BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Renal calculi adalah pengkristalan dari mineral-mineral yang mengelilingi suatu zat organic seperti nanah, darah, atau sel-sel yang sudah mati. Kebanyakan dari renal calculi terdiri dari garam-garam calcium (oxalate dan posphat), atau magnesium-ammonium phospat dan uric acid.
Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal, pelvis renal atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan, hiperperitalsis, dan spasme otot polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi.
Di USA, pasien dengan kolik renal memegang andil dalam 1 juta kunjungan ke emergensi setiap tahun dan 1 dari 1000 pasien kolik renal dirawat inap. Di salah satu rumah sakit di Italia, kolik renal didiagnosis pada 1% kasus; 21,6% di antaranya merupakan kasus rekuren; rasio pria-wanita sebesar 1,4-1. Insidennya lebih tinggi pada usia 25 hingga 44 tahun. Di Indonesia, belum ada data epidemiologis tentang pasien yang datang dengan keluhan kolik renal namun angka kejadian batu ginjal, sebagai penyebab kolik renal, tahun 2005 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang.
Dengan adanya berbagai masalah ini keluhan kolik renal tidak ditangani dengan optimal sehingga penyebabnya tidak teratasi dan hanya sembuh secara simptomatik, padahal penyakit batu ginjal sering berulang (angka kekambuhan rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 5% dalam 10 tahun) dan dapat menimbulkan komplikasi seperti hidronefrosis, urosepsis, bahkan gagal ginjal permanen.
Dari beberapa program kegiatan di atas, pilihan terbaik adalah memberikan seminar atau kuliah bagi petugas kesehatan mengenai cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan batu ginjal pada pasien dengan keluhan kolik renal. Dengan pembekalan ini diharapkan petugas kesehatan dapat menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan kolik renal berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan sehingga diagnosis batu ginjal dapat ditegakkan dengan cepat dan tepat. (Arif Muttaqin, 2014)
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan renal kalkuli ? 1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengerti apa yang dimaksud dengan renal kalkuli dan tahu asuhan keperawatannya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi renal kalkuli 2. Untuk mengetahui etiologi dari renal kalkuli 3. Untuk mengetahui klasifikasi renal kalkuli 4. Untuk mengetahui manifestasi dari renal kalkuli 5. Untuk mengetahui patofisiologi dari renal kalkuli 6. Untuk mengetahui pathway dari renal kalkuli
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari renal kalkuli 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari renal kalkuli 9. Untuk mengetahui komplikasi dari renal kalkuli 10. Untuk mengetahui askep dari renal kalkuli
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa
Dapat di jadikan salah satu refrensi untuk belajar,selain itu makalah ini dapat di jadikan sebagai salah satu refrensi dalam melakukan asuhan keperawatan dalam ruang lingkup renal kalkuli.
1.4.2 Manfaat bagi Dosen
Dapat di jadikan bahan mata ajar dan menunjang proses mengajar yang memenuhi kompetensi dasar yang harus di capai.
1.4.3 Manfaat bagi kalangan Umum
Dapat dijadikan panduan untuk perawatan diri serta dijadikan pedoman dalam menambah wawasan tentang keilmuan dalam konsep renal kalkuli.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah bagian utama dari sistem perkemihan yang juga masuk didalamnya ureter, kandung kemih dan uretra. Ginjal terletak pada rongga abdomen posterior, dibelakang peritonium diarea kanan dan kiri dari kolumna vertebralis. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Pada orang dewasa normal panjangnya 12 – 13 cm, lebar 6 cm dan beratnya antara 120 -150 gram. Setiap ginjal memiliki korteks dibagian luar dan di bagian dalam yang terbagi menjadi piramide-piramide. Pada setiap piramide membentuk duktus papilaris yang selanjutnya menjadi kaliks minor, kaliks mayor dan bersatu membentuk ginjal tempat terkumpulnya urine. Ureter menghubungkan ginjal dengan kandung kemih.
Garis-garis yang terlihat pada piramide disebut nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Setiap ginjal terdiri dari satu juta nefron. Setiap nefron terdiri atas glomerulus yang merupakan lubang-lubang yang terdapat pada piramide-piramide renal, membentuk simpul dan kapiler badan satu mulpigli, kapsul bowman, tubulus proximal, ansa henle dan tubulus distal.
Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih. Kedua ureter merupakan saluran yang panjangnya 10 – 12 inc. Ureter berfungsi menyalurkan urin ke kandung kemih. Kandung kemih mempunyai tiga muara. Dua maura ureter dan satu muara uretra. Kandung kemih sebagai tempat menyimpannya urin dan mendorong urin untuk keluar. Uretra adalah saluran kecil yang berjalan dari kandung kemih sampai ke luar tubuh yang disebuat meatus uretra.
Fungsi ginjal : 1. Fungsi ekskresi
Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 cm osmol dengan mengubag ekskresi air.
Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
Mempertahankan pH plasma dengan mengeluarkan kelebihan dan membentuk kembali Hco3.
Mengekskresikan produk ahkir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan kretinin.
2. Fungsi non ekskresi
Menghasilkan renin, penting untuk mengatur tekanan darah.
Menghasilkan eritropoitin, faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah dan sumsum tulang.
Metabolisme vitamin D menjdai bentuk aktifnya. Degradasi insulin
Menghasilkan prostaglandin. (Arif Muttaqin, 2014)
2.2 Insidensi
Di USA, pasien dengan kolik renal memegang andil dalam 1 juta kunjungan ke emergensi setiap tahun dan 1 dari 1000 pasien kolik renal dirawat inap. Di salah satu rumah sakit di Italia, kolik renal didiagnosis pada 1% kasus; 21,6% di antaranya merupakan kasus rekuren; rasio pria-wanita sebesar 1,4-1. Insidennya lebih tinggi pada usia 25 hingga 44 tahun. Di Indonesia, belum ada data epidemiologis tentang pasien yang datang dengan keluhan kolik renal namun angka kejadian batu ginjal, sebagai penyebab kolik renal, tahun 2005 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang.
Dengan adanya berbagai masalah ini keluhan kolik renal tidak ditangani dengan optimal sehingga penyebabnya tidak teratasi dan hanya sembuh secara simptomatik, padahal penyakit batu ginjal sering berulang (angka kekambuhan rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 5% dalam 10 tahun) dan dapat menimbulkan komplikasi seperti hidronefrosis, urosepsis, bahkan gagal ginjal permanen. (Arif Muttaqin, 2014)
2.3 Definisi
Renal calculi adalah pengkristalan dari mineral-mineral yang mengelilingi suatu zat organic seperti nanah, darah, atau sel-sel yang sudah mati. Kebanyakan dari renal calculi terdiri dari garam-garam calcium (oxalate dan posphat), atau magnesium-ammonium phospat dan uric acid.
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih).Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis)
Kolik renal merupakan nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal, pelvis renal atau ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan, hiperperitalsis, dan spasme otot polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi. Istilah kolik sebetulnya mengacu kepada sifat nyeri yang hilang timbul (intermittent) dan bergelombang seperti pada kolik bilier dan kolik intestinal namun pada kolik renal nyeri biasanya konstan. Nyeri dirasakan di flank area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga digambarkan sebagai nyeri terberat yang dirasakan manusia seumur hidup. Kolik renal sering disertai mual dan muntah, hematuria, dan demam, bila disertai infeksi. (Arif Muttaqin, 2014)
2.4 Etiologi 1. Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kemih . Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.
2. Stasis dan Obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu saluran kemih.
3. Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi dari pada daerah lain, Daerah seperti di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
4. Keturunan
Terdapatnya riwayat batu ginjal pada keluarga meningkatkan risiko seseorang terkena batu ginjal sebesar dua kali lipat
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.
6. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.
7. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih.
8. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditasbatu saluran kemih berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita batu saluran kemih ( buli-buli dan Urethra ). (Arif Muttaqin, 2014)
2.5 Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih belum diketahui secara pasti. Namun demikian ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu antara lain: peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang serta peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau statis urin menjadikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat dan faktor lain yang mendukung terjadinya batu meliputi: pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah casiran urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan cyscine dapat mengendap dalam urin yang alkalin, sedangkan batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan gerakan kalsium menuju tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini makin kompleks sehingga terjadi batu. Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi. Ada batu yang kecil, ada yang besar. Batu yang kecil dapat lekuar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin; sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akan
menimbulkan terjadinya hidronefrosis karena dilatasi ginjal. Kerusakan pada srtuktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu melakukan fungsinya secara normal, yang mengakibatkan terjadinya penyakit gagal ginjal kronik yang dapat menyebabkan kematian. (Arif Muttaqin, 2014)
2.6 Pathway
[Type text] Page 8
Infeksi pada usus Infeksi pada ginjal
Kerusakan pada nefron ginjal
Diit tinggi mineral
secara berlebihan Gangguan reabsobsi dan kebocoranginjal
Gangguan absorbsi mineral pada usus Obatan-obatan (laktasif, antasida, diuretik) Peningkatan mineral di ginjal
Mineral diangkut bersama darah menuju seluruh
tubuh Konsumsi air
rendah Peningkatan konsentrasi mineraldi urine Terjadi pengendapan mineral menjadi
Kristal Urine menjadi pekat
Penurunan cairan ke ginjal
Gagagl
Ginjal Akut Tidak mendapat penanganan
Ginjal Ureter Bladder Uretrha
Urolitiasis
Endapan Kristal membentuk nucleus dan menjadi batu
Terjadi pengendapan mineral menjadi Kristal
Nyeri akut Actual/risiko tinggi infeksi Nyeri pinggan g Risiko nutrisi kurang dari kebutuhanMual dan
muntah Ganggu an elimina si urine Kurang pengetahuan Distensi saluran kemih
dan abdomen Retensi urine
Terlihat cemas, aktif bertanya dan menyatakan ketidak tahuan
tentang penyakit Kencing sedikit/ menetes/ tiba-tiba berhenti Nyeri saat berkemih Pielonefriti s
sepsis Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan Retensi urine Nyeri saat berkemih Mual dan muntah Kurang pengetahuan Terlihat cemas, aktif bertanya dan menyatakan ketidak tahuan
tentang penyakit Nyeri akut Nyeri pinggan g Ganggu an elimina si urine Distensi saluran kemih dan abdomen Kencing sedikit/ menetes/ tiba-tiba berhenti Hidronefro sisbggb Peningkatan tekanan hidrostatik Hambatan aliran urine Actual/risiko tinggi infeksi Pielonefriti s Kencing bercampur darah Sensasi panas saat kencing
2.7 Klasifikasi 1. Batu Kalsium
Batu jenis ini, paling banyak dijumpai, yaitu sekitar 70-80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini, terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu. Batu kalsium oksalat biasanya terbentuk pada suasana urine asam. Batu kalsium bentuknya bergerigi sehingga jarang keluar spontan. Faktor terjadinya batu kalsium adalah:
a. Hiperkalsiuri
Yaitu kadar kalsium dalam urine > 250-300 mg/24 jam. Terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuria, antara lain :
Hiperkalsiuria absorbtif : keadaan hiperkalsiuria absorbtif terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus.
Hiperkalsiuri renal : keadaan hiperkalsiuria renal dapat terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
Hiperkalsiuria resorptif : keadaan hiperkalsiuria resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang. Banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid. b. Hiperoksaluri
Adalah ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram / hari. Keadaan hiperoksaluria banyak dijumpai pada pasien dengan gangguan pada usus setelah menjalani pembedahan usus dan pada pasien yang banyak mengkomsumsi makanan kaya akan oksalat seperti teh, kopi instant, soft drink, kokoa, arbei, jeruk, sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.
c. Hiperurikosuria
Adalah kadar asam urat di dalam urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urine, bertindak sebagai inti batu / nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine berasal dari makanan mengandung banyak purin seperti daging, ikan, unggas maupun berasal dari metabolisme endogen. d. Hipositraturia
Dapat terjadi pada asidosis tubulus ginjal, sindrom malabsorbsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama e. Hipomagnesiuria
Penyebab tersering hipomagnesiuria adalah penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang diikuti gangguan malabsorbsi. (M. Ismadi, 1976)
2. Batu struvit
Disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu struvit disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi adalah kuman golongan pemecah urea yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat dan karbonat apatit. Karena terdiri atas 3 kation, dikenal sebagai batu triple phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. (M. Ismadi, 1976)
3. Batu Asam Urat
Merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Sebagian besar terdiri atas batu asam urat murni, sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, mieloproliferatif, pasien dengan terapi antikanker, dan banyak menggunakan obet urikosurik, antara lain sulfinpirazole, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein berpeluang besar mendapat penyakit ini. Batu asam urat berbentuk bulat dan halus sehingga seringkali keluar spontan. (M. Ismadi, 1976)
Sumber asam urat berasal dari diet mengandung purin dan metabolisme endogen di dalam tubuh. Purin di dalam tubuh didegradasi oleh asam inosinat, dirubah menjadi hipoxanthin,. Dengan bantuan enzim xanthin oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi xanthin yang akhirnya dirubah menjadi asam urat. Pada manusia, karena tidak memiliki enzim urikase, maka asam urat diekskresikan ke dalam urine dalam bentuk asam urat bebas dan garam urat. Garam urat lebih sering berikatan dengan natrium membentuk natrium urat, yang lebih mudah larut di dalam air dibandingkan asam urat bebas. Asam urat bebas relatif tidak larut di dalam urine, sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk kristal asam urat dan selanjutnya membentuk batu asam urat.
Komposisi batu yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium
magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
2.8 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema.
1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi pada ginjal serta ureter proksimal
a. Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan disuria, dapat terjadi iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala, namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
b. Nyeri hebat dan ketidaknyamanan. 2. Batu di ginjal
a. Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral. b. Hematuri.
c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
d. Mual dan muntah. e. Diare.
3. Batu di ureter
a. Nyeri menyebar kepaha dan genitalia.
b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar. c. Hematuri akibat abrasi batu.
d. Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5 – 1 cm.
4. Batu di kandung kemih
a. Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri.
b. Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urin.
2.9 Pemeriksaan penunjang
1. Urinalisa; warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum menunjukan SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), pH asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan
urine; abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.
3. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH. Merangsang reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
4. Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.
5. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri, abdominal atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
6. Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atau efek obstruksi.
7. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu. 2.10 Penatalaksanaan
1. Operasi dilakukan jika:
a. Sudah terjadi stasis/bendungan.
b. Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan bendungan positif harus dilakukan operasi.
2. Therapi
a. Analgesik untuk mengatasi nyeri. b. Allopurinol untuk batu asam urat. c. Antibiotik untuk mengatasi infeksi. 3. Diet
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan. a. Batu kalsium oksalat
Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung kalsium oksalat seperti: bayam, daun sledri, kacang-kacangngan, kopi, coklat; sedangkan untuk kalsium fosfat mengurangi makanan yang mengandung tinggi kalsium seperti ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan sari buah.
b. Batu struvite; makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan daging.
c. Batu cystin; makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu, kentang.
4. Keperawatan
a. Pasien dianjutkan untuk memilih posisi yang nyaman
b. Mandi air panas atau air hangat di area panggul dapat mengurangi nyeri
c. Masukkan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dari dan menjamin haluaran urin yang besar
d. Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta olah raga secara teratur.
2.11 Komplikasi 1. Obstruksi
Obstruksi atau sumbatan terjadi karena batu menutup secara total aliran kemih, baik di pelvis ginjal atau di ureter bagian atas, tengah, atau bawah, atau di uretra (Gamabar 8). Batu yang terjebak di ureter apabila tidak segera dikeluarkan akan menybabkan stasis air kemih. Ruang pelvis dan saluran ureter di atas daerah penyumbatan akan melebar. Keadaan ini dikenal sebagai hidronefrosis atau hidroureter. Batu di ureteropelvis dapat mengakibatkan hidronefrosis dan batu di ureter menyebabkan hidroureter. Tanpa penanganan yang adekuat, baik hidronefrosis maupun hidroureter yang dibiarkan dalam jangka lama akan menyebabkan kerusakan ginjal atau gagal ginjal.
2. Infeksi
Batu ginjal dan infeksi ibarat mata uang dengan dua sisi. Maksudnya, keberadaan batu dan kejadian infeksi sangat berkaitan karena batu ginjal menjadi media yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme. Proses infeksi bisa bersifat lokal maupun sistemik. Contoh infeksi lokal yaitu ureteritis (infeksi di ureter), sistitis (infeksi buli-buli), dan pielonefritis (infeksi ginjal). Infeksi sistemik atau yang disebut urosepsis merupakan kelanjutan dari infeksi lokal yang tidak ditangani dengan baik. Pada keadaan urosepsis ini, kuman atau mikroorganisme masuk ke seluruh peredaran darah tubuh. Bakteri yang telah masuk ke seluruh peredaran darah tubuh akan mengeluarkan racun sehingga akan merusak organ tubuh lainnya. Tanpa pengobatan yang memadai, 50-60% paien yang mengalami urosepsis tidak dapat diselamatkan. 3. Gagal ginjal
Dari sekian banyak komplikasi yang ada, gagal ginjal, terlebih lagi yang sudah ke tahap cuci darah merupakan komplikasi yang paling ditakuti. Komplikasi gagal ginjal dapat terjadi akibat sumbatan batu atau infeksi atau karena keduanya.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
3.1.1.1 Identitas Klien
Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.
3.1.1.2 Data Medik
Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian.
3.1.2 Keluhan Utama
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
3.1.3.1 Status Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.
3.1.3.2 Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
3.1.3.3 Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah sterdapat paralysis otot muka dan otot rahang.
3.1.3.4 Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera, bola mata
apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik.
3.1.3.5 Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing, membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik. 3.1.3.6 Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.
3.1.3.7 Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut apakah terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan palatum masih utuh atau tidak.
3.1.3.8 Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi pembesaran atau tidak.
3.1.3.9 Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung. 3.1.3.10 Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen. 3.1.3.11 Inguinal /Genetalia/ anus
Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum, apakah terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan pembesaran prostat dan konsistensinya.
3.1.3.12 Ekstermintas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
3.2.2 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik 3.2.3 Retensi urin berhubungan dengan sumbatan dan tekanan ureter yang
APLIKASI NANDA NOC NIC No Diagnosa keperawata n Outcome Intervensi 1 Nyeri akut b.d agen cedera (biologis, fisik, dan psikologis) NOC : - Level nyeri - Kontrol nyeri
- Dampak nyeri yang dibuktikan dengan indikator (1: berat sekali, 2: Berat, 3: Sedang, 4: Ringan, 5: Tidak ada)
Kriteria Hasil :
- Mampu menganalisa nyeri
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri) - Melaporkan bahwa nyeri berkurang secara periodik pada tenaga
kesehatan
- Menunjukan gejala terhadap nyeri (keluhan, menangis, gerakan lokalisir, ekspresi wajah, gangguan istirahat tidur, agitasi, iritabilita meningkat, diaphoresis, penurunan konsentrasi, kehilangan napsu makan dan nausea)
- Tanda tanda vital dalam rentang normal
- Menunjukan perubahan dampak dari nyeri, antara lain penurunan konsentrasi, penurunan motivasi, gangguan tidur, kerusakan
NIC :
Manajemen nyeri - Kaji nyeri
- Kaji pengetahuan klien tentang nyeri serta pengalaman sebelumnya
- Kaji dampak nyeri
- Beri lingkungan yang nyaman kepada klien
- Ajari klien pola manajemen nyeri - Ajari klien penggunaan teknik non
farmakologis untuk mengurangi nyeri - Lakukan teknik PCA sesuai kebutuhan - Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup
untuk mengurangi intensitas nyeri - Monitoring kepuasan klien atas
pelaksanaan manajemen nyeri
Pemberian analgesik
- Cek kebenaran pengobatan ( obat, dosis dan frekuensi pemberian analgesik)
mobilitas fisik, gangguan pemenuhan ADL, dan kerusakan eliminasi urine dan alvi
sesuai perintah mendis - Cek riwayat alergi obat
- Evaluasi kemampuan partisipatif klien dalam pengobatan (dosis, rute
pemberian) sesuai pemerintah medis - Tentukan jenis analgesik yang akan
diberikan sesuai instruksi medis
- Pilih rute pemberian analgesik (IV, IM atau per oral)
- Monitoring tanda tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
- Catat respon pemberian analgesik - Evaluasidampak sedasi jika klien
mendapat opioid
- Ajari klien tentang penggunaan analgesik, dan cara mencegah efek samping
2 Gangguan eliminasi urin b.d dengan obstruksi anatomik dan penyebab NOC : - Inkontinensia urin - Eliminasi urin Kriteria Hasil :
- Mampu mengontrol berkemih, mengatur pola berkemih dan toilet training denan teratur
- Mampu mengosongkan bladder dengan baik (mengeluarkan urin
Training Urinary Bladder - Kaji kemampuan klien untuk
mengosongkan kandung kemih
- Kaji pasien untuk terjadinya inkontinensia - Buat jadwal BAK secara periodik dan
anjurkan klien untuk miksi sesuai jadwal yang ditentukan
- Hindari klien berada dalam toilet lebih dari 5 menit untuk mencegah terjadinya
multiple 100-200 cc)
- Tidak adanya infeksi traktus urinarus
- Menunjukan patensi eliminasi (bau, jumlah, warna dan kepekatan) - Intake cairan adekuat
- Tidak adanya komponen gangguan dalam urin (endapan darah) - Tidak ada sensasi gangguan dalam urin (nyeri, rasa terbakar,
hesistansi, frekuensi, urgensi, retensi, nokturia, inkontinensia)
urgensi berulang
- Ajari dan pantau klien mengenai pelaksanaan bladder training
Manajemen eliminasi urin
- Monitoring eliminasi urin (frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna) - Monitorin tanda dan gejala retensi urin - Indentifikasi faktor penyebab
inkontinensia
- Terangkan kepada klien tanda dan gejala infeksi traktus urinarus
- Catatwaktu terakhir eliminasi urin dan instruksikan klien untuk mencatat output urin
- Bantu klien untuk eliminasi urin dengan memasang kateter
- Lakukan pemeriksaan urinalisis pada tengh periode miksi (sebagai urin sample) - Anjurkan klien untuk minum air putih yang
cukup sesuai diet
- Instruksikan klien untuk mengosongkan bladder secara periodik
3 Retensi Urin NOC : Catheterisasi Urine
b.d sumbatan dan ureter tinggi -Urinary Continence -Urinary Elimination Kriteria Hasil :
- Mampu mengontrol berkemih,mengatur pola berkemih dan toilet training dengan teratur
- Mampu mengosongkan bladder dengan baik (Mengeluarkan urine >100-200 cc)
- Tidak adanya traktusinfeksi traktus urinarius
- Menunjukkan patensi eliminasi (bau,jumlah,warna,kepekatan) - Intake cairan adekuat
- Tidak adanya komponen gangguan dalam urine (endapan,darah) - Tidak ada sensasi gangguan dalam urine (nyeri,rasa
terbakar,hesistansi,frekuensi,urgensi,retensi,nokturia,inkotinensi a)
- Siapkan alat dan bahan pemasangan kateter sesuai prosedur
- Gunakan teknik septik dan aseptik dengan baik dan benar
- Masukkan kateter sesuai ukuran meatus uretralis sampai pada bladder dengan bantuan jelly
- Sambungan kateter dengan urine bag dan fiksasi kateter pada kulit
- Monitoring secara ketat input dan output cairan
- Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan kateter
- Buang urine secar periodik Monitor Retensi Urin
-Kaji status urinarius (outpu
urin,patensi,fungsi kontrol miksi,dan gangguan eliminasi uri)
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan sebelumnya adalah:
1. Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
2. Faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
3. Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.
4. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV.
5. Terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
6. Asuhan Keperawatan pada pasien batu ginjal dimulai dari pengkajian sampai tahap evaluasi.
4.2 Saran
Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun.
Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
Daftar Pustaka
Kowalak-welsh-Mayer. 2002. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC. B Basuki. 2008. Dasar-dasar urologi. Malang: Sagung seto
Price, Sylvia A. (2006). Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah.
Nana nic& noc.2015. Aplikasi Asuhan keperawatan berdasrkan diagnosa medis. Yogyakarta: Mediaction