• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak revolusi industri, perusahaan-perusahaan telah berusaha keras

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sejak revolusi industri, perusahaan-perusahaan telah berusaha keras"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak revolusi industri, perusahaan-perusahaan telah berusaha keras menemukan langkah terobosan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif dan meningkatkan penjualan. Tipe umum perusahaan pada abad 20 adalah perusahan besar terintegrasi yang dapat memiliki, mengatur, dan mengontrol secara langsung semua asetnya. Pada tahun 1960-an berbagai himbauan dalam berbagai pertemuan ekonomi dilakukan untuk mengadakan diversifikasi (Penggolongan), memperbesar basis perusahaan, serta mengambil keuntungan dari perkembangan ekonomi. Pada tahun 1970 dan 1980, perusahaan berusaha dalam persaingan global, tetapi banyak yang mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang membengkak. Akibatnya, risiko usaha dalam segala hal termasuk risiko ketenagakerjaan pun meningkat. Tahap ini merupakan awal timbulnya pemikiran outsourcing pada dunia usaha. Untuk meningkatkan keluwesan dan kretifitasnya, banyak perusahaan besar yang membuat strategi baru dengan konsentrasi pada bisnis inti (core bussines), mengidentifikasi proses yang kritikal, dan memutuskan hal-hal yang harus di outsource.1

Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, dunia usaha dituntut untuk mampu bersaing demi tercapainya pemenuhan kebutuhan di segala       

1 Chandra Suwono, Outcourcing Implementasi di Indonesia, 2003, Elex Media Komputindo,

(2)

aspek. Berkaitan dengan hal itu, perusahaan-perusaan di Indonesia dituntut pula untuk meningkatkan produksinya agar dapat bersaing di era pasar bebas ini. Dalam usaha aspek pekerja (human resource) mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan tingkat produktivitas suatu perusahaan, karena dengan adanya pengelolaan pekerja yang baik serta diimbangi dengan penerapan teknologi yang mutakhir tingkat produksi suatu peruasahaan akan jauh lebih baik.

Perubahan dalam penerapan hasil teknologi modern dewasa ini banyak disebut sebagai salah satu penyebab bagi terjadinya perubahan sosial, termasuk di bidang hukum ketenagakerjaan. Menurut Robert A. Nisbet dalam bukunya “Social Change and History”, bahwa dengan timbul perubahan di dalam susunan masyarakat yang disebabkan oleh munculnya golongan buruh. Pengertian hak milik yang semula mengatur hubungan yang langsung dan nyata antara pemilik dan barang juga mengalami perubahan karenanya. Sifat-sifat kepemilikan menjadi berubah, oleh karena sekarang “barang siapa yang memiliki alat-alat produksi” bukan lagi hanya menguasai barang, tetapi juga menguasai nasib ribuan manusia yang hidup sebagai buruh.2

Pada dasarnya, pola perjanjian kerja dalam bentuk outsourcing secara umum adalah ada beberapa pekerjaan kemudian diserahkan ke perusahaan lain yang telah berbadan hukum, dimana perusahaan yang satu tidak berhubungan secara langsung dengan pekerja tetapi hanya kepada perusahaan       

2 Robert A. Nisbet, 1972, Social Change and History – Aspects of the Western tehory of

Development, London, Oxford University Press, Dalam Satjipto Rahardjo, 1980, Hukum dan Masyrakat, Angkasa, Bandung, hlm 97

(3)

penyalur atau pengerah pekerja. Pendapat lain menyebutkan bahwa outsourcing adalah pemberian pekerjaan dari satu pihak kepada pihak lainnya dalam 2 (dua) bentuk, yaitu :3

a. Mengerahkan dalam bentuk pekerjaan.

b. Pemberian pekerjaan oleh pihak I dalam bentuk jasa pekerja.

Di Indonesia sendiri, mengenai outsourcing pada dasarnya belum dijelaskan secara jelas. Namun, jika dikaitkan dengan pengertian secara harfiah, dapat dikaitkan dengan Pasal 64, 65 dan 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang hubungan kerja yang hampir sama dengan konsepsi outsourcing. Dimana Outsourcing diartikan sebagai salah satu perjanjian kerja yang dibuat dengan antara pengusaha dengan pekerja, dimana perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Dengan demikian, terdapat tiga pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Outsourcing, yaitu perusahan penyedia jasa, perusahaan pengguna jasa, dan pekerja, dimana hubungan hukum pekerja/buruh bukanlah dengan perusahaan pengguna tetapi dengan perusahaan penyedia jasa (vendor).4

Pada perkembangannya, sistem outsourcing tersebut banyak dimanfaaatkan oleh pengusaha dan menjadi trend (kecendrungan / gaya)

      

3 Hendro Yuono, dalam Laksanto Utomo, Permasalahan Outsourcing Dalam Sistem

Ketanagakerjaan di Indonesia, Jurnal Lex Publica, Vol 1, No 1, Januari 2014, hlm 3

(4)

dalam proses produksi. Dimana sejak adanya UU ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, secara massif terjadi gerakan pergantian status kerja dari pekerja tetap menjadi pekerja kontrak, melalui sistem outsourcing. Proses tersebut jelas sangat rentan akan terjadinya praktek eksploitasi terhadap pekerja yang dilakukan oleh perusahaan, tidak hanya pada perusahaan pengguna jasa, tetapi juga pengusaha penyedia jasa. Dimana pekerja harus menyalurkan beberapa persen dari gaji mereka yang minim untuk disalurkan pada perusahaan yang membawa mereka. Apalagi Undang-undang tersebut menjadi dasar hukum bagi pengusaha untuk mengganti status pekerja tanpa mengikuti prosedur yang ada, beberapa kasus memunculkan pemutusan hubungan kerja tanpa diberi hak-hak yang seharusnya mereka terima.

Pada dasarnya kewajiban buruh terhadap pengusaha yaitu melakukan pekerjaan, menaati peraturan dan petunjuk pengusaha serta membayar ganti rugi/denda apabila melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan. Adapun kewajiban pengusaha terhadap buruh yaitu memberikan istirahat/cuti, mengurus perawatan dan pengobatan, memberikan surat keterangan dan membayar upah secara tepat waktu. Dimana hak dan kewajiban tersebut dicantumkan ke dalam perjanjian kerja sebagai dasar pelaksanaan hubungan kerja yang berisi hak dan kewajiban tersebut.

Perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding),

(5)

yaitu suatu yang berdasarkan mana pihak yang satu (pengusaha) berhak memberikan perintah –perintah yang harus ditaati oleh pihak lain.5

Berbeda dengan konteks pekerja yang sistemnya langsung pada perusahaan pengguna, dalam sistem outsourcing untuk pelaksanaan kewajibannya, di satu sisi pekerja outsourcing harus mematuhi peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh perusahaan penyalur, di sisi lain pekerja outsourcing juga harus mematuhi peraturan-peraturan yang diterapkan pada perusahaan tempat karyawan outsourcing bekerja, misal karyawan outsourcing harus mengikuti ketentuan jam kerja, target produksi, peraturan bekerja, dan lain-lain di perusahaan tempat karyawan outsourcing bekerja. Setelah mematuhi proses itu, baru karyawan outsourcing bisa mendapat upah dari perusahaan penyalur.

Adapun peraturan-peraturan yang diterapkan perusahaan tersebut bertujuan untuk meningkatkan komitmen karyawan sehingga Karyawan yang berkomitmen tinggi mempunyai peluang yang lebih besar untuk mencapai tujuan yang diharapkan vendor maupun perusahaan pengguna jasa. Pekerja dengan komitmen tinggi tersebut biasanya memiliki rasa kesetiaan dan rasa suka terhadap perusahaan atau pekerjaannya. Rasa kesetiaan dan suka terhadap perusahaan atau pekerjaan secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja karyawan dalam memberikan hasil yang terbaik sehingga dapat memunculkan prestasi kerja karyawan dalam perusahaan.       

5 Lalu Husna, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Edisi Revisi, Raja Grafindo, Jakarta, hlm 53

(6)

Perusahaan akan lebih mudah mencapai sasaran dan tujuannya apabila karyawan mempunyai komitmen terhadap perusahaan. Keberhasilan perusahaan dapat dinilai dari kekuatan perusahaan itu sendiri.

Besarnya peluang bisnis di bidang penyedia jasa pekerja membuat persaingan di bisnis ini semakin ketat dalam berkompetisi dengan perusahaan lainnya. Dimana berdasarkan tingginya persaingan tersebut, mendorong para vendor untuk tetap bertahan dan tumbuh untuk tetap menjadi pemain besar di bisnis ini dengan memberikan kinerja perusahaan yang baik (good performance). Good corporate performance dihasilkan dari fungsi sumber daya manusia yang efektif dan dengan pengelolaan penilaian kinerja yang teratur sehingga akan berimbas kepada kinerja finansial perusahaan yang lebih baik.6 Proses penilaian kinerja tersebutlah yang kemudian dikenal

dengan performance appraisal.

Terkait Performance Appraisal sendiri, pengertiannya dapat dilihat dari penjelasan dari Alberto Bayo-Morienes, dkk, yang menyatakan :7

“Formal performance appraisal is a human resource management (HRM) practice that has attracted considerable attention from both practitioners and scholars (see Fletcher, 2001). The interest in the implementation of formal performance appraisal systems stems from the fact that such practice may accomplish a wide variety of functions. These functions may include the monitoring of employees, the communication of organisational values and objectives to workers, the evaluation of hiring and training strategies, and the validation of other HRM practices (see Baron and Kreps, 1999).

      

6 Asrini Mutiasari Murdianto, Pengaruh Sistem Penilaian Kinerja Terhadap Motivasi

Karyawan Kantor Pusat PT Infomedia Nusantara di Jakarta, diakses dari

https://openlibrary.telkomuniversity.ac.id, pada Jum’at, 2 September 2016

7 Alberto Bayo-Morienes, etc, Performance appraisal: Dimensions and Dterminants, Iza

(7)

Selain itu juga ditambahkan bahwa:8

“In addition, the design of a performance appraisal system is complex due to the multiple dimensions involved and because of the various interests in evaluation outcomes among different agents. As a result, research on the issue is extensive and has focused on a broad range of aspects (see Levy and Williams, 2004)”

Pada prakteknya, bagi pekerja outsourcing adanya konsepsi performance appraisal tersebut, menjadikan posisi pekerja semakin rentan untuk di eksploitasi serta terjadinya diskriminasi, hal ini dikarenakan, penilaian kinerja dapat menjadi salah satu alasan adanya pemutusan hubungan kerja bagi pekerja outsourcing, apalagi jika dibuat tanpa tolak ukur yang jelas dan pasti bagi pekerja outsourcing. Dan lebih dari itu, penilaian kinerja tersebut kebanyakan tidak dimasukkan di dalam perjanjian kerja outsourcing, namun secara tidak langsung ditetapkan melalui peraturan perusahaan.

Sebagai contoh misalnya sebanyak 21 dari 80 orang pekerja kontrak (TKK) di Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Lebong, Bengkulu, dipecat alias diputus kontrak, karena kinerja buruk dan tidak disiplin.9 Selain itu, dalam kasus lainnya, Dinas Pekerja dan Transmigrasi

(Disnakertrans) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat telah menanggapi permasalah

       8 Ibid

9 “Puluhan TKK Dishutbun Lebong Dipecat”, berita tanggal 3 Februari 2016, diakses dari

http://sp.beritasatu.com/home/puluhan-tkk-dishutbun-lebong-dipecat/107685, pada 21 Desember 2016

(8)

pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan daerah setempat karena melemahnya kinerja karyawan.10

Pemutusan hubungan kerja tersebut menurut Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja pada Dinas Tenagakerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Bekasi, Nurhidayah, disebabkan oleh melemahnya kinerja oleh para karyawan di semua perusahaan. Selanjutnya, dalam pemutusan ini sudah banyak laporan yang diterima terjadi karena permasalahan ketenagakerjaan seperti indispliner dan adanya persoalan di internal perusahan. Adapun bila dikaitkan dengan jumlah perusahaan yang ada di daerah setempat itu banyak. Dan yang di PHK juga banyak pula, tetapi jangan hanya menyudutkan pengusahanya semata. Melainkan juga harus melihat dasarnya, agar dapat mengambil solusi terbaiknya. Permasalahan tersebut tidak hanya dikarenakan ego, tetapi dasarnya harus jelas diawal seperti isi kontrak kerja, atau surat keputusan perusahaan yang mengaturnya. agar setiap sengketa persoalan ketenagakerjaan bisa dilakukan mediasi terlebih dulu antara serikat pekerja dengan manajemen perusahan. Tujuannya untuk mencari solusinya, sehingga PHK bisa dihindari.

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sendiri menyebutkan bahwa salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada pekerja dalam mewujudkan kesejahteraan (Pasal 4 huruf c), kemudian disebutkan setiap pekerja/buruh berhak       

10PHK Karena Melemahnya Kinerja Karyawan, berita tanggal 26 september 2016, diakses

dari http://megapolitan.antaranews.com/berita/24361/phk-karena-melemahnya-kinerja-karyawan, pada 21 desember 2016

(9)

memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6).

Selain hal tersebut terkait dengan pemberlakuannya pada pekerja outsourcing, menurut Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsos Kementerian Pekerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), R. Irianto Simbolon, menjelaskan praktik outsourcing sudah ditetapkan melalui Putusan MK No. 27 Tahun 2011 mengenai pengujian Pasal 59, 64, 65 dan 66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD 1945.11

Selanjutnya menurut R. Irianto Simbolon, perusahaan penerima pekerjaan harus meningkatkan kualitas SDM pekerja atau buruh outsourcing. Namun, perusahaan penerima pekerjaan juga harus memberikan imbalan yang proporsional kepada pekerja atau buruh outsourcing sesuai dengan masa kerjanya. Sedangkan untuk perusahaan pemberi pekerjaan, Irianto mengharapkan beberapa hal. Pertama, menetapkan standar kepada pekerja atau buruh yang dapat dipekerjakan di perusahaan pemberi pekerjaan, Kedua, memastikan adanya kelangsungan kerja berupa pengalihan hak-hak pekerja atau buruh outsourcing dalam hal perusahaan penerima pekerjaan tidak lagi mendapatkan pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan. Ketiga, membuat “akses” pengawasan terhadap pelaksanaan perjanjian kerja antara perusahaan

      

11 Perlu Solusi Tepat Atasi Persoalan Outsourcing, http://www.hukumonline.com/

berita/baca/lt4ffc094901da7/perlu-solusi-tepat-atasi-persoalan-ioutsourcing-i, diakses pada 21 Desember 2016

(10)

penerima pekerjaan dengan pekerja atau buruh yang dituangkan di dalam perjanjian pemborongan atau perjanjian penyediaan jasa.12

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti kemudian tertarik untuk menelusuri secara lebih mendalam bagaimana perlindungan terhadap pekerja outsourcing dalam penerapan performance appraisal, melalui penelitian dengan tema “Sistem Penilaian Kinerja dan Dampaknya Terhadap Perlindungan Hak-Hak Pekerja Outsourcing Dari Perspektif Undang-Undang Ketenagakerjaan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah Standarisasi Sistem Penilaian Kinerja Terhadap Pekerja/Buruh outsourcing telah sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan ?

2. Bagaimana dampak pelaksanaan penilaian kinerja jika dikaitkan dengan aspek-aspek perlindungan hukum pekerja/buruh outsourcing ?

C. Tujuan Penelitian

Melalui penjabaran secara deskiptif, dengan menggambarkan refleksi dari permasalahan yang telah dijelaskan diatas, penelitian ini kemudian bertujuan untuk:

       12 Ibid

(11)

a. Mengetahui dan mengkaji kesesuaian standar sistem penilaian kinerja terhadap buruh outsourcing dengan pengaturan di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

b. Untuk mengetahui dan mengkaji objektivitas pelaksanaan penilaian kinerja jika dikaitkan dengan aspek-aspek perlindungan hukum terhadap pekerja outsourcing.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak-pihak terkait, antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Dari penelitian ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Hukum Bisnis, tulisan ini dapat dijadikan penambah literatur dalam memperluas pengetahuan hukum masyarakat serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Hukum Bisnis, khususnya pengetahuan mengenai Penerapan standarisasi penilaian kinerja terhadap pekerja outsourcing dan kesesuaiannya dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis bagi penulis, dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dengan mengembangkan cakrawala berpikir penulis. Dalam hal ini menyangkut pentingnya perlindungan hukum bagi pekerja outsourcing, berkaitan dengan implementasi standari penilaian kinerja. Kemudian Bagi masyarakat dan khalayak

(12)

umum, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum mayarakat dalam perlindungan bagi pekerja outsourcing secara lebih menyeluruh.

Adapun bagi Lembaga Negara hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya penguatan perlindungan pekerja outsourcing. Dan bagi Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam proses pembuatan undang-undang agar produk hasi proses legislasi tersebut dikeluarkan dengan memuat perlindungan bagi pekerja outsourcing.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran terhadap judul penelitian yang ada pada Program Magister Hukum Universitas Gadjah Mada ditemukan beberapa penelitian yang cukup berkaitan dengan pembahasan berkaitan Pekerja Outsourcing, yakni penelitian yang dilakukan oleh Vania Eriza yang membahas tentang Praktek Outsourcing Pekerja Satuan Pengamanan (Satpam) Pada PT. Krakatau Bandar Samudera Pasca Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Pekerja Kementerian Pekerja dan Transmigrasi Nomor B31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011. Dimana penelitian yang dilakukan oleh Vania Eriza mengambil permasalahan terkait dengan bagaimana praktek outsourcing pekerja khususnya pekerja

(13)

Satuan Pengamanan di PT. Krakatau Banda pasca dikeluarkannya Putusan MK nomor 27/PUU-IX/2011.13

Mohamad Yusup mengkaji tentang terhadap pengaturan Outsourcing pasca dikeluarkanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011, yang berfokus pada permasalahan tentang bagaimana pengaturan yang berkaitan dengan Outsourcing setelah Mahkamah Konstitusi menguji konstitusionalitas norma yang mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan .14

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan pada karya tulis tersbut, didapatkan bahwa kedua penelitian tersebut meskipun juga membahas terkait sistem pekerja outsourcing, namun berbeda secara substantif dan variabel penelitiannya. Adapun penelitian ini lebih menekankan penelitian yang akan membahas mengenai bagaimana pengaruh penilaian kinerja pada pekerja yang berdasarkan pada sistem outsourcing. Berdasarkan hal tersebut, dikatakan penilitian ini memenuhi kaedah keaslian penelitian.

      

13  Vania Eriza, “Praktek Outsourcing Pekerja Satuan Pengamanan (Satpam) Pada PT. Krakatau

Bandar Samudera Pasca Penerbitan Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Pekerja Kementerian Pekerja dan Transmigrasi Nomor B31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011”, Tesis, Universitas Gadjahmada, Yogyakarta 

14 Mohamad Yusup, “Kajian Terhadap Pengaturan Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah

Referensi

Dokumen terkait

Maka berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah diuraikan oleh penulis diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa PT Imaji Media dapat melakukan tindak pidana dan

[r]

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa LKS yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria kelayakan didaktik yang dikemukakan oleh

Namun perubahan terjadi sekembalinya migran dari luar negeri dengan membawa keberhasilan (secara ekonomi). Migran yang berangkat ke luar negeri untuk bekerja, kembali

Perubahan sosial budaya TKI di Kampung Pandan Dalam pada penelitian ini juga menggunakan analisis deskriptif dimana perubahan sosial budaya dilihat dari perubahan perilaku,

Kelompok Kerja Jasa Konsultansi ULP Kabupaten Pesisir Barat Sehubungan dengan Dokumen Kualifikasi perusahaan saudara pada proses Pengadaan Barang / Jasa Kelompok Kerja

penelitian ini perawat kamar bedah dengan masa kerja kurang dari 6 tahun terdapat 22 orang. yang mengalami tingkat kelelahan kerja sedang 4 orang mengalami kelelahan kerja