Jurnal Petro Juli, Th, 2021 53
REVIEW JURNAL “TEKNOLOGI FITOREMEDIASI UNTUK
PEMULIHAN LAHAN TERCEMAR MINYAK”
Ridwan Anung Prasetyo
11Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang Email of Corresponding Author : ridwanap217@gmail.com
ABSTRAK
Akibat dari pencemaran minyak bumi yaitu terjadinya perubahan sifat-sifat fisik, kimia, dan biologis pada tanah dan air yang itu berpotensi merusak lingkungan dan pada nantinya menyebabkan permasalahan pada kesehatan manusia. Menurut peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 101 tahun 2014 mengenai Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, pencemaran yang dikarenakan adanya industri minyak bumi termasuk kategori bahaya satu. Oleh karena itu memerlukan keefektifan suatu pengolahan dan efisiensi terhadap bahan pencemar tersebut sehingga aman bagi lingkungan. Salah satu teknologi yang sudah diterapkan di beberapa negara adalah teknologi fitoremediasi. Teknologi fitoremediasi memanfaatkan kemampuan tumbuhan untuk meremediasi pencemaran yang disebabkan oleh minyak bumi dan bahan pencemar lainnya. Teknologi ini berpotensi untuk diterapkan di Indonesia karena Indonesia merupakan negara tropis yang berlimpah keanekaragaman hayatinya termasuk tumbuhan yang berperan dalam proses fitoremediasi. Review jurnal ini akan membahas tentang teknologi fitoremediasi yang meliputi keunggulan, mekanisme, jenis tumbuhan, dan prospek fitoremediasi di masa depan.
Kata kunci : Pencemaran Tanah, Minyak Bumi, Fitoremediasi
ABSTRAK
The result of petroleum pollution is the occurrence of changes in physical, chemical, and biological properties of soil and water which have the potential to damage the environment and in turn cause problems for human health. According to the government regulation of the Republic of Indonesia No. 101 of 2014 concerning Management of Hazardous and Toxic Waste, pollution caused by the petroleum industry is categorized as hazard one. Therefore, it requires the effectiveness of a processing and efficiency of these pollutants so that they are safe for the environment. One technology that has been applied in several countries is phytoremediation technology. Phytoremediation technology utilizes the ability of plants to remediate pollution caused by petroleum and other pollutants. This technology has the potential to be applied in Indonesia because Indonesia is a tropical country with abundant biodiversity, including plants that play a role in the phytoremediation process. This journal review will discuss phytoremediation technology which includes advantages, mechanisms, plant species, and prospects for phytoremediation in the future.
Keywords : Soil Pollution, Petroleum, Phytoremediation
PENDAHULUAN
Sesuatu yang sangat berhubungan dengan minyak bumi baik di daratan maupun di perairan (eksploitasi, pengeboran, transportasi, dan lain-lain) memicu terjadinya pencemaran minyak bumi. Kerusakan lingkungan hidup akibat kegiatan industri migas (minyak dan gas) dapat mencakup mulai dari usaha hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream),
yang dimana terdapat tahap eksplorasi (meliputi penyelidikan geologik, kegiatan seismik, hingga pengeboran) untuk pencarian sumber migas , tahap eksploitasi (pengambilan minyak dan tahap produksi migas) hingga kegiatan usaha hilir (tahap pengolahan di kilang (refinery), pengangkutan (pendistribusian), penyimpanan (storage) dan niaga yang
Jurnal Petro Juli, Th, 2021 54 semuanya sangat berpotensi mencemari
lingkungan [1].
Dampak dari pencemaran tanah akibat adanya kontaminasi minyak bumi dapat dirasakan oleh manusia ketika bersentuhan atau mengkonsumsi air tanah yang sudah tercemar, atau masuk ke dalam rantai makanan. Dalam hal ini terdapat senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzena, toluena, ethylbenzena, dan isomer xylena (BTEX) sebagai komponen utama, bersifat mutagenic, dan karsinogenik. Dampak yang dirasakan bagi manusia sangatlah fatal, mulai dari perubahan struktur genetik, kanker, hingga kematian pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami perombakan di alam, baik di air maupun di darat. Adapun potensi gangguan lainnya selain terhadap organisme hidup dan persisten dalam lingungan, adalah terhambatnya penyebaran air, retensi air, dan suplay nutrin dalam tanah [2], dan volatilitasnya
yang menyebabkan ledakan berbahaya. Oleh karena itu, ketika ada minyak yang tumpah pada media tanah harus segera ditangani dengan benar [3].
Restorasi lahan tercemar minyak dapat dilakukan dengan metode fisik, kimia, biologi atau gabungan dari ketiga cara tersebut. Salah satu metode biologi yaitu fitoremediasi. Phytoremediation (phyto–bahasa Latin untuk tanaman) adalah istilah umum untuk menggambarkan bagaimana tanaman dapat digunakan untuk menghilangkan kontaminan dari tanah dan air [4][5]. Lebih khusus lagi,
fitoremediasi adalah istilah yang diterapkan pada sekelompok teknologi yang menggunakan tanaman untuk mengurangi, menghilangkan, menurunkan atau melumpuhkan racun lingkungan dengan tujuan memulihkan suatu situs ke kondisi yang dapat digunakan lagi [6].
Review jurnal ini menyajikan tentang teknologi fitoremediasi dan aplikasinya dalam pemulihan tanah terkontaminasi minyak. Pembahasannya meliputi pencemaran minyak bumi dan dampaknya, teknologi fitoremediasi, keunggulan dan kelemahan teknologi fitoremediasi, mekanisme fitoremediasi, potensi tumbuhan untuk fitoremediasi, hasil-hasil penelitian dan prospek fitoremediasi di masa datang.
PEMBAHASAN
Pencemaran Minyak Bumi dan Dampaknya Minyak bumi adalah campuran kompleks bahan organik dan anorganik. Bahan organik mendominasi campuran kompleks tersebut dan umumnya merupakan senyawa hidrokarbon seperti alkana jenuh, alkana bercabang, alkena, naftena , aromatik, naftenoaromatik, damar , aspal, serta bahan organik dengan berbagai macam gugus fungsional seperti karboksilat dan eter [7].
Komponen hidrokarbon mengandung atom karbon dalam kisaran 82 – 87% bobot serta atom hidrogen dalam kisaran 12 – 15% bobot. Komponen hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi dapat berupa parafin, olefin, naftena dan aromatik.
Pencemaran akibat minyak bumi sangat berkaitan erat dengan penggunaan hasil olahan minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang cenderung terus meningkat. Limbah lumpur minyak bumi merupakan hasil samping yang tidak mungkin dihindari dalam proses penambangan minyak bumi yang menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan (Sumastri, 2005). Limbah atau tumpahan minyak bumi menjadi masalah pencemaran sebab limbah ini digolongkan menjadi limbah berbahaya dan beracun. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat korosif, mudah terbakar, reaktif, «leachate» beracun, dan mudah menular. Pencemaran minyak bumi tersebut dapat mengurangi produktifitas tanah. Tidak jarang pula minyak mentah bertahan cukup lama dalam media lingkungan karena ketersediaan biologi serta proses enzimatik yang kurang optimal. Dua faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan dalam proses peruraian biologi serta perombakan biologi.
Pencemaran minyak bumi di tanah merupakan ancaman yang serius bagi kesehatan manusia. Minyak bumi yang mencemari tanah dapat mencapai lokasi air tanah, danau atau sumber air yang menyediakan air bagi kebutuhan domestik maupun industri sehingga menjadi masalah serius bagi daerah yang mengandalkan air tanah sebagai sumber utama kebutuhan air bersih atau air minum [8]. Minyak
mentah yang masuk ke dalam mamalia sebagian mungkin dapat dimetabolisme namun sejumlah komponen, seperti PAHs dan logam berat, mungkin dapat mengalami penimbunan
Jurnal Petro Juli, Th, 2021 55 biologi atau bahkan pelipatan biologi melalui
mekanisme rantai makanan atau jejaring makanan. Mekanisme Fase I dan Fase II mengendalikan level timbunan xenobiotics dalam mamalia [9]
Teknologi Fitoremediasi
Fitoremediasi adalah bentuk bioremediasi, yang merupakan penggunaan proses biologis untuk detoksifikasi situs yang tercemar [10]. Istilah 'phytoremediation”
terbentuk dari bahasa Yunani prefiks phyto (berarti tanaman) dan akhiran Latin remedium (yang berarti menyembuhkan atau memulihkan) [11]. Dalam definisi yang paling
sederhana, fitoremediasi adalah penggunaan tanaman hijau untuk mengatasi tanah, sedimen dan air yang terkontaminasi [11][12]. Lebih
khusus lagi, fitoremediasi adalah istilah yang diterapkan pada sekelompok teknologi yang menggunakan tanaman untuk mengurangi, menghilangkan, menurunkan atau melumpuhkan racun lingkungan dengan tujuan memulihkan suatu situs ke kondisi yang dapat digunakan kembali [6].
Fitoremediasi berpotensi dapat diterapkan untuk beragam zat, termasuk kontaminan anorganik termasuk arsen serta berbagai garam dan nutrisi (nitrat, amonium, fosfat) [13] dan kontaminan organik termasuk
pelarut terklorinasi (TCE, PCE) (Walton dan Anderson, 1990), limbah amunisi (TNT, DNT, TNB, RDX, HMX), bifenil poliklorinat (PCB) dan pestisida (Burken dan Schnoor, 1997). Selain serapan langsung dan metabolisme organik, tanaman melepaskan dari akar zat yang meningkatkan bioremediasi mikroba di zona akar (rhizosfer).
Keunggulan Teknologi Fitoremediasi
Tanaman menyediakan metode remediasi dengan biaya yang efektif untuk memulihkan tanah yang terkontaminasi karena tanaman menggunakan energi matahari untuk tumbuh, yang murah dan banyak tersedia. Tanaman juga menyerap sejumlah besar air yang bisa membantu membawa kontaminan bergerak ke zona akar yang kemudian mereka dibawa oleh tanaman untuk diakumulasi atau metabolisme. Ini bisa memperlambat atau bahkan mencegah migrasi ke bawah dari kontaminan rhizosfer, karena meningkatnya jumlah karbon organik yang ditambahkan ke tanah, juga menyediakan lingkungan yang sangat baik untuk adsorpsi dan degradasi kontaminan organik oleh mikroba. Saat angin bertiup kencang debu dapat dikendalikan, ini mengurangi jalur penting untuk paparan manusia melalui penguapan tanah dan konsumsi makanan yang terkontaminasi [13].
Mekanisme Teknologi Fitoremediasi
Tanaman menyediakan metode remediasi dengan biaya yang efektif untuk memulihkan tanah yang terkontaminasi karena tanaman menggunakan energi matahari untuk tumbuh, yang murah dan banyak tersedia. Tanaman juga menyerap sejumlah
Gambar 1. Mekanisme Fitoremediasi [14]
Tabel 1. Mekanisme Fitoremediasi
Lokasi Mekanisme Definisi Kontaminan dan
Media Tujuan Pembersihan Tunas tanaman Fitoekstraksi atau Fitoakumulasi
Tanaman menyerap dan mengakumulasi kontaminan, terutama logam
berat, dari tanah sampai ke bagian tanaman di atas
permukaan tanah
Logam dan anorganik toksik lainnya di tanah, sedimen, dan air
permukaan Remediasi dengan penghilangan bagian tanaman yang mengandung kontaminan Fitodegradasi atau Fitotransformasi Pemecahan senyawa kontaminan melalui proses
metabolik dengan enzim
Organik bergerak: herbisida, TNT, MTBE, TCE dalam tanah, sedimen dan
air permukaan
Remediasi dengan destruksi
Jurnal Petro Juli, Th, 2021 56
Tabel 1. Mekanisme Fitoremediasi
Lokasi Mekanisme Definisi Kontaminan dan
Media
Tujuan Pembersihan
Fitohidrolik Tanaman berperan sebagai semacam pompa untuk menarik
masuk air tercemar dalam volume besar sebagai bagian
dari proses respirasi mengakibatkan berkurangnya
migrasi kontaminan
Organik dan anorganik di dalam air tanah dan air
permukaan
Penahanan dengan pengendalian
hidrologi
Fitovolatilisasi Penyerapan dan pelepasan kontaminan ke atmosfer yang
selalu terjadi melalui proses transpirasi
Senyawa-senyawa VOC seperti TCE dan MTBE, dan anorganik volatil seperti Se dan
Hg dalam air permukaan Remediasi dengan pemindahan melalui tanaman
Rizosfer Rizofiltrasi Penggunaan tanaman untuk membersihkan air dengan penyerapan atau penguapan
kontaminan ke atas atau ke dalam akar
Senyawa organik atau anorganik seperti
logam berat di dalam air permukaan
Penahanan
Fitostabilisasi atau Fitosekuestrasi
Jenis tanaman tertentu melumpuhkan kontaminan
melalui penyerapan dan akumulasi untuk mencegah kontaminan berpindah ke air
tanah atau udara
Senyawa organik dan anorganik di dalam
tanah dan air
Penahanan
Rizodegradasi Bioremediasi yang dibantu oleh tanaman dengan proses utamanya adalah pemecahan kontaminan melalui aktivitas metabolic oleh mikroorganisme (fungus, kapang, bakteria) dalam
tanah
Senyawa organik hidrofobik seperti PCB dan PAH, serta hidrokarbon petroleum
lainnya di dalam tanah dan air
Remediasi dengan destruksi
Seleksi Tumbuhan Untuk Fitoremediasi Fitoremediasi merupakan teknologi in-situ yang tidak merusak dan hemat biaya untuk membersihkan tanah yang sudah terkontaminasi. Teknologi ini dapat diaplikasikan secara exsitu. Dalam kasus kontaminasi dengan hidrokarbon minyak bumi, tanaman meningkatkan degradasi mikroba
kontaminan di rhizosfer. Pemilihan jenis tumbuhan pada prinsipnya harus mengikuti kebutuhan aplikasi, kontaminan yang menjadi perhatian, dan potensinya untuk berkembang di lokasi yang terkontaminasi. Vegetasi harus cepat tumbuh, kuat, mudah untuk ditanam dan dipelihara [14].
Tabel 2. Tanaman yang didemonstrasikan potensial untuk fitoremediasi hidrokarbon minyak bumi
Western wheatgrass (Agropyron smithii) Big bluestem (Andropogon gerardi) Side oats grama (Bouteloua curtipendula) Blue grama (Bouteloua gracilis) Common buffalograss (Buchloe dactyloides) Big bluestem (Andropogon gerardi) Rhodesgrass (Chloris gayana) Blue grama (Bouteloua gracilis)
Carrot (Daucus carota) Prairie buffalograss (Buchloe dactyloides var. Prairie) bell Soybean (Glycine max) Canada wild-rye (Elymus canadensis)
Tall fescue (Festuca arundinacea Schreb.) Bermuda grass (Cynodon dactylon L.) Annual ryegrass (Lolium multiflorum) Arctared red fescue (Festuca rubra var.
Arctared)
Jurnal Petro Juli, Th, 2021 57
Tabel 2. Tanaman yang didemonstrasikan potensial untuk fitoremediasi hidrokarbon minyak bumi
Switchgrass (Panicum virgatum) Ryegrass or perennial ryegrass (Lolium
perenne L.)
Poplar trees (Populus deltoides x nigra) Verde kleingrass (Panicum coloratum var. Verde) Bluestem (Schizachyrium scoparius) Bush bean (Phaseolus vulgaris L.)
Indiangrass (Sorghastrum nutans) Winter rye (Secale cereale L.) Sorghum (Sorghum bicolor) or sudangrass (Sorghum vulgare L.)
Penelitian Yang Telah Dilakukan Oleh BPPT
Pengkajian dan penerapan teknologi fitoremediasi telah lama dilakukan di BPPT mulai skala laboratorium sampai pilot scale bekerjasama dengan instansi pemerintah maupun swasta seperti beberapa perusahaan minyak. Untuk pemulihan lahan seperti lahan tercemar minyak, penerapan teknologi fitoremediasi biasanya diawali dengan seleksi adaptasi jenis tanaman pada tanah tercemar minyak bumi sebelum digunakan untuk proses fitoremediasi.Sebanyak 20 jenis rumput telah diuji kemampuannya untuk tumbuh dalam tanah tercemar Minyak Semua jenis rumput mampu bertahan hidup atau adaptif selama 12 bulan dan mampu menurunkan kandungan minyak di dalam tanah. Pada seleksi tanaman lahan basah terhadap cemaran minyak bumi telah diuji sembilan belas jenis tanaman lahan basah dengan menumbuhkannya dalam lumpur yang diberi minyak dengan kadar 2-2,5%. Semua tanaman toleran terhadap tanah tercemar minyak bumi tersebut selama 12 minggu masa tanam. Hasil menunjukkan bahwa tanaman Typha angustifolia dan Juncus polyanthemus mampu tumbuh pada kadar minyak tersebut sampai 20 minggu massa pertumbuhannya. Tanaman Typha angustifolia yang diberi minyak 5 %, mengalami persentase penurunan tertinggi yaitu sebesar 38% selama 20 minggu massa pertumbuhannya (Suryati, 2012). Penelitian pengaruh vetiver dan mikroorganisme pendegradasi minyak terhadap degradasi TPH dalam tanah telah dilakukan dengan menambahkan sejumlah populasi bakteri pendegradasi minyak koleksi PTL (Pusat Teknologi Lingkungan) BPPT Secara umum, jumlah bakteri di tanah yang jauh dari tanaman tertekan dengan keberadaan minyak dalam tanah dan secara signifikan jumlah bakteri pada minyak 3% lebih rendah daripada di tanah dengan 1% minyak atau tanah tanpa minyak. Tanaman vetiver pada perlakuan minyak mentah 10% mati, sehingga tampaknya biomassa akar dan atau batang yang membusuk
dalam tanah memacu pertumbuhan bakteri. Pada kadar minyak hingga 3%, keberadaan tanaman memacu pertumbuhan bakteri. Secara rinci, terlihat bahwa keberadaan minyak akan menekan pertumbuhan bakteri dibanding dengan keadaan tanpa minyak. Jumlah bakteri pada rizosfer lebih tinggi daripada jumlah bakteri di tanah yang jauh dari tanaman. Secara umum, degradasi minyak berlangsung pada tanah yang ditanami vetiver maupun pada tanah yang tidak ditanami vetiver. Keberadaan vetiver secara signifikan memacu degradasi minyak pada semua kadar minyak. Selain kandungan minyak yang mengandung komponen berbahaya, minyak bumi juga mengandung sejumlah logam berat yang berpotensi mencemari lingkungan.Logam berat tersebut potensial untuk mencemari lingkungan sehingga perlu dimonitoring dan dieliminasi sehingga tanah tersebut tidak dianggap sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun.
Prospek Fitoremediasi
Fitoremediasi memiliki potensi untuk dapat diterapkan pada berbagai jenis substansi, termasuk pencemar lingkungan yang paling parah sekalipun seperti kontaminasi arsen pada lahan bekas instalasi senjata kimia [20]. Sejak
lama di Indonesia sudah banyak dilakukan remediasi lahan terdegradasi menggunakan media tanaman, seperti reklamasi lahan bekas penambangan dengan menggunakan jenis rumput impor (di Freeport, Papua) dan jenis tanaman tumbuh cepat (di bekas penambangan emas rakyat di Jampang, Sukabumi, Singkep, dan Riau), tetapi belum secara khusus mengarah kepada fitoremediasi. Untuk masa yang akan datang fitoremediasi sangat diperlukan di Indonesia mengingat setiap tahun kasus pencemaran terus bertambah jumlah dan intensitasnya. Sementara itu daya dukung tanah dan sumberdaya air semakin menurun dari waktu ke waktu. Sedikitnya 35% wilayah Indonesia sudah beralih fungsi menjadi areal pertambangan. Dengan sendirinya hal ini akan merubah bentang alam Indonesia dan
Jurnal Petro Juli, Th, 2021 58 menjadikan potensi pencemaran yang juga
semakin besar di kemudian hari. KESIMPULAN
Tanah yang terkontamninasi oleh hidrokarbon minyak bumi merupakan masalah yang serius dan harus ditangani dengan benar, karena akan menurunkan kualitas tanah dan air yang jangka panjang dapat berdampak pada kesehatan manusia. Teknologi fitoremediasi merupakan alternatif teknologi yang lebih menjanjikan karena ketersediaan tanaman di Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan sangat melimpah. Tanaman yang memiliki potensi untuk kebutuhan fitoremediasi tersebut masih harus terus ditelusuri, mengingat potensi limbah pun semakin banyak dengan beragam jenis limbah yang terus meningkat. Teknologi fitoremediasi mudah untuk diterapkan, dengan biaya aplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan teknologi lainnya. Pengkajian dan penerapan teknologi fitoremediasi telah dilakukan di BPPT mulai skala laboratorium sampai pilot scale. Untuk fitoremediasi tanah tercemar minyak bumi, teknologi fitoremediasi efektif diterapkan pada kadar total petroleum hydrocarbon (TPH) ≤ 4%. Beberapa tanaman yang digunakan paling baik dari jenis rumput-rumputan yaitu Paspalum notaum dan Chrysopogon zizanioides. Penghilangan minyak dapat dipercepat dengan penambahan bakteri pendegradasi minyak dan fungi mycorrhiza arbuskula (FMA).
REFERENSI
• AK, F. (2000). Phytoremediation of soils and waters contaminated with arsenicals from former chemical warfare installations. Di dalam: Wise DL, Trantolo DJ, Cichon EJ, Inyang HI, Stottmeister U (ed). Bioremediation of Cotaminated Soils. New York: Marcek Dekker Inc. hlm 771-786. • Atlas, R. M. (1999). Petroleum
biodegradation and oil spill bioremediation. Mar. Pollut. Bull., vol. 31, no. 4–12, pp. 178–182, 1995, doi: 10.1016/0025-326X(95)00113-2.
• C. M. Frick, J. J. (1999). Assessment of phytoremediation as an in-situ technique for cleaning oil-contaminated sites. Tech.
Semin. Chem. Spills, no. February, pp. 105a-124a.
• E. L. Kruger, T. A. (1997). Phytoremediation of soil and water. Am. Chem. Soc. Symp., vol. Series 664.
• Epps, A. V. (2006). Phytoremediation of petroleum hydrocarbons. report, Environ. careers Organ. US., no. August, pp. 1–37. • Fahruddin. (2004). Dampak tumpahan
minyak pada biota laut. no. 1,pp. 36-54, 2004. USEPA, “A Citizen ’ s Guide to Phytoremediation,” City Chula Vista, no. October, pp. 1–6.
• Fiedler, S. R. (2010). Phytoremediation for site cleanup, National Service Center, US EPA, Office of Superfund Remediation and Technology Innovation. pp. 1–11.
• I. Salt, D. S. (1998). PHYTOREMEDIATION. pp. 129–141. • J. L. Schnoor, L. A. (1995).
Phytoremediation of Organic and Nutrient Contaminants. Environ. Sci. Technol., vol. 29, no. 7, pp. 318–323. doi: 10.1021/es00007a002.
• Jussila, M. M. (2006). during Rhizoremediation of Oil-Contaminated Soil during Rhizoremediation of Oil-Contaminated Soil.
• Monciardini, N. M. (1999). PHYTONET, a thematic network devoted to the. Int. J. Phytoremediation, vol. 1, no. 2, pp. 125– 138. doi: 10.1080/15226519908500011. • R. Kamath, J. A. (2004). Phytoremediation
of. pp. 447–478.
• R. Turle, T. N. (2007). Development and implementation of the CCME Reference Method for the Canada-Wide Standard for Petroleum Hydrocarbons (PHC) in soil: A case study. Anal. Bioanal. Chem., vol. 387, no. 3, pp. 957–964 doi: 10.1007/s00216-006-0989-x.
• Singh, S. A. (2012). Introduction to Enhanced Oil Recovery (EOR) Processes and Bioremediation of Oil-Contaminated Sites, Hydrocarbon Pollution: Effects on Living Organisms, Remediation of
Jurnal Petro Juli, Th, 2021 59 Contaminated Environments, and Effects of
Heavy Metals Co- Contamination on Bioremediati. Introd. to Enhanc. Oil Recover. Process. Bioremediation Oil-Contaminated Sites, pp. 185–206.
• Sulistyono. (2013). Dampak Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Perairan Laut Pada Kegiatan Industri Migas dan Metode Penanggulangannya. Forum Teknol., vol. 3, no. 1, pp. 49–57.
• Suryati, A. H. (2018). Teknologi Fitoremediasi untuk Pemulihan Lahan Tercemar Minyak. ros. Semin. Nas. dan
Konsult. Teknol. Linkungan, no. September, pp. 115–124.
• Team, P. (2009). Phytotechnology technical and regulatory guidance and decision trees, revised. Interstate Technol. Regul. Counc., no. February, pp. 1–131.
• USDA. (2000). Conservation Buffers Work ... Economically and What Is. A. S. Peer, W.A., Baxter, I.R., Richards, E.L., Freeman, J.L., Murphy, “Phytoremediation and hyperaccumulator plants,” Current, vol. 14, no. August 2005, 2005, doi: 10.1007/4735.