71
RANCANG BANGUN ALAT PENDETEKSI KEBOCORAN REFRIGERANT
MENGGUNAKAN ELECTRONIC NOSE PADA COLD STORAGE UNTUK
MENCEGAH TERJADINYA KERACUNAN DAN KEBUSUKAN IKAN
Muhammad Taufiqurrohman, Urip PrayogiFakultas Teknik dan Ilmu Kelautan
Universitas Hang Tuah, Jl. A.R. Hakim No. 150 Surabaya, 60111
Abstrak: Cold storage adalah suatu unit mesin dan ruangan yang dapat membekukan produk makanan yang mempunyai fungsi utama yaitu mencegah berkurangnya kandungan cairan dalam produk daging, ikan atau ayam (menjaga kelembaban dan mutu daging tetap tinggi), menjaga perubahan warna dan rasa pada produk masakan, mencegah berkembangbiaknya bakteri. Suatu sistem pendingin tidak terlepas dengan bahan pendingin (refrigerant) didalam pipa pipanya. Oleh sebab itu sangat besar kemungkinan terjadi kebocoran pada pipanya. Kebocoran refrigerant didalam cold storage akan berakibat tejadi keracunan pada ikan yang didinginkan karena refrigerant merupakan zat kimia. Sensor bekerja ketika refrigerant bocor kemudian di lanjutkan untuk mematikan
supply listrik pada kompresor. Pada sistem ini sensor akan mendeteksi adanya
kebocoran gas. Sensor SAW disusun secara array dan diletakkan pada tempat-tempat tertentu yang dimungkinkan adanya kebocoran gas. Ketika gas mendeteksi adanya gas yang bocor maka akan memberikan data yang akan diolah oleh rangkaian pengkondisi sinyal yang kemudian menjadi inputan data pada mikrokontroler MCs51 data yang didapatkan dari sistem mikroelektronika akan diolah oleh komputer pada ruang kontrol yang tentunya berada jauh dari sistem yang berada di lapangan.
Kata kunci : kebocoran refrigerant, electronic nose, cold storage
Abstract: Cold storage is an indoor unit machine that can freeze food products
that have the primary function of which is to prevent a reduction in the fluid content of meat products, fish or chicken (the meat retain moisture and keep the quality high), keep the change in color and flavor to food products, to prevent the proliferation of bacteria. A cooling system can not be separated by cooling material (refrigerant) in the pipeline pipe. Refrigerant leak in the cold storage will result in fish poisoning occurs because the refrigerant is cooled chemicals. The sensor works when the refrigerant is leaking then proceed to turn off the electricity supply to the compressor. In this system the sensor will detect a gas leak. SAW sensors are arranged in an array and placed in certain places that possible gas leak. When gas detected a gas leak it will provide data that will be processed by signal conditioning circuit which then becomes the data input on the microcontroller MCS51 data obtained from microelectronics system will be processed by the computer control room which must be away from the system that was in the field.
72 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 19, No. 1, Januari 2013
PENDAHULUAN
Teknologi refrigerasi saat ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan dunia modern, bukan hanya pada peningkatan kualitas dan kenyamanan hidup, namun juga hal-hal esensial yang menyentuh penunjang kehidupan manusia. Teknologi refrigerasi dibutuhkan dalam upaya untuk meminimalkan, bahkan bisa meniadakan pertumbuhan mikroorganisme perusak bahan-bahan tertentu. Teknologi ini dibu-tuhkan keberadaannya didalam bidang penyimpanan dan transportasi bahan makanan. Salah satunya adalah upaya penyimpanan ikan dalam cold storage.
Suatu sistem pendingin tidak bisa terlepas dari bahan material pendingin (refrigerant) di dalam pipa-pipanya. Pada pipa-pipa tersebut akan sangat besar kemungkinan terjadinya kebocoran. Jika terjadi kebocoran refrigerant berakibat
cold storage tidak akan berfungsi dengan
baik dalam membekukan ikan dan suhu ruangan akan naik sehingga ikan cepat busuk. Kebocoran refrigerant di dalam
cold storage akan berakibat tejadi proses
keracunan pada ikan yang didinginkan karena refrigerant merupakan zat kimia. Untuk itu perlu di rancang suatu inovasi baru tentang alat pendekteksi kebocoran
refrigerant sehingga nanti ketika terjadi
kebocoran dapat dipantau sehingga tidak terjadi keracunan dan kebusukan ikan di dalam cold storage.
Dari penelitian ini dikembangkan suatu alat pendeteksi kebocoran
refrige-rant di dalam cold storage menggunakan
sensor Surface Acoustic Wave (SAW). Sesuai dengan namanya, alat sensor ini menggunakan teknik gelombang acoustic sebagai dasarnya. Gelombang akuistik ini menyebar melalui permukaan material, selanjutnya perubahan karakteristik akan mempengaruhi kecepatan dan amplitudo
gelombang tersebut. Perubahan kecepat-an tersebut dapat dimonitor dengkecepat-an mengukur perubahan frekuensi (Ballatine et al., 1997). Gelombang SAW dapat dicapai dengan aplikasi dari memberikan sinyal sinosuidal yang berasal dari genera-tor ke metal film inter digital transducer (IDT) yang disimpan pada permukaan
substrate piezoelectric. Konvigurasi dari
basic SAW memerlukan dua buah IDT. Salah satu dari IDT tersebut berfungsi sebagai devais input dan akan merubah variasi dari sinyal tegangan kedalam gelombang akuistik mekanik. IDT yang lain berfungsi sebagai output yang akan merubah getaran mekanik SAW kembali menjadi tegangan (Campbell 1989).
Keuntungan dari sensor SAW ini antara lain ukurannya kecil, mempunyai sensitivitas tinggi dan harganya relatif murah. Sifat alamiah dari devais ini kebanyakan tergantung kepada material
piezoelectric seperti kecepatan
gelom-bang dan koefisien electromeca-nical
coupling (Amol V. C et al., 2004).
Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan implementasi SAW untuk dapat mendeteksi kebocoran refrigerant di dalam cold storage dengan menggunakan Jaring Saraf Tiruan (JST) atau Neural
Network (NN) sebagai cara pemrosesan
data. Pemrosesan data dilakukan oleh personal komputer pada pusat kontrol setelah menerima data dari sistem instrumentasi elektronika yang berada pada lokasi kebocoran gas. Pengiriman data dilakukan secara real time sehingga diharapkan akan dapat dideteksi sedini mungkin apabila terjadi kebocoran gas. Hasil pengolahan data akan dikirim ke user dengan menggunakan SMS gate way. Dengan cara demikian user akan bisa memantau sistem dimanapun berada.
Penelitian ini tentunya mempunyai tujuan yang ada hubungannya dengan
M. Taufiqurrohman, Urip P: Rancang Bangun Alat Pendeteksi 73
pengembangan ilmu dan teknologi pada umumnya, khususnya teknologi sensor dan instrumentasi elektronika. Juga pengembangan aplikasinya pada sistem teknologi pendinginan yang berbasis pada
refrigerant yang berada pada coldstorage. Surface Acoustic Wave (SAW)
ada-lah merupakan sensor yang terdiri atas satu Inter Digital Transducer (ITD) trans-duser input dan satu transtrans-duser (output) yang terletak pada substrat peizoelectric, yang umumnya dibuat dari bahan kwarsa. Transduser input akan mengeluarkan satu gelombang akustik yang akan berjalan disepanjang film dan akan dideteksi oleh transduser output. Frekuensi yang akan dihasilkan oleh SAW ini merupakan frekuensi antara 30-900 MHz, kecepatan serta redaman dari sinyal bersifat sensitip terhadap viskoelastisitas dan massa dari
thin film (Clifford K. Ho, 2003).
Gelombang akustik akan menyebar dipermukaan suatu material. Perubahan karakteristik sekecil apapun dari peram-batan akustik akan berpengaruh terhadap kecepatan dan amplitudo gelombangnya. Perubahan kecepatannya dapat dilihat dengan mengukur frekuensi atau bentuk karakteristik dari sensor dan yang dapat dikorelasikan (dihubungkan) terhadap
kesamaan pengukuran secara fisik (Bill Draft, 2000).
SAW mampu mengenali
organo-phosphates, hidrokarbon berklorin, ceton,
alkohol, hidrokarbon aromatik, saturated hidrokarbon. Pada transduser (IDT) input akan di tambahkan (dilapisi) polimer yang bertujuan untuk menyerap bahan kimia. Dengan polimer yang berbeda maka akan mempunyai daya tarik yang berbeda dari berbagai bahan kimia. Ketika bahan kimia tersebut terserap, massa dari polimer akan meningkat yang menyebabkan suatu perubahan fase pada sinyal akuistik (Clifford K. Ho, 2003).
Menurut Campbell (1989), gelom-bang SAW dapat dicapai dengan aplikasi dari memberikan sinyal sinosuidal yang berasal dari generator ke metal film Inter
Digital Transducer (IDT) yang disimpan
pada permukaan substrate piezoelectric. Konvigurasi dasar dari SAW memerlukan dua buah IDT. Salah satu dari IDT tersebut berfungsi sebagai devais input dan akan merubah variasi sinyal tegangan kedalam gelombang akuistik mekanik. IDT yang lain berfungsi sebagai output yang akan merubah getaran mekanik SAW kembali menjadi tegangan. Gambar 2 memperli-hatkan struktur skematik sensor SAW.
IDT
Gambar 1.Struktur skematik sensor SAW (Jouni V. K. 2005)
Sensor yang berbasis SAW yang dirancang untuk mendeteksi bahan kimia dan uap organik bekerja berdasar prinsip
Rayleigh atau akustik Lamb yang akan berpropagasi sepanjang struktur dengan lapisan bahan kimiawi tertentu. Material
74 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 19, No. 1, Januari 2013
pelapis bertindak selaku interface kimiawi (membran) yang dirancang untuk dapat berinteraksi secara selektif dengan zat yang akan dideteksi. Sebagai konsekuensi dari interaksi tersebut terjadi perubahan-perubahan secara fisik pada membran, yang berpengaruh pula pada propagasi gelombang akustik permukaan material. Sifat-sifat fisik dari membran yang terlibat di dalam interaksi ini terutama adalah kepadatan dari massa dan parameter-parameter elastis. Parameter-parameter-parameter yang membuat surface acoustic wave lebih menarik untuk diaplikasikan sebagai sensor adalah phase velocity dan
ampli-tude dari gelombang tersebut. Secara
teoritis untuk memodulasi velocity dari gelombang akustik yang bergerak dapat ditempuh dengan jalan memvariasikan sinyal-sinyal elektrik dan non elektrik.
Sensor SAW biasanya terbuat dari material oksida yang secara kimiawi lebih stabil dibandingkan jenis bahan sensor yang lain dan menerapkan sebuah thin
film yang sensitif pada permukaan piranti
tersebut. Secara umum prinsip pendetek-sian sensor gas berbasis SAW bersandar pada perubahan percepatan gelombang akustik pada permukaan atas penyerapan komponen reaktan oleh membran sensor. Perubahan percepatan ini dapat disebab-kan oleh tiga hal yaitu perubahan dari kerapatan massa membran, perubahan tetapan elastiknya atau perubahan pada konduktivitas listrik. Efek terakhir hanya diperoleh jika material substrat adalah
piezoelektrik dan jika medan listrik yang
bergerak bersama gelombang akustik permukaan tidak terbumikan oleh lapisan metal pada permukaan. Perubahan dari konsentrasi gas menghasilkan perubahan massa dan konduktifitas elektrik pada
interface kimiawi SAW. Perubahan ini
akan mempengaruhi amplitude dan phase
velocity SAW.
Electronic nose (e-nose)
Electronic nose (e-nose) adalah
suatu peralatan yang diharapkan mampu mendeteksi bau yang tidak bisa dilakukan oleh hidung manusia. Sejak tahun 1992, riset e-nose sudah mulai dikembangkan untuk bisa mengenali bau yang dihasilkan oleh suatu benda. Langkah-langkah dari proses pengenalan adalah seperti yang dilakukan oleh manusia, meliputi proses identifikasi, hitungan, perbandingan dan aplikasi-aplikasi lain. Peralatan ini (e-nose) sudah mengalami banyak perkembangan dan saat sekarang ini banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri.
Fabio D.F et al (2000), telah berhasil mengembangkan electronic nose (e-nose) untuk mendeteksi bau mengganggu yang dihasilkan oleh air limbah. E-nose yang dikembangkan berupa sensor conducting
polymer. Sedang metode pengujiannya
menggunakan fuzzy pattern recognition
system. Conducting polymer disusun cara array sebanyak 8 buah. Ketika sensor
dilewati oleh bau, polimer yang berada pada film akan dipengaruhi oleh reaksi fisika dan kimia sehingga menghasilkan resistansi elektrik yang bervariasi pada film tersebut. Intensitasnya tergantung pada variasi tipe bau yang diberikan. Jenis sensor yang telah dikembangkan untuk teknologi ini antara lain: Metal Oxide
Semiconductor (MOS), Conducting Poly-mer (CP), quart crystal microbalance, Surface Acoustic Wave (SAW) dan Field Effect Transistor (MOSFET).
Cold storage
Cold storage adalah suatu unit
bangunan ruang dengan suatu unit mesin yang dapat membekukan suatu material atau produk makanan. Fungsi pokok adalah untuk mencegah berkurangnya kandungan cairan didalam produk tadi misalnya daging sapi, ikan atau daging
M. Taufiqurrohman, Urip P: Rancang Bangun Alat Pendeteksi 75
ayam dan lain sejenis. Juga guna menjaga kelembaban dan mutu daging tetap tinggi menjaga perubahan warna dan rasa pada produk masakan, mencegah berkembang biaknya bakteri.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah eksperimental labora-torium. Metode penelitian ini meliputi: Pembuatan perangkas keras yang berupa bagian sensor SAW, bagian rangkaian pengkondisi sinyal dan bagian antar muka. Pembuatan perangkat lunak, yaitu perangkat lunak untuk bagian antar muka dan perangkat lunak untuk komputer.
Pengambilan dan pengolahan data. Pelatihan data dan aplikasi pada jaringan syaraf tiruan dalam mengidentifikasi bau.
Rancang Bangun Sistem secara Keseluruhan
Rancang bangun dari sistem secara keseluruhan dapat digambarkan dalam bentuk diagram blok seperti yang terlihat pada Gambar 2 di bawah. Pada diagram blok terlihat bahwa sistem terdiri dari beberapa sub sistem yaitu: Deret sensor SAW. Rangkaian untuk pengkondisi sinyal. Mikrokontroler MCS51. dan Komputer
Gambar 2. Diagram blok sistem secara keseluruhan
Deret sensor terdiri dari 3 buah SAW yang sudah dilapisi oleh polymer, masing-masing jenis sensor tersebut akan mengeluarkan getaran dengan frekuensi resonansi sebesar 46 MHz. Device SAW dihubungkan kedalam rangkaian osilator, frekuensi yang dihasilkan oleh osilator tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mixer untuk mendapatkan selisih antara frekuensi yang berasal dari sensor dan referensi. Dengan adanya uap bocoran
refrigerant dari pipa pendingin yang bisa
masuk ke dalam chamber akan mengaki-batkan adanya perubahan frekuensi reso-nansi SAW. Perubahan frekuensi tersebut yang dicacah oleh frekunsi counter. Hasil
perhitungan dari frekuensi counter tadi selanjutnya menjadi data yang diolah menggunakan komputer. Interface yang digunakan untuk menghubungkan antara sistem sensor dengan komputer adalah menggunakan serial komunikasi RS-232. Data yang dihasilkan oleh deret sensor tersebut akan menghasilkan pola yang berbeda-beda tergantung dari jenis dan macam uapnya.
Deret Sensor SAW
Untuk perencanaan sensor SAW dilakukan dengan membeli bahan SAW yang sudah ada dipasaran. Biasanya SAW berupa filter SAW yang sering digunakan
Sensor SAW Rangkaian pengkondisi sinyal Mikrokontroler MCs51
76 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 19, No. 1, Januari 2013
untuk filter pada televisi. Filter SAW ini kemudian dilakukan modifikasi dengan cara membuka tutup bagian atas, hingga
nanti diharapkan bisa digunakan menjadi sensor. Gambar sensor SAW tersebut seperti terlihat pada gambar 3.
a. SAW sebelum terbuka b. SAW setelah terbuka
Gambar 3.Gambar sensor SAW sebelum dan sesudah dibuka penutupnya
SAW yang sudah terbuka tutupnya ini kemudian dilapisi polymer tertentu agar peka terhadap gas yang akan di ukur. Pelapisan SAW dengan polimer ditunjukan pada Gambar 4.
Polimer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: untuk sensor 1 dilapisi polymer OV-101. Sedangkan sensor 2 dilapisi polyner PEG-1540 dan sensor 3 dilapisi polymer OV-17.
Polimer
Gambar 4. Penambahan polymer ke sensor SAW (Joshua J. C. 2001)
Setelah sensor-sensor tersebut tadi terlapisi polimer, kemudian dimasukkan pada chamber. Dalam penelitian ini sistem didesain untuk satu buah sensor diletakkan pada satu chamber, sehingga
didapatkan tiga buah chamber yang terisi oleh sensor SAW dengan lapisan polimer yang berbeda-beda. Chamber untuk tiap-tiap sensor seperti terlihat pada Gambar 5.
M. Taufiqurrohman, Urip P: Rancang Bangun Alat Pendeteksi 77 Rangkaian Pengkondisi Sinyal
Rangkaian pengkondisi sinyal yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi rangkaian osilator yang berfungsi untuk mengubah sinyal yang keluar dari SAW menjadi sinyal pulsa yang selanjut-nya akan dimasukan ke rangkaian mixer. Karena frekuensi yang keluar dari SAW merupakan frekuensi tinggi maka perlu diturunkan, sehingga untuk itu diperlukan rangkaian mixer. Dimana dalam rangkaian mixer ini akan mencampurkan frekuensi
dari SAW dengan frekuensi lokal osilator. Dengan begitu frekuensi output mixer= frekuensi input ± frekuensi lokal
Setelah didapat frekuensi output dari mixer yang diinginkan kemudian dimasukkan kedalam frequency counter untuk dihitung jumlah pulsa yang masuk kemudian ditransfer ke mikrokontroler melalui serial komunikasi. Diagram blok rangkaian pengkondisi sinyal dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram blok rangkaian pengkondisi sinyal Rangkaian Pencacah Frekuensi
Pada proses pengambilan data yang berupa frekuensi resonansi, maka akan dibutuhkan suatu sistem rangkaian yang berfungsi mencacah frekuensi tersebut. Frekuensi yang keluar dari rangkaian mixer sebesar 1 MHz atau 1.000.000 Hz. Sehingga untuk dapat membaca seluruh data frekuensi dengan baik maka perlu digunakan pencacah frekuensi sebesar 24 bit karena 224 = 16.777.216.
Pada sistem ini digunakan tiga buah pencacah 24 bit karena terdapat tiga buah sensor SAW yang akan dibaca.
Setiap pencacah 24 bit terdiri dari tiga buah IC counter, sebab sebuah IC counter hanya dapat mencacah 8 bit.
Komponen terintegrasi yang akan digunakan adalah IC counter 74HC590 yang mempunyai 8 bit register sehingga digunakan 3 buah IC tersebut untuk membentuk 24 bit . Tiga buah IC counter digabung secara cascade, yaitu sinyal RCO (Ripple Carrier output) IC pertama yang dimasukkan ke sinyal CCLK (Clock Input) IC kedua. Maksudnya adalah apabila penghitung IC pertama telah mencapai data fullscale maka akan memberikan
Osilator Freq. counter Freq. counter M L T I P L E X E R Mixer Sensor SAW Ke 1 Osilator Sensor SAW Ke 2 Mixer Osilator Frequency local Sensor SAW Filter Filter Freq. counter Osilator Sensor SAW Ke 3 Mixer Filter
Rangkaian Pengkondisi Sinyal
78 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 19, No. 1, Januari 2013
sinyal detak. Sinyal detak ini akan menjadi
clock input pada IC kedua. Begitu juga
demikaian jika penghitung IC ke dua telah mencapai data fullscale maka akan memberikan sinyal detak yang akan menjadi clock pada IC ke tiga. Setiap 8 bit
(D0-D7) data dari IC disambung satu sama lain secara paralel karena jika dilakukan pengambilan data, maka cukup hanya tinggal diaktifkan sinyal OE dari IC tersebut.
Gambar 7. Rangkaian pencacah frekuensi 16 bit
Untuk mengetahui bahwa frekuensi benar-benar terbaca dengan baik maka dibuat pencacah 24 bit menggunakan IC demux 74HC154. IC ini mempunyai 4 pin
input data yang menentukan pin output
yang akan aktif, 2 pin chip-enable yang berfungsi untuk mengaktifkan demux ini, serta 16 pin output aktif low. IC ini berfungsi untuk bisa mengaktifkan output
enable (OE) dari setiap IC counter,
sehingga data 8 bit telah dipindah ke dalam register counter yang akan dapat diambil jika OE diberi sinyal aktif low, yaitu tegangan 0 volt.
Pada rangkaian in juga terdapat IC inverter 74HC14 yang berfungsi untuk menguatkan sinyal-sinyal kontrol dari mikrokontroler ke masing-masing IC
counter, sehingga sinyal tersebut tidak
akan drop. Selain itu juga menginverter sinyal detak 1 detik. Jika sinyal detak mempunyai logic high maka akan dapat mengaktifkan sinyal CCLK (count-enable)
counter karena menjadi logic low.
Kemudian sinyal detak 1 detik juga menjadi input interupt pada mikrokon-troler sebagai umpan balik untuk proses pembacaan data.
Perancangan Perangkat Lunak (software)
Secara garis besar perancangan dari perangkat lunak dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu perancangan perangkat lunak pada mikrokontroler MCS51 dan perangkat lunak Delphi pada PC. Perancangan perangkat lunak dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram blok perancangan perangkat lunak secara keseluruhan
Pembacaan data sensor oleh mikrokontroler dan
dikrim ke PC
Komputer
Data diterima dan disimpan
Analisa data dengan algoritma
79
Proses pembacaan data dari sensor akan dapat dilakukan oleh mikrokontroler dalam sebuah minimum sistem. Data tersebut dikirim ke PC menggunakan serial komunikasi RS232 untuk dapat dinormalisasi, kemudian dijadikan sebagai inputan pelatihan pada neural network. Pembacaan data dilakukan dengan jalan mengatur operasional IC counter melalui sinyal-sinyal dari pin mikrokontroler.
Proses learning jaringan syaraf tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan (JST) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah perceptron lapis banyak atau Multi
Layer Perceptron (MLP) dengan pelatihan back propagation yang merupakan suatu
algoritma pembelajaran yang terbimbing. Rancangan MLP menggunakan 3 lapis layer, yaitu input layer, hidden layer, dan
output layer seperti ditunjukkan dalam
Gambar 10.
Gambar 10. Skema 3 lapis Multi Layer Perceptron (MLP) Cara Kerja Eksperimen
Eksperimen dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola yang dihasilkan oleh uap alkohol dan uap premium. Pertama kali dilakukan dengan memberikan gas Nitrogen (N2) atau
Oksigen (O2) untuk menetralisir atau
membersihkan sensor-sensor SAW dari partikel-artikel gas yang masih menem-pel. Gas Nitrogen yang dialirkan dalam hal ini menggunakan gas nitrogen biasa akan tetapi lebih baik jika menggunakan gas nitrogen UHP.
Gas Nitrogen akan mengalir melalui selang kecil menuju chamber untuk tiap-tiap sensor gas. Sehingga bisa diharapkan partikel-partikel gas yang masih menem-pel pada sensor akan ikut terbuang
dengan adanya aliran gas nitrogen ini. Sebagai indikator kalau chamber bersih dari partikel gas yang menempel adalah dengan melihat frekuensi yang dihasilkan oleh ketiga sensor. Aliran uap ini mengalir selama 100 detik, dimana detik ke-1 sampai detik ke-9 merupakan proses pembersihan chamber, kemudian pada detik ke 10 valve dari sample gas di buka sehingga gas akan mengalir melewati
chamber. Pada detik ke-40 sampai 60
data akan diambil sebagai data inputan. Kemudian pada detik ke 65 valve input ditutup sehingga akan terjadi proses pembersihan chamber kembali sampai detik ke-100. Pengujian sistem ini terlihat pada Gambar 11. Sensor 1 Sensor 2 Sensor 3 Y1 Y2 Bias j Bias k Vij Wik Ouput Layer (k) Input Layer (i) Hidden Layer (j)
80 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 19, No. 1, Januari 2013
Gambar 11. Cara pengujian pada sistem sensor gas HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah proses perancangan dan pembuatan hardware selesai dikerjakan, maka harus diuji coba terlebih dahulu. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa semua hardware bekerja dengan baik sebelum diintegrasikan menjadi satu sistem.
Pengujian Sensor SAW dan Rangkaian Penguat RF (Radio Frequency)
Pengujian ini bisa dilakukan dengan melihat sinyal output dari rangkaian tersebut dengan menggunakan instrumen osiloskop GW Instek GDS-820 Digital
Storage. Sensor SAW yang telah terbuka
(dimodifikasi) kemudian dihubungkan ke rangkaian penguat RF. Ketika dilakukan uji coba secara langsung dengan melihat output keluaran dari penguat RF maka didapat bentuk sinyal sinosuidal seperti yang terdapat pada Gambar 12.
Penguat RF ini berfungsi untuk menguatkan sinyal yang dihasilkan oleh sensor SAW. Sinyal yang dihasilkan oleh sensor SAW mempunyai amplitudo yang kecil sehingga perlu dikuatkan agar bisa diolah menjadi data sebelum dimasukkan ke modul mikrokontroler sebagai data masukan.
Gambar 12. Gambar sinyal output sensor SAW setelah dikuatkan Rangkaian pengkondisi sinyal
(Mixer, Osilator, Ferq. Counter, Mux) SAW array Gas N2 Sample Output gas Mikrokontroler Chamber test Flow meter ` Portable computer
81
Setelah dilakukan pengujian pada modul penguat RF didapat hasil seperti pada Tabel 2. Dari hasil pengukuran (Tabel 2) didapatkan bahwa pada penguat RF untuk setiap sensornya telah terjadi penguatan rata-rata sebesar 10 kali penguatan. Dengan penguatan sebesar 10 kali diharapkan sinyal yang dikeluarkan dari sensor bisa diolah menjadi sinyal input pada rangkaian frekuensi counter.
Pengujian Pada Rangkaian Summing
Rangkaian summing mempunyai dua input yaitu input dari referensi dan
input dari sensor. Rangkaian ini
menggu-nakan IC 74HC74 yang terdiri dari suatu rangkaian D-Flip Flop (D-FF). Data yang berasal dari sensor dan referensi akan dikuatkan terlebih dahulu menggunakan IC 74HC14 agar tidak drop. Data yang dihasilkan dari rangkaian mixer seperti terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Gambar sinyal output dari rangkaian summing
Dari hasil pengukuran pada tiap-tiap
chanel dari setiap rangkaian mixer akan
didapatkan selisih antara frekuensi yang berasal dari masing-masing sensor dan frekuensi yang berasal dari frekuensi referensi. Hasil keluraan yang berasal dari rangkaian summing adalah sinyal digital yang mempunyai Vpp diatas 3V, sehingga
output summing ini sudah dapat diolah
kedalam minimum sistem MCs51.
Hasil pengukuran dari rangkaian
summing terlihat seperti Tabel 2. Dari
hasil pengukuran terlihat bahwa frekuensi yang dihasilkan rangkaian mixer relatif sudah lebih kecil yaitu berkisar antara 400 KHz – 1,1 MHz. Dan mempunyai Vpp diatas 3 V, sehingga sudah bisa diolah frekuensi counter.
Tabel 2. Pengukuran pada rangkaian summing
Pengukuran Sensor 1 Sensor 2 Sensor 3 Frekuensi 720.210 KHz 1.099.650KHz 403.140 KHz
Vpp 3.5 V 3.2 V 3.7V
Pengujian pada rangkaian frekuensi counter
Proses pengujian dilakukan dengan memberikan sinyal clock inputan dari
function generator. Pemberian frekuensi
sinyal detak terdiri dari 10 Hz, 100 Hz, 1 KHz, 10 KHz, 100 KHz, 1 Mhz, 10 MHz.
82 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 19, No. 1, Januari 2013
Data nilai frekuensi hasil pencacah-an alat akpencacah-an ditampilkpencacah-an menggunakpencacah-an bantuan software Delphi 6.0. Tampilan pengujian rangkaian frekuensi counter terlihat seperti Gambar 4.3. Pengujian ini
menggunakan alat instrument Function
Counter GW Instek GFG-8210. Hasil
pengujian ragkaian frekuensi counter ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengujian frekuensi counter
Frekuensiclock FunctionGenerator Frekuensi yang dibacaalat Getaranfrekuensi dalamdigit 10 Hz 10 Hz 0 100 Hz 100 Hz 0 1 KHz 1000 Hz 1 10 KHz 9.999 Hz 1 100 KHz 99.927 Hz 2 1 MHz 999.230 Hz 3 10 MHz 10.001.901 Hz 4
Penentuan Waktu Pembersihan Chamber
Untuk menghilangkan uap sample yang berada di chamber setelah proses pengukuran, maka chamber perlu untuk dibersihkan. Pekerjaan pembersihan ini pernah dicoba dengan menggunakan udara kering yang dihasilkan oleh silica
gel . Silica gel berfungsi mengikat uap air
yang terkandung dalam udara sehingga dihasilkan udara kering. Tetapi dengan cara ini didapatkan hasil yang tidak
maksimal sehingga digunakan cara yang kedua yaitu dengan menggunakan gas Nitrogen (N2). Dengan menggunakan gas
Nitrogen didapatkan hasil yang maksimal dengan melihat frekuensi yang dihasilkan ketika proses pembersihan berlangsung. Sebagai referensi awal untuk pengukuran pembersihan adalah frekuensi dari ketiga sensor ketika sensor tersebut tidak dialiri oleh uap. Tabel 4.menunjukkan frekuensi dari ketiga sensor ketika tidak dialiri uap
sample. Tabel 4.Frekuensi dari ketiga sensor saat udara kering
Pengukuranudara Sensor 1 (Hz) Sensor 2 (Hz) Sensor 3 (Hz)
Pengukuranke 1 380 80 80 Pengukuranke 2 330 150 55 Pengukuranke 3 320 95 100 Pengukuranke 4 380 100 120 Pengukuranke 5 350 85 170 Rata-rata 352 102 105
Berikut ini hasil dari eksperimen pembersihan chamber beserta saluran
uap sample-nya yang ditunjukkan dalam Tabel 5 sampai dengan Tabel 6.
M. Taufiqurrohman, Urip P: Rancang Bangun Alat Pendeteksi 83 Tabel 5. Waktu pembersihan refrigerant R-22
Waktupembersihan Sensor 1 (Hz) Sensor 2 (Hz) Sensor 3 (Hz)
5 detik 2020 -1250 -1550
10 detik 1520 -850 -950
20 detik 850 -325 -450
30 detik 330 80 100
Tabel6. Waktu pembersihan refrigerant R-134a
Waktupembersihan Sensor 1 (KHz) Sensor 2 (KHz) Sensor 3 (KHz)
5 detik 1520 -175 -225
10 detik 750 -120 -150
20 detik 390 -85 -105
30 detik 361 18 80
Dari hasil eksperimen ini diperoleh bahwa waktu yang diperlukan untuk membersihkan chamber dari uap simple adalah 30 detik.
Proses Pengambilan Data
Setelah dilakukan proses pengujian terhadap semua sistem maka langkah selanjutnya adalah pengambilan data. Pengambilan data ini untuk mendapatkan
data yang bertujuan keperluan proses pelatihan pada jaringan syaraf tiruan.
Ketika chamber dialiri uap maka akan menghasilkan respon dari tiap-tiap sensor yang telah dilapisi polimer untuk masing-masing bahan gas. Respon pola dari tiap-tiap sensor tersebut berdasarkan percobaan uap yang dihasilkan dari refrigerant R-22 dan refrigerant R-134a terlihat pada Gambar 14-15.
84 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 19, No. 1, Januari 2013
Gambar 16. Respon ketiga sensor terhadap refrigerant R-134a
Setelah dilakukan proses pengujian terhadap uap refrigerant R-22 dan refrigerant R-134a didapatkan pola yang berbeda-beda. Kemudian dikerjakan pro-ses pengambilan data masing-masing gas tersebut. Pada proses pengambilan data ini dilakukan sebanyak lima kali untuk
tiap-tiap sample. Dari pola yang dihasil-kan oleh dua jenis uap maka didapatdihasil-kan pola yang berbeda. Pengambilan data ke-1 sampai dengan data ke-5 untuk tiap-tiap jenis uap dapat dilihat pada Tabel 7-11.
Tabel 7. Pengambilan data ke-1 setelah dinormalisasi
Sensor/polimer Pengambilan data ke-1
Refrigerant R-22 Refrigerant R-134a
OV-101 0.126087 0.545319
PEG-1540 1 0.127564
OV-17 0.514503 1
Tabel 8. Pengambilan data ke-2 setelah dinormalisasi
Sensor/polimer Pengambilan data ke-2
Refrigerant R-22 Refrigerant R-134a
OV-101 0.126087 0.545319
PEG-1540 1 0.127564
OV-17 0.514503 1
Tabel 9. Pengambilan data ke-3 setelah dinormalisasi
Sensor/polimer Pengambilan data ke-3
Refrigerant R-22 Refrigerant R-134a
OV-101 0.116466 0.935638
PEG-1540 1 0.232112
M. Taufiqurrohman, Urip P: Rancang Bangun Alat Pendeteksi 85 Tabel 10. Pengambilan data ke-4 setelah dinormalisasi
Sensor/polimer Pengambilan data ke-4
Refrigerant R-22 Refrigerant R-134a
OV-101 0.116466 0.935638
PEG-1540 1 0.232112
OV-17 0.470842 1
Tabel 11. Pengambilan data ke-5 setelah dinormalisasi
Sensor/polimer Pengambilan data ke-5
Refrigerant R-22 Refrigerant R-134a
OV-101 0.109758 1
PEG-1540 1 0.249307
OV-17 0.432335 0.855609
Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan
Setelah diperoleh data dari pengu-kuran beda frekuensi terhadap masing-masing sensor, pada tahap berikutnya adalah mengenali jenis uap gas dengan menggunakan jaring saraf tiruan. Bobot yang telah didapat dari proses pelatihan data akan digunakan pada proses pengu-jian. Pengujian ini akan dilakukan dengan
menggunakan bantuan bahasa pemro-graman.
Bahasa pemrograman telah yang digunakan adalah Delphi 6.0. Dengan bantuan bahasa Assembly untuk pemro-graman mikrokontroler MCs51 didapat hasil pengujian sistem untuk mendeteksi kebocoran refrigerant R-22 dan R-134a seperti terlihat pada Gambar 17-18.
86 Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 19, No. 1, Januari 2013
Gambar 18. Tampilan saat ujicoba alat untuk mendeteksi kebocoran refrigerant R-134a
Untuk memastikan apakah sistem bisa bekerja dengan baik apa tidak, maka dilakukan pengujian sistem untuk dapat mendeteksi kebocoran refrigerant.
Pengujian ini dilakukan beberapa kali untuk masing-masing sampel. Dari hasil percobaan didapatkan data seperti terlihat pada Tabel 10.
Tabel 19. Hasil pengujian sistem
Penggujian ke Jenis Sample Identifikasi Hasil
1 R-22 R-22 OK R-134a R-134a OK 2 R-22 R-22 OK R-134a R-134a OK 3 R-22 R-22 OK R-134a R-134a OK 4 R-22 R-22 OK R-134a R-134a OK 5 R-22 R-22 OK R-134a R-134a OK
Berdasarkan Tabel 19 didapatkan identifikasi sukses sebanyak 5 kali dari 5 percobaan atau dengan kata lain persen-tase keberhasilan identifikasi sebesar 100%. Dan dari data juga diperoleh bahwa sistem aplikasi dapat digunakan untuk identifikasi kebocoran refrigerant
Hasil ujicoba juga menggambarkan bahwa metode jaringan syaraf tiruan memberi kemudahan dalam mengenali suatu pola atau data yang mengalami overlap.
M. Taufiqurrohman, Urip P: Rancang Bangun Alat Pendeteksi 87 SIMPULAN
Hasil pengujian dalam penelitian ini setelah dilakukan pengolahan data, dapat menyimpulkan bahwa sensor SAW yang dibuat dari SAW filter yang biasa diguna-kan di dalam piranti tuner pada televisi ternyata mampu mengidentifikasi adanya kebocoran refrigerant.
Arsitektur dari jaringan syaraf tiruan dapat memberikan kemudahan di dalam mengenali pola dari uap sample.
DAFTAR RUJUKAN
Arismunandar, W.(2005). Penyegaran Udara. Pradnya Paramita, Jakarta.
Bill Draft, (2000), “Acouistic Wave Technology Sensor”. Questec Media Group Inc. Buntarto. (2007). Service dan Reparasi AC. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Clifford K. H, Eric R. L, Rawlinson K. S, Lucas K. M, Jeroma L. W, (2003), “Development of a Surface Acoustic Wave Sensor for In-Situ Monitoring of Volatile Organic Compounds”. Sandia National Laboratories, P.O. Box 5800, Albuquerque, NM 87185, USA. Tel: (505) 844-2384, Fax: (505) 844-7354.
Dewanto, R.A, Aradea, 2007,” Aplikasi SMS Gateway dengan Korelasi Kesalahan Menggunakan Fuzzy String Matching”, Yogyakarta:
Fabio D. F, Beatrice L, Francesco M, Giovanni P, (2000), “An Electronic Nose for Odour Annoyance Assess-ment”, Dipartimento di Ingegneria della Informazione: Elettronica, Informatica, Telecomunicazioni, Universitas di Pisa, Via Diotisalvi, 2-56126 Pisa, Italy.
Handoko, J.(2008). Merawat dan Memperbaiki Cold Storage. Kawan Pustaka, Jakarta. Hendro. K, Adian. K, Aghus. S, 2008, “Sistem Pengiriman Data pada Net-work Inventory
mengunakan SMS Gateway”, Semarang: UNDIP press.
Nieuwenhuizen M, Barendsz A, (1987), “Processes Involved At The Chemical Interface of a SAW Chemosensor”, Sensor and Actuator, Vol.11, pp.1-18
Prasetyono, D.S. (2007). Pedoman Lengkap Teknik Memperbaiki Kulkas dan AC. Absolut. Yogyakarta.
Rivai Muhammad, Suwandi A. J. S, Purnomo M.H., (2006), ”Deret Resonator Kristal SiO2 terlapis Polimer sebagai Pengenal Jenis Uap Pelarut”, Akta Kimia-The Official
Journal of The Indonesian Chemical Society, Vol.1 No.1 : 49-54.
Stoecker, W.dkk (1992). Refrigerasi dan Pengkondisian udara. Airlangga, Jakarta. Taufiqurrohman, M. 2010. Identifikasi Jenis Uap Menggunakan Deret Sensor Surface
Acoustic Wave Dan Neural Network. Surabaya: Laporan Penelitian. LPPM
Universitas Hang Tuah.
Wohltjen .H, Dessy. R, (1979), ”Surface Acoustic Wave Probe for Chemical Analysis I. Introduction and Instru-mentation Description”, Anal.Chem, Vol. 51, pp. 1458-1464.
Wohltjen .H, Dessy. R, (1984), “Mechanism Of Operation And Design Considerations ForSurface Acoustic Wave Device Vapour Sensors”, Naval Research Labora-tory, Chemrstry Dwwon. Code 6170, Washmgton, DC 20375 (USA).