• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses dalam pembelian produk susu untuk batita (1-3 tahun) dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses dalam pembelian produk susu untuk batita (1-3 tahun) dapat"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Tentang Perilaku Konsumen

2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen

Proses dalam pembelian produk susu untuk batita (1-3 tahun) dapat diprediksi dengan mengetahui bagaimana perilaku konsumen dalam mengkonsumsi produk tersebut. Banyak para ahli mendefinisikan tentang perilaku konsumen seperti yang dikemukakan sebagai berikut.

Menurut Solomon (2000), perilaku konsumen adalah studi yang meliputi proses ketika individu atau kelompok tertentu membeli, menggunakan atau mengatur produk, jasa, ide atau pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan hasrat.

Menurut Schiffman dan Kanuk (1997),

Ilmu perilaku konsumen merupakan ilmu tentang bagaimana individu mengambil suatu keputusan dalam menggunakan sumberdaya yang dimilikinya yaitu waktu, tenaga, dan uang untuk mengkonsumsi sesuatu, termasuk mempelajari apa, mengapa, kapan, dan dimana seseorang membeli, serta seberapa sering seseorang membeli dan menggunakan suatu produk dan jasa.

(2)

a. Perilaku konsumen itu dinamis karena pikiran, perasaan, dan tingkah laku individu, kelompok konsumen dan lingkungan sosial akan selalu berubah. b. Perilaku konsumen dipengaruhi pikiran antar manusia, perasaan, dan

tingkah laku beserta lingkungannya.

c. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh perubahan-perubahan diantara manusia.

13 Engel et.al. (1994), menyatakan bahwa:

Perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen melewati lima tahapan yaitu: pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi informasi, pembelian dan pasca pembelian. Proses pengambilan keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu :

a. Faktor perbedaan individu terdiri dari sumberdaya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi. b. Faktor lingkungan yang terdiri dari budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi,

keluarga dan situasi.

c. Proses psikologis terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap/perilaku.

Model perilaku pengambilan keputusan pembelian dan faktor-faktor yang mempengaruhinya tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Peter dan Olson (1999) menyebutkan bahwa American Marketing

Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara

(3)

melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Ada tiga ide penting dalam definisi di atas :

1. Perilaku konsumen adalah dinamis, ini berarti bahwa seseorang konsumen, grup konsumen, serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Hal ini memiiki implikasi pada studi perilaku konsumen, demikian pula pada pengembangan strategi pemasaran.

2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar. Ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat kita harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku) dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang diperiksa, dirasa dan dilakukan konsumen.

(4)

Sumber: Engel et.al. (1994)

Gambar 2.1 Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya

3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran diantara individu. Hal ini membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran.

(5)

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Menurut Kotler (2000), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu:

1) Faktor budaya

Faktor budaya mempunyai pengaruh yang paling meluas dan mendalam terhadap perilaku konsumen. Faktor budaya terdiri dari beberapa unsur yaitu:

a. Kultur

Kultur atau budaya adalah determinan yang paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang, yang terdiri dari serangkaian tata nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku melalui keluarganya.

b. Subkultur

Subkultur merupakan bagian kecil dari kultur yang memberikan identifikasi dan sosialisasi anggotanya secara lebih spesifik. Subkultur mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah geografisnya. Subkultur banyak membentuk segmen pasar yang penting dan pemasar sering merancang produk dan program pemasaran yang khusus dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

(6)

Kelas sosial adalah bagian-bagian yang relatif homogen dan tetap dalam suatu masyarakat yang tersusun secara hirarkis dan anggotanya memiliki tata nilai, minat, dan perilaku yang mirip. Kelas sosial menunjukkan preferensi produk dan merek dalam bidang tertentu seperti pakaian, perabot rumah tangga, kegiatan pada waktu luang dan kendaraan.

2) Faktor sosial

Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti: a. Kelompok acuan

Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung atau pengaruh tidak langsung terhadap pendirian atau perilaku seseorang. Kelompok yang dimaksud adalah kelompok dimana orang tersebut berada atau berinteraksi. Sebagian besar dari kelompok tersebut merupakan kelompok primer yang cenderung bersifat informal seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja. Bagian yang lain adalah kelompok sekunder yang cenderung bersifat formal seperti kelompok keagamaan, profesi, dan kelompok asosiasi perdagangan.

b. Keluarga

Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Anggota keluarga merupakan kelompok primer yang memiliki

(7)

pengaruh paling besar. Pengaruh yang dimaksud adalah pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari, contohnya pada keluarga prokreasi yang terdiri dari pasangan dan anak-anak. Para pemasar tertarik dengan peran dan pengaruh relatif dari seorang suami, istri dan anak-anak dalam pembelian berbagai produk dan jasa. Peran dan pengaruh mereka akan bervariasi pada negara dan kelas sosial yang berbeda.

c. Peran dan status

Seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat didefinisikan dalam istilah peran dan status. Orang-orang akan cenderung memilih produk yang mengkomunikasikan peran dan status mereka dalam masyarakat..

3) Faktor pribadi

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti usia pembeli dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomis, gaya hidup serta kepribadian dan konsep pribadi pembeli.

(8)

Orang-orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Konsumsi seseorang dipengaruhi oleh tahap-tahap dalam siklus hidup keluarga seperti tahap membujang, pasangan muda, keluarga dan anak serta keluarga tanpa anak.

b Pekerjaan

Pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi pola konsumsinya. Seorang pekerja akan membeli pakaian kerja, sepatu kerja, kotak makanan dan lain sebagainya, sedangkan seorang presiden sebuah perusahaan akan membeli pakaian mahal, perjalanan udara, kapal pesiar dan lain sebagainya.

c. Keadaan ekonomi

Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi tersebut meliputi pendapatan yang dibelanjakan, tabungan dan kekayaan, hutang, kekuatan yang meminjam dan pendirian terhadap belanja dan menabung.

d. Gaya hidup

Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang di dunia yang diungkapkan dalam kegiatan minat dan pendapatan seseorang. Gaya hidup melukiskan keseluruhan orang yang berinteraksi dengan lingkungannya. Para pemasar akan mencari hubungan antara produk mereka dan gaya hidup kelompok.

(9)

e. Kepribadian dan konsep pribadi.

Menurut Umar (2000) bahwa setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda. Kepribadian adalah karakteristik psikologis yang berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan tetap terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan ciri-ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, perbedaan kondisi sosial, keadaan pembelaan diri, dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat menjadi variabel yang berguna dalam menganalisis perilaku konsumen apabila tipe-tipe kepribadian dapat dikumpulkan dan terdapat korelasi yang kuat antara tipe kepribadian tertentu dengan pilihan produk atau merek.

4) Faktor Psikologis

Menurut Kotler (2000), pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologi utama yaitu:

a. Motivasi

Suatu kebutuhan menjadi suatu motif bila telah mencapai tingkat Intensitas yang cukup. Motif adalah suatu kebutuhan yang cukup untuk mendorong seseorang bertindak, memuaskan kebutuhan tersebut dan mengurangi rasa ketegangannya.

(10)

b. Persepsi

Persepsi didefinisikan sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran yang berarti. Persepsi tidak hanya bergantung pada stimuli fisik tetapi juga pada stimuli yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu tersebut.

c. Pengetahuan

Pengetahuan menjelaskan perubahan dalam perilaku suatu individu yang berasal dari pengalaman. Ahli teori pengetahuan mengatakan bahwa pengetahuan seseorang dihasilkan melalui proses yang paling mempengaruhi dari dorongan stimuli, petunjuk, tanggapan dan penguatan.

d. Kepercayaan dan sikap pendirian

Seseorang akan memperoleh kepercayaan dan pendirian melalui bertindak dan belajar. Hal ini kemudian akan mempengaruhi perilaku pembelian mereka. Kepercayaan adalah pikiran deskriptif yang dianut seseorang mengenai suatu hal. Kepercayaan dapat menciptakan citra produk dan orang bertindak atas citra itu. Pembeli akan menjelaskan evaluasi kognitif yang menguntungkan atau tidak menguntungkan, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan mapan seseorang terhadap suatu objek atau ide. Orang-orang cenderung memiliki pendirian terhadap hampir semua hal. Pendirian menempatkan seseorang kedalam

(11)

suatu kerangka pemikiran tentang menyukai atau tidak menyukai suatu objek yang bergerak menuju atau menjauhinya. (Kotler, 1997).

2.1.3 Definisi dan Karakteristik Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup dan tidak untuk diperdagangkan. Definisi konsumen tersebut dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsumen diartikan sebagai konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi dan rumah sakit).

Menurut Engel et. al. (1994), terdapat tiga variabel yang berguna dalam menggambarkan karakteristik konsumen dalam pangsa pasar target, yaitu kepribadian, psikografi, dan demografi. Kepribadian didefinisikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan. Profil psikografi digunakan sebagai ukuran operasioanal dalam gaya hidup, yaitu pada pengukuran kegiatan, minat dan opini pembeli. Variabel yang termasuk dalam profil demografi meliputi usia, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status pernikahan, tempat tinggal, ukuran keluarga,

(12)

pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Perbedaan kondisi demografi konsumen akan mempengaruhi konsumsi produk dan jasa, yaitu mengakibatkan perbedaan kebutuhan, selera dan kesukaan terhadap merek. Pemasar perlu mengetahui dengan pasti variabel demografi yang dijadikan dasar untuk segmentasi pasar produknya.

Karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen dan karakteristik demografi konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena sudah merasa cukup dengan pengetahuan yang dia miliki untuk mengambil keputusan. Konsumen yang memiliki kepribadian senang mencari informasi akan meluangkan waktu untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi. Konsumen yang berpendidikan tinggi akan lebih senang mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum memutuskan untuk membeli.

a. Merek

Merek (brand) didefinisikan oleh Kotler (1995) sebagai suatu nama, istilah, tanda, lambang atau desain atau gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual dan diharapkan akan membedakan barang atau jasa tersebut dari produk-produk milik pesaing. Merek juga dapat menambah nilai suatu produk, sekaligus mempermudah konsumen dalam

(13)

mengidentifikasi barang atau jasa serta menyakinkan konsumen akan memperoleh kualitas barang yang sama jika melakukan pembelian ulang.

Pemberian nama merek pada produk, tentu membawa konsekuensi kepada perusahaan untuk memyediakan anggaran biaya yang cukup besar, baik untuk pengemasan, pelabelan maupun perlindungan hukum, selain adanya resiko bahwa produk-produk tersebut ternyata tidak dianggap memuaskan oleh konsumen. Walaupun membutuhkan biaya yang tinggi namun perusahaan lebih suka memberikan nama merek kepada produk-produknya karena pemberian merek paling tidak memberikan 5 (lima) keuntungan kepada perusahaan, yaitu (1) merek memudahkan penjual untuk mengelola pesanan-pesanan dan menekankan permasalahan, (2) nama merek dan tanda dagang secara hukum akan melindungi penjual dari pemalsuan ciri-ciri produknya yang mungkin ditiru oleh pesaingnya, (3) merek memberi penjual peluang kesetian konsumen terhadap produknya, (4) merek dapat membantu penjual dalam mengelompokan pasar kedalam segmen-segmen dan (5) dengan adanya merek yang baik dapat membangun citra perusahaan (Kotler, 1995).

Selain itu, pemberian merek juga membantu perusahaan dalam mempertahankan stabilitas harga dan mengurangi perbandingan harga oleh pembeli. Selain memberikan keuntungan bagi perusahaan, pencantuman merek pada produk-produk juga memberikan keuntungan bagi pihak lain, seperti distributor, konsumen maupun masyarakat secara umum. Bagi distributor, adanya penggunaan merek akan

(14)

memberikan kemudahan dalam hal penanganan produk, mengidentifikasi pembekal (supplier), meminta produsen agar bertahan pada standar tertentu dan juga meningkatkan pilihan bagi pembeli. Sedangkan bagi konsumen, dengan adanya pencantuman merek pada produk-produk akan mempermudah mereka untuk mengenali perbedaan kualitas atau membuat kegiatan belanja menjadi efisien serta melindungi konsumen karena produsen produk berkualitas adalah jelas, adanya keseragaman kualitas pada produk bermerek dan adanya kecenderungan produsen untuk meningkatkan kualitas produk (Kotler, 1995). Sementara bagi masyarakat secara umum, pemberian merek pada produk-produk memberikan keuntungan dalam hal kualitas yang lebih baik dan konsisten, tingkat inovasi dalam masyarakat menjadi lebih tinggi karena setiap perusahaan bersaing dan meningkatkan efisiensi di pihak pembeli.

Tujuan semua pengelola/pemilik adalah untuk mengukuhkan kesetiaan konsumen secara berkesinambungan terhadap merek. Loyalitas merek penting karena loyalitas ini akan menyebabkan pembelian ulang oleh konsumen dan penyampaian rekomendasi kepada orang lain untuk membeli merek yang dimaksud. Selain itu, alasan yang paling dipertimbangkan oleh pengelola/pemilik merek adalah karena dibutuhkan usaha dan waktu lima kali lebih banyak untuk mencari konsumen baru daripada mempertahankan konsumen yang sudah ada dan adanya kenaikan loyalitas konsumen akan meningkatkan keuntungan bagi pemilik.

(15)

Menurut Kotler (1995), merek dapat memiliki enam tingkatan pengertian, yaitu atribut, mamfaat, nilai, budaya, kepribadian dan pemakai. Merek yang kuat adalah merek yang memiliki ekuitas merek yang tinggi, semakin tinggi ekuitas merek semakin tinggi tingkat kesetiaan, kesadaran nama, mutu yang diyakini, hubungan merek yang kuat dan aktiva lainnya seperti paten, hak dagang dan hubungan distribusi.

b. Loyalitas Merek

Pengertian loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek (brand equity) yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seseorang pelanggan pada sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat, maka kerentanan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Hal ini merupakan suatu indikator dari brand equity yang berkaitan dengan perolehan laba dimasa yang akan datang karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan dimasa depan.

Salah satu alasan bahwa efek substitusi lebih besar pada periode interval jangka panjang daripada jangka pendek adalah karena individu mengembangkan kebiasaan pengeluaran yang tidak mudah berubah. Contohnya, ketika dihadapkan pada berbagai merek yang berbeda–beda yang mengandung produk dasar yang

(16)

sama, individu akan membentuk loyalitas pada merek tertentu dan membelinya secara teratur. Perilaku ini masuk akal karena membuat individu tidak perlu selalu mengevaluasi produk yang dikonsumsinya. Berarti, biaya yang timbul dari pembuatan keputusan akan berkurang. Loyalitas pada merek juga akan mengurangi kecenderungan substitusi merek, sekalipun terdapat perbedaan harga jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, perbedaan harga dapat menggoda pembeli untuk mencoba merek lain dan karenanya akan mengubah loyalitasnya.

Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek. Suatu produk dapat mempunyai nama, kualitas yang baik, asosiasi merek yang cukup dikenal, tetapi belum tentu mempunyai loyalitas merek. Sebaliknya, produk yang mempunyai loyalitas merek dapat dipastikan memiliki nama, kualitas yang baik dan memiliki asosiasi merek yang cukup dikenal (Umar, 2000).

Menurut Aaker dalam Durianto (2001), loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk, dan tingkatan loyalitas merek adalah sebagai berikut:

1. Switcher/price buyer (pembeli yang berpindah-pindah). Adalah tingkatan loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengidentifikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah

(17)

2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan). Adalah pembeli yang tidak mengalami kepuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi ia membeli suatu merek karena alasan kebiasan.

3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan). Adalah pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun mereka dapat saja berpindah ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan), seperti waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik peminat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi.

4. Likes the brand (menyukai merek). Adalah pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek tersebut sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi.

5. Committed buyer (pembeli yang berkomitmen) atau customer referral. Adalah pembeli yang setia dan memiliki kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Ciri yang utama dari kategori ini adalah tindakan pembeli untuk

(18)

Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan konsumen kepada sebuah merek (Durianto, 2001). Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain.

Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas konsumen terhadap suatu produk meningkat, kerentanan kelompok konsumen tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Dengan demikian, loyalitas merek merupakan salah satu indikator inti dari ekuitas merek yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan dimasa mendatang. Konsumen yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan kepada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Bila banyak pelangan dari suatu merek masuk dalam kategori ini berarti merek tersebut memiliki ekuitas merek yang kuat. Sebaliknya, konsumen yang tidak loyal kepada suatu merek, pada saat mereka melakukan pembelian akan merek tersebut, pada umumnya tidak didasarkan karena ketertarikan mereka pada mereknya tetapi lebih didasarkan kepada karakteristik

(19)

produk, harga dan kenyamaan pemakaiannya ataupun berbagai atribut lain yang ditawarkan oleh merek produk alternatif. Bila sebagian besar konsumen dari suatu merek termasuk dalam kategori ini berarti kemungkinan ekuitas merek tersebut lemah.

Kotler (1995) menyatakan bahwa loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada perusahaan atau produsen, diantaranya:

1) Mengurangi biaya pemasaran. Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek meningkat.

2) Meningkatkan perdagangan. Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. 3) Menarik konsumen baru. Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek akan

menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut dan biasanya akan merekomendasi/ mempromosikan merek yang dipakainya kepada orang lain, sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru.

4) Memberi waktu untuk merespon ancaman Persaingan. Bila pesaing mengembangkan produk yang lebih unggul, konsumen yang loyal akan memberikan waktu bagi perusahaan untuk merespon pesaing dengan memperbaharui produknya.

2.2. Loyalitas Konsumen

2.2.1 Pengertian Loyalitas Konsumen

Loyalitas konsumen secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu. Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas

(20)

maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Loyalitas adalah bukti konsumen yang selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa masing-masing pelanggan mempunyai dasar loyalitas yang berbeda, hal ini tergantung dari obyektivitas mereka masing-masing.

Lovelock (1991) menjelaskan bahwa:

tingkat kesetiaan dari para konsumen terhadap suatu barang atau jasa merek tertentu tergantung pada beberapa faktor: besarnya biaya untuk berpindah ke merek barang atau jasa yang lain, adanya kesamaan mutu, kuantitas atau pelayanan dari jenis barang atau jasa pengganti, adanya risiko perubahan biaya akibat barang atau jasa pengganti dan berubahnya tingkat kepuasan yang didapat dari merek baru dibanding dengan pengalaman terhadap merek sebelumnya yang pernah dipakai.

Loyalitas bukan tentang persentase dari konsumen yang sebelumnya membeli dari anda, tetapi tentang pembelian ulang. Loyalitas adalah tentang persentase dari orang yang pernah membeli dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan pembelian ulang sejak pembeliannya yang pertama.

(21)

2.2.2 Golongan Loyalitas Konsumen

Menurut Kotler (1997):

Loyalitas konsumen berdasarkan pola pembeliannya dapat dibagi menjadi empat golongan:

1. Golongan fanatik

Adalah konsumen yang selalu membeli satu merek sepanjang waktu, sehingga pola membelinya adalah X, X, X, X, yaitu setia pada merek X tanpa syarat

2. Golongan agak setia

Adalah konsumen yang setia pada dua atau tiga merek. Di mana kesetiaan yang terpecah antara dua pola (X dan Y) dapat dituliskan dengan pola membeli X, X, Y, Y, X, Y.

3. Golongan berpindah kesetiaan

Adalah golongan konsumen yang bergeser dari satu merek ke merek lain, maka bila konsumen pada awalnya setia pada merek X tetapi kemudian pada saat berikutnya berpindah ke merek Y. Pola membelinya dapat dituliskan X, X, X, Y, Y.

4. Golongan selalu berpindah-pindah

Adalah kelompok konsumen yang sama sekali tidak setia pada merek apapun, maka pola membelinya dapat dituliskan X, Y, Z, S, Z

Sementara menurut Oliver (1997) dalam Solomon (200) menyatakan bahwa mengetahui motivasi konsumen dalam melakukan pembelian merupakan bagian yang penting dalam memahami loyalitas dan perilaku berpindah ke merek

(22)

lain dari konsumen. Loyalitas terhadap merek mempunyai tiga komponen, yaitu: komitmen, preferensi dan pembelian yang berulang.

Menurut Oliver (1997) dalam Solomon (2000) ada 4 (empat) tingkatan loyalitas, yaitu:

1. Cognitively loyalty, dimana konsumen mengetahui semua informasi baik langsung maupun tidak langsung mengenai segala hal yang menyangkut merek dan keuntungan yang akan didapat.

2. Affective loyalty, dimana konsumen berencana akan mengulangi membeli suatu produk atau jasa yang sama.

3. Conative loyalty, dimana konsumen memiliki keinginan yang kuat dan memiliki keterlibatan yang tinggi sebagai motivasi untuk membeli kembali produk atau jasa yang sama.

4. Action loyalty, dimana pada tahap ini loyalitas dapat bertahan dengan tidak hanya melalui motivasi yang kuat tetapi juga karena adanya keinginan untuk terus melakukan segala hal yang mungkin untuk terus membeli produk dengan merek yang dipercayai.

Konsumen yang loyal dapat pula dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kelompok konsumen yang loyal (Coyles dan Gokey dalam RIT, 2002) yaitu:

1. Emotive loyalist merupakan konsumen yang paling loyal. Mereka merasa bahwa alternatif yang mereka pilih saat ini adalah merupakan pilihan terbaik dan mereka jarang menilai kembali apa yang sudah mereka beli. Pada konsumen ini sering kali menghabiskan banyak uang dibanding konsumen yang selalu menilai setiap apa yang mereka belanjakan.

(23)

2. Inertial loyalist adalah konsumen yang tidak terikat dengan satu produk atau pengalaman hambatan biaya untuk berpindah ke merek lain dan hal ini mendorong kepada pembelian ulang atas kepuasan yang diperoleh.

3. Deliverative loyalist selalu menjaga tingkat pengeluaran mereka untuk suatu produk karena mereka mengangap hal tersebut adalah hal yang superior. Mereka memilih suatu merek melalui proses yang rasional seperti selalu mereview harga dan penampilan dari beberapa pilihan.

Ada banyak cara untuk menggambarkan tipe perilaku konsumen yang loyal dan nonloyal, dan salah satunya adalah dengan customer repatronising behavior (Uncles dalam Egan, 2001) yaitu:

1. Switching behavior, dimana pembelian terlihat sebagai suatu keputusan apakah konsumen tersebut ingin tetap loyal ataupun ingin berpindah ke merek lain.

2. Promiscuous behavior, dimana pelanggan dilihat berdasarkan pembuatan `stream of purchases' tetapi masih dalam kontek pengambilan keputusan apakah pelanggan tetap loyal pada suatu merek atau berpindah kepada alternatif merek lainnya

3. Polygamous behavior, pelanggan membuat suatu `stream of purchases' tetapi loyalitas yang mereka miliki terbagi pada beberapa kategori produk. Mereka dapat menjadi lebih loyal ataupun tidak loyal terhadap suatu merek dibanding merek lain.

(24)

Membangun dan menjaga loyalitas pelanggan telah menjadi topik yang penting dalam teori dan praktek dalam marketing untuk mengembangkan keuntungan kompetitif yang dapat bertahan. Keuntungan yang diperoleh dari suatu merek yang memiliki loyalitas pelanggan yang kuat termasuk kemampuan untuk menjaga harga yang tetap premium, bargaining power yang besar dengan adanya saluran distribusi, mampu mengurangi biaya penjualan, adanya hambatan yang cukup besar bagi pesaing yang potensial untuk masuk kedalam industri yang sama dan dapat melakukan perluasan merek (Reichfeld, 1996 dalam Gommans et. al., 2001). Adanya loyalitas pelanggan akan suatu produk/jasa, dapat memberikan perlindungan bagi perusahaan dari persaingan dan memberikan lebih banyak kontrol dalam membuat rencana program-program pemasaran yang akan dijalankan oleh perusahaan tersebut.

Loyalitas merupakan suatu konsep yang penting dalam marketing karena loyalitas merupakan salah satu faktor untuk dapat menentukan pangsa pasar (market

share) dari suatu perusahaan. Pangsa pasar itu sendiri merupakan suatu aset dari

suatu perusahaan, sejak perusahaan tersebut masuk ke dalam suatu pasar, perusahaan tersebut akan menghadapi suatu hambatan atau entry barrier, karena perusahaan tersebut belum memiliki market share (Faria, 2003).

Membangun loyalitas memerlukan banyak usaha yang terus menerus. Biasanya media iklan untuk membangun awareness konsumen terhadap merek digunakan untuk membangun suatu citra merek dengan harapan bila citra merek

(25)

yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa kuat, maka akan mampu membangun loyalitas pelanggan (Wells et al., 2003 dalam Schoenbachler et al., 2004).

Pelanggan (customer) berbeda dengan konsumen (consumer), yaitu seorang dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai membiasakan diri untuk membeli produk/jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan pembelian ulang, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan tetapi sebagai seorang pembeli atau konsumen (Musanto, 2004).

Banyak dari konsumen merupakan multi-brand buyers dan hanya sepersepuluh dari konsumen yang merupakan konsumen yang benar-benar loyal. Hal ini disebabkan karena kebutuhan konsumen yang terus meningkat melebihi kemampuan yang dapat ditawarkan oleh satu produk suatu perusahaan, sehingga konsumen seringkali melakukan `mix dan match' pada produk dan jasa sesuai dengan kebutuhan mereka (Egan, 2001).

Pada umumnya, loyalitas adalah sesuatu yang menyebabkan konsumen dapat memilih suatu merek, jasa, toko, produk dan kegiatan-kegiatan tertentu. Loyalitas lebih kepada suatu fitur yang dimiliki oleh seseorang, dan bukan hanya kepada sesuatu yang berhubungan dengan suatu merek (Uncles, 2002). Loyalitas merupakan salah satu cara konsumen untuk mengekspresikan kepuasan mereka

(26)

akan performance dari produk atau jasa yang mereka terima (Bloemer dan Kasper, 1995 dalam Ballester, 2001).

Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan tersebut membutuhkan waktu yang lama melalui suatu proses pembelian yang berulang-ulang tersebut (Olson, 1993 dalam Musanto, 2004).

Konsumen yang loyal adalah konsumen yang memiliki perilaku yang mendukung suatu perusahaan, memiliki komitmen untuk membeli kembali produk atau jasa perusahaan tersebut dan merekomendasikan produk atau jasa tersebut ke pihak lainnya sehingga dapat dikatakan merupakan alat marketing yang luar biasa bagi perusahaan. Mereka dapat menyediakan rekomendasi dan menyebarkan

word-of-mouth yang positif tentang perusahaan, dapat meningkatkan penjualan dengan

membeli produk-produk lainnya dari perusahaan tersebut dan akan lebih sering membeli produk tersebut serta hanya membutuhkan biaya yang lebih kecil untuk memuaskan mereka karena mereka telah mengenal produk tersebut dan membutuhkan lebih sedikit informasi mengenai produk tersebut (Bowen dan Chen, 2001).

Penerimaan akan suatu merek (Assael, 1998 dalam Isbrecht et al, tanpa tahun). Ada pula yang menyatakan bahwa loyalitas adalah suatu perilaku membeli kembali (behaviour loyalty) suatu merek atau sekumpulan merek yang bersifat

(27)

non-random yang melalui suatu proses pengevaluasian (menial loyalty) (Costabile, tanpa tahun). Loyalitas juga merupakan suatu kondisi dari adanya keterikatan yang kuat untuk membeli kembali atau menggunakan kembali suatu produk atau merek. Keterikatan ini cukup kuat untuk mengatasi pengaruh situasional dan kompetitif yang mungkin akan mendorong terbentuknya "variety seekers" ataupun "switching

behaviour". (Oliver, 1997 dan 1999 dalam Costabile, tanpa tahun). Loyalitas dapat

pula berarti preferensi konsumen untuk membeli suatu merek tertentu dari suatu kategori produk. Hal tersebut terjadi karena konsumen merasa bahwa suatu merek mampu menawarkan fitur produk, citra produk atau tingkat kualitas produk yang sesuai dengan harganya.

Pada dasarnya, pertama kali konsumen akan melakukan percobaan pembelian terhadap suatu produk, setelah mereka mencoba produk tersebut dan merasa puas, mereka akan menjadikan hal tersebut suatu kebiasaan dan akan terus membeli produk yang sama karena mereka merasa produk tersebut lebih aman dan dikenal (Giddens, 2002). Loyalitas juga dapat didefinisikan sebagai emosi yang positif, evaluatif dan atau respon dari kecenderungan perilaku terhadap suatu merek, label atau alternatif yang dapat dipilih oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai seorang pengguna, pengambil keputusan ataupun sebagai purchasing agent (Sheth, 1974).

Loyalitas dapat didefinisikan sebagai suatu kecenderungan emosi yang terdiri dari tiga dimensi. Dimensi pertama adalah kecenderungan emosi yang terhadap

(28)

suatu merek. Hal ini mengacu pada segi afektif (suka-tidak suka), perasaan takut, hormat ataupun perasaan kecewa terhadap suatu merek dibanding merek-merek lain yang ada di pasar. Kecenderungan emosi ini didapatkan oleh konsumen melalui pengalaman terdahulu terhadap suatu merek ataupun berasal dari informasi-informasi yang didapat dari orang lain. Dimensi kedua dari loyalitas adalah kecenderungan mengevaluasi terhadap suatu merek. Kecenderungan ini meliputi evaluasi yang bersifat positif berdasarkan kriteria-kriteria yang dianggap relevan untuk menggambarkan kegunaan suatu merek bagi konsumen. Kecenderungan ini pun diperoleh o1eh konsumen melalui pengalaman terdahulu dan dari informasi-informasi yang didapat mengenai merek tersebut.

Dimensi yang ketiga adalah kecenderungan perilaku konsumen terhadap suatu merek. Hal tersebut meliputi respon yang diberikan konsumen terhadap suatu merek melalui procurement, purchase dan consumption activities. Dimensi perilaku ini juga mencakup aktivitas fisik yang dilakukan oleh konsumen ketiga berbelanja, mulai dari melakukan pencarian suatu merek tertentu, memilih merek tersebut, membayarnya hingga menggunakan atau mengkonsumsi produk dengan merek tersebut. Kecenderungan perilaku ini diperoleh konsumen melalui pengalaman membeli dan mengkonsumsi suatu merek tertentu dan juga dapat berasal dari kecenderungan yang umum terjadi pada beberapa merek lainnya (Sheth, 1974).

Loyalitas tidak hanya berarti adanya keinginan seseorang untuk membeli kembali suatu merek yang sama di kemudian hari, tetapi juga seseorang tersebut

(29)

memiliki suatu komitmen secara psikologis ataupun sikap terhadap merek tersebut. Dan konsumen yang loyal tidak hanya membeli merek tersebut tetapi juga menolak untuk berpindah ke merek lain walaupun merek lain menawarkan sesuatu yang lebih dibanding merek yang mereka gunakan (Wells et al., 2003 dalam Schoenbachler et al., 2004).

Konsumen yang loyal adalah yang tidak sensitif terhadap harga, menyampaikan rekomendasi yang positif mengenai merek dan bersedia mengeluarkan lebih banyak uang untuk perusahaan penghasil merek tersebut (Dowling dan Uncles, 1997 dalam Schoenbachler et al., 2004). Penerimaan akan suatu merek (Assael, 1998 dalam Isbrecht et al, tanpa tahun). Ada pula yang menyatakan bahwa loyalitas adalah suatu perilaku membeli kembali (behaviour

loyalty) suatu merek atau sekumpulan merek yang bersifat non-random yang

melalui suatu proses pengevaluasian (menial loyalty) (Costabile, tanpa tahun). Loyalitas juga merupakan suatu kondisi dari adanya keterikatan yang kuat untuk membeli kembali atau menggunakan kembali suatu produk atau merek. Keterikatan ini cukup kuat untuk mengatasi pengaruh situasional dan kompetitif yang mungkin akan mendorong terbentuknya "variety seekers" ataupun "switching behaviour". (Oliver, 1997 dan 1999 dalam Costabile, tanpa tahun).

Loyalitas dapat pula berarti preferensi konsumen untuk membeli suatu merek tertentu dari suatu kategori produk. Hal tersebut terjadi karena konsumen merasa bahwa suatu merek mampu menawarkan fitur produk, citra produk atau tingkat

(30)

kualitas produk yang sesuai dengan harganya. Pada dasarnya, pertama kali konsumen akan melakukan percobaan pembelian terhadap suatu produk, setelah mereka mencoba produk tersebut dan merasa puas, mereka akan menjadikan hal tersebut suatu kebiasaan dan akan terus membeli produk yang sama karena mereka merasa produk tersebut lebih aman dan dikenal (Giddens, 2002). Loyalitas juga dapat didefinisikan sebagai emosi yang positif, evaluatif dan atau respon dari kecenderungan perilaku terhadap suatu merek, label atau alternatif yang dapat dipilih oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai seorang pengguna, pengambil keputusan ataupun sebagai purchasing agent (Sheth; 1974).

Ukuran untuk loyalitas pelanggan bervariasi, salah satunya adalah melalui 4 komponen, yaitu kesediaan pelanggan untuk membeli/menggunakan kembali produk atau jasa yang sama di masa yang akan datang, kesediaan pelanggan untuk memberikan rekomendasi produk atau jasa yang mereka gunakan kepada orang lain, toleransi harga yang diterapkan untuk produk atau jasa tersebut dan kesediaan untuk melakukan adopsi silang yaitu membeli/menggunakan produk lainnya yang berasal dari merek atau perusahaan yang sama dengan produk yang telah mereka gunakan (Gronholdt et al. dalam Luh, tanpa tahun).

Saat ini banyak perusahaan yang menggunakan alat-alat promosi seperti pemberian kupon, `rebates', diskon, bonus dan hadiah sebagai cara untuk membangun loyalitas pelanggannya. Dan alat promosi yang semakin banyak

(31)

digunakan saat ini adalah program loyalitas, dimana pelanggan diberikan `reward' untuk loyalitas mereka terhadap toko, merek dan lainnya.

2.2.3. Faktor-faktor yang Menentukan Loyalitas

Seorang konsumen dapat menjadi pelanggan yang loyal karena adanya beberapa faktor-faktor yang menentukan loyalitas terhadap suatu produk atau jasa. Menurut Fredericks dan Salter dalam Egan (2001), ada lima faktor yang menentukan seorang konsumen loyal terhadap merek yang mereka gunakan, yaitu: nilai merek (brand value), karakteristik individu yang dimiliki oleh pelanggan, hambatan berpindah (switching barrier), kepuasan konsumen, dan lingkungan pasar. Konsumen menilai suatu merek relatif terhadap kompetitornya dalam 3 (tiga) hal, yaitu: citra yang ditampilkan oleh merek, kualitas dan harga. Faktor tersebut sangat penting karena akan menghitung nilai ekonomi yang dikorbankan oleh konsumen dalam mengakuisisi merek tertentu dibanding kualitas yang diterima, serta persepsi mereka terhadap citra merek itu dibanding merek lain.

Karakteristik konsumen adalah karakter konsumen dalam menggunakan suatu merek. Hambatan berpindah (switching barrier) yaitu hambatan yang muncul ketika konsumen akan berpindah dari satu merek ke merek lainnya. Dalam hal ini hambatan yang timbul tidak selalu berupa economic value tetapi juga bisa berkaitan dengan fungsi, psikologis, sosial bahkan ritual. Dan dalam hambatan ekonomis

(32)

tidak selalu berkaitan dengan harga tetapi juga biaya lain yang harus dikeluarkan oleh konsumen ketika berganti merek. Sedangkan lingkungan pasar adalah ketika pelanggan melakukan kontak dengan merek yang mereka gunakan. Disinilah peran kepuasan pelanggan, dan dengan harapan semakin puas pelanggan, semakin tinggi pula mereka tidak pindah ke merek lain. Faktor kelima menyangkut sejauh mana kompetisi yang terjadi antar merek dalam satu kategori produk (Egan, 2001).

Pelanggan yang loyal sering kali mencari tahu tentang produk dari perusahaan sejenis karena pelanggan selalu memiliki potensi untuk menjadi lebih puas dimanapun dan pada situasi apapun. Hal ini merupakan bukti dari suatu situasi dimana switching barriers rendah dan keuntungan dari membangun suatu hubungan yang erat dengan suplier dianggap bukan merupakan sesuatu hal yang penting oleh konsumen.

Loyalitas pelanggan merupakan suatu variabel endogen yang disebabkan oleh kombinasi dari kepuasan sehingga loyalitas pelanggan merupakan fungsi dari kepuasan (Jones dan Sasser, 1994 dalam Engel Solomon, 2000). Bila hubungan antara kepuasan dengan loyalitas pelanggan adalah positif, maka kepuasan yang tinggi akan meningkatkan loyalitas pelanggan. Kepuasan pelanggan telah digunakan sebagai suatu alat ukur dari loyalitas karena diasumsikan bahwa kepuasan akan mempengaruhi intensitas pembelian dalam cara yang positif. Dalam pasar yang tingkat persaingannya cukup tinggi, perusahaan mulai bersaing untuk memberikan kepuasan kepada pelanggannya agar pelanggan memiliki kesetiaan

(33)

yang tinggi terhadap produk/jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan saling berhubungan, dimana dalam kondisi ini banyak perusahaan yang menawarkan produk/jasa yang sama sehingga konsumen mempunyai banyak pilihan produk/jasa pengganti dan

switching cost yang sangat rendah, dengan demikian, produk/jasa menjadi tidak

begitu berarti bagi konsumen. Hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan dapat digambarkan sebagai garis lurus dan searah, yang artinya adalah bila suatu perusahaan meningkatkan kepuasan kepada pelanggan maka loyalitas pelanggan juga akan meningkat pula, begitu pun sebaliknya. Jadi dalam hal ini kepuasan pelanggan merupakan penyebab terjadinya loyalitas pelanggan sehingga kepuasan pelanggan sangat mempengaruhi loyalitas pelanggan (Jones dan Sasser, 1997 dalam Solomon, 2000). Untuk itu banyak perusahaan mengadopsi strategi untuk memperbaiki kepuasan pelanggan dengan memperkuat hubungan/ikatan antara pelanggan dengan perusahaan dan mencapai loyalitas pelanggan.

Riset mengenai kepuasan pelanggan pun telah banyak dilakukan selama tiga dekade, dan hasil riset-riset tersebut menunjukkan adanya hubungan kausal antara kepuasan, yang merupakan hasil dari apa yang diharapkan oleh konsumen, dan kepercayaan yang mempengaruhi mereka dalam pengambilan keputusan untuk membeli produk/jasa yang sama dan loyalitas terhadap produk/jasa tersebut (Costabile, tanpa tahun).

(34)

Kepuasan pelanggan adalah suatu ukuran yang penting dari perasaan pelanggan (customer's feelings) dan perasaan tidak selalu dapat menggambarkan suatu perilaku. Seorang pelanggan dapat merasa sangat puas terhadap suatu produk atau jasa dan masih dapat memilih suatu produk atau jasa dari kompetitor dengan berbagai alasan seperti harga, citra perusahaan, ketersediaan barang dan switching

cost. Untuk itu, kepuasan pelanggan dapat digambarkan sebagai hasil dari

komparasi suatu proses antara perceived product performance dengan previously

held expectations (Oliver, 1980 dalam Wangeheim, 2001). Penampilan suatu

produk bila melebihi dari yang diharapkan oleh konsumen akan menghasilkan diskomfirmasi yang positif sedangkan penampilan suatu produk tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen akan menghasilkan diskonfirmasi yang negatif. Valensi dari diskonfirmasi tersebut memiliki dampak yang positif terhadap suatu kepuasan (Oliver, 1997 dalam Wangeheim, 2001). Tingkat ekspektasi dari konsumen sangat dipengaruhi oleh penghaaman terdahulu terhadap suatu produk atau jasa, karena pengalaman merupakan suatu bentuk informasi yang paling mudah tersimpan dalam ingatan konsumen (Oliver, 1997 dalarn Wingenheim, 2001).

Kepuasan itu sendiri merupakan suatu proses psikologis dari hasil pengevaluasian perceived performance berdasarkan predetermined expectation (Seth dan Sisodia, 1999 dalam Egan, 2001). Konsumen akan merasa puas ketika 'nilai pengharapan' mereka akan suatu produk atau jasa tercapai, sehingga semakin besar gap negatif yang terbentuk antara tingkat harapan dan tercapainya harapan

(35)

tersebut maka akan semakin besar tingkat ketidakpuasan yang dialami oleh konsumen (Hutcheson dan Moutinho, 1998 dalam Egan, 2001).

Kepuasan pelanggan biasanya selalu diikuti dengan adanya suatu loyalitas. Hal ini dikarenakan pelanggan yang memiliki sikap yang relatif kuat dan juga lebih sering mcnggunakan suatu produk dari perusahaan tertentu akan terlihat sebagai konsumen yang loyal. Loyalitas adalah suatu hubungan antara pembelian berulang dan "relative attitude" (Dick dan Basu, 1994 dalam Wengenheim, 2001). Pelanggan yang dengan sikap yang lemah atau dapat dikatakan tidak puas akan menjadi `spuriously loyal' karena alasan mereka tetap menggunakan hanya karena mereka tidak memiliki pilihan lain dan tetap menjaga hubungan dengan produk tersebut. Sedangkan pelanggan yang `latent' loyalitasnya adalah pelanggan yang tidak hanya memiliki sikap yang positif suatu perusahaan tetapi juga dapat bertahan pada perusahaan tersebut dengan berbagai alasan dan tidak hanya pada faktor kepuasan semata.

Positive Sustainability Latent Loyalty

Relative attitude towards the focal brand

Negative

Spurious Loyalty No Loyalty

(36)

Repeat purchase of the local brand

Sumber: Egan (2001)

Gambar 2.2 Taxonomy Loyalitas

Kepuasan pelanggan akan dapat meningkatkan loyalitas pelanggan, menurunkan elastisitas harga, mengisolasi market share dari pesaing, memiliki biaya transaksi yang rendah, mengurangi tingkat kesalahan dan biaya yang dikeluarkan untuk menarik konsumen baru serta memperbaiki citra perusahaan di dunia bisnis. Kepuasan pelanggan merupakan kunci untuk mengamankan loyalitas konsumen dan memperpanjang performance financial perusahaan untuk jangka panjang.

Tetapi, kepuasan pelanggan yang tinggi sekalipun tidak dapat pula menjamin terjadinya positive financial result dan terjadinya repeat purchase. Customer

service yang memuskan akan menggiring perusahaan untuk mendapatkan

kepuasaan pelanggan. Namun tingkat korelasi antara kepuasan pelanggan dengan

repeat purchase sangat rendah sehingga kepuasan pelanggan tidak dapat

diandalkan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan di masa yang akan datang. Oleh sebab itu perusahaan harus memiliki strategi yang dapat menghasilkan lebih dari sekedar kepuasan pelanggan dan efisiensi. Perusahaan

(37)

harus terus berusaha agar konsumen atau pelanggan mereka loyal terhadap perusahaan, karena perusahaan menginginkan agar konsumen atau pelanggan mereka memiliki loyalitas yang tinggi (Anwar, 2002).

Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan (Kotler, 1997 dalam Solomon, 2000). Harapan yang dimiliki oleh pelanggan yang melatar belakangi mengapa dua perusahaan yang menawarkan produk/jasa yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan mereka terima. Harapan mereka terbentuk oleh pengalaman pembelian/penggunaan terdahulu, komentar dari teman dan kenalannya serta janji yang diberikan oleh perusahaan penghasil produk/jasa tersebut. Harapan-harapan pelanggan ini dari waktu ke waktu akan berkembang seiring dengan semakin bertambahnya pengalaman yang dimiliki oleh pelanggan.

Tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami konsumen tergantung pada seberapa baik performance suatu produk dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh konsumen. Kepuasan tidak mudah untuk diukur karena kepuasan terhadap suatu produk atau jasa yang dirasakan oleh seorang konsumen akan berbeda dengan kepuasan yang dirasakan oleh konsumen lain, tingkatan kepuasan yang dapat terus berubah sering berjalannya waktu, kepuasan yang dapat berubah ketika kebutuhan dan preferensi dari konsumen juga berubah, dan kepuasaan

(38)

melibatkan suatu dimensi sosial dimana pengalaman seseorang terhadap suatu produk atau jasa dapat mempengaruhi kepuasaan yang akan orang lain rasakan.

Produk/jasa yang berkualitas memiliki peranan penting dalam membentuk kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong, 1996 dalam Solomon, 2000). Semakin berkualitas produk/jasa yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan akan semakin tinggi. Bila kepuasan pelanggan semakin tinggi, maka dapat menimbulkan keuntungan bagi perusahaan tersebut, karena pelanggan yang puas akan terus melakukan pembelian/penggunaan produk/jasa yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Dan pelanggan yang puas akan dapat menjadi lebih loyal kepada suatu merek sepanjang waktu dibanding pelanggan yang hanya membeli merek tersebut karena alasan lainnya seperti adanya keterbatasan waktu untuk memilih merek dan kurangnya informasi mengenai merek tersebut (Gommans et. al, 2001).

Gambar

Gambar 2.1 Model  Perilaku  Pengambilan Keputusan Konsumen dan Faktor-  Faktor yang Mempengaruhinya

Referensi

Dokumen terkait

Ketua Program Studi juga menugaskan dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan dalam unit kerja di organisasi fungsional Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Urologi maupun

Kegiatan guru dalam publikasi ilmiah berupa hasil penelitian ilmu bidang pendidikan formal harus dibuktikan dengan bukti fisik sebagai berikut.. 28 a) Buku asli atau

PEnurunan ini dipicu oleh pandemi covid-19 yang berimbas pada aksi tunggu untuk membeli properti.namun, secara kaurtalan, penjualan masih menalami peningkatan sebesar Rp298 bn

Sama dengan analisa pada transformator daya, parameter yang harus diperhatikan dari data adalah nilai konsentrasi berbagai jenis gangguan fault gas yaitu hidrogen,

7 tahun 1996, yang dimaksud pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan

Asam amino non esensial adalah asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh dan tubuh dapat mensintesa sendiri melalui reaksi aminasi reduktif asam keton atau melalui

Eirene Humindo Perkasa Samarinda periode tahun 2012 – 2013 dengan menggunakan sistem pembayaran sampler yang awalnya dibayar berdasarkan hari kerja menjadi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis pengaruh dalam penerimaan pemerintah di Jawa Timur, untuk mengetahui variabel bebas mana yang berpengaruh paling