• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu kodrat manusia yang berlainan jenis untuk hidup bersama, maka kedua jenis insan tersebut wajar dan layak melangsungkan perkawinan untuk hidup bersama membentuk suatu keluarga bahagia bertujuan mengumpulkan dan mengembangkan keturunannya agar kehidupan manusia tidak terputus dan dapat lestari serta berkesinambungan. Negara Indonesia sebagai negara berdasarkan Pancasila, dimana sila Pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan erat dengan keagamaan atau kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahiriyah atau jasmaniah, tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peran utama.

Aturan tata-tertib perkawinan sudah ada sejak masyarakat sederhana yang dipertahankan anggota-anggota masyarakat dan para pemuka masyarakat adat atau para pemuka agama. Aturan tata-tertib itu terus berkembang maju dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara (Hilman Hadikusuma, 2003:1). Oleh karena itu pengaturan mengenai perkawinan dalam suatu negara tidak lepas dari pengaruh budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya seperti pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, dan keagamaan yang dianut masyarakat.

Aturan perkawinan diIndonesia adalah Undang-Undang Perkawinan (Selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan dalam penulisan ini), yang berlaku secara resmi sejak tanggal diundangkan, yaitu tanggal 2 Januari 1974, kemudian berlaku secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975, melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang tersebut sudah berlaku secara formal yuridis bagi bangsa Indonesia, dan telah menjadi bagian dari hukum positif. Undang-Undang

(2)

commit to user

Perkawinan ini, selain meletakkan asas-asas, sekaligus menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan di Indonesia.

Rumusan pengertian perkawinan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan perkawinan tersebut dinyatakan dengan tegas bahwa pembentukan keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal itu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti bahwa perkawinan harus didasarkan pada agama dan kepercayaan masing-masing. Seperti yang tercantum pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dimana perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.

Landasan hukum agama dalam melaksanakan sebuah perkawinan merupakan hal yang sangat penting dalam Undang-Undang Perkawinan, sehingga penentuan boleh tidaknya perkawinan tergantung pada ketentuan agama. Hukum agama menyatakan perkawinan tidak boleh maka tidak boleh pula menurut hukum negara. Jadi dalam perkawinan berbeda agama,menjadi boleh tidaknya tergantung pada ketentuan agama. Perkawinan beda agama bagi masing-masing pihak menyangkut akidah dan hukum sangat penting bagi seseorang. Hal ini berarti menyebabkan tersangkutnya dua peraturan berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing.

Prosentase perkawinan beda agama yakni hasil sensus tahun 1990 dan 2000 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan melting pot atau wadah peleburan identitas budaya menunjukkan bahwa di DIY terjadi fluktuasi. Pada tahun 1980, paling tidak terdapat 15 kasus perkawinan beda agama dari 1000 kasus perkawinan yang tercatat. Pada tahun 1990, naik menjadi 18 kasus dan trendnya menurun menjadi 12 kasus pada tahun 2000. Tahun 1980 rendah, lalu naik tahun 1990, kemudian turun

(3)

commit to user

(http://Islamlib.com/?site=1&aid=678&cat=content&cid=12&title=fakta-empiris-nikah-beda-agama diakses pada tanggal 11 Desember 2013 pukul 23.00WIB).

Tabel 1. Sensus kasus perkawinan beda agama

Agama 1980 1990 2000

Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita

1. Islam 0.7 0.6 0.9 0.9 0.5 0.6 2. Protestan 6.0 8.6 10.6 13.8 5.1 3.6 3. Khatolik 13.3 15.4 11.4 8.7 6.9 13.0 4. Hindhu 19.0* 9.6* 16.3 2.7 60.0 - 5. Budha - - 37.5 21.9 - - 6. Lain-lain - - 35.5 0 - - Jumlah 24677 24677 28668 28668 2673 2673 * Untuk Sensus Penduduk 1980, Hindhu, Budha dan lain-lain disatukan untuk analisis.

Sumber: Sensus 1980, 1990 dan 2000

Hasil dari tabel diatas didukung dengan penulisan yang dilakukan oleh Ahmad Nurcholish yakni Direktur Pelaksana Indonesian Conference on Religion and Peace(ICRP) sejak bulan November 2004 sampai Maret 2012 dengan melakukan konseling kepada 1.109 yang berkeinginan untuk melangsungkan perkawinanbeda agama. Hasil dari penulisan tersebut ialah beberapa pasangan yang berhasil melangsungkan nikah beda agama, sejak 2005 sampai dengan Maret 2012 adalah sebanyak 282 pasangan. Dari angka tersebut maka jumlah pasangan terbesar yang melangsungkan nikah beda agama adalah dari agama Islam-Kristen (148 pasangan) dan Islam-Khatolik (127 pasangan) (http://icrp-online.org/042012/post-1783.html diakses pada tanggal 11 Desember 2013 pukul 23.02 WIB).Dari data penulisan tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pelaksanaan perkawinan beda agama dari tahun ke tahun semakin meningkat. Selain itu ketidakjelasan pengaturan mengenai perkawinan beda agama di Indonesia menyebabkan banyak Warga Negara Indonesia beda agama memilih melangsukan perkawinan di luar

(4)

commit to user

negeri agar dapat melangsungkan perkawinan mereka. Salahsatu kasus perkawinan beda agama antar Warga Negara Indonesia di luar negeri ialah pasangan artis Titi Kamal dan Christian Sugiono yang melangsungkan perkawinandi sebuah masjid di Perth, Australia. Christian Sugiono dan Titi Kamal melaksungkan perkawinannya pada 6 Februari 2009 di Sydney, Australia (http://log.viva.co.id/news/read/34045-titi_kamal_christian_menikah, diakses padatanggal 21 November 2013 pukul 22.27 WIB). Berikut beberapa kasus perkawinan antar Warga Negara Indonesia beda agama yang dilangsungkan di luar negeri antara lain Frans Mohede (Kristen Protestan) dengan Amara (Islam), menikah pada tanggal 1 Desember 1999 di Hongkong, Cornelia Agatha (Kristen) - Sony Lalwani(Islam), menikah 18 Maret 2006 di Hongkong, Rio Febrian (Kristen) dan Sabria Kono (Islam), menikah di Bangkok pada 3 Februari 2010danRuhut Sitompul (Kristen) dan Anna Rudhiantiana Legawati

(Islam),menikah di Sydney, Australia

(http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/10-pasangan-selebriti-ini-bahagia-meski-beda-keyakinan-b74b8c-6.html, diakses pada tanggal 21 November 2013 pukul 22.32 WIB).

Pokok permasalahan dari kasus-kasus perkawinan beda agama diluarnegeri ialah keabsahan perkawinan pasangan berbeda agama yang dilangsungkan di luar negeri tersebut di Indonesia. Jika memperhatikan Pasal 8 huruf (f) Undang-Undang Perkawinan, tentang larangan perkawinan yaitu : perkawinan dilarang antara dua orang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin. Sehingga dalam hal ini pada Pasal 2 ayat (1) dan Pasa l8 huruf (f)Undang-Undang Perkawinan secara tegas dikatakan bahwa sahnya perkawinan di Indonesia adalah berdasarkan agama.

Penyelesaian kasus perkawinan beda agama kemudian biasanya dilakukan melalui pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil. Hal tersebut tertera pada Pasal 20 Undang-Undang Perkawinan, secara implisit memperbolehkan Pegawai Pencatat Perkawinan melangsungkan dan mencatat

(5)

commit to user

perkawinan beda agama atau berdasarkan Pasal 21 menyebutkan bahwa proses itu harus melalui prosedur Pengadilan Negeri terlebih dahulu untuk memperoleh keputusan yang mengikat. Pencatatan tersebut dilakukan sebagai aspek administratif demi ketertiban sebagai warga negara. Pada sisi lain, perkawinan di luar Indonesia yang hanya memperhatikan aspek keperdataannya saja, maka sahnya perkawinan hanya semata-mata berdasarkan kesepakatan dan seterusnya dicatat secara administratif (O.S Eoh, 2001:139). Tanpa mengabaikan kemungkinan bahwa sahnya perkawinan di luar Indonesia, berdasarkan hukum setempat adalah juga berdasarkan agama, tetapi sejumlah indikasi telah menunjukan bahwa maksud utama perkawinan di luar Indonesia yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia, pada umumnya terbentur pada persoalan di Indonesia. Artinya, bagi Warga Negara Indonesia akan melangsungkan perkawinan, tetapi kedua belah pihak berbeda agama, ternyata dapat diselesaikan secara cepat dan sederhana di luar wilayah Indonesia.

Pelaksanaan perkawinan dinyatakan sebagai sah antara Warga Negara Indonesia berbeda agama di luar negeri hanya berdasarkan pencatatan, menjadi pertanyaan apakah memiliki legitimasi kuat untuk dianggap sah mengingat di Indonesia hanya aspek agama saja yang dapat mengesahkan perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan sedangkan pasangan tersebut melangsungkan perkawinan di luar negeri karena hukum Indonesia tidak mengatur perkawinan beda agama, berdasarkan tindakan tersebut bisa dikatakan bahwa tindakan pasangan beda agama yang menikah di luar negeri dilakukan untuk menghindari pelaksanaan aturan yang berlaku dalam Undang-Undang Perkawinan.

Menurut Bayu Seto Hardjowahono (2006:128) menjelaskan bahwa perbuatan yang dilakukan disuatu negara asing dan diakui sah di negara asing itu, akan dapat dibatalkan oleh forum atau tidak diakui oleh forum jika perbuatan itu dilaksanakan di negara asing yang bersangkutan dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari aturan-aturan lex fori yang akan melarang perbuatan semacam itu dilaksanakan di wilayah forum disebut dengan

(6)

commit to user

penyelundupan hukum (Evasion Of Law). Penyelundupan hukum terjadi karena kepada kehendak para subjek hukum diberikan keleluasaan untuk merubah titik-titik taut yang menentukan dalam proses pencarian hukum harus dipergunakan dalam memecahkan suatu peristiwa Hukum Perdata Internasional.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, dilakukan oleh Hartini (2003:20) berjudul “Implementasi Perkawinan Berbeda Agama di Luar Negeri”, menyimpulkan bahwa pada dasarnya perkawinan telah diatur oleh negara tetapi pelaksanaan berkaitan dengan aspek-aspek hukum agama, diserahkan kepada masing-masing individu untuk mengikuti atau menafsirkan karena perkawinan menurut hakikatnya merupakan persoalan yang masuk dalam ranah privat bukan publik. Sedangkan perkawinan beda agama yang dilangsukan di luar negeri dilakukan karena ada halangan perkawinandi Indonesia.Apabila ada konsistensi dengan sistem hukum yang ada secara esensial, perkawinan tersebut dapat dikatakan tidak mempunyai validasi material (Lex Loci Celebration) meskipun telah memenuhi validasi formal (Lex regit actum) menurut Hukum Perdata Internasional.

Dari uraian diatas penulis tertarik melakukan kajian yang mendalam terhadap pelaksanaan perkawinan beda agama antar Warga Negara Indonesia di luar negeri terkait dengan keabsahannya berdasarkan Undang-Undang Perkawinan berkaitan dengan tindakan penghindaran hukum yang dapat disebut sebagai penyelundupan hukum yang dapat mengkibatkan batalnya perkawinan yang di laksanakan di luar negeri tersebut berdasarkan norma-norma Hukum Perdata Internasional.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah telah diuraikan diatas, maka, rumusan masalah akan dibahas yaitu:

1. Apakah perkawinan beda agama antar Warga Negara Indonesia di luar negeri sah menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan?

(7)

commit to user

2. Apakah perkawinan beda agama antar Warga Negara Indonesia di luar negeri merupakan bentuk penyelundupan hukum dalam perspektif Hukum Perdata Internasional?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan suatu penulisan ialah upaya untuk memecahkan masalah (Lexy J. Moleong, 2007:94) yang menjadi tujuan dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Objektif

a. Mengetahui keabsahan perkawinan beda agama antar Warga Negara Indonesia di luar negeri menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

b. Mengetahui kebenaran pelaksanaan perkawinan beda agama antar Warga Negara Indonesia di luar negeri merupakan bentuk penyelundupan hukum dalam perspektif Hukum Perdata Internasional 2. Tujuan Subjektif

a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar starta 1 (Sarjana) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS)

b. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat dapat memberi manfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya serta memberi kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.

c. Memperdalam pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman aspek hukum didalam teori dan praktek menulis, khususnya dalam bidang Hukum Perdata.

D. Manfaat Penulisan

Penulis berharap kegiatan penulisan dalam penulisan hukum ini akan memberikan manfaat sebanyak mungkin bagi pihak yang terkait dalam

(8)

commit to user

penulisan ini, yaitu bagi penulis, pembaca maupun pihak-pihak lain. Manfaat diperoleh dalam penulisan ini antara lain:

1. Manfaat teoritis

a. Memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan Hukum Perdata di Indonesia mengenai pengaturan perkawinan beda agama dan penerapan penyelundupan hukum menurut Hukum Perdata Internasional yang akan ditelaah secara yuridis.

b. Memperkaya referansi dan literatur kepustakaan tentang Hukum Perdata.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan sumbangan jawaban masalah yang sedang diteliti oleh penulis.

b. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian hukum merupakan suatu penelitian didalam kerangka Know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas ilmu yang diajukan (Peter Mahmud Marzuki, 2013:83). Oleh sebab itu, dalam menjawab isu hukum yang akan dianalisis, diperlukan penggunaan metode penelitian yang mendukung dalam penelitian hukum ini. Untuk itu metode digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitin digunakan dalam penelitian hukum ini adalah jenis penelitian berkaitan dengan penelitian hukum (legal research atau reshtsonderzoek). Penelitian hukum adalah suatu kebenaran koherensi, yaitu menemukan apakah aturan hukum yang ada sudah sesuai dengan norma hukum, apakah norma yang berupa perintah atau larangan itu

(9)

commit to user

sesuai dengan prinsip hukum dan apakah tindakan seseorang sudah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum(Peter Mahmud Marzuki, 2013:47).

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian adalah penelitian preskriptif. Dalam hal ini, objek ilmu hukum adalah koherensi antara norma hukum dan prinsip hukum, antara aturan hukum dan norma hukum serta koherensi antara tingkah laku (act-bukan perilaku/behavior) individu dengan norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013:41-42) Berdasarkan definisi tersebut karakter preskriptif akan dikaji adalah penghindaran terhadap kaidah hukum nasional yakni Undang-Undang Perkawinan, dilakukan oleh WNI beda agama melalui perkawinan dilangsungkan di luar negeri.

3. Pendekatan Penelitian

Menurut Peter Mahmud, didalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yaitu pendekatan Undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach)(Peter Mahmud Marzuki, 2013:133).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pendekatan Undang-undang (statute approach), pendekatan konseptual (conseptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan Undang-undang (statute approach) dilakukan dengan pemahaman mengenai heirarki dan asas-asas dalam Perundang-undangan berkaitan dengan permasalahan, dikaji guna menjawab isu hukum yang dikaji oleh penulis. Pendekatan konseptual (conseptual approach) digunakan untuk mengkaji penelitian yang tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. yang menjadi kajian dari konsep ini adalah dari doktrin-doktrin yang berkembang. Sedangkan Dalam menggunakan pendekatan kasus (case approach) perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio decidendi dengan memperhatikan fakta materiil (Peter Mahmud

(10)

commit to user

Marzuki, 2013:158). Untuk menganalisis penelitian ini, maka peneliti akan meggunakan ratio decidendi kasus-kasus pelaksanaan perkawinan yang dilakukan oleh WNI dengan WNI berbeda agama di luar negeri. 4. Sumber dan Jenis Bahan Hukum

Penelitian hukum tidak mengenal adanya suatu data. Untuk memecahkan isu hukum serta memberikan preskriptif mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian (Peter Mahmud Marzuki, 2013:181). Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua yakni sumber penelitian bahan hukum primer dan sumber penelitian bahan hukum sekunder. Berikut sumber bahan hukum dari penelitian yang penulis gunakan:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini adalah :

1) Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2) Undang-UndangNomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan.

3) PeraturanPemerintahNomor 9 Tahun 1975 tentangPelaksanaan Undang-UndangNomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan.

4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

5) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

6) Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan, Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil

7) Surat Ketua Mahkamah Agung No.KMA/72/IV/1981 tanggal 20 April 1981 tentang Pelaksanaan Perkawinan Campuran.

8) Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 1400 K/Pdt/1986 9) Kompilasi Hukum Islam

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian hukum ini meliputi (Peter Mahmud Marzuki, 2013:195-196):

(11)

commit to user

1) Hasil karya ilmiah dan penelitian-penelitian yang relevan atau terkait dengan penelitian ini termasuk diantaranya skripsi, tesis, disertasi maupun jurnal-jurnal hukum.

2) Kamus-kamus hukum, komentar atas putusan pengadilan, majalah, artikel hukum dan buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian yang penulis angkat merupakan penelitian doktrinal maka dalam pengumpulan sumber hukumnya dilakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan diperlukan guna memperoleh landasan teori yang berkaitan dengan penelitian untuk melakukan kajian lebih lanjut. Studi kepustakaan diperoleh dari bahan hukum yang berupa buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan, jurnal artikel, media massa, bahan dari internet serta sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan pisau analisiss untuk memberi jawaban atas isu hukum yaitu dengan menggunakan silogisme deduksi dengan menempatkan dua premis mayor dan premis minor. Menurut Philips M. Hdjon, premis mayor adalah aturan hukum, sedangkan premis minor adalah fakta hukum (Perter Mahmud marzuki, 2013:89-90).

Penelitian ini, menggunakan premis mayor yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Surat Ketua Mahkamah Agung No.KMA/72/IV/1981 tanggal 20 April 1981 tentang Pelaksanaan Perkawinan Campuran, Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 1400 K/Pdt/1986 dan Kompilasi Hukum Islam.

(12)

commit to user

Sedangkan yang menjadi premis minor yaitu pelaksanaan perkawinan antar WNI berbeda agama di luar negeri.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk mempermudah melakukan penjabaran, pembahasan maupun penganalisisan penulisan hukum ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan hukum sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis akan memaparkan tentang: A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penulisan D. Manfaat Penulisan E. Metode Penulisan

F. Sistematika Penulisan Hukum

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, penulis akan memaparkan dua sub bab yaitu:

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Perkawinan.

2. Tinjauan tentang Hukum Perdata Internasional. B. Kerangka Pemikiran

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam hal ini, penulis membahas dan menjawab permasalahan hukum yaitu:

A. Mengenai keabsahan perkawinan beda agama antar Warga Negara Indonesia di luar negeri menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

B. Mengenai alasan hukum terkait pelaksanaan perkawinan beda agama antar Warga Negara

(13)

commit to user

Indonesia di luar negeri sebagai bentuk penyelundupan hukum dalam Perspektif Hukum Perdata Internasional. BAB IV : PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Gambar

Tabel 1. Sensus kasus perkawinan beda agama

Referensi

Dokumen terkait

lahir dari perkawinan tersebut merupakan anak yang lahir di luar perkawinan..

Membela negara merupakan kewajiban warga negara. Bukan hanya kewajiban, tetapi juga hak warga negara terhadap negaranya. Pembelaan negara adalah tekad, sikap,

UU Perkawinan dalam Pasal 2 ayat (1) menyatakan: Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu dan pada penjelasannya disebutkan

Setelah penulis mengidentifikasi permasalahan perkawinan lintas agama yang sangat luas tersebut, agar diperoleh pembahasan yang lebih spesifik mengenai objek penelitian, maka

Penelitian ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah yakni Faktor apa yang mempengaruhi pemerintah Indonesia dalam perumusan kebijakan luar

Mengetahui sejauh mana sikap GPM terhadap masalah pluralitas agama khususnya dalam melihat relasi Islam-Kristen di kota Ambon, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Warga negara yang bermoral merupakan warga negara yang mematuhi aturan yang berlaku di negaranya. Apabila disekolah maka aturan berupa tata tertib yang dapat

perlunya pemikiran mengenai apakah kebijakan unbundling masih mampu memenuhi kesejahteraan sosial warga negara dengan dilepasnya salah satu industri energi yaitu gas bumi kepada