• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi

Menurut Fadila, Nadjmir dan Rahmantini (2014), dan Deliana (2002), kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Demam adalah keadaan suhu tubuh diatas suhu normal, yaitu diatas 38ºC (Ismoedijanto, 2000). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures dalam Deliana (2002), kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi pada umur 3 bulan – 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain.

2.2 Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat (Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Wicaksono, A., Hamsah, A., et al. 2009). Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat dibandingkan di Amerika dan Eropa (Fadila, Nadjmir dan Rahmantini, 2014). Prevalensi kejang demam di Indonesia tahun 2005-2006 mencapai 2-4%. Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Wicaksono, A., Hamsah, A., et al. (2009) menyatakan umumnya kejang demam timbulpada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Menurut Deliana (2002), kejang demam sedikit lebih sering pada laki-laki dengan perbandingan 1,2-1,6:1.

2.3 Faktor Risiko dan Etiologi

Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Wicaksono, A., Hamsah, A., et al. (2009) menyatakan bahwa faktor risiko kejang demam yang terpenting adalah demam. Demam adalah keadaan suhu tubuh diatas suhu normal, yaitu diatas 38ºC (Ismoedijanto, 2000). Menurut Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Wicaksono, A., Hamsah, A., et al. (2009), demam dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran kemih.

(2)

Hingga kini belum diketahui penyebabnya dengan pasti (Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Wicaksono, A., Hamsah, A., et al., 2009). Tetapi adanya pengaruh genetik yang kuat karena frekuensi kejang demam meningkat diantara anggota keluarga (Rudolph, Hoffman dan Rudolph, 2007). Insdiensi pada orang tua berkisar antara 8% dan 22% dan pada saudara kandung antara 9% dan 17%. Angka concordance pada kembar monozigotik jauh lebih tinggi daripada kembar dizigotik yang angkanya mendekati angka pada saudara kandung.

2.4 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Penggolongan kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative

Perinatal Project dalam Deliana (2002) adalah kejang demam sederhana dan

kejang demam kompleks.

Tabel 2.1 Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam (2006)

No. Klinis Kejang Demam

Sederhana

Kejang Demam Kompleks

1. Durasi <15 menit >15 menit

2. Tipe kejang Umum tonik/ klonik Fokal 3. Episode berulang (24 jam) 1 kali >1 kali

2.5 Patofisiologi

Menurut Redjeki (2014), kejang merupakan manifestasi klinis akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimia, maupun anatomi. Kejang demam terjadi karena peningkatan reaksi kimia tubuh, sehingga reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis sehingga terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga natrium intrasel dan kalium ekstrasel meningkat. Apabila neurotransmiter eksitator lebih dominan daripada inhibitor, maka akan terjadi depolarisasi post sinapsis. Adanya peristiwa sumasi dan fasilitasi mengakibatkan

(3)

keadaan depolarisasi diperbesar dan apabila mencapai nilai ambang akan terjadi potensial aksi pada neuron post sinapsis. Apabila potensial aksi meluas dan terjadi sinkronisasi akan menimbulkan bangkitan kejang demam.

2.6 Diagnosis

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam (2006), pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroentritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan proses intrakranial misalnya meningitis dan ensepalitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:

2.6.1 Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan 2.6.2 Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

2.6.3 Bayi > 18 bulan tidak rutin

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal. Sedangkan foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed

Tomography Scan (CT-scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang

sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:

2.6.4 Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) 2.6.5 Paresis nervus VI

2.6.6 Papiledema

2.7 Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Wicaksono, A., Hamsah, A., et al. (2009), ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu :

(4)

2.7.1 Pengobatan fase akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkanuntuk mencegah aspirasi ludah dan muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan, dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian antipiretik.Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/KgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 1-20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazeapam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/KgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin harus dilakukan pembilasan dengan natrium klorida fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuskular.Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernapasan.

2.7.2 Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.

2.7.3 Pengobatan

Ada 2 cara pemberian profilaksis, yaitu

(5)

Pemberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intrarektal setiap 8 jam sebanyak 5 mg(BB<10 kg) dan 10 mg(BB>10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5oC. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk, dan hipotonia.

2.7.3.2 Profilaksis dengan antikonvulsan setiap hari pada kejang demam kompleks Berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/KgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/KgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

2.8 Prognosis

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam (2006) memiliki prognosis, yaitu:

2.8.1 Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologi

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagain kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang demam lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.

2.8.2 Kemungkinan mengalami kematian Kematian yang terjadi akibat aspirasi. 2.8.3 Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :

(6)

2.8.3.2 Usia kurang dari 12 bulan

2.8.3.3 Temperatur yang rendah saat kejang 2.8.3.4 Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang de\mam hanya 10%-15%.

2.9 Edukasi

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia dalam Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam (2006), kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya : 2.9.1 Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik 2.9.2 Memberitahukan cara penanganan kejang

2.9.3 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

2.9.4 Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat

2.9.5 Memberikan informasi bahwa imunisasi DPT kontraindikasi bagi pasien anak dengan kejang demam

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang : 2.9.6 Tetap tenang dan tidak panik

2.9.7 Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

2.9.8 Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut

2.9.9 Ukur suhu, observasi, dan catat lama dan bentuk kejang 2.9.10 Tetap bersama pasien selama kejang

2.9.11 Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti 2.9.12 Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengkonversi limbah cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik pabrik tahu tidak hanya berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan

Penelitian ini dilakukan dari bulan November-Januari, penelitian lapangan pertama dilakukan pada bulan November, setelah itu peneliti melakukan analisis data dan

(2009), “Brand Relationships through Brand Reputation and Brand Tribalism,” Journal of Business Research, Vol. Great Community

selaku ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan kepada penulis

Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan sistem jaring pada budidaya pendederan juvenil lobster pasir Panulirus homarus tidak berpengaruh terhadap respons

Untuk metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis berganda yang di perkuat dengan uji Normalitas, Uji Heterokedastisitas, dan Uji

Keluarga merupakan institusi pertama untuk mengadakan interaksi dan menanamkan nilai-nilai termasuk kemandirian, moral agama bagi anak, namun melihat fenomena yang

Dalam petualangan kamu dari level ke level kamu dapat mengembangkan skill kamu, setelah level kamu mencapai level 11 kamu bisa melakukan digivolution dan kalau perkembangan level