• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Fatwa DSN terhadap Pelaksanaan Akad Ijarah pada

Pembiayaan BMT Itqan Bandung

Analysis of Implementation DSN Akad Ijarah Financing BMT Itqan in Bandung

1Andzari Nurkamilah,2Titin Suprihatin,3Eva Misfah Bayuni. 1,2,3Prodi Keuangan & Perbankan Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung,

Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 email:1Andzarinurkamilah@gmail.com

Abstract. DSN MUI Fatwa No. 09 / DSN-MUI / IV / 2000 on the financing Ijara, Ijara explained that the

object is a benefit of the use of goods and / or services. LKS and obligations in the contract of Ijarah is providing leased goods or services rendered. While the DSN MUI Fatwa No. 44 / DSN-MUI / VIII / 2004 on the financing of multi-service explained that in the case of LKS using Ijara contract, it must meet all the provisions of the fatwa Ijara. In the DSN-MUI Fatwa No. 44 / DSN-MUI / VIII / 2004 on Financing multiservice, explained that a large ujrah or fee must be agreed in advance and is expressed in nominal terms and not as a percentage. In this case the object of the lease of Ijarah transaction can benefit from lease of goods or services benefits. Itqan BMT presents three financing products multiservice the Ijara contract is the purchase of motorcycles, home improvement, and school fees. Practice transactions conducted BMT Itqan in product financing home renovations, tuition benefits provided were not clear. And Ujroh used in these three products as a percentage. The purpose of this study is to determine how the DSN-MUI Fatwa on Ijara agreement on the financing of multi-service, how the implementation of multiservice Ijara financing at BMT Itqan, and how DSN-MUI Fatwa analysis on the implementation of the contract of Ijarah financing Itqan multiservice in BMT. The method used is descriptive with survey data collection techniques, interviews, documentary studies, literature studies and qualitative analysis. The results of the study as a whole in the implementation of the contract of Ijarah financing in BMT Itqan multiservice there are irregularities, this can be seen from the first, on the financing of the purchase of a motorcycle that contract, and Ujroh; The second, on the financing of home renovation that contract, benefits, and Ujroh; Third, the cost of financing schools that contract, benefits, and Ujroh set. It can be concluded that the practice deals in BMT Itqan not in accordance with the provisions of the contract and DSN-MUI.

Keywords : DSN-MUI Instructions, Ijara Agreement, Financing Multiservice.

Abstrak. Fatwa DSN MUI Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah, menjelaskan bahwa

objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa. Serta kewajiban LKS dalam akad ijarah yaitu menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan. Sedangkan dalam Fatwa DSN MUI Nomor 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang pembiayaan multijasa menjelaskan bahwa dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah. Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa, dijelaskan bahwa besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase. Dalam hal ini objek sewa dari transaksi ijarah dapat berupa sewa manfaat suatu barang atau manfaat jasa. BMT itQan menyediakan tiga produk pembiayaan multijasa dengan akad ijarah yaitu pembelian sepeda motor, renovasi rumah, dan biaya sekolah. Praktek transaksi yang dilakukan BMT itQan dalam produk pembiayaan renovasi rumah, biaya sekolah manfaat yang disediakan tidak jelas. Dan ujroh yang digunakan dalam ketiga produk tersebut dalam bentuk prosentase. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Fatwa DSN-MUI tentang akad ijarah pada pembiayaan multijasa, bagaimana pelaksanaan pembiayaan ijarah multijasa di BMT itQan, dan bagaimana analisis Fatwa DSN-MUI tentang pelaksanaan akad ijarah pada pembiayaan multijasa di BMT itQan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan teknik pengumpulan data survei, wawancara, studi dokumentasi, studi kepustakaan, dan analisis kualitatif. Hasil penelitian secara keseluruhan dalam pelaksanaan akad ijarah pada pembiayaan multijasa di BMT itQan terdapat penyimpangan, hal ini dapat dilihat dari pertama, pada pembiayaan pembelian sepeda motor yaitu akad, dan ujroh; kedua, pada pembiayaan renovasi rumah yaitu akad, manfaat, dan ujroh; ketiga, pada pembiayaan biaya sekolah yaitu akad, manfaat, dan ujroh yang ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa praktek transaksi di BMT itQan tidak sesuai dengan ketentuan akad dan Fatwa DSN-MUI.

(2)

A. Pendahuluan

BMT itQan mempunyai beberapa produk pembiayaan yaitu pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, dan pembiayaan konsumtif. Akad yang digunakan dalam pembiayaan yaitu Al-Murabahah, Al-Mudharabah, dan Al-Ijarah.

Transaksi ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.1 Didalam akad ijarah, bank bertindak sebagai pihak yang menyewakan baik sewa manfaat

barang/jasa dan nasabah bertindak sebagai pihak penyewa. “Dalam akad ijarah maka

harus terjadi kejelasan dari unsur-unsur ijarah yang meliputi supplier, objek ijarah,

dan pengguna jasa.”2Dalam hal ini objek sewa dari transaksi ijarah dapat berupa sewa

manfaat suatu barang atau manfaat jasa.“BMT juga menerapkan akad ijarah pada

layanan produk pembiayaan multijasa untuk mengimbangi kebutuhan masyarakat yang

semakin beragam yaitu pendidikan dan kesehatan.”3

Tujuan Penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Fatwa DSN-MUI tentang akad ijarah pada pembiayaan multijasa.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pembiayaan ijarah multijasa di BMT itQan. 3. Untuk mengetahui analisis Fatwa DSN-MUI terhadap pelaksanaan akad ijarah

pada pembiayaan multijasa di BMT itQan. B. Landasan Teori

Pembiayaan dengan menggunakan akad ijarah tertuang dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-DSN-MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. “Pengertian ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa (ma’jur) dan penyewa

(musta’jir) untuk mendapat imbalan atas objek sewa yang disewakannya.”4

Apabila bank/LKS menggunakan akad ijarah dalam pembiayaan multijasa maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada pada akad ijarah. Ketentuan mengenai pembiayaan ijarah adalah sebagai berikut :

Rukun dan Syarat Ijarah:

1. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.

2. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan penyewa/pengguna jasa.

3. Obyek akad ijarah adalah :

a. manfaat barang dan sewa; atau b. manfaat jasa dan upah.

Ketentuan Obyek Ijarah:

1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.

2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam

1Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 181. 2Ajeng Mar’atus Sholihah, Penerapan Akad Ijarah pada Pembiayaan Multijasa dalam Presfektif Hukum

Islam, http://journal.uin-suka.ac.id/media/artikel/AZQ140601-09%20Ajeng%20M.pdf. Diposting tahun 2014, diakses 15 April 2016, pukul 19.31 wib, hlm. 104.

3Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,

2004, hlm. 138, edisi ketiga.

4 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,

(3)

kontrak.

3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan). 4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari'ah.

5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan

jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.

6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.

8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.

9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.manfaat jasa dan upah.

Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah 1. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:

a. Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan b. Menanggung biaya pemeliharaan barang.

c. Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. 2. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:

a. Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak.

b. Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).

c. Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.5

Selain untuk transaksi sewa-menyewa, akad ijarah dapat digunakan dalam pembiayaan multijasa. Pembiayaan Multijasa yaitu pembiayaan yang diberikan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah untuk memperoleh manfaat atas suatu jasa. Pembiayaan multijasa banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang semakin beragam. Pembiayaan Multijasa tertuang dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 44/DSN-DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.

Dalam melaksanaan pembiayaan multijasa bank/LKS dapat menggunakan akad ijarah dan akad kafalah, ketentuan mengenai pembiayan multijasa, sebagai berikut :

Ketentuan Umum

1. Pembiayaan Multijasa hukumnya boleh (ja`iz) dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah.

2. Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Ijarah.

5DSN MUI, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSN-MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah,

http://www.dsnmui.or.id/index.php?mact=News,cntnt01,detail,0&cntnt01articleid=9&cntnt01origid=59& cntnt01detailtemplate=Fatwa&cntnt01returnid=61. Diakses tanggal 5 Juni 2016, pukul 16.30 wib.

(4)

3. Dalam hal LKS menggunakan akad Kafalah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam Fatwa Kafalah.

4. Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee.

5. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.

Penyelesaian Perselisihan

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ketentuan Penutup

Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.6

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Analisis terhadap pelaksanaan akad ijarah pada pembiayaan multijasa, dilihat dari ketentuan objek ijarah serta kewajiban LKS dan nasabah yang tertuang dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, maka penulis melakukan analisis sebagai berikut :

1. Pembiayaan Pembelian Sepeda Motor

Analisis mengenai pelaksanaan pembiayaan pembelian sepeda motor adalah sebagai berikut :

a. Analisis Terhadap Akad

Akad yang digunakan BMT dan nasabah untuk melakukan transaksi pembiayaan pembelian sepeda motor yaitu akad ijarah multijasa. Dalam transaksi ini, BMT menyediakan barang yang diperlukan nasabah yaitu sepeda motor, kemudian nasabah dapat menggunakan dan memanfaatkan sepeda motor tersebut selama jangka waktu yang telah ditentukan. Diakhir akad ijarah multijasa ini, sepeda motor tersebut menjadi milik nasabah dengan menggunakan akad Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT).

Dalam transaksi ini, penulis menilai tidak tepat apabila diawal akad transaksi ini menggunakan akad ijarah multijasa, karena dalam akad

ijarah multijasa nasabah hanya dapat menyewa barang saja dan hak

kepemilikan barang tidak berpindah kepada tangan nasabah. Seharusnya apabila diakhir akad sepeda motor itu akan berpindah hak kepemilikan kepada nasabah, maka diawal akad menggunakan akad Ijarah Muntahia

Bit Tamlik dan telah disepakati oleh kedua belah pihak, hal ini telah

tertuang dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 27/DSN-MUI/III/2002 tentang

Ijarah Muntahia Bit Tamlik yang menyatakan bahwa “perjanjian untuk

melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati

ketika akad Ijarah ditandatangani.”

b. Analisis Terhadap Manfaat

6 DSN MUI, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan

Multijasa,

http://www.dsnmui.or.id/index.php?mact=News,cntnt01,detail,0&cntnt01articleid=45&cntnt01origid=59 &cntnt01detailtemplate=Fatwa&cntnt01returnid=61. Diakses tanggal 5 Juni 2016, pukul 17.30 wib.

(5)

Objek ijarah dalam transaksi pembiayaan pembelian sepeda motor ini menggunakan manfaat barang, hal ini telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah

yang menyatakan bahwa “obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.” Manfaat barang yang disediakan BMT adalah

berupa pembiayaan pembelian sepeda motor, hal ini telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI yang menyatakan bahwa kewajiban LKS sebagai

pemberi manfaat barang atau jasa adalah “menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.”

Manfaat barang dari transaksi pembiayaan untuk pembelian sepeda motor dalam akad sudah dinyatakan secara jelas, dimana BMT menyediakan motor yang diperlukan nasabah dan disewakan kepada nasabah, kemudian nasabah menyewa motor tersebut kepada BMT selama jangka waktu yang telah ditentukan. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan objek ijarah yang tertuang dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah yang menyatakan

bahwa “manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.”

c. Analisis Terhadap Fee/Ujroh

Fee (ujroh) merupakan hak bagi BMT atas pekerjaan yang telah

dilakukannya dalam pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh nasabah. BMT itQan menetapkan fee (ujroh) yang harus dibayarkan nasabah kepada BMT itQan adalah 3% setiap bulannya dari jumlah pembiayaan yang diberikan oleh BMT. Dengan demikian pembayaran

fee (ujroh) yang dibayarkan nasabah kepada BMT menggunakan

prosentase, bukan nominal. Praktek ini tidak sesuai dengan Fatwa DSN-MUI DSN-DSN-MUI Nomor 44/DSN-DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa. Dimana dalam Fatwa tersebut dijelaskan bahwa “besar ujrah atau fee harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal

bukan dalam bentuk prosentase.”

Setelah BMT menyediakan barang yang diperlukan nasabah dan menyewakan barang tersebut kepada nasabah, nasabah berkewajiban untuk membayar ujroh sebagai pembayaran sewa dikarenakan BMT telah menyediakan barang yang diperlukan oleh nasabah, sehingga BMT berhak untuk menerima fee/ujroh dari nasabah. Hal ini telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah yang menyatakan bahwa “sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli

dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.”

Pembayaran sewa yang harus dibayarkan oleh nasabah kepada BMT dalam bentuk uang, hal ini sesuai dengan Fatwa DSN-MUI yang

menyatakan bahwa “pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.”

2. Pembiayaan Renovasi Rumah

Analisis mengenai pelaksanaan pembiayaan renovasi rumah adalah sebagai berikut :

(6)

Akad yang digunakan oleh BMT dan nasabah dalam transaksi pembiayaan renovasi rumah ini yaitu akad ijarah multijasa. Dimana dalam pelaksanaan akad ijarah multijasa ini, BMT berkewajiban menyediakan barang atau jasa yang diperlukan nasabah. Namun dalam prakteknya BMT hanya menyediakan sejumlah dana yang dibutukan oleh nasabah untuk renovasi rumah dan BMT mewakilkan kepada nasabah untuk membeli keperluan renovasi rumah. Sehingga dari transaksi tersebut, penulis menilai tidak tepat apabila didalam transaksi ini BMT hanya menggunakan akad ijarah multijasa saja, seharusnya di dalam transaksi ini menggunakan akad wakalah juga.

b. Analisis Terhadap Manfaat

Objek ijarah dalam transaksi pembiayaan renovasi rumah ini tidak menggunakan manfaat barang maupun manfaat jasa, hal ini tidak sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-MUI/VI/2000 tentang

Pembiayaan Ijarah yang menyatakan bahwa “obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.” Jasa adalah perbuatan

yang baik dan bernilai dan dibutuhkan oleh orang lain. Namun manfaat jasa dari transaksi pembiayaan untuk renovasi rumah yang dilakukan BMT itQan tidak jelas, karena dalam transaksi ini BMT hanya memberikan sejumlah dana yang diperlukan nasabah dan BMT mewakilkan kepada nasabah untuk membeli keperluan yang dibutuhkan untuk renovasi rumah, sehingga BMT tidak melakukan suatu jasa apapun terhadap nasabah. Hal ini tidak sesuai dengan Fatwa DSN-MUI yang

menyatakan bahwa “manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak”,

c. Analisis Terhadap Fee/Ujroh

Dalam pelaksanaan akad ijarah pada pembiayaan multijasa ini, BMT itQan menetapkan fee (ujroh) yang harus dibayarkan nasabah kepada BMT itQan adalah 3% setiap bulannya. Dengan demikian pembayaran

fee (ujroh) yang dibayarkan nasabah kepada BMT menggunakan

prosentase, bukan nominal. Praktek ini tidak sesuai dengan Fatwa DSN-MUI DSN-DSN-MUI Nomor 44/DSN-DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan

Multijasa. Dimana dalam Fatwa tersebut dijelaskan bahwa “besar ujrah

atau fee harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal

bukan dalam bentuk prosentase.”

Setelah nasabah mendapatkan pembiayaan renovasi rumah dengan menggunakan akad ijarah multijasa, nasabah diwajibkan untuk membayar ujroh kepada BMT. Hal ini telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-DSN-MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah yang

menyatakan bahwa “sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan

dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah

dalam Ijarah.” BMT menetapkan pembayaran sewa yang harus

dibayarkan oleh nasabah kepada BMT dalam bentuk uang, hal ini sesuai dengan Fatwa DSN-MUI yang menyatakan bahwa “pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama

dengan obyek kontrak.”

Namun didalam transaksi ini, penulis menilai tidak tepat apabila nasabah tetap membayar ujroh sebagai pembayaran sewa sebesar 3%

(7)

kepada BMT, karena dalam prakteknya BMT tidak menyediakan jasa yang diperlukan untuk memenuhi keperluan nasabah, sehingga BMT tidak berhak untuk menerima ujroh dari nasabah. Dikhawatirkan fee (ujroh) yang dibayarkan nasabah muncul dari persewaan uang yang diberikan BMT kepada nasabah. Sudah jelas bahwa transaksi persewaan uang tidak diperbolehkan dalam Islam.

3. Pembiayaan Biaya Sekolah

Analisis mengenai pelaksanaan pembiayaan biaya sekolah adalah sebagai berikut :

a. Analisis Terhadap Akad

Akad yang digunakan oleh BMT dan nasabah dalam transaksi pembiayaan biaya sekolah ini yaitu akad ijarah multijasa. Dimana dalam pelaksanaan akad ijarah multijasa ini, BMT berkewajiban menyediakan barang atau jasa yang diperlukan nasabah. Pada kenyatannya BMT hanya menyediakan sejumlah uang yang dibutuhkan oleh nasabah untuk biaya sekolah dan BMT mewakilkan kepada nasabah untuk membeli keperluan biaya sekolah. Sehingga penulis menilai tidak tepat apabila didalam transaksi ini BMT hanya menggunakan akad ijarah multijasa saja, seharusnya di dalam transaki ini BMT menggunakan akad wakalah juga. b. Analisis Terhadap Manfaat

Objek ijarah dalam transaksi pembiayaan biaya sekolah ini tidak menggunakan manfaat barang maupun manfaat jasa, hal ini tidak sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-MUI/VI/2000 tentang

Pembiayaan Ijarah yang menyatakan bahwa “obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.” Jasa adalah perbuatan

yang baik dan bernilai dan dibutuhkan oleh orang lain.

Manfaat jasa dari transaksi pembiayaan untuk biaya sekolah yang dilakukan BMT itQan tidak jelas, karena BMT tidak melakukan suatu jasa apapun terhadap nasabah dan BMT hanya memberikan sejumlah uang yang diperlukan nasabah kemudian BMT mewakilkan kepada nasabah untuk membeli keperluan yang dibutuhkan untuk renovasi rumah. Hal ini tidak sesuai dengan Fatwa DSN-MUI yang menyatakan

bahwa “manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.”

Dalam transaksi ini, BMT tidak menyediakan secara jelas manfat jasa yang diberikan kepada nasabah, sehingga kewajiban LKS dalam transaksi ini tidak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Fatwa DSN-MUI yang menyatakan bahwa kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat

atau jasa yaitu “menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.”

c. Analisis Terhadap Fee/Ujroh

BMT itQan menetapkan fee (ujroh) yang harus dibayarkan nasabah kepada BMT itQan adalah 3% setiap bulannya. Dengan demikian pembayaran fee (ujroh) yang dibayarkan nasabah kepada BMT menggunakan prosentase, bukan nominal. Praktek ini tidak sesuai dengan Fatwa DSN-MUI DSN-MUI Nomor 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa. Dimana dalam Fatwa tersebut dijelaskan bahwa

“besar ujrah atau fee harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk prosentase.”

(8)

Setelah nasabah mendapatkan pembiayaan biaya sekolah dengan menggunakan akad ijarah multijasa, nasabah diwajibkan untuk membayar ujroh kepada BMT. Hal ini telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-DSN-MUI/VI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah yang menyatakan bahwa “sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah

dalam Ijarah.” BMT menetapkan pembayaran sewa yang harus

dibayarkan oleh nasabah kepada BMT dalam bentuk uang, hal ini sesuai dengan Fatwa DSN-MUI yang menyatakan bahwa “pembayaran sewa atau upah boleh berbnetuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama

dengan obyek kontrak.”

Namun didalam transaksi ini, penulis menilai tidak tepat apabila nasabah tetap membayar ujroh sebagai pembayaran sewa sebesar 3% kepada BMT, karena dalam prakteknya BMT tidak menyediakan jasa yang diperlukan untuk memenuhi keperluan nasabah, sehingga BMT tidak berhak untuk menerima ujroh dari nasabah. Dikhawatirkan fee (ujroh) yang dibayarkan nasabah muncul dari persewaan uang yang diberikan BMT kepada nasabah dan sudah jelas bahwa transaksi persewaan uang tidak diperbolehkan dalam Islam.

D. Kesimpulan

Dari ketiga transaksi diatas dapat disimpulkan adanya penyimpangan pada akad yang digunakan dalam ketiga transaksi tersebut, manfaat yang disediakan dalam transaksi pembiayaan renovasi rumah dan pembiayaan biaya sekolah, serta ujroh yang ditetapkan oleh BMT itQan karena ujroh yang ditetapkan BMT dalam bentuk prosentase bukan dalam bentuk nominal.

Daftar Pustaka Buku

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 138, edisi ketiga.

Adrian Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hlm. 103, cetakan pertama.

Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,

2002. Website

Ajeng Mar’atus Sholihah, Penerapan Akad Ijarah pada Pembiayaan Multijasa dalam Presfektif Hukum Islam,

http://journal.uin-suka.ac.id/media/artikel/AZQ140601-09%20Ajeng%20M.pdf. Diakses 15 April 2016.

DSN MUI, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSN-MUI/VI/2000 tentang

Pembiayaan Ijarah,

http://www.dsnmui.or.id/index.php?mact=News,cntnt01,detail,0&cntnt01articlei d=9&cntnt01origid=59&cntnt01detailtemplate=Fatwa&cntnt01returnid=61. Diakses tanggal 5 Juni 2016.

DSN MUI, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang

(9)

http://www.dsnmui.or.id/index.php?mact=News,cntnt01,detail,0&cntnt01articlei d=45&cntnt01origid=59&cntnt01detailtemplate=Fatwa&cntnt01returnid=61. Diakses tanggal 5 Juni 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu masalah dalam penentuan pada metode diferensial adalah mengetahui dan mendeteksi kesalahan dari pengaruh luar serta cycle slip dalam pengamatan,

Orang, proses, atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem informasi yang akan dibuat itu sendiri, jadi walaupun simbol dari actor adalah gambar orang, tapi

Dengan demikian kita dapat melihat bahwasanya perbandingan antara metode Bisection dengan metoda Regula Falsi adalah bahwa dengan menggunakan metode Regula Falsi,

Dalam alur 8 Tindakan Karantina Tumbuhan(8P) yaitu Pemeriksaan, yaitu tindakan untuk mengetahui kelengkapan dan kebenaran isi dokumen serta mendeteksi OPTK/ HPHK;

Metoda geotermometri dapat dipakai untuk mempre- diksi suhu reservoar secara tidak langsung dengan biaya yang tidak terlalu mahal, namun hasilnya tidak melenceng jauh

Untuk menguasai keenam kompetensi dasar tersebut, Anda akan mempelajari materi yang terkait dengan: hakikat kurikulum, hakikat dan prinsip pengembangan kurikulum, model

Apa interpretasi dari pemeriksaan orofaringeal : tonsil : T4/T4, mukosa hiperemis, kripte melebar +/+, detritus +/+ dan pada faring ditemukan mukosa hiperemis dan terdapat granul

Definisi tersebut menyebutkan bahwa corporate communication adalah fungsi manajemen yang menyediakan kerangka kerja yang berguna bagi koordinasi yang baik antara komunikasi internal