn berbagai hambatan dalam pengembangan system manajemen kualitas, antara lain :

1) ketiadaan komitmen dari manajemen;

2) ketiadaan pengetahuan dan kekurangpahaman tentang manajemen kualitas bagi aparatur yang bertugas melayani;

3) ketidak mampuan aparatur mengubah kultur yang mempengaruhi kualitas manajemen pelayanan pelanggan;

4) ketidaktepatan perencanaan manajemen kualitas yang dijadikan pedoman dalam pelayanan pelanggan;

(53)

6) ketidakmampuan membangun learning organization, learning by the individuals dalam organisasi;

7) ketidaksesuaian antara struktur organisasi dengan kebutuhan; 8) ketidakcukupan sumber sumber daya dan dana;

9) ketidaktepatan sistem penghargaan dan balas jasa bagi karyawan;

10) ketidaktepatan mengadopsi prinsip manajemen kualitas kedalam organisasi;

11) ketidaktepatan dalam memberikan perhatian pada pelanggan, baik internal maupun eksternal;

12) ketidaktepatan dalam pemberdayaan dan kerja sama.

Kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan konprehensif yang lebih dikenal dengan konsep pelayanan prima. Aparat pelayanan hendaknya memahami variabel-variabel pelayanan prima. Variabel yang dimaksud adalah :

1. pemerintahan yang bertugas melayani; 2. masyarakat yang dilayani pemerintah;

3. kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik; 4. peralatan atau sarana pelayanan canggih;

5. resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk kegiatan pelayanan;

6. kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar dan asas pelayanan masyarakat;

(54)

7. manajemen dan kepemimpinan serta organisasi pelayanan masyarakat

8. perilaku pejabat yang terlibat dalam pelayanan masyarakat, apakah masing-masing telah menjalankan fungsi mereka.

Selain peningkatan kualitas pelayanan melalui pelayanan prima, pelayanan yang berkualitas juga dapat dilakukan dengan konsep “layanan sepenuh hati”. Layanan sepenuh hati yang digagas oleh Patricia Patton dimaksudkan layanan yang berasal dari diri sendiri yang mencerminkan emosi, watak, keyakinan, nilai, sudut pandang, dan perasaan. Olek karena itu, aparatur pelayanan dituntut untuk memberikan layanan kepada pelanggan dengan sepenuh hati. Layanan seperti ini tercermin dari kesungguhan aparatur untuk melayani. Kesungguhan yang dimaksudkan, aparatur pelayanan menjadikan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utamanya.

Layanan sepenuh hati, juga bisa membantu kita menyisishkan waktu untuk memahami orang lain dan peduli terhadap perasaan mereka. Menurut Patton nilai layanan sepenuh hati terletak pada kesungguhan empat sikap’ yaitu :

1) Gairah (passionate). Ini menghasilkan semangat yang besar terhadap pekerjaan, diri sendiri, dan orang lain. Antusiasme dan perhatian yang dibawakan pada layanan sepenuh hati akan membedakan bagaimana memandang diri sendiri dan pekerjaan dari tingkah laku dan cara memberi layanan kepada para

(55)

konsumen. Mereka mengetahui apakah kita menghargai mereka atau tidak.

2) Progresif (Progressive). Penciptaan cara baru dan menarik untuk meningkatkan layanan dan gaya pribadi. Pekerjaan apapun yang kita tekuni, jika memiliki gairah dan pola pikir yang progresif, akan menjadikan pekerjaan lebih menarik. Bersikap kreatif itu dimulai dari berpikir, bukannya membatasi diri sendiri terhadap cara memberi layanan.

3) Proaktif (Proactive). Supaya aktif harus melibatkan pekerjaan kita. Banyak orang yang hanya berdiam diri dan menanti disuruh melakukan sesuatu bila diperlukan. Untuk mencapai kualitas layanan yang lebih bagus diperlukan inisiatif yang tepat. Nilai tambah layanan sepenuh hati merupakan alasan yang mendasari mengapa melakukan bagi orang lain.

4) Positif (Positive). Senyum merupakan bahasa isyarat universal yang dipahami semua orang dimuka bumi ini. Berlaku positif itu sangat menarik. Sikap ini dapat mengubah suasana dan kegairahan pada hampir semua interaksi konsumen. Berlaku positif berarti seyogianya berlaku hangat dalam menyambut para konsumen dan tidak ada pertanyaan atau permintaan yang tidak pada tempatnya.

4. Konsep Kepuasan Pemustaka

Perpustakaan sebagai salah satu penyedia jasa informasi yang berorientasi pada pemustaka perlu memperhatikan keinginan

(56)

pemustaka dalam memenuhi kebutuhan informasinya. Jika hal ini terpenuhi maka pelayanan perpustakaan akan dikatakan berkualitas. Konsep kualitas oleh Philip Kotler dan Gary Amstrong (2001) didefinisikan sebagai keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau layanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Sementara Parasuraman (2002) mendefinisikan kualitas layanan sebagai kesenjangan antara harapan pengguna terhadap layanan yang diinginkan dengan persepsi pengguna terhadap layanan yang diberikan. Dengan kata lain, kualitas layanan dianggap baik apabila persepsi pengguna lebih tinggi daripada harapan pengguna, dan sebaliknya layanan dianggap belum baik apabila persepsi pengguna lebih rendah daripada harapan pengguna. Harapan pengguna merupakan layanan yang diinginkan oleh pengguna (expected service), sedangkan persepsi pengguna merupakan pendapat pengguna terhadap layanan yang sudah diberikan (perceived service).

Kepuasan pelanggan, konsumen, atau masyarakat pengguna (publik) merupakan tujuan utama yang ingin dicapai dalam pelayanan masyarakat. Kepuasan pelanggan dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat dipenuhi. Karena itu, Pandi Tjiptono (dalamAzis Sanafiah, 2000) menyatakan bahwa terdapat tiga tingkatan harapan pelanggan mengenai kualitas pelayanan, yaitu : a. Harapan pelanggan yang paling sederhana dan berbentuk asumsi

Gambar

TABEL  1  Perbandingan Indikator Pelayana Publik ..........................   26  TABEL  2  Anggota Perpustakaan ....................................................
GAMBAR  1  Konsep Kepuasan Pengguna/Pelanggan  49  GAMBAR  2  Conseptual Model of Service Quality  50  GAMBAR  3  Tingkat Kunjungan ke Perpustakaan Tahun 2012  67  GAMBAR  4  Tingkat Pinjaman Bahan Pustaka oleh Anggota  69
Gambar 1. Konsep kepuasan pemustaka
Gambar 2. Conseptual Model of Service Quality  5.  Perpustakaan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Agar bisa mengurangi sejumlah energi yang dibutuhkan dalam transmisi multimedia (gambar atau video) pada Jaringan Sensor Nirkabel, konten multimedia harus bisa

Diagnosis penyakit pada pasien ini adalah Ulkus kornea dengan Prolaps Iris OS karena pada saat datang ke IGD RSAM dengan keluhan mata kiri tidak dapat melihat sejak 2

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian susu formula cair Nutribaby 1 ® dan Danstart ® dapat meningkatkan kadar hormon estrogen dan menurunkan

Identifikasi hasil sintesis menggunakan kromatografi gas- spektrometer massa memberikan kromatogram sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.28 yang menunjukkan puncak utama dengan

dakwah yang dilakukan DDII Provinsi Lampung terhadap pembinaan kepada muallaf. yang pernah DDII Provinsi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya (1) pengaruh pengetahuan kewirausahaan dan lingkungan keluarga secara bersama-sama terhadap niat berwirausaha

SUATU ANGKA YANG DIBERIKAN BERDASARKAN PENILAIAN ATAS PRESTASI YANG TELAH DICAPAI OLEH SESEORANG PEJABAT FUNGSIONAL TERTENTU, DALAM MENGERJAKAN BUTIR KEGIATAN, YANG

Untuk itulah perlu diketahui tingkat kepuasan konsumen Telkomsel pasca bayar agar dapat melihat sampai mana layanan yang diberikan.. dan fasilitas apa saja yang perlu