• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penduduk Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai suku etnis dan bangsa yang memiliki ciri khas masing-masing. Dari berbagai suku dan etnis ini, terbentuk suatu kebiasaan dan gaya hidup yang kemudian menghasilkan suatu kebudayaan bernilai tinggi.

Uniknya budaya ini merupakan satu proses akulturasi dari budaya dan faham yang berasal dari luar, misalnya India, Arab dan Eropa. Masyarakat Indonesia yang semula berfaham animisme, kemudian datang Hindu dan Budha yang akhirnya melebur ke dalam faham baru. Begitu juga dengan masuknya Islam dari Arab dan Kristen dari Eropa, juga melebur ke dalam faham yang sudah ada. Dengan proses akulturasi tersebut, akhirnya terbentuk kekhasan budaya, ideologi dan agama tersendiri, yang kemudian menghasilkan satu budaya yang khas( Koenjaraningrat,1994).

Dalam hal berpakaian atau berbusana juga menghasilkan suatu corak atau motif tersendiri, seperti batik, tenun, rajut dan lain sebagainya. Motif-motif pun diciptakan berdasarkan budaya masing-masing sehingga menghasilkan keanekaragaman corak. Apalagi kemudian dalam perkembangannya muncul berbagai kerajaan yang menggunakan sistem feudalisme dimana diciptakan suatu perbedaan antara raja, bangsawan dan rakyat biasa. Dari sinilah muncul berbagai kreasi untuk menunjukkan identitas masing-masing, yang pada masa sekarang merupakan suatu warisan budaya yang tidak ternilai harganya.

Dalam hal kesenian juga muncul suatu corak yang mencerminkan budaya masing-masing, apalagi nantinya dikaitkan dengan upacara-upacara sakral yang terkait dengan upacara keagamaan. Misalnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta, kesenian Wayang Purwa atau Wayang Kulit dipakai dalam upacara ruwatan, nazar

(2)

2 dan kepentingan lainnya. Pada jaman perkembangan Islam di Jawa, wayang kulit digunakan sebagai media dakwah para wali.

Pada jaman modern ini, warisan budaya sudah mulai luntur, terutama karena sebagian besar generasi muda tidak peduli lagi terhadap warisan budaya leluhurnya dan lebih suka mengikuti budaya asing yang menurutnya lebih cocok dengan perkembangan jiwanya. Tetapi justru bangsa asing yang lebih peduli terhadap warisan budaya ini dan mematenkannya sebagai warisan budaya negaranya.

Wayang adalah boneka tiruan orang, yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukkan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda, dan lain-lain), biasanya dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang. Wayang merupakan salah satu bentuk karya seni yang dapat dipakai sebagai sumber pencarian nilai – nilai adalah seni wayang kulit itu sendiri, karena di dalamnya terdapat berbagai ajaran dan nilai etis etika yang bersumber dari nilai etis agama dan juga filsafat. Ajaran – ajaran dan nilai etis itu sudah mempengaruhi atau memenuhi secara objektif / kritis ajaran – ajaran dan nilai tersebut dapat dipakai oleh bangsa Indonesia untuk kelangsungan hidupnya, dan tetap dipakainya ajaran dan nilai – nilai itu oleh bangsa Indonesia khususnya Jawa dari jaman ke jaman. Sehingga wayang, khususnya wayang kulit, masih tetap bertahan hingga saat ini. Kebertahanan budaya wayang hingga saat ini disebabkan oleh pementasan wayang yang masih dan tetap mengandung ajaran – ajaran yang bersifat membangun dan memiliki keunikan dan tradisional(Hazim 1994).

Kebudayaan merupakan suatu instrumen penting dalam masyarakat, masyarakat merupakan suatu paham yang sangat luas dan dapat dipandang dari berbagai macam sudut dan juga berbicara tentang dinamika merupakan suatu perubahan ataupun suatu konsep yang bersifat untuk merubah tanpa menghilangkan identitas tersebut. Tetapi semua perubahan tersebut tetap ada kesamaan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang masih terikat suatu aturan yaitu adat istiadat tertentu (Koenjaraningrat, 1969). Berhubungan dengan itu kebudayaan dan masyarakat terikat erat dengan istitusi ekonomi, politik dan institusi lainnya. Tidak ada masyarakat yang mengembangkan

(3)

3 kebudayaan lebih dulu dan kemudian institusinya, atau sebaliknya. Kebudayaan dan institusi sama-sama vital untuk kelangsungan hidupnya, muncul dan berkembang bersama, dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas budaya memiliki dua dimensi, budaya dan komunal. Komunitas budaya memiliki isi dalam bentuk budaya kusus, dan basis komunal dalam bentuk laki-laki dan perempuan yang berbagi budaya itu. Walaupun berhubungan erat, cukup berbeda untuk di pisahkan dalam pemikiran dan praktek. Sesungguhnya kebudayaan adalah kebudayaandari sekelompok masyarakat, pencipta dan pengembang historis tertentu, semua kebudayaan cenderung memiliki basis etnis tertentu. Maka dari itu adanya keanekaragaman budaya juga menyadarkan pada keaneka ragaman budaya dalam diri. Untuk melihat perbedaan dalam kebudayaan, cenderung mencari perbedaan dalam diri dan belajar memperlakukan mereka secara adil. Menghargai bahwa kebudayaan kita merupakan suatu hasil dari beberapa pengaruh yang berbeda-beda,yang didalamnya terdapat pemikiran-pemikiran yang berbeda dan penafsiran akan budaya yang berbeda pula.

Maka dari itu masyarakat dan kebudayaan merupakan dua instrumen penting dalam kehidupan karena keduanya saling mendukung dan saling melengkapi dalam struktur kehidupan bermasyarakat, jadi toleransi antar kebudayaan memanglah penting diterapkan dalam setiap masyarakat ataupun kelompok-kelompok etnis. Dalam dimensi lain kelompok seni merupakan, suatu kelompok yang mempetahankan budaya tertentu sesuai dengan budaya kelompok tersebut. Mereka mencoba memberikan imbas positif bagi bertahannya budaya lokal setiap daerah mereka masing-masing untuk tetap ada dan eksis dalam jaman sekarang ini yang bisa dikatakan jaman modern. Berbagai cara dan strategi mereka lakukan dan bersaing dengan budaya-budaya modern yang sedang menjamur dikalangan masyarakat, mereka mencoba mempertahankan budaya lokal itu karena ini merupakan suatu budaya yang diwariskan turun temurun yang wajib dijaga dan di kembangkan dalam masyarakat. Salah satu contoh seperti yang akan coba diangkat oleh penulis yaitu tentang komunitas yang mempertahankan seni wayang kulit, sebagai salah satu budaya Jawa yang sudah ada sejak dulu, yaitu adalah kelompok Cinde Laras yang

(4)

4 berada di daerah Klaten, Jawa Tengah dimana kelompok ini merupakan suatu kelompok kecil di Klaten yang tetap memperjuangkan eksistensi wayang kulit.

Pada dasarnya di Klaten dan sekitarnya banyak sekali paguyuban wayang kulit yang ada, tetapi mereka tetap berusaha memperkenalkan seni ini walaupun dalam kelompok yang bisa dibilang baru. Dalam bahasan kali ini strategi apa yang coba kelompok ini lakukan dan juga bagaimana implikasinya terhadap masyarakat dan juga cara-cara yang dilakukan dalam kaitannya dengan wayang kulit dan juga apa saja faktor yang mendukung mereka tetap mempertahankan seni wayang kulit ini.

Rumusan masalah adalah mengenai kondisi atau realitas sebenarnya yang menunjukkan kebertahanan (keeksisan) wayang walaupun dalam mempertahankannya diperlukan keberanian dan kemauan yang keras. Wayang masih tetap ada dan terus berdinamika, lalu hal-hal apa saja yang yang mendukung keberadaan wayang tersebut hingga saat ini ? Selain itu peneliti pun akan menggali lebih mendalam mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam wayang selain unsur seni dan agama, yang membuat wayang tersebut tetap bertahan di era sekarang ini ( Salim, 2006).

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana perkembangan wayang kulit yang ada saat ini di daerah Klaten dan sekitarnya ?

b. Bagaimana strategi komunitas Cinde Laras dalam mempertahankan eksistensi wayang kulit di daerah Klaten?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Mendeskripsikan perkembangan wayang kulit di Klaten.

b. Menggambarkan strategi Komunitas Cinde Laras dalam mempertahankan eksistensi wayang kulit di daerah Klaten.

(5)

5 1.4 Manfaat Penelitian

Judul penelitian ini adalah “ STRATEGI KOMUNITAS CINDE LARAS DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI SENI WAYANG KULIT (Studi kasus Komunitas Cinde Laras di Desa Karangnongko, Kecamatan Kebonarum, Kabupaten Klaten )”. Penulis berharap agar penelitian ini bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis.

a) Secara teoritis, penulis berharap penelitian ini dapat membantu dalam pengembangan ilmu, khususnya tentang budaya atau seni untuk lebih memperkenalkan budaya lokal terhadap masyarakat luas khususnya kepada para generasi muda di daerah Jawa Tengah, agar tidak melupakan dan tidak merasa asing terhadap kesenian lokal wayang kulit. Selain itu penulis pula berharap agar khususnya dan melihat opini – opini yang sedang berkembang di daerah Klaten tentunya kebudayaan lokal seperti wayang kulit ini dapat dilestarikan sampai pada generasi yang akan datang dan seterusnya.

b) Secara praktis, melalui penelitian budaya ini penulis berharap bahwa generasi muda saat ini tidak perlu merasa malu terhadap budaya lokal yang dimilikinya seperti wayang kulit dan bahkan ikut serta dalam upaya pelestarian dan ikut menjadi pelaku seni wayang kulit. Sehingga wayang kulit dapat dinikmati oleh siapa saja dan dari kalangan apa saja.

1.5 Definisi Konsep dan Batasan Penelitian

1.5.1 Strategi dalam mempertahakan pagelaran wayang kulit

Sebagai pertunjukan teatrikal, pertunjukan wayang purwa menggunakan bahasa Jawa, kadang-kadang menggunakan bahasa Jawa kuno/klasik. Dapat dikatakan, bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dari apa yang terlihat tentang sejarah dari daerah ini sekarang, diperkirakan bahwa wayang purwa tumbuh pertama kali di Jawa Tengah, dimana tercatat dalam sejarah mundur ke 732 AD (tarih Masehi) dan pendirian kerajaan hindu Mataram, dimana hanya 200

(6)

6 tahun kemudian tercatat dalam sejarah bahasa, Jawa Timur dan kemudian Bali sebagai pusat kerajaan dimana wayang kulit ditulis.

Walaupun pada syair/sajak abad 11 ada referensi tertulis bahwa pertunjukan wayang purwa datang dari Jawa Timur, namun menurut buku Lordly Shades karangan Pandam Guritno tahun 1984, sangat beralasan bahwa wayang purwa telah dikenal sebelumnya di Jawa Tengah.Selama akhir ribuan tahun, wayang purwa muncul dimana orang Jawa berada. Mereka mengadakan pertunjukan didaerah orang Jawa bermukim, misalnya Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatra Selatan, dan dipermukiman kuli kontrak di Sumatra Utara, Malaysia dan Suriname di Hindia Barat.

Pada waktu orang Eropa datang ke Jawa, mereka melihat bahwa wayang merupakan elemen penting dalam kehidupan orang Jawa, dan ini menimbulkan interest mereka akan wayang purwa. Dalam laporan tahunan Batavia Society pertama tahun 1778 yang dibuat oleh Belanda, dalam studi kesenian di Indonesia, berisi kertas kerja panjang mengenai legenda wayang sebagai sejarah supranatural dinasti Jawa dan kerajaan-kerajaan. Koleksi-koleksi wayang kemudian muncul dari waktu kewaktu didunia barat.

Satu fenomena muncul sejak akhir perang dunia kedua, satu interest yang baik di Indonesia setelah perang kemerdekaan. Sekarang, dimana-mana mereka belajar, mulai dari masyarakat, para sarjana dan artis tertarik wayang purwa dan menjadikannya sebagai seni/gaya kehidupan. Bahkan sampai ke Amerika Serikat, Jepang, Australia, Inggris dan Belanda. Para sarjana dan artis datang ke Indonesia untuk mempelajari wayang purwa di Jawa.

Dari fenomena yang terjadi dan fakta yang terbentuk dari lingkungan masyarakat memunculkan beragamnya strategi reproduksi sosial akan memicu perubahan-perubahan sosial dan struktur sosial. Sarana dan juga strategi yang diterakan akan menentukan efektif tidaknya reproduksi sosial. Juga sarana yang digunakan pelaku berubah-ubah sesuai dengan perubahan struktural masyarakat dan juga dalam mempertahankan modal budaya merupakan modal yang paling penting

(7)

7 diantara modal sosial,dan juga modal ekonomi, karena dasar dari semua modal adalah dari pada modal budaya (Pierre Bourdieu 1980)

1.5.2 Komunitas ( komunitas Cinde Laras)

Masyarakat / komunitas ini sekarang semakin mengalami pengurangan karena kurangnya peminat wayang kulit. Tetapi di Kabupaten Klaten khususnya Desa Karangnongko, Kelompok Seni Perwayangan masih ada dan eksis sampai sekarang. Dan dapat kita lihat kelompok pencinta seni wayang kulit sekarang mengalami banyak perubahan demi memikat para penggemarnya kembali, dengan memasukkan aliran-aliran baru. Kelompok ini coba memadukan wayang kulit dengan ada hiburan campur sari dan juga para dagelan / pelawak untuk menambah daya tarik seperti yang dilakukan paguyuban Cinde Laras. Tetapi dengan tidak mengubah pakem dari pewayangan tersebut dan tidak menghilangkan nilai-nilai etis dalam wayang (Hazim Amir, 1994).

1.5.4 Pagelaran Wayang Kulit

Berbicara masalah pagelaran wayang kulit, wayang kulit atau bisa disebut wayang purwa sudah ada sejak beberapa ratus tahun yang lalu dengan fungsi sebagai menyembah roh nenek moyang. Dan seiring perkembangan jaman dan seiring budaya manusia pun juga berkembang mulailah wayang kulit merupakan suatu hiburan tetapi juga masih mengandung norma dan nilai yang terkandung dalam pagelaran wayang tersebut. Dalam pagelaran wayang adapun ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan yaitu adanya pengaturan wayang yang berjumlah 180 dibagi di kanan dan di sebelah kiri pakeliran, adanya sesajen, seperangkat perangan gamelan, yogo, sinden ( Dwijo, 1993 ).

Ketentuan suatu pagelaran wayang kulit juga ditentukan dari alur cerita Sumber cerita wayang diambil dari sejarah Hindu, datang dari India yaitu Ramayana dan Mahabarata. Dalam cerita Ramayana bercerita tentang roman percintaan antara prabu Rama raja Ayodya, dan istrinya yang bernama Dewi Sinta, yang diculik oleh

(8)

8 raja Alengka, Rahwana. Kemudian terjadi perang besar antara dua negara hingga akhirnya Rama bertemu kembali dengan Sinta.

Dalam Mahabarata, bercerita tentang perang saudara turunan Barata yang memperebutkan Negara Astina, antara Pandawa dan Kurawa yang akhirnya dimenangkan oleh Pandawa. Dalam dua cerita tersebut, muncul satu ajaran yaitu benar dan salah, dimana kebenaran pada akhirnya akan menang.

1.6 Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian yaitu komunitas Cinde Laras sebagai suatu komunitas seni wayang kulit yang ada di daerah Klaten, dan strategi dalam mempertahankan eksistensi wayang kulit, karena dalam perkembangannya wayang kulit merupakan suatu kesenian tradisional dari daerah jawa dan sekarang dalam perkembangannya ada strategi dalam mempertahankan eksistensi wayang kulit melalui Komunitas Cinde Laras yang ada di daerah Klaten.

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi sebelum dilakukan penyuluhan yaitu banyak memilih penolong persalinan ke bidan (76,67%) setelah penyuluhan beralih menjadi

Pembuatan parit drainase dan mempertahankan tinggi muka air tanah pada kedalaman +40 cm merupakan hal utama yang harus dilakukan.Pada kasus perkebunan karet di

Dengan adanya sistem informasi pemesanan tersebut memudahkan wisatawan dalam memesan tiket bus kapanpun sesuai kebutuhan dengan tidak harus mengantri atau dengan

Ketiga, penggunaan bahasa indonesia sesuaikan dengan pedoman EYD yang baik agar semua orang baik anak-anak yang belum mengerti, orang tua yang bermain media sosial

Dari teori yang ada menyimpulkan bahwa bau pada ayam potong yang tidak mengandung formalin itu berbau amis, sedangkan yang mengandung formalin tidak berbau amis. Tapi dari

Peserta didik diminta dapat mengaplikasikan cara Peserta didik diminta dapat mengaplikasikan cara yang tepat dalam penggunaan alat pelindung diri yang tepat dalam

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, keabsahan akta notaris meliputi bentuk isi, kewenangan pejabat yang membuat, serta pembuatannya harus memenuhi

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk