• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Menstruasi

2.1.1. Definisi Menstruasi

Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala yang berasal dari mukosa uterus dan terjadi relatif teratur mulai dari menarche sampai menopause, kecuali pada masa hamil dan laktasi (Ganong, 2008). Sedangkan menurut Cunningham (2005), menstruasi merujuk kepada perdarahan yang menyertai penarikan progesteron setelah ovulasi pada siklus non-fertil dan menyebut episode perdarahan endometrium lain pada wanita tidak hamil sebagai perdarahan uterus atau endometrium (Pratiwi, 2011).

2.1.2. Menstruasi Normal

Pada pengertian klinik, menstruasi dinilai berdasarkan tiga hal. Pertama, siklus haid, yaitu jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid berikutnya. Kedua, lama haid, yaitu jarak dari hari pertama haid sampai perdarahan haid berhenti, ketiga jumlah darah yang keluar selama satu kali haid. Menstruasi dikatakan normal bila didapatkan siklus antara 21-35 hari (Manuaba dkk., 2010). Sementara menstruasi yang tidak teratur, panjang siklus yang dialaminya tidak pada periode 21-35 hari, menstruasinya sebentar-sebentar keluar (<21 hari) atau jarang muncul (>35 hari) dan kejadiannya selalu berulang (Riskesdas, 2010). Lama perdarahan pada umumnya 3-7 hari, namun 2-9 hari masih dianggap fisiologis, dengan jumlah perdarahan selama haid berlangsung tidak melebihi 80 ml, ganti pembalut 2-6 kali per hari.

2.1.3. Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi merupakan suatu periode menstruasi yang dihitung dari perdarahan hari pertama menstruasi sebelumnya hingga perdarahan hari pertama menstruasi berikutnya. Panjang siklus menstruasi yang normal dan dianggap sebagai siklus menstruasi klasik adalah selama 28 hari (Samsulhadi, 2011). Siklus menstruasi dibagi menjadi 4 yaitu: polimenorea apabila panjang siklus <21

(2)

hari, normal apabila panjang siklus antara 21-35 hari, oligomenorea apabila panjang siklus antara 36-90 hari dan amenorea apabila panjang siklus >90 hari atau 3 bulan (Manuaba dkk., 2010).

Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan pada aksis hipotalamus, hipofisis, serta ovarium. Siklus menstruasi yang berlangsung setiap bulan berhubungan dengan serangkaian perubahan hormonal yang mensekresikan hormon dalam sistem yang sedemikian rupa. Pusat pengendali hormon dari sistem reproduksi adalah hipothalamus yang mensekresikan gonadotropin releasing hormone (GnRH). GnRH akan merangsang sekresi hormon follicle stimulating hormone releasing hormone (FSH-RH) dan luteinizing hormone releasing hormone (LH-RH). Kedua hormon tersebut merangsang hipofisis untuk mensekresikan FSH dan LH yang kemudian berikatan dengan reseptor di ovarium dan menyebabkan ovarium memproduksi estrogen dan progesteron ke sirkulasi. Dalam keadaan ini uterus siap untuk menerima pembuahan, namun bila tidak terjadi pembuahan, maka terjadi menstruasi (Samsulhadi, 2011).

1. Siklus Ovarium 1) Fase Folikuler

Siklus diawali dengan hari pertama menstruasi, atau terlepasnya endometrium. FSH merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam ovarium. Satu folikel berkembang menjadi folikel deGraf. Folikel terdiri dari sebuah ovum dengan dua lapisan sel yang mengelilinginya. Lapisan dalam yaitu sel granulosa mensintesis progesteron selama paruh pertama siklus menstruasi, dan bekerja sebagai prekusor pada sintesis estrogen oleh lapisan sel teka interna yang mengelilinginya. Kadar estrogen yang meningkat menyebabkan pelepasan LHRH dari hipotalamus.

2) Fase Luteal

Kadar estrogen yang tinggi akan menghambat produksi FSH. Kemudian kadar estrogen mulai menurun. Setelah oosit terlepas dari folikel deGraf, lapisan granulosa menjadi banyak mengandung

(3)

pembuluh darah dan berubah menjadi korpus luteum yang berwarna kuning pada ovarium. Korpus luteum terus mensekresi sejumlah kecil estrogen dan progesteron yang makin lama semakin meningkat (Price, 2005).

2. Siklus Endometrium

Siklus menstruasi endometrium terdiri dari 4 fase, yaitu: 1) Fase Menstruasi

Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah menstruasi mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami disintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, serviks, dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari.

2) Fase Proliferasi

Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak hari ke-lima hingga ovulasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-14 siklus 28 hari, atau hari ke-18 sikus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap akan kembali normal dalam empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Ditandai dengan menurunnya hormon progesteron sehingga memacu hipofisis untuk mensekresikan FSH dan merangsang pertumbuhan folikel dalam ovarium. Sejak saat ini, terjadi penebalan 8 sampai 10 kali lipat, yang berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi bergantung dari stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium. Sel folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang matang dan menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Pada akhir fase, terjadi lonjakan LH yang menyebabkan terjadinya proses ovulasi. 3) Fase Sekresi

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Setelah ovulasi, diproduksi lebih banyak progesteron sehingga terlihat endometrium yang

(4)

edematosa, vaskular, dan fungsional. Pada fase ini juga diikuti penurunan kadar hormon FSH, LH dan estrogen. Pada akhir sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya darah dan sekresi kelenjar, tempat yang sesuai untuk melindungi dan memberi nutrisi ovum yang dibuahi.

4) Fase Iskemi

Implantasi (nidasi) ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7-10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan atau implantasi korpus luteum (badan kuning yang mensekresi estrogen dan progesteron) menyusut. Seiring penurunan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme. Selama fase iskemi, suplai darah ke endometrium fungsional berhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional berpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai, menandai hari pertama siklus berikutnya (Samsulhadi, 2011).

Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Menurut Nizomy (2002), suatu siklus menstruasi dikatakan teratur apabila berjalan tiga kali siklus dengan lama siklus yang sama (Pratiwi, 2011)

Bagi remaja wanita, mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur pada masa-masa awal adalah hal yang normal.Setelah menarche, pertumbuhan linear melambat untuk dua tahun berikutnya, yang disebut anovulatori. Sehingga dapat diasumsikan pemeriksaan persentase lemak dan status gizi setelah menarche dapat ditolerir hingga dua tahun setelah menarche (Aryati, 2008 dalam Pratiwi, 2011).

(5)

Gambar 2.1.1 Perubahan pada umpan balik, ovarium dan endometrium selama satu siklus

(6)

2.1.4. Aspek Endokrin Dalam Siklus Menstruasi

Sekurang-kurangnya ada 5 hormon utama yang berperan dalam pengaturan dan pengkoordinasian daur pembentukan folikel di ovarium dan daur menstruasi di uterus, yaitu : GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) yang diproduksi oleh hipothalamus di otak, FSK (Follicle Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior dari hipofisis, LH (Luteinizing Hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior dari hipofisis, Estrogen yang dihasilkan oleh sel-sel teka folikel interna dari folikel yang sedang berkembang menjadi folikel de Graaf, Progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (Manuaba dkk, 2010).

Selama fase folikuler siklus ovarium, pituitari mensekresikan sejumlah kecil FSH dan LH sebagai respon terhadap rangsangan GnRH dari hipotalamus. Pada waktu tersebut sel-sel folikel ovarium yang belum matang mempunyai reseptor untuk FSH. FSH merangsang pertumbuhan folikel dan sel-sel folikel yang sedang tumbuh ini mensekresikan estrogen. Peningkatan kadar estrogen secara perlahan terjadi selama sebagian besar fase folikuler.

Peningkatan kecil kadar estrogen tersebut akan menghambat sekresi hormon pituitari, sehingga mempertahankan kadar FSH dan LH relatif rendah selama fase folikuler. Hubungan antar hormon tersebut berubah secara radikal dan relatif mendadak ketika sekresi estrogen oleh folikel yang sedang tumbuh mulai meningkat. Sementara peningkatan kadar estrogen yang terjadi dapat menghambat sekresi gonadotropin pituitari, estrogen dalam konsentrasi tinggi mempunyai pengaruh berlawanan dan merangsang sekresi gonadotropin dengan cara mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan produksi GnRH. Pengaruh itu lebih besar untuk LH karena konsentrasi estrogen yang tinggi, selain merangsang sekresi GnRH, juga meningkatkan sensitifitas mekanisme pelepasan LH di pituitari terhadap sinyal hipotalamus (GnRH). Pada saat itu, folikel telah mempunyai reseptor terhadap LH dan dapat merespon terhadap petunjuk hormonal ini. Dalam satu contoh umpan balik positif, peningkatan konsentrasi LH yang disebabkan oleh peningkatan sekresi estrogen dari folikel yang sedang tumbuh menginduksi pematangan akhir folikel tersebut, dan ovulasi terjadi sekitar sehari setelah lonjakan kadar LH tersebut (Price, 2005).

(7)

LH dapat merangsang transformasi jaringan folikel yang tertinggal di ovarium untuk membentuk korpus luteum setelah ovulasi. Selama fase luteal siklus ovarium, LH mempengaruhi korpus luteum mensekresikan estrogen dan hormon steroid kedua yaitu progesteron. Korpus luteum umumnya mencapai perkembangan maksimalnya sekitar 8 sampai 10 hari setelah ovulasi. Setelah kadar estrogen dan progesteron meningkat, kombinasi hormon-hormon tersebut memberikan umpan balik negatif pada hipotalamus dan pituitari, sehingga menghambat sekresi LH dan FSH. Mendekati akhir masa luteal, korpus luteum akan lisis (kemungkinan sebagai akibat dari prostaglandin yang disekresikan oleh sel-sel itu sendiri). Konsekuensinya, konsentrasi estrogen dan progesteron menurun. Penurunan kadar hormon ovarium tersebut membebaskan hipotalamus dan pituitari dari pengaruh yang bersifat menghambat dari hormon-hormon tersebut. Kemudian pituitari mulai mensekresikan cukup FSH untuk merangsang pertumbuhan folikel baru di ovarium, yang mengawali fase folikuler siklus ovarium berikutnya (Guyton, 2007).

Estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang semakin meningkat oleh folikel yang sedang tumbuh, merupakan suatu sinyal hormonal ke uterus yang menyebabkan endometrium menebal. Dengan demikian, fase folikel siklus ovarium dikoordinasikan dengan fase proliferasi siklus menstruasi. Penurunan cepat dalam kadar hormon ovarium ketika korpus luteum lisis menyebabkan kontraksi arteri dalam dinding uterus yang menyebabkan dinding endometrium tidak dialiri darah. Disintegrasi endometrium mengakibatkan menstruasi dan permulaan satu siklus menstruasi baru (Guyton, 2007).

(8)

Gambar 2.1.2 Siklus Ovarium

2.1.5. Gangguan Menstruasi

Gangguan saat menstruasi dinilai masih normal jika terjadi selama dua tahun pertama setelah haid pertama kali (menarche). Bila seorang wanita telah mendapatkan haid pertama saat berusia 11 tahun, maka diperkirakan hingga usia 13 tahun haidnya masih tidak teratur. Umumnya ketidakteraturan siklus menstruasi terjadi pada waktu remaja dan menjelang menopause. Gangguan serta keluhan yang menyertai menstruasi pada kebanyakan wanita, seringkali menimbulkan pengaruh secara fisik maupun emosional ataupun kedua-duanya. Gangguan atau kelainan dalam siklus menstruasi meliputi :

1. Hipermenorea, yaitu perdarahan dengan lama haid lebih panjang dari normal (>8 hari) dengan darah haid sekitar 26-40 ml. Sedangkan hipomenorea, yaitu perdarahan dengan jumlah yang lebih sedikit dari normal serta waktu haid yang lebih singkat.

2. Polimenorea yaitu siklus menstruasi lebih pendek dari normal (kurang dari 21 hari) dengan perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari volume perdarahan menstruasi biasanya.

(9)

3. Oligomenorea yaitu menstruasi yang jarang dengan panjang siklus menstruasi > 35 hari. Volume perdarahan umumnya lebih sedikit dari volume perdarahan menstruasi biasanya.

4. Amenorea, yaitu tidak menstruasi > 3 bulan berturut-turut sejak menstruasi terakhir (Manuaba dkk, 2010)

2.1.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menstruasi

Kusmiran (2011) dalam penelitian mengenai faktor resiko dari variabilitas siklus menstruasi, menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi menstruasi adalah sebagai berikut:

1. Berat badan : peningkatan dan penurunan berat badan memengaruhi fungsi menstruasi. Pada kelebihan berat badan, terjadi gangguan metabolisme estrogen yang menyebabkan siklus menjadi tidak teratur. Padap enurunan berat badan akut menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan anorexia nervosa yang menyebabkan penurunan berat badan yang berat dapat menimbulkan amenorrhea.

2. Aktivitas fisik : tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi fungsi menstruasi.

3. Stres : stres maupun kecemasan menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, karena pusat stres dekat dengan pusat pengaturan menstruasi di otak. Stres memengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormone lutein (LH) yang menyebabkan amenorrhea. 3. Diet : vegetarian berhubungan dengan anovulasi, penurunan respons

hormone pituitary, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode perdarahan.

4. Gangguan endokrin : penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes, hipotiroid, serta hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan

(10)

menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien diabetes. Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorrhea dan lebih lanjut menjadi amenorrhea. Hipotiroid berhubungan dengan polymenorrhea dan menorraghia

5. Gangguan perdarahan

6. Rokok : siklus menstruasi pada perokok berat cenderung lebih pendek dan lebih tidak teratur daripada bukan perokok.

7. Konsumsi obat tertentu seperti kontrasepsi hormonal dan obat yang dapat meningkatkan hormon prolaktin sehingga menyebabkan perubahan siklus menstruasi. Metode kontrasepsi akan memanipulasi siklus menstruasi karena hormon-hormon yang dioroduksi memaksa tubuh untuk membentuk siklus buatan (Evan, 2011 dalam Pratiwi, 2011)

7.1. Indeks Massa Tubuh

Tubuh manusia dibagi menjadi 2 bagian yang saling berhubungan, yaitu bahan yang diperlukan untuk energi (lemak dan glikogen) dan air. Sebenarnya komposisi tubuh manusia jauh lebih kompleks dan terdiri dari 4 macam komposisi :

1. Komposisi atomik. Dari sudut pandang komposisi atomik, berat badan merupakan akumulasi dari 6 elemen utama, yaitu: oksigen, karbon, hidrogen, nitrogen, kalsium, dan fosfor.

2. Komposisi molekular. Elemen terbagi dalam komponen molekular yang dapat dikelompokkan dalam 5 kategori besar, yaitu: lemak, protein, glikogen, air, dan mineral. Tingkat molekular ini secara praktis seringkali dibagi atas: lemak dan massa bebas lemak.

3. Komposisi selular. Komposisi selular terdiri dari 3 komponen: sel, cairan ekstrasel, dan bagian padat ekstrasel.

4. Komposisi jaringan dan organ. Sel akan membentuk jaringan dan organ tubuh, seperti jaringan adiposa, otot skelet, tulang, kulit, jantung, dan organ viseral lainnya (Sugondo, 2009).

(11)

Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia yang mencakup body weight dan body dimension/build. Ada beberapa teknik yang lazim digunakan: tinggi badan/berat badan, lingkar, dan tebal lipatan kulit. Berbagai teknik pengukuran antropometri dilakukan pada berbagai lokasi pengukuran yang berbeda dengan instrumen yang berbeda-beda pula. Beberapa teknik (seperti penilaian tebal lipatan kulit) adalah untuk mengestimasi komposisi tubuh atau lemak tubuh, sementara teknik lain (seperti IMT) adalah penilaian untuk body build (Thang et al., 2006).

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Nilai dari IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin. Tetapi, IMT mungkin tidak berkorespondensi untuk derajat kegemukan pada populasi yang berbeda, dikarenakan perbedaan proporsi tubuh pada mereka (WHO, 2013).

Menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2009) berat badan dan Obesitas dapat diklasifikasikan berdasarkan IMT, yaitu :

Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Menurut Kriteria Asia Pasifik Klasifikasi obesitas

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang Kisaran normal Berat badan lebih Beresiko Obese I Obese II <18,5 18,5-22,9 >23,0 23,0-24,9 25,0-29,9 >30,0

Penggunaan IMT sebagai parameter dalam menentukan total lemak tubuh seseorang memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan dibanding cara yang lain. Pengukuran IMT dapat memperkirakan total lemak tubuh dengan perhitungan yang sederhana, cepat, dan murah dalam populasi tertentu. Pengukuran IMT rutin dilakukan dan sering digunakan dalam studi-studi

(12)

epidemiologi. Namun kelemahannya, IMT tidak dapat menjelaskan tentang distribusi lemak dalam tubuh seperti pada obesitas sentral maupun obesitas abdominal maupun menggambarkan jaringan lemak viseral. Nilai IMT berbeda dalam ras/etnis tertentu dan tidak membedakan antara laki-laki maupun perempuan. Nilai IMT yang tinggi belum tentu karena jaringan lemak tapi dapat juga karena jaringan otot (Thang et al., 2006).

2.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Pola Menstruasi

Masalah yang terkait dengan obesitas pada wanita di antaranya adalah gangguan menstruasi dan penurunan kesuburan yang berhubungan dengan obesitas pada remaja dan periode reproduksi, peningkatan kelainan perinatal pada wanita obesitas selama kehamilan dan setelah kehamilan atau persalinan, dan peningkatan kejadian penyakit kardiovaskular, hiperlipidemia, kanker korpus uteri, dan kanker payudara pada wanita pascamenopause yang obesitas.

Sebagai mekanisme efek obesitas pada fungsi ovarium, saat ini difokuskan pada terganggunya metabolisme estrogen, menurunnya hormon seks pengikat globulin (SHBG), resistensi insulin dan hiperinsulinemia serta gangguan leptin. Berbagai macam lipid disimpan oleh jaringan lemak dalam tubuh, dan berbagai lipid tersebut mampu memetabolisme steroid seperti androgen. Peningkatan berat badan dan jaringan lemak, terutama di daerah sentral dapat mengganggu keseimbangan hormon steroid seperti androgen, estrogen, dan hormon seks yang mengikat globulin (SHBG). Perubahan tingkat SHBG juga menyebabkan perubahan dalam pelepasan androgen dan estrogen di jaringan target. Obesitas dapat meningkatkan produksi estrogen yang memiliki efek pada berat badan dan lemak tubuh.

Berdasarkan salah satu penelitian, ditemukan bahwa tidak ada statistik yang signifikan antara IMT dan pola siklus menstruasi. Namun dalam penelitian lain, IMT merupakan faktor penting yang mempengaruhi siklus haid tidak teratur. Resiko amenore dan oligomenore meningkat dengan peningkatan obesitas. Penelitian telah menunjukkan bahwa 30-47% wanita obesitas memiliki siklus

(13)

tidak teratur, meskipun kejadian infertilitas pada wanita gemuk tidak terlalu tinggi (Setiawati, 2015)

Gambar

Gambar  2.1.1  Perubahan  pada  umpan  balik,  ovarium  dan  endometrium  selama satu siklus
Gambar 2.1.2 Siklus Ovarium
Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Menurut Kriteria Asia Pasifik  Klasifikasi obesitas

Referensi

Dokumen terkait

Kevin stayed where he was, leaning against the TARDIS with his massive hairy arms folded, staring down at Sally with what looked like a grin on his shaggy face.. ‘Let me tell you

Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selarna 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau karena hal lain

Refleksi adalah upaya untuk mengkaji hal yang telah terjadi yang berhasil ataupun Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan

Gambar diperlebar dan bagian pertama dari fase pasif tilt test tidak diperlihatkan. Grafik atas menunjukkan kurva denyut jantung; grafik bawah menunjukkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pembelajaran serta meningkatkan aktivitas siswa dan keterampilan menulis karangan narasi sis- wa dalam

'edangkan, pada masa Grde @ama gerakan re%olusi yang diran&amp;ang oleh 'oekarno membuat birokrasi ikut terseret dalam permainan politik pemerintah, sehingga birokrasi

Kondisi pembelajaran yang Kondisi pembelajaran yang memungkinkan anak belajar secara b memungkinkan anak belajar secara bermakna adalah sebagai berikut, k ermakna adalah

NHLNXWVHUWDDQ GDODP RUJDQLVDVL VRVLDO 7LQJNDW SDUWLVLSDVL SHWDQL KXWDQ GDODP 3+%0 0XQJJRUR GDQ $OLDGL SHUHQFDQDDQ NHJLDWDQ SURJUDP 3+%0 SHQDQDPDQ WDQDPDQ NHUDV GDQ WDQDPDQ