• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORI

1. Lanjut Usia (Lansia)

Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1965 yang termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa seorang dikatakan lansia setelah mencapai umur 50 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 1995).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia Kantor Asia Selatan dan Asia Tenggara (WHO SEARO / WHO South East Asia Regional Office) di New Delhi, batasan usia lanjut untuk Indonesia sampai saat ini yaitu 60 tahun keatas (Czeresna, 2000).

Dari beberapa pengertian tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa yang disebut lansia adalah seseorang yang telah berumur 60 tahun keatas. Dimana pada usia ini mengalami perubahan fisik, mental, sosial, dan spiritual yang akan mempengaruhi semua aspek kehidupan yang akan dialami oleh semua orang karena lansia merupakan tahapan dari hidup manusia yaitu kelanjutan dari usia dewasa.

Berbagai masalah fisik / biologi dan sosial akan muncul pada lanjut usia sebagai proses menua dan atau penyakit degeneratif yang muncul seiring dengan menuanya seseorang. Menua merupakan proses yang alamiah yang akan

(2)

dialami oleh setiap individu. Hal ini ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan terkait usia. Perubahan-perubahan terkait usia meliputi penurunan jumlah dan ukuran sel tubuh dan penurunan fungsi, fisik, mental dan sosial (Sahar, 2001).

Pada masa lansia pada umumnya timbul kondisi fisik penurunan jumlah sel-sel otak disertai penurunan fungsi indera pendengaran, penglihatan, pembauan yang sering menimbulkan keterasingan bagi lansia. Kulit juga mengalami perubahan karena penurunan lemak dibawah kulit yang menyebabkan hilangnya elastisitas kulit, sehingga kulit menjadi keriput. Pembatasan gerak yang terjadi pada lansia menyebabkan hilangnya kekuatan otot dan hilangnya masa tulang sehingga gerakan menjadi lambat. Perubahan lain yang paling menonjol pada lansia yaitu terjadinya inkontinensia urin karena penurunan kekuatan otot dasar panggul (Hudak & Carolyn, 1997).

Perubahan mental yang sering terjadi pada lansia diantaranya penurunan daya ingat, depresi, yang muncul akibat hilangnya berbagai fungsi organ tubuh oleh karena bertambahnya usia. Lansia juga mudah tersinggung dan merasa kesepian karena kehilangan pasangan hidup (Hudak & Carolyn, 1997).

Selain perubahan fisik dan mental lansia juga mengalami perubahan sosial. Biasanya ini berkaitan dengan kehilangan pekerjaan akibat masa pensiun, merasa hilang kekuasaan, merasa tidak berguna dan diasingkan. Jika keterasingan terjadi maka lansia akan menolak untuk bersosialisasi dengan lingkungan (Kuntjoro, 2002).

(3)

Proses berkemih yang normal adalah suatu proses dinamik yang secara fisiologik berlangsung dibawah kontrol dan koordinasi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi di daerah sacrum. Sensasi pertama ingin berkemih biasanya timbul pada saat volume kandung kemih mencapai 300 – 600 ml. Umumnya kandung kemih dapat menampung urin sampai lebih kurang 500 ml tanpa terjadi kebocoran. Frekuensi berkemih yang normal adalah tiap 3 jam sekali atau tak lebih dari 8 kali sehari (Ganong W, 2003).

Inkontinensia urin adalah pelepasan urin secara tidak terkontrol dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga dapat dianggap sebagai kondisi yang disebabkan karena usia (Setyono, 2001).

Ini semua dalam kondisi fisiologis, yang berpengaruh pada lansia biasanya terjadi penurunan kemampuan berkemih. Pada lansia terjadi proses menua yang berdampak pada perubahan hampir seluruh organ tubuh termasuk organ berkemih yang menyebabkan lansia mengalami inkontinensia urin. Perubahan ini diantaranya adalah melemahnya otot dasar panggul yang menjaga kandung kemih dan pintu saluran kemih, timbulnya kontraksi abnormal pada kandung kemih yang menimbulkan rangsangan berkemih sebelum waktunya dan meninggalkan sisa. Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna menyebabkan urine di dalam kandung kemih yang cukup banyak sehingga dengan pengisian sedikit saja sudah merangsang untuk berkemih. Hipertropi prostat juga dapat mengakibatkan banyaknya sisa air kemih di kandung kemih sebagai akibat pengosongan yang tidak sempurna (Setiati, 2000).

(4)

Faktor psikologis seperti stress juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pengeluaran urin sebagai efek dari noreepinefrin, yang mana noreefinefrin merupakan hormon yang mempengaruhi kontraksi otot polos yang bekerjanya berlawanan dengan asetilkolin (Guyton , 1995 ) .

Lingkungan juga dapat mempengaruhi terjadinya inkontinensia urin diantaranya pengaruh cuaca atau iklim terutama pada cuaca dingin dan karena letak toilet yang jauh sehingga sebelum mencapai tempatnya sudah tidak dapat menahan air kemih ( Setiati, 2001 )

Inkontinensia urin dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang mengiringi perubahan pada organ tubuh antara lain infeksi saluran kemih, obat-obatan, imobilisasi, dan kepikunan (Farryal, 2000).

2.1. Penyebab Inkontinensia Urin

Inkontinensia urin biasanya diklasifikasikan sebagai inkontinensia stress, urgensi, inkontinensia overflow, inkontinensia fungsional. Inkontinensia stress dimana urin keluar ketika tekanan intrabdominal meningkat seperti pada saat batuk, bersin, tertawa atau latihan. Ini disebabkan karena melemahnya otot dasar panggul. Inkontinensia urgensi merupakan akibat ketidakmampuan untuk berkemih begitu sensasi untuk berkemih muncul. Ini bisa diakibatkan karena aktifitas otot kemih meningkat dan adanya masalah neurologik. Inkontinensia overflow atau aliran yang berlebihan, terjadi jika pengisian kandung kemih melebihi kapasitas kandung kemih dan sebagian urin terlepas secara tidak terkontrol. Ini disebabkan oleh sumbatan seperti

(5)

hipertropi prostat, akibat faktor saraf (pada diabetes) atau obat-obatan. Inkontinensia fungsional yang merupakan inkontinensia tanpa gangguan pada sistem saluran kemih akibat dari dimensia berat, gangguan muskuloskeletal, imobilisasi dan lingkungan yang tidak mendukung (Catherine, 1995).

2.2. Patofisiologi

Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologi juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih di sacrum. Jalur aferen membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medula spinalis (Darmojo, 2000).

Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui penghambatan kerja saraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatik yang mempersarafi otot dasar panggul (Guyton, 1995).

Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, akan merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia urin. Karena dengan kerusakan dapat mengganggu koordinasi antara kontraksi kandung kemih dan

(6)

relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan inkontinensia (Setiati, 2001).

2.3. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada inkontinensia urin secara non farmakologis bisa dilakukan dengan latihan otot dasar panggul atau latihan Kegel, agar otot dasar panggul menjadi lebih kuat dan uretra dapat tertutup dengan baik (Setiati, 2001).

Secara farmakologis yaitu menggunakan obat-obatan untuk merelaksasikan kandung kemih. Ini biasanya dilakukan bila terapi non farmakologis tidak dapat menyelesaikan masalah inkontinensia urin (Setiati, 2001).

Selain farmakologis dan non farmakologis yang menyangkut penyebab inkontinensia urin karena sumbatan atau keadaan patologik dilakukan dengan pembedahan. Sambil melakukan terapi dan masalah medik yang menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu yang dapat digunakan oleh lansia yang mengalami inkontinensia urin seperti kateter, pampers dan komod (Czeresna, 2001). 3. Latihan Kegel

Latihan Kegel adalah latihan yang didesain oleh Arnold Kegel untuk memperkuat otot-otot pubococcygeus, otot seksual, uterus, dan rectum (Mackenzier, 1995).

(7)

Penuaan menyebabkan penurunan kekuatan otot diantaranya otot dasar panggul. Otot dasar panggul berfungsi menjaga stabilitas organ panggul secara aktif, berkontraksi mengencangkan dan mengendorkan organ genital, serta mengendalikan dan mengontrol defekasi dan berkemih (Pudjiastuti & Utomo, 1997).

Latihan Kegel merupakan suatu upaya untuk mencegah timbulnya inkontinensia urin. Mekanisme kontraksi dan meningkatnya tonus otot dapat terjadi karena adanya rangsangan sebagai dampak dari latihan. Otot dapat dipandang sebagai suatu motor yang bekerja dengan jalan mengubah energi kimia menjadi tenaga mekanik berupa kontraksi dan pergerakan untuk menggerakkan serat otot yang terletak pada interaksi aktin dan miosin. Proses interaksi tersebut diaktifkan oleh ion kalsium dan adenotrifosfat (ATP), yang kemudian dipecah menjadi adenodifosfat (ADP) untuk memberikan energi bagi kontraksi otot destrusor (Asikin N, 1984).

Rangsangan melalui neuromuskuler akan meningkatkan rangsangan pada saraf otot polos untuk memproduksi asetilkolin dimana asetilkolin akan meningkatkan permeabilitas membran otot sehingga mengakibatkan kontraksi otot. Energi yang lebih banyak diperoleh dari proses metabolisme dalam mitokondria untuk menghasilkan ATP yang digunakan otot polos pada kandung kemih sebagai energi untuk kontraksi dan akhirnya dapat meningkatkan tonus otot polos kandung kemih (Guyton, 1995).

Cara latihan Kegel adalah dengan melakukan kontraksi pada otot pubococcygeus dan menahan kontraksi tersebut dalam hitungan 10 detik,

(8)

kemudian kontraksi dilepaskan. Pada tahap awal bisa dimulai dengan menahan kontraksi selama 3 hingga 5 detik. Dengan melakukan secara bertahap otot ini akan semakin kuat, latihan ini diulang 10 kali setelah itu mencoba berkemih dan menghentikan urin ditengah (Johnson, 2002).

B. PENELITIAN TERKAIT

Studi literatur menunjukkan tentang penelitian yang berkaitan dengan pengaruh latihan Kegel terhadap frekuensi inkontinensia urin pada lansia adalah penelitian yang dilakukan oleh Wyman J.F. dkk (1998) mengenai keefektifan Kegel, bladder training pada wanita dengan inkontinensia urin / kelemahan otot detrusor. Penelitian ini dilakukan pada tahun 1998 dengan jumlah sampel 204. Metode yang digunakan secara random dan diobservasi selama 3 bulan. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan antara terapi latihan Kegel dengan bladder training. (Lueckenotte, 2000).

C. KERANGKA TEORI

Faktor yang mempengaruhi - Fisiologis - Psikologis - Lingkungan Inkontinensia Urin Penatalaksanaan - Farmakologis - Pembedahan - Modatitas lain seperti kateter - Non farmakologis (Latihan Kegel) Out Put - Frekuensi urin normal

(9)

Sumber : Darmojo. (2000), Czeresna. (2001), Setiati. (2001), Pujiastuti. (1997). D. KERANGKA KONSEP

Berdasarkan kajian terhadap kerangka teori, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Keterangan : Variabel Perancu tidak dianalisa dalam penelitian. Variabel Independen

Latihan Kegel

Variabel Dependen Frekuensi inkontinensia

urin pada lansia

Variabel Perancu

- Pemberian pengobatan (farmakologis) - Pembedahan

- Pemberian kateter

- Jenis makanan atau minuman yang dapat meningkatkan air kemih

(10)

E. VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Independen (bebas)

Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Azis, 2003). Dalam penelitian ini, variabel independennya adalah latihan Kegel.

2. Varibel Dependen (terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Azis, 2003). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah frekuensi inkontinensia urin pada lansia.

(11)

F. DEFINISI OPERASIONAL

1. Latihan Kegel adalah latihan yang digunakan untuk memperkuat otot dasar panggul, yang dilakukan sebanyak dua kali sehari dengan urutan-urutan sebagai berikut :

a. Lansia dianjurkan untuk berdiri. b. Kedua kaki diposisikan terbuka.

c. Lansia diminta untuk mengkontraksikan rectum dan uretra yaitu seperti kalau menahan buang air kecil.

d. Mempertahankan kondisi sebagaimana pada butir c sampai hitungan 3-5 detik, kemudian merelaksasikan.

e. Mengulangi lagi kegiatan sebagaimana butir d sampai 10 kali, dan lansia saat berkemih dianjurkan untuk menghentikan aliran urin beberapa kali. 2. Frekuensi inkontinensia urin (ngompol)

Merupakan kekerapan pengeluaran urin oleh lansia dalam waktu 24 jam dalam seminggu, diukur berdasarkan skala ordinal kategorik dengan kategori sebagai berikut :

a. Frekuensi sering bila berkemih / ngompol lebih dari > 7 kali / 24 jam. b. Frekuensi sedang bila berkemih / ngompol antara 5-7 kali / 24 jam.

c. Frekuensi ngompol jarang bila lansia mengalami ngompol < 5 kali / 24 jam.

G. HIPOTESA PENELITIAN

Ada pengaruh latihan Kegel terhadap frekuensi inkontinensia urin pada lansia.

Referensi

Dokumen terkait

Hujan adalah novel karya Tere Liye yang menceritakan tentang keinginan tokoh utama yaitu Lail yang ingin menghapus memorinya tentang seseorang.. Yang mana ia

Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process ) berfungsi untuk merangkingkan porsi masakan yang ada pada aplikasi tutorial resep masakan tradisional Aceh, sehingga

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengaruh Inflasi, Sukubunga, Profitabilitas, dan

penggabungan bagian Desa Adat oleh Pemerintah

Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel tak sama aspek kognitif diperoleh P-Value interaksi metode dan aktivitas belajar = 0,590 &gt; 0.05, maka

Iklan Baris Iklan Baris JAKARTA UTARA BODETABEK Serba Serbi JAKARTA BARAT RUPA-RUPA Rumah Dikontrakan JAKARTA SELATAN JAKARTA PUSAT JAKARTA SELATAN JAKARTA TIMUR SERVICE REPARASI

Pada umumnnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan

Karena pada MI Muhammadiyah 2 Kedung Banteng sering menggunakan metode ceramah pada pelajaran IPA materi suhu dan energi panas maka guru dan siswa memiliki banyak kendala,