• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERBEDAAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD) DENGAN PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA (PUEBI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERBEDAAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD) DENGAN PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA (PUEBI)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERBEDAAN EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD) DENGAN PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA (PUEBI)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memeroleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

NUNGKI ARDHIAH CAHYANI 10533 111 4916

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTO

“Yakin dan percaya rencana Allah, karna semua yang terjadi itulah

yang terbaik”

Kupersembahkan karya ini untuk: Kedua orang tuaku Ayahanda Muh. Syarif dan Ibunda Sri Zochriana, saudaraku sahabatku, teman seperjuanganku Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2016 dan orang-orang yang menyayangiku atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis mewujudkan cita-cita

(7)

ABSTRAK

Nungky Ardhiah Cahyani, 2020. Analisis Perubahan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) ke dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing pertama Munirah, dan pembimbing kedua Akram Budiman Yusuf.

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah berupa perubahan-perubahan yang terjadi antara Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Penelitian ini termasuk dalam penelitian jenis deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori analisis data menurut Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga alur kegiatan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Ejaan merupakan satu aspek yang penting dalam penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan aturan ejaan. Dua yang terakhir ialah yang disebut Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Dari perbandingan dua ejaan mutakhir ini didapat hasil bahwa antara Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) terdapat banyak sekali perubahan. Perubahan itu berupa penambahan, penghilangan, pengubahan, dan pemindahan klausul.

(8)

KATA PENGANTAR bismillahirrohmanirrahim

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Dalam penulisan ini, penulis banyak memeroleh pengalaman yang sangat berharga,dan tidak lepas dari beberapa rintangan dan halangan. Namun dengan kesabaran, keikhlasan, pengorbanan dan kerja keras serta doa dukungan dan motivasi dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memeroleh gelar sarjana pendidikan dalam bidang studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Makassar. Terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari dukungan dan bantuan pihak-pihak lain, oleh karena itu lewat lembaran ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Munirah, M. Pd. dan Akram Budiman Yusuf, S. Pd., M. Pd. Sebagai pembimbing satu dan dua yang telah memberi perhatian, kasih sayang, semangat, dan doa, membantu saya baik moral maupun material. Dan terutama kepada kedua orangtua saya Ayahanda saya Muh. Syarif dan Ibunda saya tercinta Sri Zochriana yang telah mengasuh, mendidik, membesarkan dan selalu memenuhi kebutuhan penulis baik secara moril maupun materil, Terima kasih juga kepada saudara dan saudari saya Muh Furqan, Nurul Annisa, Muh Aidil, Nafaisya, dan Supriadi, juga sahabat-sahabatku terkasih Santri Asia, Maya Argita Putri, Ahyani Radhiani Rapi, Nur Faisah, A. Nurafifah Wulandari, Nurul Istiqamah dan Abdul Rahman serta teman-teman seperjuanganku Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2016 yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar,

(9)

Erwin Akib, M.Pd., Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Munirah, M.Pd. Ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, serta seluruh Dosen dan Staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, atas kebaikannya telah membekali ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis, kiranya Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan mereka.

Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan dapat menambah wawasan bagi penulis sendiri dan tentunya bagi pembaca. Semoga Allah Swt. senantiasa membimbing kita menuju ke jalan-Nya.

Makassar, Agustus 2020

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

SURAT PERJANJIAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI ... x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 7 C. Tujuan Penelitian... 7 D. Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka... 9

1. Penelitian Relevan…... 9

2. Hakikat Ejaan ... 12

3. Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia... 14

B. Kerangka Pikir... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 27

(11)

C. Data dan Sumber Data ... 31 D. Teknik Pengumpulan data... 31 E. Teknik Analisis Data... 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 35 B. Pembahasan ... 56 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 59 B. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa sangat penting dalam proses komunikasi, tetapi kita mungkin belum menyadari tingkat kepentingannya. Kebanyakan kita cenderung mengabaikan penggunaan bahasa yang baik dan benar karena belum terbiasa mempelajari dan melatihkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Apabila ide sudah dituliskan, kita sudah merasa puas dan ketika orang lain tidak memahaminya, kita cenderung menyalahkan pembaca. Selanjutnya juga apabila gagasan telah disampaikan, kita merasa puas dan ketika pendengar tidak memahami, kita cenderung menyalahkan pendengar.

Bahasa Indonesia memiliki peran sebagai bahasa persatuan. Sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu seluruh suku yang ada di wilayah Negara Kesatuan Indonesia sekaligus sebagai identitas nasional. Penutur bahasa Indonesia yang notabene berasal dari berbagai suku memiliki latar belakang dan perkembangan kehidupan yang tidak sama. Perkembangan kehidupan penutur bahasa Indonesia makin maju dan dinamis. Masyarakat Indonesia yang hidup dengan beraneka dialek memerlukan bahasa standar yang dapat menyatukan anggota masyarakat. Bahasa standar hasil pembakuan dapat dimanfaatkan sebagai simbol wibawa penuturnya.

(13)

Pembakuan juga membuat bahasa menjadi mudah digunakan di dunia pendidikan. Di dunia pendidikan, bahasa Indonesia dapat menjadi media pembelajaran di sekolah dan kampus. Menurut KBBI Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; percakapan (perkataan) yang baik; tingkah laku yang baik; sopan santun. Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004) Mengungkapkan bahwa bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep, karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna,

Walija (1996:4), mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain. Dari pendapat para ahli diatas disimpulkan bahwa bahasa merupakan sarana untuk saling berkomunikasi, saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, serta untuk meningkatkan kemampuan intelektual. Hal ini berarti bahwa bahasa memiliki peran yang penting bagi manusia.

Berbicara mengenai penggunaan bahasa yang baik dan benar tidak terlepas dari yang namanya kaidah-kaidah berbahasa atau yang biasa kita dengar aturan-aturan penggunaan dalam berbahasa, baik itu membaca, menyimak, berbicara dan menulis yang disebut dengan aspek kebahasaan. Aspek

(14)

kebahasaan tersebut telah diatur dengan kaidah-kaidah berbahasa baik itu dari segi penulisannya dan pelafalannya, adapun aturan yang mengatur kaidah-kaidah berbahasa yaitu sesuai ejaan dan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), dalam hal ini kita akan membahas secara lebih luas mengenai ejaan.

Menurut KBBI Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi kata, kalimat dalam bentuk tulisan huruf-huruf serta penggunaan tanda baca. Menurut Suyanto (2011: 90) ejaan adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana ucapan atau apa yang di-lisankan oleh seseorang ditulis dengan perantara lambang-lambang atau gambar-gambar bunyi. Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan ialah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. Dari kutipan para ahli diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa ejaan merupakan satu aspek yang penting dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tujuan adanya aturan kaidah ejaan ini adalah untuk memberi pengertian pada tulisan agar lebih jelas dan memudahkan pembaca untuk memahami informasi yang disampaikan secara tertulis.

Fungsi ejaan yang utama adalah untuk menunjang pembakuan tata bahasa Indonesia baik kaitannya dengan kosa kata maupun dengan peristilahan. Ejaan sangat penting dan perlu untuk diprioritaskan. Penggunaan bahasa yang benar menurut kaidah atau yang biasa disebut dengan ejaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam hal tulis-menulis. Pemilihan kata berhubungan erat dengan kaidah sintaksis, kaidah makna, kaidah hubungan sosial, dan kaidah mengarang. Kaidah-kaidah ini sering mendukung sehingga tulisan menjadi lebih berstruktur dan bernilai, serta lebih mudah dipahami dan

(15)

dimengerti oleh orang lain. Namun pada kenyataannya, masih banyak kesalahan pada penggunaan ejaan.

Sejarah perkembangan bahasa Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan aturan ejaan. Dua yang terakhir ialah yang disebut dengan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Perubahan itu bisa berupa penambahan huruf, penghilangan, dan dalam ranah penggunaan tanda baca, penulisan kata, penulisan unsur serapan, ada beberapa hal yang melatarbelakangi perubahan ejaan bahasa Indonesia ini. Pertama, dampak kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, yang telah menyebabkan penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai ranah pemakaian, baik secara lisan maupun tulisan, menjadi semakin luas.

Hal ini membuat diperlukannya perubahan pada ejaan bahasa Indonesia. Kedua, perlunya menyempurnakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) untuk memyempurnakan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Namun, perubahan atau perkembangan ejaan yang berlaku di Indonesia ini jarang sekali disosialisasikan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia. Karena itu, masyarakat pengguna bahasa sering kali tidak mengetahuinya, padahal sosialisasi ini menjadi hal yang sangat penting karena pemahaman akan ejaan merupakan satu hal yang penting dalam mendukung penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di era sekarang yang modern ini, terutama dalam hal penulisan karya ilmiah dan tulisan maupun lisan. Untuk itulah, penelitian ini dilakukan.

(16)

Penggunaan bahasa yang dinamis merupakan tantangan tersendiri bagi penggunanya. Perubahan ejaan yang diawali dari Van Ophuysen hingga PUEBI menjadi bukti panjangnya proses perubahan tersebut. Menariknya kebanyakan masyarakat masih awam dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Bukan hanya masyarakat akan tetapi pendidik, mahasiswa, peserta didik pun banyak yang masih kurang paham dengan PUEBI. Maka dari itu untuk meminimalisir kesalahan berbahasa Indonesia, masyarakat memerlukan pedoman.

Pedoman ejaan khususnya di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan perkembangan dan telah digunakan beberapa ejaan hal itu menyebabkan masih banyak yang masih memakai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) sedangkan ejaan yang resmi digunakan sekarang dan telah disahkan ialah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Ejaan yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan dalam bahasa Indonesia yang sudah digunakan sejak tahun 1972. Namun, pada tahun 26 November 2015 yang lalu, Ejaan yang Disempurnakan (EYD) sudah diganti menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Meski sudah berlalu akan tetapi masih banyak juga belum tahu. Lalu yang menjadi pertanyaan sekarang, kenapa EYD berubah menjadi PUEBI? Adapun hal yang menyebabkan itu berubah yaitu adanya kemajuan dalam berbagai ilmu, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang semakin maju, membuat penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai hal semakin meluas baik secara tulisan maupun lisan. Ini yang menjadi salah satu alasan kenapa perlunya perubahan pada ejaan bahasa Indonesia.

(17)

Zaman terus berubah, teknologi terus berkembang, dan bahasa pun terus menyesuaikan perubahan. Kita tidak akan mungkin terpaku dengan aturan lama karena bahasa terus berkembang sehingga aturan mengenai kebahasaan juga ikut menyesuaikan seperti halnya perubahan dari Ejaan yang Disempurnakan (EYD) menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Masyarakat yang kritis pun terus mendesak Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa untuk segera merevisi pedoman EYD sehingga muncullah PUEBI sebagai bentuk jawaban atas kritikan yang diterima. PUEBI merupakan penyempurna EYD sehingga sangat wajar jika menemukan perubahan maupun penambahan hal-hal pokok yang tidak ditemukan pada pedoman sebelumnya. Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dulunya juga merupakan penyempurna atas revisi pedoman-pedoman pendahulunya, namun sekarang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) semakin melengkapi apa yang kurang dari pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EYD) sehingga menjadi lebih sempurna. Ejaan bahasa Indonesia juga perlu disempurnakan terus untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. yang ketika menggunakan bahasa dan masih memakai aturan yang sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan tidak menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang saat ini berlaku digunakan, maka pengguna bahasa tersebut telah keliru dan masih sangat banyak yang belum mengetahui hal tersebut.

Salah satu letak perbedaan antara (PUEBI) dengan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) adalah adanya penambahan ruang lingkup. Pada (EYD)

(18)

hanya terdapat tiga ruang lingkup, yaitu pemakaian huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. Sementara pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) ditambahkan satu bagian ruang lingkup yaitu penulisan unsur serapan.. Dari penjelasan diatas maka dari itu peneliti memilih judul “Analisis Perubahan Aturan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) ke Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)” karna ingin mendeskripsikan apa saja bentuk perubahan yang terjadi antara Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah bentuk perubahan aturan dari Ejaan yang Disempurnakan (EYD) ke dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk perubahan aturan dari Ejaan yang Disempurnakan (EYD) ke dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

(19)

a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan tentang perubahan aturan dari Ejaan yang Disempurnakan (EYD) ke Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan

pemahaman kepada masyarakat Indonesia tentang ejaan yang mengalami perubahan dan bis dijadikan acuan dalam konteks penulisan yang baik dan benar

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pembaca yaitu untuk menambah wawasan tentang kaidah-kaidah berbahasa (ejaan) sekaligus menginformasikan hal-hal yang belum diketahui tentang ejaan bahasa Indonesia yang bisa menjadi acuan dalam penulisan.

b. Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan menambah wawasan mahasiswa tentang kaidah-kaidah atau aturan (ejaan) dalam berbahasa, khususnya mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Indonesia dalam ranah penulisan yang baik dan benar dengan menjadikan ejaan sebagai acuan.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Relevan

Penelitian ini digunakan teori yang relevan untuk mendukung analisis data. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), dan metode analisis deskriptif. Kajian pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya dapat dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian ini. Sehubungan dengan masalah yang akan kita teliti, perlu adanya penelitian yang sudah ada dan dianggap relevan dengan penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Zetty Karyati pada tahun 2016 dengan jurnalnya yang berjudul “Antara Eyd Dan Puebi: Suatu Analisis Komparatif “. Hasil penelitiannya bahwa antara EYD dan PUEBI terdapat banyak sekali perubahan. Perubahan itu bisa berupa penambahan, penghilangan, pengubahan, dan pemindahan klausul.

(21)

Penelitian yang dilakukan oleh Yerry Mijianti pada tahun 2018 dengan Skripsinya yang berjudul “Penyempurnaan Ejaan Bahasa Indonesia” dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan perkembangan sejarah ejaan dalam bahasa Indonesia dan juga mendeskripskan ciri-ciri tiap-tiap ejaan mulai dari ejaan pertama hingga ejaan yang saat ini digunakan. Dan hasil penelitiannya yaitu, ketujuh ejaan tersebut memiliki ciri khusus. Ejaan van Ophuijsen memiliki enam ciri khusus, ejaan republik memiliki lima ciri khusus, ejaan pembaharuan memiliki empat ciri khusus, ejaan melindo memiliki enam ciri khusus, ejaan baru tidak memiliki ciri khusus karena sama dengan EYD. PUEYD tahun 1972 memiliki tujuh ciri khusus.PUEYD tahun 1988 memiliki lima ciri khusus. PUEYD tahun 2009 memiliki empat ciri khusus. PUEBI memiliki lima ciri khusus.

Penelitian yang dilakukan oleh Yasinta Noviandari pada tahun 2015 dengan jurnalnya yang berjudul “Analisis Kesalahan Ejaan Pada Skripsi Mahasiswa Prodi Bahasa Dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta”. Hasil penelitiannya dapat disimpulkan sebagai berikut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesalahan ejaan pada skripsi mahasiswa prodi bahasa dan sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta sebanyak dua ratus empat puluh tujuh (247) kesalahan.

Penelitian yang dilakukan oleh Lelita Juita pada tahun 2018 dengan jurnalnya yang berjudul “Kesalahan Penggunaan EBI dalam Makalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

(22)

Indonesia Angkatan 2016 Di STKIP PGRI Sumatera Barat.” Dan hasil penelitiannya bahwa di dalam makalah morfologi bahasa Indonesia terdapat 129 kesalahan penggunaan EBI yang dikemukakan oleh Alviani (2016). Dan peneliti ini menggunakan pedoman umum ejaan bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai tolok ukur kesalahan penulisan makalah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 2016 Di STKIP PGRI Sumatera Barat.

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Muzaki, Chadis,, Yulia Agustinpada tahun 2019 dengan jurnalnya yang berjudul “Pengenalan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesa (PUEBI) dalam Mengembangkan Kemampuan Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar bagi para Guru” Dari hasil penelitian, didapatkan keadaan masyarakat sekolah masih banyak yang belum mengenal PUEBI, bahkan percakapan sehari-hari pun masih menggunakan bahasa daerah.

Penelitian yang dilakukan oleh Rizki Putri Puspitasari pada tahun 2018 dengan jurnalnya yang berjudul “Pembelajaran PUEBI Melalui Instagram” Hasil penelitian ini ialah masih banyak ditemukan masyarakat Indonesia yang masih belum menggunakan bahasa Indonesia yang berpedoman pada PUEBI. Apalagi dalam setiap unggahan Instagram mereka, yang mereka tulis justru berisi bahasa campuran, terkadang dicampur bahasa Inggris ataupun dicampur bahasa daerah. Tidak hanya itu, dalam penggunaan tanda baca juga masih tidak sesuai aturan yang ada. Pembelajaran PUEBI sudah diterima oleh masyarakat Indonesia sejak tingkat sekolah dasar, tapi pengaplikasiannya masih belum diterapkan

(23)

dalam kehidupan sehari-hari. Dari beberapa penelitian relevan diatas yang menjadi perbedaan dengan penelitian ini ialah penelitian ini menganalisis lebih luas mengenai perbedaan ejaan yang ada pada Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yaitu antara lain: pengubahan, penambahan, pemindahan dan penghilangan.

2. Hakikat Ejaan

Kamus Umum Bahasa Indonesia menyatakan, ejaan adalah cara atau aturan menuliskan kata-kata dengan huruf. Misalnya kata “huruf” dahulu adalah “hoeroef”. Kata itu telah diatur dengan ejaan yang sesuai dan sekarang yang dipergunakan adalah “huruf”. Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan. Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad aspek morfologi yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis dan aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca (Badudu, 1984:7)

Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu:

1) aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad

(24)

2) aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis

3) aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca. Aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis dan aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran tanda baca (Haryatmo Sri, 2009). Ejaan tidak menyangkut pelafalan kata saja tetapi juga menyangkut cara penulisan. Ejaan merupakan cara menuliskan kata atau kalimat dengan memerhatikan penggunaan tanda baca dan huruf (Yulianto dalam Kustomo, 2015:59). Sedangkan menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2016), “ejaan adalah kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca”.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, ejaan adalah cara pelafalan dan cara penulisan tanda baca, kata, dan kalimat dalam bentuk tulis. Ejaan yang digunakan dalam berbahasa Indonesia telah berubah dan berkembang. Ejaan ada dua macam, yakni ejaan fonetis dan fonemis. Ejaan fonetis adalah ejaan yang berusaha menyatakan setiap bunyi bahasa dengan huruf, setelah mengukur dan mencatatnya dengan alat pengukur bunyi bahasa. Ejaan fonemis ialah ejaan yang berusaha menyatakan setiap fonem dengan satu lambang atau huruf, sehingga jumlah lambang diperlukan tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan jumlah lambang dalam fonetis.

(25)

Tujuan adanya aturan kaidah ejaan ini adalah untuk memberi pemahaman pada tulisan agar lebih jelas dan memudahkan pembaca untuk memahami informasi yang disampaikan secara tertulis.

b. Fungsi Ejaan

Fungsi ejaan yang utama adalah untuk menunjang pembakuan tata bahasa Indonesia baik kaitannya dengan kosa kata maupun dengan peristilahan. Ejaan sangat penting dan perlu untuk diprioritaskan. Adapun fungsi ejaan secara khusus adalah sebagai berikut:

1) Sebagai landasan pembakuan tata bahasa

2) Sebagai landasan pembakuan kosa kata dan peristilahan

3) Sebagai alat penyaring dari masuknya unsur-unsur bahasa lain baik secara kosa kata maupun istilah ke dalam Bahasa Indonesia.

Terdapat banyak lambang atau huruf yang dipergunakan untuk menyatakan bunyi-bunyi bahasa itu. Ejaan fonemis adalah ejaan yang berusaha menyatakan setiap fonem dengan satu lambang atau satu huruf, sehingga jumlah lambang yang diperlukan tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan jumlah lambang dalam ejaan fonetis (Barus Sanggup, 2013)

3. Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia

Ejaan dalam bahasa Indonesia diubah, dikembangkan, dan disempurnakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

(26)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Usaha tersebut menghasilkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang PUEBI. Pengubahan, pengembangan, dan penyempurnaan ejaan dalm bahasa Indonesia dilakukan selama 114 tahun, dimuali dari 1901 sampai dengan 2015. Selama itu, berbagai nama disematkan pada ejaan bahasa kita. Untuk memberikan gambaran perkembangan ejaan di Indonesia berdasarkan tahun penetapannya, (Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016).

Berikut akan disajikan yang menunjukkan tahun-tahun penting perjalanan ejaan bahasa Indonesia. Penjelasan detil tentang tahun-tahun tersebut dan peristiwa yang terjadi hingga ciri-ciri setiap ejaan akan dibahas pada bagian berikut ini:

a. Tahun 1901 Ejaan bahasa Melayu dengan huruf latin sesuai rancangan Ch. A. van Ophuijsen

b. Tahun 1938 Ejaan Indonesia lebih diinternasionalkan sesuai keputusan dalam Konggres Bahasa Indonesia pertama

c. Tahun 1947 Ejaan Republik sesuai SK Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan tanggal 19 Maret nomor 264/Bhg.A d. Tahun 1956 Rumusan patokan baru peraturan ejaan praktis sesuai

SK Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan tanggal 19 Juli 1956 nomor 4487/S

(27)

e. Tahun 1966 Konsep Ejaan yang Disempurnakan sesuai SK Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan tanggal 19 September 1967 nomor 062/1967

f. Tahun 1972 Ejaan yang Disempurnakan (EYD) disahkan dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972 nomor 03/A.I/72 dan didukung dengan Keputusan Presiden Nomor 57 tahun 1972 Dilanjutkan dengan pengesahan Pedoman umum Ejaan yang Disempurnakan dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Oktober 1972 nomor 156/P/1972

g. 1988 Pedoman Umum EYD edisi kedua sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 0543a/U/1987 tanggal 9 September 1987

h. Tahun 2009 Pedoman Umum EYD edisi ketiga sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 46 tahun 2009

i. Tahun 2015 Pedoman Umum EYD diganti dengan nama PUEBI sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 50 tahun 2015.

Perkembangan ejaan dan ciri-cirinya, Ejaan bahasa Indonesia dilaksanakan dalam sembilan tahun-tahun penting, seperti pada keterangan diatas, dapat dikelompokkan menjadi tujuh macam berdasarkan nama ejaan yang dihasilkan. Ketujuh nama ejaan bahasa Indonesia tersebut meliputi: (1) Ejaan van Ophuijsen, (2) Ejaan Republik,

(28)

(3) Ejaan Pembaharuan, (4) Ejaan Melindo, (5) Ejaan Baru, (6) EYD, dan (7) PUEBI (Erikha, 2015). Ketujuh nama ejaan tersebut akan dijelaskan kondisinya dan ciri-ciri khususnya sebagai berikut:

a. Ejaan van Ophuijsen

Bahasa Melayu ditulis menggunakan aksara Jawi atau Arab Gundul. Aksara teersebut tidak lagi digunakan pada bahasa Melayu. Kondisi tersebut terjadi akibat pengaruh budaya Eropa yang datang di Nusantara. Pengaruh tersebut membuat Bahasa Melayu menggunakan aksara latin.

Perkembangan aksara dari aksara Jawi menjadi aksara latin terjadi karena usaha gigih Belanda. Menurut Erikha (2015) terdapat empat alasan mengapa terjadi perubahan aksara tersebut, yaitu (1) penyederhanaan huruf vokal e,i,o menjadi vokal a dan u, (2) kekhawatiran Belanda terhadap ancaman kekuatan Islam, (3) politik etis, dan (4) politik bahasa. Alasan pertama, para ahli bahasa Belanda menganggap ketidaksesuaian pengunaan vokal. Vokal e, i, o ditulis samadengan vokal a dan u.

Alasan kedua, Belanda merasa perlu mengurangi pengaruh Islam (budaya Arab) di Nusantara dengan cara mengganti cara penulisan bahasa Melayu karena mereka merasa takut dengan militansi umat Islam. Alasan ketiga, pemerintah kolonial memiliki program politik etis di Nusantara. Program tersebut berisi kebijakan untuk membuka peluang pendidikan bagi kaum ningrat Nusantara. Pertimbangannya, bahasa Melayu harus distandarkan agar proses pendidikan berjalan tertib dan

(29)

lancar. Alasan keempat, Belanda membuat standar bahasa dengan menggunakan bahasa Melayu pada sekolah milik pribumi agar bisa meluaskan kekuasaan mereka dan menyatukan Nusantara. Dengan demikian, Belanda telah melakukan politik bahasa, yaitu membuat standar untuk bahasa Melayu. Bahasa Melayu diharapkan menjadi bahasa resmi yang digunakan di seluruh kegiatan kehidupan di Nusantara.

b. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)

Setelah mengalami perkembangan, kedudukan Ejaan van Ophuijsen digantikan oleh Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Sebenarnya nama resminya adalah ejaan Republik,tetapi lebih dikenal dengan ejaan Soewandi.Ejaan Republik diresmikan sebagai acuan ejaan baku bahasa Melayu untuk mengurangi pengaruh dominasi Belanda yang diwakili dalam ejaan van Ophuijsen.

Ejaan Republik lebih dikenal dengan nama Ejaan Soewandi karena menteri yang mengesahkan ejaan Republik bernama Mr. Soewandi. Mr. Soewandi adalah ahli hukum dan notaris pertama bumiputera yang menjabat dalam Kabinet Sjahrir I, Kabinet Sjahrir II, dan Kabinet Sjahrir III (Opie, 2015). Soewandi memperoleh gelar sarjana hukum dan ijazah notaris dari sekolah pangreh praja. Soewandi kemudian dicalonkan menjadi Menteri Kehakiman dalam Kabinet Sjahrir. Pada Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 12 Maret 1946) dan Kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946 - 22 Juni 1946) Soewandi menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947) ia menjabat

(30)

sebagai Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan. Saat itulah ia menyusun ejaan yang lebih sederhana agar mudah digunakan oleh penutur bahasa Melayu. Ejaan Soewandi akhirnya digunakan untuk menggantikan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan Republik disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan tanggal 19 Maret 1947 nomor 264/Bhg.A

c. Ejaan Pembaharuan

Ejaan ini urung diresmikan. Namun, ejaan ini diduga menjadi pemantik awal diberlakukannya EYD tahun 1972 (Erikha, 2015). Ejaan Pembaharuan direncanakan untuk memperbarui Ejaan Republik. Pembaruan ejaan ini dilandasi oleh rasa prihatin Menteri Moehammad Yamin akan kondisi bahasa Indonesia yang belum memiliki kejatian. maka diadakanlah Kongres Bahasa Indonesia kedua di Medan. Medan dipilih karena di kota itulah bahasa Indonesia digunakan dengan baik oleh masyarakat. Pada kongres tersebut diusulkan perubahan ejaan dan perlu adanya badan yang menyusun peraturan ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Selanjutnya, dibentuk panitia oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan. Keberadaan panitia tersebut diperkuat dengan surat keputusan tanggal 19 Juli 1956, nomor 44876/S (Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016).

(31)

Panitia tersebut beranggotakan Profesor Prijono dan E. Katoppo (Admin Padamu, 2016). Panitia tersebut berhasil merumuskan aturan baru pada tahun 1957. Aturan baru tersebut tidak diumumkan, tetapi menjadi bahan penyempurnaan pada EYD yang diresmikan pada tahun 1972. Panitia tersebut membuat aturan tentang satu fonem diwakili dengan satu huruf. Penyederhanaan ini sesuai dengan itikad agar dibuat ejaan yang praktis saat dipakai dalam keseharian (Erikha, 2016). Selain aturan satu fonem satu huruf, terdapat pula aturan bahwa gabungan huruf ditulis menjadi satu huruf.

d. Ejaan Melindo

Ejaan Melindo merupakan bentuk penggabungan aturan penggunaan huruf Latin di Indonesia dan aturan penggunaan huruf latin oleh Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959. Hal ini bermula dari peristiwa Kongres Bahasa Indonesia Kedua yang dilaksanakan tahun 1954 di Medan. Malaysia sebagai salah satu delegasi yang hadir memilikikeinginan untuk menyatukan ejaan. Keinginan ini semakin kuat sejak Malaysia merdeka tahun 1957. Kedua pemerintah (Indonesia dan Malaysia) menandatangani kesepakatan untuk merumuskan aturan ejaan yang dapat dipakai bersama, kesepakatan itu terjadi pada tahun 1959. Akan tetapi, karena terjadi masalah politik antara Indonesia dan Malaysia pemikiran merumuskan ejaan bersama tidak dapat dilaksanakan. Situasi politik antara Indonesia dan Malaysia sedang memanas. Indonesia sedang terpengaruh Moskow-Peking-Pyongyang. Sedangkan Malaysia sedang

(32)

condong kepada Inggris. Akhirnya pembahasan Ejaan Melindo tidak dilanjutkan.

e. Ejaan Baru

Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) menyusun program pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh (Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016). Program tersebut dijalankan oleh Panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Program tersebut berisi konsep ejaan yang menjadi awal lahirnya EYD. Konsep tersebut dikenal dengan nama Ejaan Baru atau Ejaan LBK. Konsep ejaan ini disahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, SarinoMangunpranoto, pada tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19 September 1967, No. 062/1967. Konsep Ejaan Baru terus ditanggapi dan dikaji oleh kalangan luas di seluruh tanah air selama beberapa tahun. Menurut Erikha (2015) “pada intinya, hampir tidak ada perbedaan berarti di antara ejaan LBK dengan EYD, kecuali pada rincian kaidah-kaidah saja”.

f. EYD

Ejaan Yang Disempurnakan atau dikenal dengan EYD mengalami beberapa perubahan dari masa ke masa, yaitu tahun 1972, tahun 1988, dan tahun 2009 (Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016). Masing-masing masa memiliki ciri khusus. Perkembangan EYD pada ketiga kurun waktu tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut.

(33)

Berawal dari Ejaan Baru atau Ejaan LBK sebagai cikal bakal konsep EYD yang konsepnya diperkenalkan oleh Lembaga Bahasa dan Kesastraan, konsep EYD terus ditanggapi dan dibahas kalangan luas diseluruh tanah air selama beberapa tahun.

Konsep EYD akhirnya dilengkapi pada pelaksanaan Seminar Bahasa Indonesia di Puncak pada tahun 1972. EYD merupakan hasil kinerja panitia yang diatur dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72. Bertepatan dengan hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga, diresmikanlah aturan ejaan yang baru berdasarkan keputusan Presiden, No. 57 tahun 1972, dengan nama EYD. Agar EYD dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat, maka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD).

Pedoman tersebut dipaparkan lebih rinci dalam Pedoman Umum. Pedoman umum disusun oleh Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusan Nomor 156/P/1972 tanggal 12 Oktober 1972. Untuk memenuhi kebutuhan penutur yang selalu berkembang seuai dengan zamannya, maka dibutuhkan perbaikan dari EYD. Pada tahun 1988 lahirlah EYD edisi kedua.Pedoman hasil revisi EYD pertama ini diterbitkan atas dasar Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987. EYD edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor

(34)

46.Peraturan Menteri ini berlaku sejak 31 Juli 2009 dan menggantikan peraturan yang lama yakni Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. (Woenarso, 2013). PUEYD edisi ketiga ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Ada banyak hal yang diatur dalam lampiran Peraturan Menteri tersebut. Secara umum, ada empat hal utama yang dijabarkan dalam Peraturan Menteri tersebut: pemakaian huruf, penulisan kata, pemakaian tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Dari empat hal tersebut yang menjadi ciri khusus PUEYD edisi tahun 2009 ada empat. (Karyati, 2016)

g. PUEBI

Penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia dilakukan oleh lembaga resmi milik pemerintah yaitu Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Usaha tersebut menghasilkan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Anis Baswedan, aturan ejaan yang bernama PUEYD diganti dengan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia(Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016).

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia selanjutnya dikenal dengan singkatan PUEBI. Terdapat banyak perubahan dari EYD ke PUEBI.

(35)

Berikut ciri khusus PUEBI pada permendikbud Nomor 50 tahun 2015 Terdapat banyak perubahan dari EYD ke PUEBI.

a) Pada huruf vokal, untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar digunakan diakritik yang lebih

b) Pada huruf konsonan terdapat catatan penggunaan huruf q dan x yang lebih rinci

Perubahan ini dilakukan sebagai dampak meluasnya ranah pemakaian bahasa seiring kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan seni. Ada tiga hal perubahan yang terjadi pada PUEBI. Perubahan tersebut meliputi penambahan huruf diftong, penggunaan huruf tebal, serta penggunaan huruf kapital. Perbedaan lebih rinci antara EYD dengan PUEBI telah diteliti oleh Mahmudah. Menurut Mahmudah (2016: 145-147) terdapat tujuh perbedaan secara substantif, yaitu: (a) pemakaian huruf, (b) kata depan, (c) partikel, (d) singkatan dan akronim, (e) angka dan bilangan, (f) kata ganti ku-, kau-, ku, -mu, dan –nya; (g) kata si dan sang. Adapun latar belakang dari perubahan ini antara lain karena : 1. Adanya Kemajuan dalam Berbagai Ilmu

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang semakin maju, membuat penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai hal semakin meluas juga baik secara tulisan maupun lisan. Ini yang menjadi salah satu alasan kenapa perlunya perubahan pada ejaan bahasa Indonesia.

2. Memantapkan Fungsi Bahasa Indonesia

Ejaan bahasa Indonesia perlu disempurnakan untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.(TERRA, 2018)

(36)

B. Kerangka Pikir

Bahasa merupakan media untuk berkomunikasi, maupun media untuk menuangkan gagasan ataupun ide melalui tulisan maupun lisan, terlepas dari itu dalam penggunaan bahasa diatur oleh kaidah-kaidah atau aturan-aturan didalamnya yang biasa disebut ejaan, ejaan yang digunakan di Indonesia sangat beragam dan bervariasi seperti yang kita ketahui bersama ejaan beberapa kali mengalami perubahan mulai dari nama ejaan dan kaidah-kaidah yang ada didalamnya dan telah diubah maupun diatur seiring dengan teknologi dan zaman yang telah berkembang.

Perubahan yang terjadi antara lain: penambahan, pengurangan penghilangan, pemindahan, pengubahan dan penulisan unsur serapan. Dari tiap edisi buku Ejaan yang Disempurnakan (EYD) maupun Pedoman Umum Ejaan Bahasa indonesia (PUEBI) yang telah diterbitkan sudah pasti ada yang berubah maka dari itu peneliti ingin menganalisis lebih dalam apa saja bentuk perubahannya. Berdasarkan dua objek yaitu:

1. buku Ejaan yang Disempurnakan (EYD)

2. buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

3. Metode deskriptif kualitatif , yakni metode yang menggunakan data berupa kata-kata yang memfokuskan pada penunjukan makna, mendeskripsikan suatu fenomena yang dikaji oleh peneliti.

(37)

Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif, kemudian data digali hingga mendapatkan hipotesis yang konsisten yaitu perubahan bentuk aturan antara Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) antara lain: penambahan, penghilangan, pengubahan dan pemindahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir di bawah ini:

Bahasa Indonesia

EYD

Gambar. 1 Bagan Kerangka Pikir Analisis Perubahan PUEBI Hasil/Temuan Metode Deskriptif Kualitatif 1. Penambahan 2. Penghilangan 3. Pengubahan

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif menggunakan data berupa kata-kata yang memfokuskan pada penunjukan makna, mendeskripsikan suatu fenomena yang dikaji oleh peneliti. Penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif, kemudian data digali hingga mendapatkan hipotesis yang konsisten. Dalam hal ini peneliti mendeskripsikan bentuk perubahan yang terjadi antara Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

Penelitian ini menggunakan rancangan atau pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif yang dimaksud hanya untuk menggambarkan, menjelaskan, atau meringkas berbagai kondisi, situasi, fenomena, atau berbagai variabel penelitian menurut kejadian.

Dari perbandingan dua ejaan mutakhir ini didapat hasil bahwa antara Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) terdapat banyak sekali perubahan. Perubahan itu bisa berupa penambahan, penghilangan, Pemindahan dan pengubahan.

(39)

B. Definisi Istilah

1. Ejaan

Kaidah adalah rumusan asas yang menjadi hukum, merupakan sebuah aturan yang sudah pasti dan dapat dijadikan patokan atau dalil bagi siapapun yang memakainya. Sementara ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi baik kata, frasa, kalimat, dan lainnya ke dalam bentuk tulisan atau huruf-huruf serta aturan mengenai tanda baca. Secara etimologis, definisi ejaan ini lebih menekankan pada segi historisnya yakni dengan mempertahankan unsur yang tidak direalisasikan dalam sistem bunyi suatu bahasa.

Ejaan merupakan keseluruhan aturan atau tata cara untuk menulis suatu bahasa baik yang menyangkut lambang bunyi, penulisan kata, penulisan kalimat, maupun penggunaan tanda baca. Ejaan bahasa Indonesia yang kita pakai sekarang ini adalah menganut sistem tulisan fonemis. Yang dimaksud dengan sistem tulisan fonemis adalah bentuk suatu ejaan yang menginginkan serta berusaha untuk melambangkan sebuah fonem itu hanya dengan satu huruf saja. Namun demikian dalam kenyataan masih kita dapatkan satu huruf untuk melambangkan dengan dua huruf.

(Arifin, 2008: 164). Ejaan adalah sebuah ilmu yang mempelajari ucapan atau apa yang dilisankan oleh seseorang ditulis dengan perantara lambang-lambang atau gambar-gambar bunyi. Secara singkat, pengertian kaidah ejaan adalah keseluruhan peraturan yang

(40)

melambangkan bunyi ujaran, penataan kata meliputi pemisahan dan penggabungan kata, penulisan atau tata kata secara rinci termasuk unsur serapan, huruf, dan tanda baca.(Karunianti, 2019)

2. Ejaan yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan yang Disempurnakan disingkat (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku dari tahun 1972 hingga 2015. Ejaan ini menggantikan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan Yang Disempurnakan atau dikenal dengan EYD mengalami beberapa perubahan dari masa ke masa, yaitu tahun 1972, tahun 1988, dan tahun 2009 (Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, 2016). Masing-masing masa memiliki ciri khusus. Untuk memenuhi kebutuhan penutur yang selalu berkembang seuai dengan zamannya, maka dibutuhkan perbaikan dari EYD. Pada tahun 1988 lahirlah PUEYD edisi kedua.Pedoman hasil revisi PUEYD pertama ini diterbitkan atas dasar Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0543a/U/1987 pada tanggal 9 September 1987. PUEYD edisi ketiga diterbitkan pada tahun 2009 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46.Peraturan Menteri ini berlaku sejak 31 Juli 2009 dan menggantikan peraturan yang lama yakni Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Kemudian Ejaan ini digantikan oleh Ejaan Bahasa Indonesia sejak tahun 2015.

(41)

3. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, serta penggunaan tanda baca (Murtiani et al, 2016). Dalam menulis berbagai karya ilmiah, diperlukan aturan tata bahasa yang menyempurnakannya sebab karya tersebut memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Karya ilmiah tersebut dapat berupa artikel, resensi, profil, karya sastra, jurnal, skripsi, tesis, disertasi, dan sebagainya. Sehingga PUEBI dapat diartikan sebagai suatu ketentuan dasar secara menyeluruh yang berisi acuan penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar.

Salah satu letak perbedaan antara Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia(PUEBI) dengan Ejaan yang Disepurnakan (EYD) adalah adanya penambahan ruang lingkup. Pada EYD hanya terdapat tiga ruang lingkup, yaitu pemakaian huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca. Sementara pada PUEBI ditambahkan satu bagian ruang lingkup yaitu penulisan unsur serapan.

(Hakim, 2018)

Huruf adalah tanda aksara dalam tata tulis yang melambangkan bunyi bahasa. Pemakaian huruf yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) antara lain: huruf abjad, huruf vokal, huruf konsonan, huruf diftong, gabungan huruf konsonan, huruf kapital, huruf miring, dan huruf tebal. Kata adalah satuan unit terkecil dari bahasa yang

(42)

dapat berdiri sendiri dan tersusun dari morfem tunggal. Kata merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang digunakan dalam berbahasa, baik diucapkan maupun dituliskan. Pedoman penulisan kata yang diatur oleh PUEBI adalah kata dasar, kata berimbuhan, bentuk ulang, dan lain-lain.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data dalam penelitian ini adalah perubahan berupa penambahan, penghilangan, pengubahan, dan pemindahan dari Ejaan yang Disempurnakan (EYD) ke Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

2. Sumber data

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah Buku Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai perubahan berupa penambahan, penghilangan,pemindahan dan pengubahan.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:

(43)

1. Mencari dan mengumpulkan standar acuan yang dijadikan acuan dalam penelitian secara sistematis dan struktur agar tidak menjadi kesalahan akan subjek yang diteliti.

2. Membaca buku Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) secara keseluruhan.

3. Mengklasifikasikan data pada kedua buku tersebut berdasarkan kategori

penambahan, penghilangan, pemindahan dan pengubahan.

4. Membuat korpus data berdasarkan data yang telah diklasifikasikan.

5. Mengelompokkan data yang di dalamnya terdapat penambahan, penghilangan, pemindahan dan pengubahan.

E. Teknik Analisis Data

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2007) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Teknik analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis dengan rancangan deskriptif kualitatif yang diperoleh dari teknik pengumpulan data harus diolah sedemikian rupa agar jelas dan dapat

(44)

menimbulkan kesan relevan dengan penelitian yang dilakukan. Pengolahan tersebut dikenal dengan istilah “analisis data”. Analisis data dibutuhkan untuk mengolah data yang diperoleh dari hasil penelitian. Data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan akan ditafsirkan secara mendalam.

1. Reduksi Data

Semua data perlu kembali dinilai secara tepat dan konsisten, karena setiap data yang diperoleh dari hasil penelitian bisa saja bersifat ambigu. Reduksi data adalah teknik menganalisis data dengan cara merangkum, memilih hal yang bersifat pokok dan memfokuskan pada hal-hal yang penting. Reduksi data dilakukan dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai data yang diperoleh dari penelitian dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, serta mencari jika diperlukan.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan selanjutnya. Bentuk penyajian data antara lain berupa teks, matrik, grafik, maupun bagan. Namun, pada penelitian ini, bentuk penyajian data lebih merujuk pada penyajian secara deskriptif.

3. Menarik Kesimpulan

Teknik analisis data yang terakhir adalah penarikan kesimpulan. Semua data yang telah direduksi, digambarkan lagi secara rinci agar

(45)

mudah dipahami oleh peneliti maupun orang lain. Data yang dirincikan ini adalah data yang telah diperoleh dari hasil pengumpulan data.

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang dipergunakan maka data dianalisis dengan menggunakan rancangan deskriptif kualitatif. Berdasarkan buku Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang dijadikan acuan penelitian meliputi:

1. Menelaah seluruh data yang telah diperoleh berupa penambahan, penghilangan, pemindahan dan pengubahan.

2. Mereduksi dan mengaitkan data tertulis berupa penambahan, penghilangan, pemindahan dan pengubahan.

3. Mengutip data yang dianggap termasuk dalam penambahan, penghilangan, pemindahan dan pengubahan untuk memperkuat analisis data.

4. menyajikan data yang dianggap sudah sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan peneliti berupa pengubahan, penambahan, pemindahan, dan penghilangan.

5. menarik kesimpulan, bila hasil penelitian sudah dianggap sesuai, maka hasil tersebut dianggap sebagai hasil akhir.

(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang hasil penelitian yang menunjukkan ejaan yang berlaku di indonesia berubah-ubah, dan pada skripsi ini penulis membahas perubahan yang terjadi antara dua ejaan terakhir yakni, Ejaan yang Disempurnakan (EYD) ke dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

A. Hasil Penelitian

Setelah membaca, menganalisis, dan membandingkan kedua buku sesuai dengan lampiran peraturan menteri tersebut, ditemukan banyak sekali perubahan. Adapun butir-butir perubahan dari Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (EYD) (lampiran Permendiknas RI No. 46 Tahun 2009) ke PUEBI (lampiran Permendikbud RI No. 50 Tahun 2015) ialah sebagai berikut:

1. Penambahan

a. Pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 3 bagian “B. Huruf Vokal” diberi penambahan informasi pelafalan penggunaan diakritik é dan è, seperti dapat dilihat pada bagian keterangan di bawah ini:

(47)

Keterangan:

*Untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar, diakritik berikut ini dapat digunakan jika ejaan kata itu dapat menimbulkan keraguan.

1) Diakritik (é) dilafalkan [e].

Misalnya: Anak-anak bermain di teras (téras). Kedelai merupakan bahan pokok kecap (kécap). 2) Diakritik (è) dilafalkan [ ].ɛ

Misalnya:

Kami menonton film seri (sèri).

Pertahanan militer (militèr) Indonesia cukup kuat. 3) Diakritik (ê) dilafalkan [ə].

Misalnya:

Pertandingan itu berakhir seri (sêri).

Upacara itu dihadiri pejabat teras (têras) Bank Indonesia. Kecap (kêcap) dulu makanan itu.

Pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) 2015 menambahkan informasi pelafalan diakritik é (taling tertutup), è (taling terbuka), dan ê (pepet), dan pada pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EYD) halaman hanya mencantumkan tanda aksen (′)

b. Pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 4 bagian “C. Huruf Konsonan” mengenai keterangan terdapat perbedaan, yaitu:

1) Penambahan keterangan: *Huruf x pada posisi awal kata diucapkan [s].

(48)

Keterangan:

*huruf q dan x khusus dipakai untuk nama diri (seperti Taufiq dan Xerox) dan keperluan ilmu (seperti status quo dan sinar x)

c. Pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 4 bagian “D. Huruf Diftong” terdapat empat diftong:

1) (ai), (au), (ei), dan (oi). Berarti, ada penambahan diftong “ei”, misalnya pada kata “survei”, dan “geiser”,

sedangkan pada Ejaan yang Disempurnakan (EYD) halaman 30 hanya terdapat

tiga diftong (ai), (au), dan (oi),

d. Pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 6 bagian penulisan “Huruf Kapital” terdapat enam perbedaan, yaitu:

1) Penambahan penjelasan unsur nama orang, yaitu yang termasuk julukan ditulis dengan huruf kapital, misalnya: “Jenderal Kancil dan Dewa Pedang”.

2) Penambahan penjelasan unsur nama orang yang bermakna „anak dari‟ (seperti bin, binti, boru, dan van) tidak ditulis dengan huruf kapital. Catatan:

a). Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang merupakan nama jenis atau satuan ukuran, misalnya:

ikan mujair mesin diesel

(49)

5 ampere 10 volt

b). Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna „anak dari„, seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas. Misalnya:

Abdul Rahman bin Zaini Siti Fatimah binti Salim Indani boru Sitanggang

Charles Adriaan van Ophuijsen Ayam Jantan dari Timur

Mutiara dari Selatan

3) Penambahan cara pembedaan unsur nama geografi yang menjadi bagian nama diri dan nama jenis. Seperti terlihat pada kutipan berikut:

Nama yang disertai nama geografi dan merupakan nama jenis dapat dikontraskan atau disejajarkan dengan nama jenis lain dalam kelompoknya.

Misalnya:

a) Kita mengenal berbagai macam gula, seperti gula jawa, gula pasir, gula tebu, gula aren, dan gula anggur.

b) Kunci inggris, kunci tolak, dan kunci ring mempunyai fungsi yang berbeda. Contoh berikut bukan nama jenis.

c) Dia mengoleksi batik Cirebon, batik Pekalongan, batik Solo, batik Yogyakarta, dan batik Madura.

d) Selain film Hongkong, juga akan diputar film India, film Korea, dan film Jepang.

(50)

e) Murid-murid sekolah dasar itu menampilkan tarian Sumatra Selatan, tarian Kalimantan Timur, dan tarian Sulawesi Selatan.

4) Penambahan contoh gelar lokal, seperti terlihat pada kutipan di bawah ini. K.H. kiai haji Hj. hajah Mgr. monseigneur Pdt. pendeta Dg. daeng Dt. datuk R.A. raden ayu St. sutan Tb. tubagus Dr. doktor Prof. profesor Tn. tuan Ny. nyonya Sdr. Saudara

5) Penambahan penjelasan penulisan kata atau ungkapan lain yang digunakan sebagai penyapaan ditulis dengan huruf kapital, misalnya: “Hai, Kutu Buku, sedang menulis apa?”

e. Pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 12 bagian penulisan “Huruf Miring” terdapat perbedaan, yaitu:

1) Penambahan catatan bahwa nama diri dalam bahasa daerah atau bahasa asing tidak perlu ditulis dengan huruf miring.

catatan:

a) Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing atau bahasa daerah tidak ditulis dengan huruf miring.

(51)

b) Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan dicetak miring ditandai dengan garis bawah. c) Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang

dikutip secara langsung dalam teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring

f. Pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 13 bagian penulisan “Huruf Tebal” terdapat perbedaan, yaitu sebagai berikut:

1) Penambahan klausul “Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis dengan huruf miring”.

Misalnya:

a) 1). Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.

b) Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti “dan

2) Penambahan contoh bagian karangan yang ditulis dengan huruf tebal. Misalnya:

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kondisi kebahasaan di Indonesia yang diwarnai oleh satu bahasa standar dan ratusan bahasa daerah-ditambah beberapa bahasa asing, terutama bahasa Inggrismembutuhkan penanganan yang tepat dalam perencanaan bahasa. Agar lebih jelas, latar belakang dan masalah akan diuraikan secara terpisah seperti tampak pada paparan berikut.

(52)

Masyarakat Indonesia yang heterogen menyebabkan munculnya sikap yang beragam terhadap penggunaan bahasa yang ada di Indonesia, yaitu (1) sangat bangga terhadap bahasa asing, (2) sangat bangga terhadap bahasa daerah, dan (3) sangat bangga terhadap bahasa Indonesia.

1.1.2 Masalah

Penelitian ini hanya membatasi masalah pada sikap bahasa masyarakat Kalimantan terhadap ketiga bahasa yang ada di Indonesia. Sikap masyarakat tersebut akan digunakan sebagai formulasi kebijakan perencanaan bahasa yang diambil.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur sikap bahasa masyarakat Kalimantan, khususnya yang tinggal di kota besar terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.

g. Pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 15 bagian “penulisan kata”, terdapat perbedaan, yaitu:

1) Penambahan catatan pada butir B1.

Catatan: Imbuhan yang diserap dari unsur asing, seperti -isme, -man, -wan, atau -wi, ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.

Misalnya: sukuisme seniman kamerawan gerejawi

(53)

h. pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 22 terdapat penambahan klausul “Singkatan nama diri dan gelar yang terdiri atas dua huruf atau lebih tidak dipenggal”. Selain itu juga ditambahkan contoh dan catatan.

Misalnya:

Ia bekerja di DLLAJR.

Pujangga terakhir Keraton Surakarta bergelar R.Ng. Rangga Warsita.

Catatan:

Penulisan berikut dihindari. Ia bekerja di

DLL-AJR.

Pujangga terakhir Keraton Surakarta bergelar R. Ng. Rangga Warsita.

i. Pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 23 Penambahan keterangan “Partikel pun yang merupakan unsur kata penghubung ditulis serangkai” dan dilengkapi pula dengan contoh pemakaiannya dalam kalimat, seperti berikut ini.

Misalnya:

Meskipun sibuk, dia dapat menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.

Dia tetap bersemangat walaupun lelah.

Adapun penyebab kemacetan itu belum diketahui. Bagaimanapun pekerjaan itu harus selesai minggu depan.

j. Pada bagian “Angka dan Bilangan” terdapat penambahan klausul “Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf”, seperti terlihat pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 30, contoh di bawah ini.

(54)

Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf. Misalnya: Kelapadua Kotonanampek Rajaampat Simpanglima Tigaraksa

k. Pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 42 pada bagian pemakaian tanda baca “Tanda Hubung” terdapat penambahan, yaitu sebagai berikut:

2) Penambahan klausul penggunaan tanda hubung antara kata dengan kata ganti Tuhan, huruf dan angka, dan kata ganti dengan singkatan. Tanda hubung dipakai untuk merangkai

a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital (se-Indonesia, se-Jawa Barat);

b) ke- dengan angka (peringkat ke-2); c) angka dengan –an (tahun 1950-an);

d) kata atau imbuhan dengan singkatan yang berupa huruf kapital (hari-H, sinar-X, ber-KTP, di-SK-kan);

e) kata dengan kata ganti Tuhan (ciptaan-Nya, atas rahmat-Mu); f) huruf dan angka (D-3, S-1, S-2); dan

(55)

g) kata ganti -ku, -mu, dan -nya dengan singkatan yang berupa huruf kapital (KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku).

Catatan:

Tanda hubung tidak dipakai di antara huruf dan angka jika angka tersebut melambangkan jumlah huruf, Misalnya:

BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia)

LP3I (Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia)

P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan)

l. Pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 46 bagian pemakaian tanda petik terdapat penambahan klausul “Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat”.

Misalnya:

Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 125 buku itu. Marilah kita menyanyikan lagu "Maju Tak Gentar"!

Film “Ainun dan Habibie” merupakan kisah nyata yang diangkat dari sebuah novel.

Saya sedang membaca "Peningkatan Mutu Daya Ungkap Bahasa Indonesia" dalam buku Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani.

(56)

Makalah "Pembentukan Insan Cerdas Kompetitif" menarik perhatian peserta seminar.

Perhatikan "Pemakaian Tanda Baca" dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.”

m. Pada buku Ejaan yang Disempurnakan (EYD) halaman 92, penggunaan garis miring (/) hanya terdapat 2 butir, sedangkan pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 49 ada tiga butir, penambahan klausul pada pemakaian garis miring pada PUEBI ialah “Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas kesalahan atau kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain”. Selain itu, bagian ini juga disertai dengan contoh seperti berikut ini:

Misalnya:

Buku Pengantar Ling/g/uistik karya Verhaar dicetak beberapa kali. Asmara/n/dana merupakan salah satu tembang macapat budaya Jawa. Dia sedang menyelesaikan /h/utangnya di bank. (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), 2017)

n. Pada bagian tentang penulisan unsur serapan terdapat penambahan atau pendetailan banyak unsur serapan dari bahasa Arab (berikut huruf Arabnya).

(57)

mazhab ذم به mażhab

kadar رد ق qadr

sahabat احص ة ب s ṣah ṣābat

hakikat ةق ي ق ح haqīqat ‘umrah ةزمع umrah gā’ib ئاغ ب gaib ikamah ةما قإ) iqāmah khātib بطاخ khatib rida ءاض ر ‘rid ṣā zalim م لاظ z ṣālim

‘ain (ع Arab) pada awal suku kata menjadi a, i, u

‘ajā’ib ئاجع ب ajaib

sa‘ādah س ةداع saadah

(58)

qā‘idah ق ةدعا kaidah

‘uzr رذع uzur

ma‘ūnah ةنوعم maunah

‘ain (ع Arab) di akhir suku kata menjadi k

iktikad داق ت عإ tiqād‘ i’

mu‘jizat ةزجعم mukjizat

ni‘mat ن ةمع nikmat

rukuk عو كر ’rukū

simā‘ عامس simak

takrif ف يزع ت rīf‘ta

i (Arab, bunyi pendek atau bunyi panjang) menjadi i

muslim مل س م Muslim

nasihat ةحي ص ن nas ṣīh ṣah

sahih حي حص s ṣah ṣīh ṣ

(59)

a. Pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 4 bagian

“C. Huruf Konsonan” mengenai keterangan terdapat penghilangan, yaitu:

1) Penghilangan keterangan: *Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.

b. Pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 6 bagian penulisan “Huruf Kapital” terdapat penghilangan, yaitu:

1) Penghilangan klausul “Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.

c. Pada buku Pedoman Umum Ejaa Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 12 bagian penulisan “Huruf Miring” terdapat penghilangan, yaitu:

1) Penghilangan bagian 3c, yaitu klausul “Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia. Misalnya:

a) Negara itu telah mengalami empat kali kudeta. b) Korps diplomatik memperoleh perlakuan khusus.

(60)

d. Pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa indonesia (PUEBI) halaman 13 bagian penulisan “Huruf Tebal” terdapat penghilangan, yaitu sebagai berikut:

1) Penghilangan klausul bahwa bukan huruf tebal yang dipakai untuk menegaskan melainkan huruf miring.

2) Penghilangan klausul penggunaan huruf tebal dalam kamus.

e. Pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) halaman 15 bagian “penulisan kata” terdapat penghilangan, yaitu

1) Penghilangan bagian B.1.b pada buku Ejaan yang Disempurnakan (EYD) halaman 45, yaitu klausul “Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia. Misalnya:

mem-PHK-kan di-PTUN-kan di-upgrade me-recall”

sedangkan pada buku (PUEBI) Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia halaman 16 sebagai berikut:

Catatan: (1) Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau singkatan yang berupa huruf kapital dirangkaikan dengan tanda hubung (-). Misalnya: non-Indonesia pan-Afrikanisme pro-Barat non-ASEAN anti-PKI

(61)

f. Pada buku (EYD) Ejaan yang Disempurnakan halaman 48 bagian “Penulisan Kata” terdapat penghilangan

1) Penghilangan klausul “Bentuk-bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk dasar.

Misalnya: Sikap masyarakat yang pro lebih banyak daripada yang kontra. Mereka memperlihatkan sikap anti terhadap kejahatan.” 2) Penghilangan klausul “Kata tak sebagai unsur gabungan dalam

peristilahan ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh bentuk berimbuhan”.

Misalnya: taklaik terbang taktembus cahaya tak bersuara tak terpisahkan

g. pada buku Ejaan yang Disempurnakan (EYD) halaman 67 terdapat penghilangan klausul “Kata ganti itu (-ku, -mu, dan –nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital”. sedangkan pada buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dihilangkan.

Referensi

Dokumen terkait

14 Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau

Logo Polman Negeri Babel terdiri dari 4 bagian yang terhubung antara satu sama lainnya membentuk huruf ‘b’ sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.1.  Jika tidak

Kata asing yang sudah diserap sepenuhnya ke dalam bahasa Indonesia, misalnya: kab,sirsak, iklan, perlu, hadir, badan, waktu, kamar, botol, sekolah, dan ember.(2) Kata asing

12.5 Huruf vokal u dalam ejaan Rumi kata serapan daripada bahasa Inggeris atau bahasa-bahasa Eropah yang lain dieja dengan huruf alif-wau di awal kata dan dieja dengan huruf wau

Secara teknis ejaan adalah aturan tulis-menulis dalam suatu bahasa yang berhubungan dengan penulisan huruf, pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan,

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kata serapan ialah kata yang diserap dari bahasa lain baik bahasa asing maupun bahasa daerah yang digunakan ke dalam bahasa Indonesia dengan

koma) ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian

Huruf Konsonan • Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf huruf b, c,d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan , bunyi-bunyi yang