LAPORAN AKHIR
PILOT PROJECT
RESTORASI GAMBUT TERINTEGRASI
KHG SUNGAI BATANGHARI – SUNGAI AIR HITAM LAUT KECAMATAN KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI
PROVINSI JAMBI
Ir. Saitul Fakhri, M.Sc., Ph.D. Dr. Ir. Hamzah, M.Si. Dr. Lizawati, S.P., M.Si. Dr. Ir. Hutwan Syarifuddin, M.P.
Dr. drh. Fahmida Manin, M.P. Ren Fitriadi, S, S.T.Pi., M.P.
Dibiayai oleh:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Badan Restorasi Gambut Tahun Anggaran 2018
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS JAMBI
し00廿OL86し乙しウO乙96し“d書N ’口重叫d書’3S調書叩〕悍∃ l叩きS重賞l ÷_一三+○
←<二ゴ
埋博U合dきれる)書 8しO乙上るq関るS合口王子!q田富「 -`鵬9●容6す9押’d轡二 蛇u割田合さを躯印押n自I’占“幽“!占“⊥“S霊.sま鞘坤輯眠さ 草5!6oIO岬劇亀酬i’d咽`u!uE間宮P!田咋ゴ甲P ’」0 ∀凸S鵬p蛇毎譲れ薄型甘占闇`棚や輯賠未S雌割隅韓日●華●埋 叩捌馳6瀞.蛤聞`七°S可動醒甲「 ’」ロ 眼雌を叩坤封I“!S聞直や之関宮H章」l ’」口 6u割o § 岬田舎上嶋〕岬さま601o魅坤⊥ : !q田富「 Sを却割る埋りn : u割き曲事亀やd : LO乙9ウO乙しOO : 章ロ“叫占`“3S聞く叩〕陀ゴ書n坪S ’」書: 的田富「!Su!A馴d偶田富r鋤En踊崎d叫n洲) ue担Odes ESea : 肥田憎理su叫OJd岬田町o肥n囲ue揮dnq動
IIed田n男u富や調B3e現Inel脚部H 」肘!容6uns一 事脂u6ug時g !g6uns 9田口SgJ鎚叩埋e⊥叩q関E9 !S割O持etI
u容調nSnや6uを就きl鳴臨 書馨 り割り弼明雄容や輔u∀ .‡ u捌岬e〉l休I容や館u∀ “合 u部岬e桝紳輔館櫨∀や り部岬e瑠Ilきゃ飾り∀ “3 u即し脂亀)書I書容や輔u∀ “q e事o66u∀岬甲町“富 書nSn6uedし叩⊥ e事O6βuv ’申 魅割岬鶴男釦ep嬉“合 16飢!⊥ uきれ」n統合占“p !p叩S田切6軸d “3 NalN ’q d悶6ue「剛肥N ’官 lnSn6∪edし埋⊥きれ時男’s (^創d桐富男pe油!S閉o「 ’召 増亀串」d事o帖叩p町“し NVHVS唖〇㍍唖轟㍍Ⅴ閥や冒Ⅷ
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pilot proyek restorasi gambut terintegrasi (RGT) dilaksanakan di kawasan kesatuan hidrologis gambut (KHG) Sungai Batanghari–Sungai Air Hitam Laut yang terdapat di Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung restorasi gambut dalam aspek Restorasi Gambut Terintegrasi dengan memanfaatkan hasil penelitian dan inovasi dalam memberikan kerangka kegiatan restorasi gambut yang terintegrasi dan efektif serta bersinergi dengan berbagai pihak. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan beberapa kegiatan meliputi revegatasi dan revitalisasi ekonomi masyarakat. Tim RGT mengawali kegiatan dengan revitalisasi ekonomi masyarakat secara perlahan, dalam artian bahwa kegiatan dibuat dalam skala kecil sambil dilaksanakan pengamatan untuk keberhasilannya. Kegiatan dilaksanakan dalam pendekatan satu hamparan dan dengan dinamika pendapatan mulai dari pendapatan jangka pendek, hingga membangun sumber pendapatan jangka panjang.
Desa Seponjen terdiri dari badan sungai, dataran alluvial, dan lahan gambut. Badan sungai merupakan kawasan yang dipergunakan sebagai sarana transportasi dan tangkapan ikan. Dataran alluvial merupakan kawasan pemukiman di sepanjang sempadan sungai. Lahan gambut (di belakang pemukiman) adalah lahan perkebunan masyarakat yang dominan sawit dan karet, sebagian kecil cacao dan pinang. Lahan gambut di Desa Seponjen mengalami kebakaran tahun 2015, yang menghanguskan sebagian besar perkebunan sawit masyarakat, yang dibangun dengan kanal-kanal swadaya masyarakat. Setelah kebakaran, masyarakat kembali menanam sawit dan sekarang telah berumur sekitar 4 tahun. Pada tahun 2018, kegiatan dilaksanakan menggunakan pendekatan backcasting, dimana masyarakat diberi contoh kegiatan yang bernilai ekonomi dalam upaya restorasi gambut, yang mana dapat memberikan pendapatan dalam jangka pendek, dan ini menjadi intermediate actions.
Kegiatan revitalisasi yang sudah dilakukan meliputi pelatihan pembuatan telur asin, pembuatan minuman sehat jahe merah-pinang muda, budidaya ikan gurami, budidaya BSF, budidaya lebah madu. Pelatihan pembuatan telur asin dan minuman instant jahe diberikan kepada masing-masing 15 anggota kelompok wanita tani (KWT) Seponjen. KWT ini sangat bersemangat dan antusias mengikuti kegiatan, bahkan minuman jahe sekarang sudah dijual secara rutin di warung milik ketua KWT jahe. Dengan demikian sudah memberikan tambahan pendapatan kepada masyarakat. Sebanyak 2000 benih ikan gurame sudah ditebar ke dalam 8 unit karamba milik 8 partisipan. Pelatihan budidaya BSF juga sudah dilakukan dengan diikuti oleh peserta budidaya ikan dan budidaya bebek. Sampai saat ini produksi masih terbatas sehingga belum bisa dikomersialkan. Isolasi bacteri dari saluran pencernaan bebek yang hidup di air dan lahan gambut sudah dilakukan dan menghasilkan produk berupa Probio
Seponjen-Duct. Pemebrian probio tersebut dapat meningkatkan efisiensi ransum dan menurunkan kadar kolesterol
dan trigleserida darah bebek. Walaupun madu belum dipanen, kegiatan budidaya madu sangat diminati masyarakat Seponjen. Kegiatan revegetasi yang dilakukan meliputi pemeliharaan tanaman jelutung dan pinang yang sudah ditanam tahun lalu dan penanaman kaliandra. Karena permukaan air di lahan gambut tersebut cukup tinggi belakangan ini, mengakibatkan beberapa jelutung dan pinang mati. Oleh karena itu sudah dilakukan penyisipan. Bibit kaliandra sudah disemai dan diberikan 20 batang untuk masing peternak madu untuk ditanam di areal pemeliharaan lebah madu. Kaliandra selain dimaksudkan sebagai pengayaan vegetasi di lahan gambut, juga disiapkan sebagai sumber pakan lebah madu. Sembari melaksanakan kegiatan 2R tersebut, masyarakat juga diedukasi tentang pentingnya menjaga lahan gambut dan didorong untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan restorasi lahan gambut, paling tidak pada lahan milik sendiri. Produk yang sudah dihasilkan sejauh ini adalah Probio Seponjen-Duck dan
minuman instan bubuk jahe merah-pinang muda.
Program RGT memberikan dampak positif terhadap kehidupan sosial masyarakat Seponjen, seperti meningkatnya motivasi, kekompakan, antusias (semangat hidup) dan kepedulian sesama dan kepedulian atas lingkungan gambut. Disamping itu, juga dapat disimpulkan bahwa masyarakat Seponjen lebih menyukai kegiatan yang cepat menghasilkan uang (seperti IRT minum jahe-pinang dan telur asin) dan kegiatan yang tidak banyak menggunakan tenaga dan input produksi (seperti beternak lebah madu dan budidaya BSF) yang mana partisipasi masyarakat sangat tinggi.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
RINGKASAN EKSEKUTIF ... iii
DAFTAR ISI ... iv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ………. ... 3
1.3. Luaran yang Diharapkan ... 3
BAB 2. METODOLOGI ... 4
2.1. Area Kegiatan ... 4
2.2. Kerangka Kerja ... 6
BAB 3. TINJAUAN PELAKSANAAN KEGIATAN ... 8
3.1. Revegetasi ... 8
3.1.1. Penanaman jelutung dan pinang ... 8
3.1.2. Penanaman kaliandra ... 10
3.2. Revitalisasi ... 12
3.2.1. Budidaya jahe merah ... 12
3.2.2. Usaha Minuman Instant Jahe Merah-Pinang Muda ... 13
3.2.3. Budidaya Tanaman Jagung di Lahan Gambut ... 15
3.2.4. Budidaya Ikan Gurame ... 16
3.2.5. Budidaya Black Soldier Fly (BSF) ... 18
3.2.6. Budidaya Bebek ... 20
3.2.7. Budidaya lebah madu ... 24
3.2.8. Studi dampak kegiatan terhadap social dan ekonomi masyarakat ... 25
BAB 4. PEMBAHASAN ... 27
4.1. Sejarah Kehidupan Sosial Masyarakat Seponjen Tempo Doeloe ... 27
4.2. Pengaruh Program-Program RGT Terhadap Perkembangan Kehidupan Sosial Masyarakat... 28
4.3. Dampak Program-Program RGT Terhadap Ekonomi Masyarakat Seponjen ... 31
4.3.1. Budidaya Jahe ... 31
4.3.2. Minuman Instan Jahe Merah Pinang Muda ... 32
BAB 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 34
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki sebaran lahan gambut tropis terluas di dunia yang sangat penting bagi
mitigasi perubahan iklim global (Hooijer
,
Silvius et al.,
2006; DNPI, 2010; GOI, 2016) danpengurangan resiko bencana (PRB). Mitigasi perubahan iklim terkait dengan cadangan carbon yang terus-menerus terlepas ke atmosfer akibat perubahan hidrologi gambut dari kondisi jenuh air menjadi lebih kering akibat drainase untuk lahan-lahan pertanian. Sebagian besar lahan gambut dan cadangan carbon di Indonesia terdapat di Sumatra (7.2 juta ha, 22 Bt carbon) (Wahyunto, Ritung et al., 2003), Kalimantan (5.8 juta ha, 11 Bt carbon) (Wahyunto, Ritung et al., 2004), dan Papua (7.9 juta ha, 3.6 Bt carbon) (Wahyunto, Heryanto et al., 2006), atau seluruhnya 21 juta ha gambut dengan cadangan carbon sebesar 36.6 Bt. Luasan ini merupakan 84% lahan gambut di Asia Tenggara (Murdiyarso, Hergoualc'h et al., 2010).
Luas hutan lahan gambut di Provinsi Jambi mencapai 736.227,2 Ha dan tersebar di enam Kabupaten, yaitu Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung barat, Muaro Jambi, Tebo, Sarolangun, dan Merangin. Hanya 257.304 Ha yang kondisinya tidak kritis, sedangkan sisanya berada pada kondisi kritis hingga sangat kritis (BP DAS Batanghari, 2011).
Berkurangnya tutupan hutan sebagai akibat dari penebangan kayu yang tidak sesuai dengan aturan akan menimbulkan kerusakan ekosistem rawa gambut dan penyusutan luasannya. Hutan rawa gambut di Provinsi Jambi telah banyak yang berubah menjadi semak belukar, ladang, tegalan dan areal terbuka yang tidak produktif. Praktek alih fungsi lahan gambut seringkali mengabaikan ketebalan gambut, yaitu dengan memfungsikan gambut yang kedalamannya lebih dari dua meter menjadi lahan perkebunan sawit, lahan pertanian, dan penanaman akasia. Pengelolaan yang tidak tepat dan pemanfaatan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan memperluas dan memperparah kerusakan ekosistem gambut. Penelitian Hooijer et al. (2012) menunjukkan bahwa terjadi kerusakan yang ditandai dengan tingginya laju subsiden pada lahan gambut tropis Indonesia yang mengalami alih fungsi. Kerusakan ekosistem lahan gambut selanjutnya akan berdampak pada penyimpanan karbon.
Cadangan carbon di gambut ini terus menerus teremisi ke atmosfer akibat terjadinya dekomposisi bahan organik seteral drainase menciptakan kondisi aerobik (Inubushi, Furukawa et al., 2003; Brander and Davis, 2012) dan akibat kebakaran lahan yang terjadi (Levine, 1999; Akagi, Yokelson et al., 2011). Selanjutnya, dalam hal reseiko bencana, akibat penurunan muka air tanah akan terjadi subsidensi, yang pada akhirnya meningkatkan resiko banjir di kawasan yang terdrainase (BPPT and Midori-Engineering, 2015; Hooijer, Vernimmen et al., 2015; Afriyanti,
2 Hein et al., 2017) maupun di daerah sekitarnya (Wösten, Hooijer et al., 2006), yang akan diperparah dengan adanya resiko kenaikan permukaan air laut (Nicholls, Hoozemans et al., 1999; http://globalfloodmap.org 2017). Terkait dengan kebakaran lahan gambut, asap yang dihasilkan mengandung partikel-partikel (Levine, 1999; See, Balasubramanian et al., 2007; Blake, Hinwood et al. 2009) yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat (Cifuentes, Borja-Aburto et al., 2001; Hindwood and Rodriguez, 2005).
Mengingat pentingnya lahan gambut dari aspek ekologi dan politik internasional, restorasi lahan gambut di Indonesia memiliki nilai yang sangat strategis. Oleh karena itu pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan-kebijakan dengan penegakannya yang semakin kuat, seperti ditetapkannya peraturan pemerintah (PP. No, 71/2014), dan selanjutnya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kepmen KLHK No. 14-17/2017). Kebijakan-kebijakan ini mengarah pada restorasi gambut. Restorasi gambut dilaksanakan oleh Badan Restorasi Gambut (BRG). Target restorasi gambut adalah 2.4 juta ha (2016-2020). Fokus kegiatan restorasi adalah di provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Papua), yang mencakup kawasan hutan yang dibebani hak (1.4 juta ha), hutan lindung dan kawasan konservasi (0.6 juta ha), dan areal penggunaan lain/APL (0.4 juta ha).
Kegiatan restorasi ini sangat memerlukan partisipasi pemangku-pemangku kepentingan dalam penegakan kebijakan-kebijakan tersebut. Selain itu, restorasi harus menjamin akses masyarakat terhadap sumber daya lahan gambut, dengan pengelolaan yang berkelanjutan berkearifan lokal dan bermanfaat bagi perekonomian masyarakat lokal maupun daerah dan nasional. Peran penting masyarakat lokal sangat diperlukan dalam bentuk partisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan restorasi gambut. Sinergi antara kebijakan dan penegakannya, kearifan lokal dan kepentingan internasional, akan sangat mendukung keberhasilan restorasi lahan gambut di Indonesia (Afriyanti, 2011).
Selain itu, dukungan dari aspek kebijakan di atas, perlu pula dilakukan pemanfaatan hasil-hasil penelitian terkait pendekatan-pendekatan restorasi. Terdapat tiga pendekatan utama dalam restorasi, yaitu pembasahan kembali lahan gambut (rewetting), penanaman kembali areal yang terbakar (revegetation), dan revitalisasi mata pencarian masyarakat. Pendekatan tersebut selayaknya terlaksana berangkaian dan terintegrasi.
Sehubungan dengan itu Universitas Jambi bekerja sama dengan BRG dengan mengajukan dua proposal penelitian, yaitu penelitian tentang: (a) Restorasi Gambut Terintegrasi dan (b) komiditi lokal potensial di lahan gambut, yang dilaksanakan dengan pendekatan terapan (applied) dan penelitian aksi (action oriented). Selain itu terdapat dua pilot project, yaitu: (a) Retorasi gambut terintegasi dan (b) implementasi perluasan dan evaluasi sekat kanal. Diharapkan dengan
3 penelitian dan proyek pilot ini diperoleh dukungan IPTEK bagi implementasi restorasi gambut yang dapat dipertanggung jawabkan secara imiah (scientifically approved).
Proposal ini adalah proposal pilot project Restorasi Gambut Terintegrasi. Restorasi Gambut Terintegrasi adalah “penggunaan lahan rawa (dan rawa gambut) secara produktif dengan cara-cara yang melindungi gambut” (Tata and Susmianto, 2016). Hal ini dilaksanakan dengan budidaya tanaman asli rawa dan rawa gambut yang produktif. Lahan gambut memiliki keanakeragan hayati yang tinggi, tapi pemanfaatannya dalam mendukung sumber kehidupan masyarakan dan keberlanjutan lahan gambut belum berkembang. Oleh karena itu diperlukan peningkatan upaya budidaya jenis asli lahan gambut ini dalam mendukung restorasi lahan gambut dengan menjamin prospek ekonomi yang baik bagi masyakarat.
1.2. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung restorasi gambut dalam aspek Restorasi Gambut Terintegrasi dengan memanfaatkan hasil penelitian dan inovasi dalam memberikan kerangka kegiatan restorasi gambut yang terintegrasi dan efektif dengan sinergi dari berbagai pihak dan dilaksanakan dengan :
a) Membuat pilot percontohan usaha tani terpadu dan terintegrasi sehingga memberikan
penghasilan yang berkelanjutan bagi masyarakat
b) Membina kelembagaan di tingkat masyarakat desa guna dapat melaksanakan
pengusahaan tanaman pertanian, ternak dan tanaman kehutanan guna mendukung upaya restorasi gambut.
1.3. Luaran yang Diharapkan
Terciptanya pilot percontohan usaha tani terpadu dan terintegrasi di lahan gambut dengan
mengadopsi teknologi tepat guna sehingga memberikan profit kepada masyarakat dan berdampak secara ekologi bagi restorasi gambut
Menghasilkan model Farming Integrated System untuk pengelolaan lahan gambut yang
berkelanjutan.
Terciptanya lapangan pekerjaan masyarakat dengan pendapatan berkelanjutan yang
berdampak pada pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan (mencegah kebakaran gambut).
Menekan kegiatan masyarakat sekitar hutan mengakses kawasan hutan (gambut) dengan
perambahan hutan bagi illegal logging, illegal poaching, dan land grabbing
4
BAB 2. METODOLOGI
2.1. Area Kegiatan
Pilot Project ini dilaksanakan di Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Lahan gambut di desa Seponjen mengalami kebakaran tahun 2015, sehingga termasuk pada kawasan restorasi prioritas 1. Desa Seponjen memiliki luas sekitar 6,995 ha. Sebagian besar wilayahnya merupakan lahan gambut, terkecuali di kawasan pinggir sungai (Sungai Kumpeh) yang merupakan kawasan alluvial (Gambar 4). Penduduk desa bermukin di sempadan sungai. Lahan gambut merupakan lahan pertaniannya. Di desa tersebut terdapat dua perusahaan sawit yaitu PT Bukit Bintang Sawit (PT BBS) dan PT Wahana Seponjen Indah (PT WSI). Kanal-kanal drainase kedua perusahaan ini melalui desa Seponjen dan bermuara ke Sungai Kumpeh. Masyarakat desa Seponjen memanfaatkan keberadaan kanal ini untuk pertanaman kelapa sawit.
Gambar 1. Peta indikatif restorasi gambut provinsi Jambi (sumber: BRG, 2017), dan lokasi indikatif kegiatan pilot project restorasi gambut terintegrasi di Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi (estimasi ditunjukkan dengan panah merah).
Jambi memiliki lahan gambut seluas 700 ribu ha dengan sebaran gambut terluas terdapat di Kab. Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat, dengan 9 KHG (Gambar 2) dan
5 137 Desa. Seponjen spot kecil dalam kawasan budidaya di KHG Sungai Batanghari-Air Hitam Laut dengan tekanan alih fungsi lahan dan intensitas kanal yang tinggi (Gambar 3).
Gambar 2. Sebaran KHG di Propinsi Jambi
Seponjen Area Studi 2018
6 Gambar 4. Lokasi Sekat Kanal (Sumber: Cf. Tim Sekat Kanal Universitas Jambi, 2017), kawasan
dalam lingkaran merupakan target kegiatan pilot project restorasi gambut terintegrasi.
2.2. Kerangka Kerja
Pilot project ini merupakan kegiatan restorasi gambut terintegrasi. Terintegrasi dalam hal ini didefeniskan sebagai kegiatan yang memberikan dampak sosial, ekonomi, dan ekologi (lingkungan, dalam hal ini pencegahan kebakaran gambut di masa yang akan datang). Kerangka kerja menerapkan konsep rewetting, revegetasi, dan revitalisasi sumber kehidupan lokal (3R). Rewetting dilaksanakan dengan penyekatan kanal oleh tim sekat kanal. Penyekatan kanal akan meningkatkan tinggi muka air di kanal, sehingga kanal dapat dimanfaatkan untuk kegiatan berbasis air seperti perikanan. Kegiatan perikanan akan menyebabkan masyarakat menjaga muka air tetap tinggi. Revegetasi dilaksanakan dengan membiarkan regenerasi alami terjadi melalui proses land clearing yang tetap menjaga jenis-jenis alami yang tumbuh setelah kebakaran. Pilot project ini memfokuskan pada revitalisasi sumber kehidupan lokal, yang dilaksanakan dengan kegiatan berbasis air (perikanan), dan berbasis lahan yaitu peternakan, pertanian tanpa bakar, dan penanaman jenis asli gambut yang bernilai ekonomi (paludikultur) (Gambar 5).
7
Rewetting (sekat kanal)
Revegetasi (membiarkan regenerasi alami denagan proses
land clearing yang menjaga jenis- jenis alami yang tumbuh
setelah kebakaran Revilatilisasi sumber kehidupan lokal Berbasis lahan Berbasis Air Paludikultur Peternakan Pertanian tanpa bakar Perikanan
Gambar 5. Kerangka kerja pilot project restorasi gambut terintegrasi di KHG Sungai Batanghari – Air Hitam Laut, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi Proyek Restorasi Gambut Terintegrasi (RGT) adalah kegiatan yang didanai oleh BRG, dimulai pelaksanaannya pada tahun 2017 dan berlanjut pada tahun 2018 dan 2019. Kegiatan ini prinsipnya adalah pilot proyek dan penelitian aksi dalam rangka pemeliharaan gambut yang belakangan fungsi hidrologi dan vegetasinya terganggu oleh praktek ekonomi perusahaan dan tuntutan ekonomi masyarakat.
Pendekatan kemasyarakatan dalam Transformasi Restorasi Gambut dilakukan dengan 2 cara yaitu forecasting dan backcasting. Pada pendekatan forecasting, masyarakat diajak untuk mengimplementasikan restorasi, namun masyarakat belum dapat gambaran hasilnya. Pendekatan ini digunakan pada pelaksanaan kegiatan tahun 2017, ternyata hasilnya tidak continue. Pada tahun 2018 digunakan pendekatan backcasting, dimana masyarakat diberi contoh kegiatan yang bernilai ekonomi dalam upaya restorasi gambut, yang dapat dihasilkan dalam jangka pendek, sehingga dapat menjadi intermediate actions.
8
BAB 3. TINJAUAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan ini merupakan pilot proyek dalam rangka restorasi lahan gambut terdegradasi akibat kebakaran. Pilot Proyek ini fokus pada revegetasi dan revitalisasi sumber ekonomi masyarakat dengan pengembangan usaha ternak, usaha perikanan, usaha pertanian/perkebunan, dan usaha kehutanan.
3.1. Revegetasi
Sebanyak 2 kegiatan dilakukan untuk revegetasi lahan gambut di Desa Seponjen. Berikut merupakan details kegiatan.
3.1.1. Penanaman jelutung dan pinang
Tanaman jelutung rawa (Dyera lowii) dan pinang (Areca catechu) ditanam dengan cara berseling baris pada lahan gambut milik enam orang petani di Desa Seponjen. Luas lahan setiap petani sebkita 0,25 hektar sehingga luas total penanaman jelutung rawa dan pinang 1, 5 ha. Lahan penanaman jelutung dan pinang berjarak 1,5 km dari pemukiman penduduk Desa Seponjen dan hanya dapat diakses dengan angkutan air (ketek/klotok).
Bibit jelutung rawa ditanam dengan jarak tanam 5 m x 5 m dan pinang ditanam dengan jarak tanam 5 m x 6 m. Jumlah bibit jelutung yang ditanam berjumlah 600 batang dan bibit pinang yang ditanam 500 batang. Penanaman dilakukan pada Bulan Maret 2018 dengan cara tebas jalur dengan bersih selebar 1,25 m.
Pemeliharaan pertama dilakukan pada bulan Juli 2018, dengan cara melakukan penebasan besih pada jalur tanam jelutung maupun pinang. Setelah pemebersihan tersebut diketahui bahwa terdapat 150 batang jelutung dan 100 batang pinang bibit yang mati. Oleh karena itu dilakukan penyulaman dengan penanaman bibit jelutung sebanyak 150 batang dan bibit pinang sebanyak 100 batang. Pengamatan pada pemeliharaan pertama ini menunjukkan tanaman jelutung dan pinang yang hidup menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik.
Pemeliharaan kedua dilakukan pada bulan November 2018 dengan cara yang sama dengan pemeliharaan sebelumnya. Jalur tanam jelutung dan pinang ditebas dari gulma selebar 1,25 m hingga bersih. Setelah bersih performans tanaman dapat dengan mudah diamati. Tanaman jelutung maupun tanaman pinang menunjukkan petumbuhan yang cukup baik. Kondisi pertumbuhan jelutung dan tanaman pinang dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.
Pada pemeliharaan kedua ini terdapat 30 batang jelutung dan 20 batang pinang yang mati. Mengingat pada bulan Desember sampai Januari selalu terjadi banjir, penyulaman terhadap
9 tanaman yang mati belum dilakukan. Penanaman bibit yang direndam oleh banjir dapat membuat upaya penyulaman tidak efektif, berupa matinya tanaman yang baru ditanam. Penyulaman akan diupayakan setelah lahan tempat penanaman sudah tidak lagi terkena banjir, yang diperkirakan pada Bulan Pebruari atau Maret tahun 2019.
Tanaman Jelutung 1 Tanaman Jelutung 2
Tanaman Jelutung mati 1 Tanaman Jelutung mati 2
10
Tanaman Pinang 1 Tanaman Pinang 2
Tanaman Pinang mati 1 Tanaman pinang yang terganggu
Gambar 7. Tanaman Pinang
3.1.2. Penanaman kaliandra
Salah satu kegiatan pada Restorasi Gambut Terintegrasi di Desa Seponjen tahun 2018 adalah budidaya lebah madu. Pada saat diperkenalkan, masyarakat sangat antusias untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Masyarakat mengetahui bahwa budidaya lebah madu tidaklah rumit dan yang lebih penting lagi adalah tidak perlu menyediakan pakan komersial seperti halnya budidaya ikan, itik/bebek. Lebah madu yang dibudidayakan dapat mencari sendiri makanannya dari bunga-bunga tumbuhan di sekitar dan bahkan dapat mencapai jarak 200 m – 300 dari stup, dimana mereka bersarang dan memproduksi madu.
Budidaya madu membutuhkan ketersediaan bunga tumbuhan secara terus menerus (tanpa terputus) sebagai sumber bagi lebah untuk mendapatkan nektar. Pada saat stup dan lebah madu
11 didatangkan ke Desa Seponjen, tanaman kemiri, tanaman coklat dan tanaman kelapa sawit masyarakat sedang bebunga sehingga bunga-bunga yang dibutuhkan tersedia. Jika bunga tidak tersedia, maka lebah madu akan meninggalkan stupnya dan akan berpindah ke tempat-tempat dimana bunga-bunga tumbuhan tersedia.
Berdasasrkan atas kebutuhan lebah madu akan bunga tersebut maka perlu dilakukan upaya untuk menyediakan bunga tumbuhan secara terus menerus. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menanam sejumlah jenis tanaman yang waktu berbunganya bersinambung (berurutan) dalam waktu satu tahun dengan jumlah yang cukup. Upaya ini agak rumit karena perlu menanam beberapa jenis tumbuhan yang tentunya setiap jenis memiliki sifat-sifat yang berbeda serta selalu terjadinya pergeseran waktu berbunga akibat pengaruh lingkungan seperti bergesernya musim kemarau atau musim hujan.
Upaya yang lebih sederhana adalah menanam satu jenis tumbuhan yang berbunga sepanjang tahun (terus menerus) dengan jumlah bunga yang banyak per pohonnya. Tumbuhan yang memiliki sifat tersebut diantaranya adalah kaliandra (Caliandra calothyrsus). Tumbuhan yang termasuk ke dalam famili Fabacea atau polong-polongan ini bersifat cepat tumbuh, mudah tumbuh, sebaran tempat tumbuh luas dan mudah dibudidayakan. Bentuk tumbuhan dan bunga kaliandra (Caliandra
calothyrsus) ini dapat dilihat pada Gambar 8. Tanaman kaliandra (Caliandra calothyrsus)
bercabang banyak, memiliki bunga pada setiap cabang dan bunganya bersifat majemuk (adalam satu tangkai bunga terdapat banyak bunga) dan waktu mekar yang berbeda dalam satu tangkai bunga. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi jumlah dan waktu mekarnya, kaliandra (Caliandra
calothyrsus) memiliki bunga yang banyak dan bunga mekar sepanjang tahun.
Pohon Kaliandra Pohon Kaliandra dengan Bunga
Bunga Kaliandra Bunga dan Calon Bunga Kaliandra
12 Pada kegiatan ini, tim RGT Badan Restorasi Gambut dari Universitas Jambi, telah mendatangkan sekitar seribu benih kaliandra (Caliandra calothyrsus) ke Desa Seponjen dari supplier benih di Bogor, Jawa Barat (Gambar 9). Benih tersebut sudah dikecambahkan pada bak tabur (seed bed) dan selanjutnya kecambah akan disapih ke dalam media sapih. Media sapih berupa campuran top
soil dan pupuk kandang dengan perbandingan 3 : 1 yang dimasukkan ke dalam polybag ukuran
15 cm x 5 cm. Pengecambahan benih kaliandra (Caliandra calothyrsus) dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 9. Benih kaliandra (Caliandra calothyrsus)
Gambar 10. Bak tabur benih kaliandra (Caliandra calothyrsus)
Bibit kaliandra (Caliandra calothyrsus) yang sudah siap tanam dibagikan kepada petani peserta kegiatan lebah madu. Setiap petani diberikan sebanyak 20 bibit kaliandra (Caliandra calothyrsus) untuk ditanam pada lahan miliknya yang berdekatan dengan lokasi penempatan stup madu lebah. Titik tanam pada lahan disesuaikan dengan ruang/tempat yang tersedia antar tanaman yang sudah ada pada lahan.
3.2. Revitalisasi
3.2.1. Budidaya jahe merah
Budidaya daya jahe merah merupakan hal yang baru bagi masyarakat Desa Seponjen, karena selama ini mereka hanya mengusahakan tanaman padi dan jagung yang ditanam setiap bulan Juni dan dipanen akhir bulan September. Hal ini disebabkan dibulan lainnya terjadi banjir sehingga masyarakat tidak dapat melakukan kegiatan bercocok tanaman. Di samping menanam tanaman pangan masyarakat Seponjen juga melakukan budidaya tanaman perkebunan yaitu sawit, kakao dan pinang, Umumnya masyarakat memiliki lahan gambut dengan luasan 0,5 – 2 Ha. Mata
13 pencaharian lain yang banyak juga dilakukan oleh masyarakat Seponjen adalah buruh tani diperusahaan sawit yang berada di sekitar wilayah tersebut.
Hasil pengamatan dilapangan ternyata masyarakat memiliki lahan pekarangan yang cukup luas dan umumnya tidak termanfaati dengan baik. Oleh karena itu pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanami tanaman jahe merah memiliki prospek yang sangat baik karena jahe merah mudah tumbuh di lahan gambut, bernilai ekonomi tinggi dan memiliki pilihan produk olahan yang cukup banyak.
Tim RGT telah menyerahkan 2000 batang bibit jahe kepada Sekdes Seponjen yang selanjutnya diserahkan kepada 3 RT melalui ketua RT yang terdapat di Seponjen (Gambar 11). Total ada 60 KK yang diberikan bibit jahe merah dan sebanyak 500 batang bibit jahe juga diserahkan ke petani untuk diusahakan dilahan gambut. Pertumbuhan dan perkembangan bibit jahe tersebut cukup baik seperti terlihat pada Gambar 12.
Gambar 11. Bantuan kepada masyarakat berupa bibit jahe merah, pupuk organik dan penanaman bibit jahe merah oleh masyarakat Seponjen
G G
Gambar 12. Pertumbuhan tanaman jahe merah yang ditanaman oleh masyarakat
3.2.2. Usaha Minuman Instant Jahe Merah-Pinang Muda
Di Desa Seponjen sudah terdapat beberapa kelompok tani, namun belum pernah dibentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) yang dapat membantu dalam kegiatan dibidang pertanian. Oleh karena itu Tim RGT telah membentuk 2 Kelompok Wanita Tani (KWT) di Desa Seponjen.
14 Kelompok Wanita Tani (KWT) dibentuk sebagai upaya pelibatan kaum perempuan secara langsung dalam usaha-usaha peningkatan hasil pertanian, seperti menjadi bagian dari motivator dalam adopsi dan pengenalan teknologi tani. Peran ganda wanita tani ini sangat strategis dalam peningkatan produktivitas usaha tani dan berpotensi untuk meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan menuju kesejahteraan rumah tangga petani di pedesaan.
KWT di Desa Seponjen dilibatkan dalam pembuatan aneka pengolahan produk jahe merah. Pada saat ini, kegiatan yang dilakukan masih terbatas pada pembuatan produk instan minuman jahe merah dengan penambahan pinang muda. Tanaman pinang cukup banyak terdapat di Seponjen, dimana produknya dijual dalam bentuk biji kering selama ini.
Hasil pengamatan di lapangan ternyata ibu–ibu anggota KWT di Desa Seponjen yang terlibat dalam pembuatan minuman jahe merah-pinang muda sangat bersemangat dalam melakukan kegiatan ini. Hal ini disebabkan oleh karena mereka selama ini belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana cara melakukan pengolahan produk jahe merah yang mempunyai nilai jual sehingga bisa menambah pendapatan keluarga. Formula dan bagan alir pembuatan minuman jahe merah-pinang muda instans dapat dilihat pada Gambar 13. Suasana pelatihan pembuatan minuman instan jahe merah-pinang muda untuk ibu-ibu KWT Desa Seponjen ditampilkan dalam Gambar 14.
15 Gambar 14. Kegiatan Kelompok Wanita Tani (KWT) Desa Seponjen dalam pembuatan minuman jahe merah-pinang muda instan
3.2.3. Budidaya Tanaman Jagung di Lahan Gambut
Sebagian dari masyarakat di Desa Seponjen juga melakukan kegiatan penanama tanaman jagung, dimana di Desa Seponjen juga telah mendapatkan bantuan alat dari pemerintah berupa alat perontok jagung. Dalam hal ini Tim RGT dari Universitas Jambi juga memberikan bantuan berupa pupuk dan bibit jagung untuk diusahakan oleh beberapa orang petani terpilih untuk mendapatkan bantuan tersebut (Gambar 15).
Gambar 15. Budidaya tanaman jagung di Desa Seponjen
Dari hasil pengamatan di lapangan, tanaman jagung yang ditanam di lahan gambut ternyata tumbuh tidak seragam walaupun sudah dilakukan pemberian pupuk (Gambar 15, C). Hal ini diduga varietas jagung yang digunakan belum sesuai untuk lahan gambut di Desa Seponjen.
16 Disamping itu juga kendala lain yang ditemukan di lapangan adalah hama babi yang memakan tanaman jagung cukup tinggi walaupun sudah diupayakan pembuatan pagar menggunakan jaring dan terpal.
3.2.4. Budidaya Ikan Gurame
Kegiatan Budidaya ikan merupakan lanjutan dari budidaya sebelumnya sehingga memanfaatkan keramba jaring apung yang sudah ada. Faktor penting yang kita bicarakan dengan masyarakat pada awal kegiatan tahun 2018 adalah jenis ikan yang cocok dibudidayakan, sumber bibit ikan, lingkungan budidaya dan pakan yang akan digunakan. Setelah melakukan audiensi dengan masyarakat dan mengetahui beberapa masalah dan keinginan masyarakat maka diputuskan untuk budidaya ikan gurame.
Jumlah keramba jaring apung yang sudah ada sebanyak 4 unit yang terdiri dari 14 unit keramba. Jenis ikan yang budidayakan adalah ikan gurame mengingat terdapat banyak sumber makanan di daerah bantaran sungai Seponjen, salah satunya pakan potensial adalah daun sente (daun talas). Proses pengiriman dan penebaran benih ikan gurame dapat dilihat pada Gambar 16.
17 Hasil budidaya ikan gurame selama 1 bulan mengalami pertumbuhan yang sangat baik tanpa ada kematian ikan. Hal ini disebabkan di sungai Seponjen terdapat sumber makanan seperti daun sente dan banyak terdapat tumbuhan azzolla yang merupakan makanan dari ikan gurame. Gambar ikan gurame selama 1 bulan pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Ikan gurame 1 bulan pemeliharaan di karamba masyarakat Desa Seponjen Adapun nama-nama masyarakat Desa Seponjen yang berpartisipasi pada kegiatan budidaya ikan gurame ditampailkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Peserta budidaya gurame
No Nama Alamat Bantuan
1 Marzuki Desa Seponjen, Kecamatan
Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi
Bibit ikan gurame dan pakan 20 kg
2 Ruslan Desa Seponjen, Kecamatan
Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi
Bibit ikan gurame dan pakan 20 kg
3 Muis Desa Seponjen, Kecamatan
Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi
Bibit ikan gurame dan pakan 20 kg
4 Adam Desa Seponjen, Kecamatan
Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi
Bibit ikan gurame dan pakan 20 kg
5 Imron Desa Seponjen, Kecamatan
Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi
Bibit ikan gurame dan pakan 20 kg
6 Zainal Desa Seponjen, Kecamatan
Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi
Bibit ikan gurame dan pakan 20 kg
7 Slan Desa Seponjen, Kecamatan
Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi
Bibit ikan gurame dan pakan 20 kg
8 Zulkifli Desa Seponjen, Kecamatan
Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi
Bibit ikan gurame dan pakan 20 kg
Sampai saat ini, 8 unit keramba sudah diisi dan sudah melakukan kegiatan budidaya. Target kedepannya adalah bahwa budidaya gurame akan dilakukan oleh 14 orang pembudidaya. Setiap pembudidaya mendapatkan 1 buah keramba jaring apung, 200 ekor bibit dan 20 kg pakan. Pakan
18 komersial masih diberikan pada awal pemeliharaan mengingat benih masih memerlukan pakan yang berkualitas baik. Ikan gurami yang sudah besar diharapkan akan memanfaatkan tumbuhan yang terdapat di sungai kumpeh.
Ikan gurame akan dipanen ketika sudah mencapai berat sekitar 500 gram atau 1 kg terdapat 2 ekor ikan dengan harga pasaran di Jambi sebesar Rp 40.000,- per kg. Untuk meningkatkan efisiensi usaha budidaya gurmai, petani juga dilatih membudidayakan black soldier fly (BSF) yang nantinya akan menghasilkan magot, yang sangat baik sebagai pakan ikan.
3.2.5. Budidaya Black Soldier Fly (BSF)
Kegiatan Budidaya BSF diawali dengan melakukan audiensi dengan masyarakat Desa Seponjen. Dari hasil audensi diketahui bahwa harga pakan untuk budidaya ikan dan bebek relatif mahal sehingga usaha tersebut tidak efisien dan tidak profitable, sehingga dicoba teknologi budidaya BSF atau lalat buah. Oleh karena itu, untuk mengurangi ketergantungan akan pakan komersial yang harganya cukup mahal tersebut, maka dikenalkan kepada petani bebek dan ikan teknologi budidaya BSF yang nantinya akan mengahasilkan magot. Magot mengandung protein sangat tinggi (40%) sehingga nanti dapat digunakan sebagai pakan bebek maupun ikan gurami. Sebanyak 5 peserta sebagai pionir terlibat dalam kegiatan budidaya BSF dan telah diberi pelatihan pembuatan kandang, budidaya dan penanganan pasca panennya (Gambar 18).
Gambar 18. Masyarakat berpartisipasi dalam pembuatan kandang BSF
Adapun nama-nama masyarakat yang melakukan proses budidaya BSF terdapat pada Table 2. Target kedepannya adalah setiap petani yang memiliki budidaya ikan dan bebek juga memiliki budidaya BSF sebagai sumber pakan ikan atau bebek mereka. Setiap pembudidaya mendapatkan 1 unit kandang, bibit BSF dan pakan starter (bungkil inti sawit).
19 Tabel 2. Peserta budidaya BSF
No Nama Alamat Bantuan
1 Sabli Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh,
Kabupaten Muaro Jambi
Alat dan Bahan kandang maggot
2 Saman Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh,
Kabupaten Muaro Jambi
Alat dan Bahan kandang maggot
3 Marzuki Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh,
Kabupaten Muaro Jambi
Alat dan Bahan kandang maggot
4 Zainal Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh,
Kabupaten Muaro Jambi
Alat dan Bahan kandang maggot
5 Hamidi Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh,
Kabupaten Muaro Jambi
Alat dan Bahan kandang maggot
Hingga saat ini maggot yang dihasilkan belum begitu maksimal dikarenakan kandang terlalu kecil sehingga maggot yang dihasilkan terbatas. Serba serbi kegiatan budidaya BSF dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20.
Bibit BSF Serah terima bibit BSF Persiapan pakan BSF
Gambar 19. Perkembangan BSF
20 Target kedepan adalah membuat kandang dengan bentuk kolam dengan media tumbuh bungkil inti sawit sehingga dapat diharapkan produksi maggot akan melimpah. Dengan ketersediaan maggot yang cukup, maka budidaya ikan dan bebek akan lebih efisien dan profitable.
3.2.6. Budidaya Bebek
Pada kegiatan budidaya bebek, dilakukan 3 kegiatan yaitu :
1. Peneteasan menggunakan mesin tetas.
Penyuluhan dan pelatihan penetasan menggunakan mesin tetas semi automatis (Gambar 21) sudah dilakukan kepada peternak bebek, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Dari sini dapat pelajaran bahwa petani Seponjen kurang suka jika kegiatan tersebut terlalu banyak melibatkan tenaga dan waktu mereka.
Gambar 21. Penetasan telur bebek di Desa Seponjen
2. Pengenal teknologi telur asin
Pelatihan pembuatan telur asin sudah dillakukan kepada 15 anggota KWT Desa Seponjen dengan hasil yang sangat baik. Peserta pun sangat antusias dan semangat. Namun kegiatan ini belum bisa dilanjutkan karena produksi telur bebek dari kelompok tani bebek Seponjen belum mencukupi. Oleh karena itu, kegiatan kita tunda sampai produksi telur sudah memadai. Serba serbi kegiatan pelatihan pembuatan telur asin ditampilkan pada Gambar 22.
21 Gambar 22. Serba-serbi pelatihan pembuatan telur asin
3. Pembuatan Probio Seponjen-Duck
Isolasi bacteri dari usus itik yang hidup di air gambut dan di tanah gambut sudah dilakukan guna mendapatkan probio yang cocok diberikan kepada hewan yang hidup di daerah gambut guna meningkatkan efisiensi produksinya. Selain itu juga dapat mengurangi bau ammonia dari kandnag. Proses isolasi bacteri dan proses perbanyakan bacetri dapat dilihat pada Gambar 23.
22 Gambar 23. Proses isolasi bacteri dari saluran pencernaan itik yang dipelihara di lahan gambut
Tabel 3. Nilai pH saluran pencernaan itik yang dipelihara di lahan gambut
23 Gambar 24. Label Probio Seponjen-Duck
Hasil uji coba probio Seponjen-Duck pada DOD hingga berumur 90 hari dapat dilihat pada table berikut. Pemberian 10 ml Probio Seponjen-Duck/liter air setiap hari pada itik local dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, menurunkan kolesterol dan kadar trigleserida darah.
24
3.2.7. Budidaya lebah madu
Kelompok tani lebah madu di Desa Seponjen sudah mendapat bantuan sebanyak 3 stup lebah dengan target bantuan sebanyak 10 stup lebah. Stup lebah dibeli dari peternakan lebah yang ada di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci dan jenis lebah yang dibudidayakan adalah Apis
cerana. Spesies lebah cerana berawal dari wilayah dataran Asia, menyebar hingga Cina, Jepang,
Vietnam, Thailand dan Myanmar. Jenis lebah dan srah terima stup lebah kepada kelompok tani lebah ditampilkan pada Gambar 25.
Apis cerana
Serah terima stup lebah madu
Gambar 25. Jenis lebah dan serah terima stup lebah madu kepada ketua kelompok tani Petani yang tergabung dalam kelompok lebah madu juga sudah diberi pelatihan teori dasar budidaya lebah madu, pengolahan madu dan prakek budidaya madu. Serba-serbi kegiatan pelatihan dapat dilihat pada Gambar 26.
25
Instruktur memberi penyuluhan Instruktur memberi penjelasan tentang stup
Petani inspeksi lebah dan sarangnya
Peserta sangat semangat dan antusias mengikuti pelatihan Gambar 26. Pelatihan budidaya lebah madu di Desa Seponjen
3.2.8. Studi dampak kegiatan terhadap social dan ekonomi masyarakat
Studi ini dilakukan dengan survey langsung ke lapangan dengan mewawancarai setiap petani yang ikut dalam 6 kegiatan (budidaya bebek, gurami, BSF, jahe merah, lebah madu, jelutung/pinang dan industry rumah tangga minuman jahe merah-pinang muda) yang dilakukan oleh tim RGT di Desa Seponjen. Terdapat 8 item yang dianyakan kepada partisipan untuk mengetahui pola sosial masyarakat yang diberikan bantuan. Items tersebut meliputi motivasi, disiplin, keingintahuan akan ilmu baru, jiwa juang, kerjasama, pola bekerja, pandangan dalam menghadapi kehidupan perekonomian dan peningkatan penghasilan. Sekitar 30 kuisioner disebar, dalam kuisioner tersebut
26 ada yang ditanyakan kepada praktisi mendapat bantuan dan ada pada masyarakat tanpa diberikan sentuhan apapun sebagai kontrol.
Dalam kusioner tersebut dilakukan wawancara face to face dan sistem kelompok dengan mengambil metode snow ball. Dengan demikian satu jawaban yang akurat dapat diambil untuk menjadi laporan surveri kuisioner. Kusioner terhadap pelaku non bantuan diambil untuk koreksi atau kontrol terhadap kekurangan program bantuan yang diberikan. Dokumentasi kegiatan wawancara dapat dilihat pada Gambar 27.
Tarmizi (kegiatan budidaya bebek) Hamdi (kegiatan budidaya BSF)
Pak Mu’is (kegiatan budidaya gurame) Bu Fitri (kegiatan budidaya jahe merah_
Pak Zainuddin (kegiatan intercroping pinang dan jelutung)
KWT industry produk jahe merah-pinang muda
Martoni (kontrol- bukan peserta kegiatan)
27
BAB 4. PEMBAHASAN
4.1. Sejarah Kehidupan Sosial Masyarakat Seponjen Tempo Doeloe
Seponjen artinya “sepunjutan” yang berarti sewadah. Masyarakat Seponjen aslinya adalah suku melayu Jambi. Pola kehidupan orang melayu di Seponjen cenderung untuk saling bekerjasama satu sama lain. Wujud kerjasama mereka dilihatkan dalam menghadapi perhelatan acara besar seperti pesta pernikahan, ataupun gotong royong dalam memanen hasil sawah.
Zaman dahulu Seponjen merupakan rimba yang sangat besar, hanya satu atau dua buah rumah yang berada di Desa Seponjen. Rimba terus dibuka dan dikembangkan dari sawah menjadi ladang bercocok tanam lainnya. Dalam kegiatan persawahan terkenal dengan sistem kerjasama baselang. Baselang yaitu kegiatan bahu membahu dalam mengelola sawah perorangan secara kerjasama secara bergiliran bantu membantu. Pola kearifan lokal masyarakat Seponjen yang sangat apik ini merupakan potensi yang sangat besar dalam mengembangkan program community development. Mayarakat yang ramah, cenderung lebih tulus dalam memberi bantuan. Mereka hanya focus membuat senang hati orang yang beramah tamah dengan mereka juga. Potensi ini akan baik dimanfaatkan, asal bisa diarahkan dengan baik. Namun, apabila salah dalam mengarahkan bisa saja menjadi boomerang dalam mengembangkan program.
Rimba dahulunya sangat banyak, pohon-pohon besar. Pohon-pohon yang sangat eksotis dan merupakan sumber biodiversity vegetasi khas hutan rawa gambut. Konon dahulu, seiring dengan amannya rimba Seponjen maka lingkungan berada dalam keadaan stabil. Seperti contoh ikan-ikan besar dan ikan kecil beserta udang sangat banyak sekali dalam aliran air sungai Seponjen. Namun, pada saat ini jumlah ikan-ikan besar sangat sedikit sekali bahkan tidak ada lagi. Hal ini dapat diasumsikan bahwa selama pengurangan jumlah pohon-pohon di rimba Seponjen membuat kualitas lingkungan tanah, air, dan atmosfer yang menurun. Sehingga membuat banyak ikan besar bahkan udang punah.
Keadaan yang semakin menurun dari segi lingkungan maka akan menurunkan tingkat ekonomi masyarakat. Pola kehidupan sosialpun menjadi berubah. Dari biasanya sering bekerjasama dengan kearifan local, sekarang masyarakat berubah menjadi individual sehingga semua dilaksanakan kebanyakan dengan sistem upah. Persaingan ekonomi semakin meningkat, menyebabkan masyarakat bersaing untuk memiliki kebun dan banyak memanjakan diri hanya berharap dari gaji PT sawit di sekitar wilayah Seponjen. Hal ini juga disebabkan oleh karena Seponjen dikelilingi oleh perusahan sawit, diantaranya WSI dan BBS.
28
4.2. Pengaruh Program-Program RGT Terhadap Perkembangan Kehidupan Sosial Masyarakat
Masyarkat Seponjen sangat menerima apapun sesuatu yang baru. Reaksi masyarakat terhadap program–program yang dilakukan oleh tim RGT sangat baik dan sangat antusias untuk mengikuti. Hanya saja, dalam pelaksanaannya mayarakat masih sangat membutuhkan bimbingan yang sangat menyentuh sekali. Pendekatan ke masyarakat sebaiknya adalah pendekatan yang berhasil memupuk kearifan lokal yang sudah lama hilang.
Pemupukan kearifan local merupakan pendekatan dari hati ke hati dan pemantauan atau pengawasan tiap program harus mengena terhadap setiap yang menerima program. Dalam menerima program dan mempraktekkannya tidak semua berhasil melakukan. Bisa saja karena faktor dari dalam yaitu “Faktor kriteria sosial individu penerima program itu sendiri” ataupun faktor dari lingkungan dan pemahaman ilmu yang belum baik dalam mengembangkan program yang diikuti.
Program yang sangat berhasil nampak memberikan perubahan sosial yang sangat signifikan adalah pada rogram kegiatan ibu-ibu dalam pengelolaan pasca panen. Rata-rata motivasi, jiwa juang, kedisiplinan, dan pengetahuan akan ilmu baru tiap pelaku program berkembang sangat baik. Selain itu jiwa sosial ibu-ibu semakin berkualitas karena bisa berkumpul dan berdiskusi dalam menyelesaiakan masalah pembuatan wedang ataupun masalah–masalah kehidupan lainnya. Adanya jiwa pemurung selama ini, sekarang berubah menjadi lebih ceria lagi akibat adanya kegiatan yang dikenalkan oleh tim RGT. Ibu-ibu yang selama ini di rumah saja memiliki pikiran yang terpendam dan cenderung pesimis, namun dengan adanya pertemuan ibu-ibu ini, wanita tersebut menjadi lebih terbuka pikiran dan bisa bercerita permasalahannya kepada teman satu perjuangan program jahe merah-pinang muda. Berdasarkan jumlah kuisioner terhadap pelaku program jahe merah-pinang muda, hampir 100% berdampak positif terhadap perubahan pola kriteria sosial individu. Dengan demikian, berharap bantuan ini akan terus mengembangkan programnya, hingga bisa mencapai sasaran BUMDES Seponjen.
Hasil survey terhadap 3 orang responden yang dilakukan oleh Tim RGT di Desa Seponjen terhadap dampak dari kegiatan BRG yang ada di desa tersebut memperlihatkan adanya perubahan sikap dari masyarakat Seponjen seperti terlihat pada Tabel di bawah ini. Dengan adanya kegiatan BRG masyarakat di Desa Seponjen merasakan adanya dampak positif bagi kehidupan mereka tapi belum terlihat dalam peningkatan penghasilan karena kegiatan budidaya jahe baru dilaksanakan (Tabel 6). Oleh karena itu budidaya jahe merah memiliki prospek yang cukup cerah untuk dikembangkan di Desa Seponjen.
29 Tabel 6. Dampak kegiatan budidaya jahe merah terhadap kehidupan social masyarakat Seponjen
No Kriteria Sosial Rata-Rata Sikap Responden
Sebelum Kegiatan
Setelah Kegiatan
1 Motivasi Biasa Saja
Semangat untuk terus budidaya jahe merah
2 Kedisiplinan Biasa Saja Lebih disiplin
3
Pengetahuan Akan Ilmu
Baru Belum ada Ilmu budidaya bertambah
4
Jiwa Juang
Kurang karena terkendala dengan banjir
Lebih semangat karena mengetahui arah manfaat dari hasil panen jahe merah nantinya
5
Kerjasama Lebih fokus
keusaha sendiri Menjadi lebih sering untuk sosialisasi
6 Pola Bekerja
Kurang keartif (cendrung) malas
Lebih teratur karena lebih fokus untuk membagi waktu
7 Pandangan Dalam
Menghadapi Kehidupan Perekonomian
Masih susah Sudah ada peningkatan
8 Peningkatan Penghasilan -
Belum nampak karena kegiatan masih baru dilaksanakan
Hasil survey terhadap kriteria sosial untuk kegiatan pengolahan jahe merah dan pinang muda menjadi minuman instan di Desa Seponjen memperlihatkan adanya perubahan perilaku dari ibu-ibu di Desa Seponjen kearah yang lebih baik. Dimana sebelumnya mereka cendrung lebih malas dan bersosialisasi hanya saat kegiatan yasinan saja. Dengan dibentuknya Kelompok Wanita Tani ini oleh Tim RGT dalam usaha pengolahan jahe merah membuat ibu-ibu di Desa Seponjen lebih semangat dan adanya meningkatkan pengetahuan, apalagi produk mereka sudah digunakan dalam acara BRG di Jakarta (Gambar 28). Akan tetapi mereka merasakan belum adanya peningkatan penghasilan individu karena kegiatan masih dilakukan dalam skala kelompok (Tabel 7).
30 Tabel 7. Dampak kegiatan industri jahe merah-pinang muda terhadap kehidupan social masyarakat Seponjen
No Kriteria Sosial Rata-Rata Sikap Responden
Sebelum Kegiatan Setelah Kegiatan
1 Motivasi
Belum tahu apa-apa tentang
manfaat jahe merah
Semangat untuk bikin terus
2
Kedisiplinan Berjuang ala
kadarnya
Lebih disiplin, karena lebih tertantang untuk mengatur waktu untuk produksi jahe merah pinang muda
3 Pengetahuan Akan
Ilmu Baru
Kurang lebih cenderung fokus ke rumah tangga
Ilmu bikin wedang jahe bertambah
4 Jiwa Juang Banyak rasa malas
Cenderung lebih semangat, hanya saja terkendala dalam stok bahan baku (Jahe Merah, Kulit Manis) yang sangat minim
5 Kerjasama Biasa-biasa saja Menjadi lebih sering untuk sosialisasi
6 Pola Bekerja
Belum tahu apa-apa tentang
manfaat jahe merah
Lebih teratur karena lebih fokus untuk membagi waktu 7 Pandangan Dalam Menghadapi Kehidupan Perekonomian Berjuang ala kadarnya
Belum berdampak banyak, karena dibuat secara kelompok
8
Peningkatan
Penghasilan -
Belum nampak, yang nampak hanyalah penghasilan kelompok
Bantuan program budidaya lebah madu walaupun baru beberapa minggu, tetapi sangat menunjukkan perubahan positif. Selain mendapatkan ilmu baru, pelaku program juga mendapat manfaat yaitu mengisi waktu luang sehingga kualitas kehidupan dan pemikiran menjadi lebih meningkat. Dalam pembicaraan sehari-hari tidak lagi membahas yang tidak bermanfaat, namun dengan adanya kegiatan budidaya lebah madu tersebut, masyarakat lebih banyak diskusi hal yang positif dan berusaha terus belajar mengembangkan budidaya lebah madu. Seperti halnya kegiatan industry bubuk jahe, kegiatan budidaya lebah madu juga dapat memupuk kekompakan warga di masyarakat.
Bantuan budidaya BSF, dari 5 orang pelaku budidaya, satu orang yang bernama Hamdi sangat antusias dan sangat apik dalam merawat BSF, selain itu beliau juga mandiri dan giat menyempurnakan usaha magotnya. Sampai sa’at ini, keuntungan yang mereka peroleh dari budidaya BSF diantaranya tersedianya pakan ayam kampong an ikan yang cukup baik dan tersedia setiap sa’at. Setiap hari, ayam kampung yang dimiliki Pak Hamdi mengkonsumsi maggot yang dibudidaya oleh pak Hamdi sendiri.
31 Pak Hamdi sangat baik dalam budidaya BSF dan mampu mengatasi permasalahan budidaya, sehingga hasil survey meyimpulkan bahwa bapak Hamdi sangat baik dijadikan pioneer dalam budidaya maggot. Selain itu bisa diikuti oleh pak Saman dan pak Tarmizi. Walaupun demikian bimbingan masih tetap diperlukan hingga produknya dapat dikomersialkan. Produk dari budidaya BSF sangat potensi masuk dalam BUMDES Seponjen, dengan syarat bimbingan manajemen usaha dan penyusunan administrasi usaha diberikan secara profesional.
Kegiatan budidaya gurame belum begitu nampak perubahan ekonomi yang signifikan, tapi sangat menjanjikan terutama ditinjau dari aspek ekonomi. Hal ini disebabkan oleh karena ikan gurame sangat adaptif terhadap keadaan stress tinggi seperti suhu tinggi dan keasaman tinggi. Disamping itu, peternak tidak perlu menyediakan pakan komersial yang mahal karena dapat diberikan magot dan pakan alami cukup tersedia di bantaran sungai. Kondisi ini petani menjadi lebih semangat, sehingga mampu memupuk setiap kriteria sosial masyarakat yang positif. Dapat disimpulkan bahwa budidaya gurame sangat cocok dilakukan pada masyarakat Desa Seponjen.
Budidaya jahe merah hanya satu orang yang sangat baik, dan itu diharapkan bisa menjadi pioneer di Seponjen, sama hal kasusnya dalam budidaya maggot. Rata-rata etos kerja yang baik adalah terdapat pada warga yang bukan penduduk asli. Penduduk asli justru lebih manja, pendatang sebagai perantau justru lebih baik dalam mengoptimalkan program bantuan.
Budidaya intercropping Jelutung dan Pinang sangat baik untuk memupuk jiwa juang dan motivasi beserta kedisiplinan. Hanya saja, sangat terkendala oleh banjir, warga cenderung pesimis karena pinang dan jelutung yang ditanam tergenang air bahkan tenggelam. Oleh karena manajemen sekat kanal di Desa Seponjen sangat perlu disempurnakan.
4.3. Dampak Program-Program RGT Terhadap Ekonomi Masyarakat Seponjen
4.3.1. Budidaya Jahe
Hasil survei di lapangan memperlihatkan bahwa tidak semua masyarakat mau memelihara dan merawat bibit jahe merah dengan baik sehingga hanya beberapa orang yang jahe merah bisa tumbuh subur dan sehat. Tanaman jahe merah ini bias dipanen pada umur 7 - 8 bulan, jika ingin digunakan sebagai bibit maka harus dipanen setelah berumur 12 bulan. Usaha budidaya jahe merah ini apabila diusaha dengan serius akan memunculkan mata pencaharian baru. Di samping itu juga akan terlihat dampaknya terhadap ketenagakerjaan, pendapatan masyarakat, dan berkembangnya usaha-usaha lain sebagai efek pengganda ekonomi. Berikut merupakan analisis usaha budidaya jahe merah di Desa Seponjen.
32
1. Biaya yang di keluarkan meliputi :
• Karung : 500 karung x Rp. 1000,- = Rp. 500.000,-
• Pupuk kompos + media : 500 karung x Rp.3.500- = Rp. 1.750.000,- • Pupuk NPK : 500 karung x Rp. 1.000,- = Rp. 500.000,-
• Bibit Jahe : 3 tunas/karung = 1500 x Rp. 1.000,- = Rp. 1.500.000,- • Zat Perangsang rimpang/umbi : Rp.250.000,-
• Lain-lain : = Rp.500.000,-
TOTAL Biaya yang dikeluarkan = Rp.5.000.000,-
2. Hasil Penjualan Jahe Merah
Rata-rata hasil panen jahe merah per karung rata-rata dapat mencapai 3 kg/karung. Jadi asumsi perkiraan total hasil panen
500 karung x 3 kg = 1.500 kg.
Harga per kg jahe merah Rp.15.000,-/kg jadi Hasil penjualan :
1.500 kg x Rp. 15.000 = Rp 22.500.000
Keuntungan atau laba : Rp. 22.500.000,- – Rp. 5.000.000,- = Rp. 17.500.000,-
Berdasarkan perhitungan analisis usaha terlihat bahwa dari hasil budidaya jahe merah yang dapat dilakukan oleh masyarakat Seponjen di lahan pekarangan dengan jumlah tanaman kurang lebih 500 batang atau karung dapat dihasilkan keuntungan atau laba sebesar Rp 17.500.000 per tujuh bulan.
4.3.2. Minuman Instan Jahe Merah Pinang Muda
Berdasarkan perhitungan analisis usaha terlihat bahwa dari hasil usaha pembuatan minuman jahe merah pinang muda instan yang dilakukan oleh KWT di Desa Seponjen dapat dihasilkan keuntungan atau laba sebesar Rp 730.000 setiap pembuatan 5 kg jahe merah (Tabel 8).
33 Tabel 8. Analisis usaha industry minuman jahe merah-pinang muda instan
34
BAB 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari kegiatan ini dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bertambahnya pengalaman masyarakat dalam budidaya beberapa komoditas
2. Partisipasi masyarakat Desa Seponjen mulai meningkat terutama ibu-ibu anggota KWT.
3. Dua produk sudah dihasilkan berupa minuman instan jahe merah-pinang muda dan
Probio Seponjen-Duck, walaupun masih ada beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum dikomersialkan.
4. Terbukanya lapangan kerja baru (IRT minuman instan jahe merah-pinang muda, budidaya
jahe merah dan penjualan buah pinang muda).
5. Pendekatan backcasting scenario lebih efektif dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
dibandingkan dengan forecasting scenario.
6. Program RGT memberikan dampak positif terhadap kehidupan social masyarakat
Seponjen, seperti meningkatnya motivasi, kekompakan, antusias (semangat hidup) dan kepedulian sesama dan kepedulian atas lingkungan gambut.
7. Dari hasil studi tentang dampak kegiatan terhadap kehidupan sosial masyarakat Seponjen
juga dapat disimpulkan bahwa Masyarakat Seponjen lebih menyukai :
a. Kegiatan yang cepat menghasilkan uang (IRT minum jahe-pinang dan telur asin)
b. Kegiatan yang tidak banyak menggunakan tenaga dan input dari mereka (seperti
beternak lebah madu dan budidaya magot memiliki partisipasi masyarakat yang relatif tinggi)
Mengingat masih rendahnya partisipasi masyarakat Seponjen (khususnya bapak-bapak) dalam mengikuti kegiatan restorasi gambut, maka strategi berikut direkomendasikan untuk meningkatkannya.
1. Perlu pendekatan anthropology
2. Lebih banyak berinteraksi dan komunikasi dengan masyarakat, baik langsung maupun
via telepon
3. Mengoptimalkan binaan pada partisipan aktif dan nanti dijadikan sebagai agen2
perubahan
4. Diversifikasi produk jahe, pinang, madu dan magot
35
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanti, D. (2011). Participatory Assessment of Peatland Management for Mitigation of Carbon Emission Environmental System Analysis, Wageningen University.
Afriyanti, D., L. Hein, et al. (2017). "Scenarios for withdrawal of oil palm plantations from peatlands in Jambi Province, Sumatra, Indonesia." Submitted to the Journal of Regional of Envrionmental Changes.
Akagi, S. K., R. J. Yokelson, et al. (2011). "Emission factors for open and domestic biomass burning for use in atmospheric models." Atmos. Chem. Phys. 11(9): 4039-4072.
Blake, D., A. L. Hinwood, et al. (2009). "Peat fires and air quality: Volatile organic compounds and particulates." Chemosphere 76(3): 419-423.
BPPT and Midori-Engineering (2015). Peat Fire and Flood Warning Systems: Ground Water Leverl of Peatlands In Jambi (Jambi 1), Agency for Assessment and Application of Tedhnoloty (BPPT) and Midori Engineering Co Ltd.
Brander, M. and G. Davis (2012). Greenhouse Gases, CO2, CO2e, and Carbon: What Do All
These Terms Mean? Ecometrica.
Cifuentes, L., V. H. Borja-Aburto, et al. (2001). "Assessing the health benefits of urban air pollution reductions associated with climate change mitigation (2000-2020): Santiago, São Paulo, México City, and New York City." Environmental Health Perspectives 109(3): 7. DNPI (2010). Creating low carbon prosperity in Jambi. Jakarta, Indonesia, Dewan Nasional Perubahan Iklim.
GOI (2016). First Nationally Determined Contribution Republic Indonesia.
Hindwood, A. L. and C. M. Rodriguez (2005). "Potential health impacts associated with peat smoke: a review." The Royal Society of Western Australia 88: 6.
Hooijer, A., M. Silvius, et al. (2006). PEAT-CO2, Assessment of CO2 Emission from Drained Peatland in SE
Asia. Delft Hydraulic.
Hooijer, A., R. Vernimmen, et al. (2015). Flooding Projection from Elevation and Subsidence Models for Oil Palm Plantations in the Rajang Delta Peatlands, Sarawak, Malaysia, Deltares report 1207384: 77.
http://globalfloodmap.org (2017).
Inubushi, K., Y. Furukawa, et al. (2003). "Seasonal changes of CO2, CH4 and N2O fluxes in
relation to land-use change in tropical peatlands located in coastal area of South Kalimantan." Chemosphere 52(3): 603-608.
Levine, J. S. (1999). "The 1997 fires in Kalimantan and Sumatra, Indonesia: Gaseous and particulate emissions." Geophysical Research Letters 26(7): 4.
Murdiyarso, D., K. Hergoualc'h, et al. (2010). "Opportunities for reducing greenhouse gas emission in tropical peatlands." PNAS 107(46): 6.
36 Nicholls, R. J., F. M. J. Hoozemans, et al. (1999). "Increasing flood risk and wetland losses due to global sea-level rise: regional and global analyses." Global Environmental Change 9,
Supplement 1: S69-S87.
See, S. W., R. Balasubramanian, et al. (2007). "Characterization and Source Apportionment of Particulate Matter ≤ 2.5 μm in Sumatra, Indonesia, during a Recent Peat Fire Episode."
Environmental Science & Technology 41(10): 3488-3494.
Tata, H. L. and A. Susmianto (2016). Propspek Paludikultur Ekosistem Gambut Indonesia. Prospects of Paludiculture in Peat Ecosystems of Indonesia. Bogor, Indonesia, FORDA PRESS.
Wahyunto, B. Heryanto, et al. (2006). Peta -peta Sebaran Lahan Gambut, Luas, dan Kandungan Karbon di
Papua. Maps of Peatland Distribution, Area, and Carbon Content in Papua. 2000-2001. Bogor, Indonesia, Wetlands
International-Indonesia Programme &Wildlife Habitat Canada (WHC).
Wahyunto, S. Ritung, et al. (2003). Peta Luasan Sebaran Lahan Gambut dan Kandungan Karbon di Pulau
Sumaetra 1990-2002. Maps of Area of Peatland Distribution and Carbon Content in Sumatera 1990-2002. Bogor,
Indonesia, Wetlands International-Indonesia Programme &Wildlife Habitat Canada (WHC).
Wahyunto, S. Ritung, et al. (2004). Peta Sebaran Lahan Gambut, Luas, dan Kandungan Karbon di Kalimantan.
Map of Peatland Distribution Area and Carbon Content in Kalimantan 2000-2002. Bogor, Indonesia, Wetlands
International-Indonesia Programme &Wildlife Habitat Canada (WHC).
Wösten, H., A. Hooijer, et al. (2006). "Tropical peatlands water management modelling of the Air Hitam Laut Catchement in Indonesia " 4(4): 11.