• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGAIMANA MENINGKATKAN RENDEMEN TEBU?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAGAIMANA MENINGKATKAN RENDEMEN TEBU?"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

BAGAIMANA MENINGKATKAN

RENDEMEN TEBU?

Salah satu upaya menuju swasembada gula nasional 2014 adalah peningkatan rendemen TEBU. Pada saat ini perbaikan kualitas pertanaman tebu merupakan faktor penting yang harus mendapatkan perhatian serius. Tanaman tebu harus dapat “diberdayakan” sehingga kapasitasnya untuk menghasilkan dan menyimpan sukrose menjadi lebih baik.

OPTIMALISASI POTENSI RENDEMEN

Optimalisasi rendemen (biomasa) tebu sesuai dengan potensi genetik yang dibawa suatu klon atau suatu varietas tebu secara garis besar diabstraksikan seperti pada bagan di atas. Setiap faktor yang mempunyai andil terhadap terbentuknya rendemen akan berpengaruh secara kait-mengkait mengikuti Hukum Minimum Liebig. Faktor-faktor tersebut terdiri dari : bahan (material), lingkungan mikro, trigger dan kepentingan manusia, yang satu sama lainnya harus mendukung kondisi ideal yang sesuai dengan syarat fisiologis tanaman tebu.

(2)

Penurunan kualitas tanah, berdampak pada terganggunya proses penyerapan hara dan air oleh akar tanaman dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemampuan tanaman untuk sintesis biomasa. Bertolak dari kondisi inilah beberapa hipotesis teoritis disusun untuk diuji kebenarannya.

Bibit merupakan bahan dasar awal terbentuknya potensi rendemen dan biomasa tanaman. Dengan menggunakan indek kerapatan klorofil sebagai bioindikator, perlakuan yang benar terhadap kebun bibit dapat dilakukan secara efektif yang pada akhirnya hakekat bibit sebagai starter energy potensial dapat dioptimalkan.

Optimalisasi rendemen yang dimulai dari kebun bibit ini merupakan perbaikan jangka panjang sehingga evaluasinya haruslah dengan kurun waktu yang memadai.

(3)

Kualitas dan kapasitas klorofil daun tebu dapat dijadikan tolok ukur “keberdayaan“ tanaman tebu dalam menghasilkan gula, dan potensi rendemennya. Pengukuran klorofil daun secara berkala sesuai fase tumbuh tanaman tebu akan memudahkan petani dalam menemukan solusi terhadap tanaman yang dibudidayakan. Chlorophyl-meter adalah perangkat digital yang sangat membantu dalam pelaksanaan usahatani secara terukur (the precission agriculture).

Indikator klorofil yang baik ditentukan oleh komponen seperti pada skema pembentukan sucrose (sucrose building). Pada skema sucrose building inilah sebagian besar perhatian akan dilakukan dengan didahului penyusunan kerangka-teoritis yang akurat dan didukung kajian saintifik yang komprehensip guna pembuatan formulasi yang tepat untuk memperoleh solusi terhadap kondisi yang telah ada.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah pada area perakaran, ketersediaan dan penyerapan hara, laju fotosintesa dan transportasi fotosintat dalam batang tebu merupakan indicator kunci yang harus dipantau, dalam kaitannya dengan paket-teknologi yang diuji.

(4)

Degradasi simpanan sukrose dalam batang tebu yang terjadi selama periode pasca-panen juga harus mendapat porsi perhatian yang serius. Kalau degradasi ini dibiarkan maka akan sangat sia-sia uapaya panjang yang telah dilakukan sebelumnya jika penyelamatan ini tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Selain prosedur kerja (the best management practices) yang harus dilakukan dengan benar, upaya melindungi sukrose melalui formulasi enzimatis dapat diaplikasi sebagai tindakan preventif. Indikator keberhasilan proteksi terhadap sukrose ini dapat diamati/dianalisis terhadap parameter kerusakan sukrose secara cermat.

Sukrose yang telah terbentuk akan dijaga agar tidak mudah terhidrolisis pada kondisi kelembaban yang tinggi dengan kinerja enzimatis (inhibitor) yang dapat diaplikasi pada waktu tanaman masih tumbuh.

(5)

Motivasi tentu terkait dengan pelaku usahatani. Pemahaman terhadap fisiologi tanaman yang benar akan memotivasi secara benar pula para planter dalam merawat tanamannya. Pemahaman efisiensi, pemahamanan strategis dan reward system dapat dilakukan intern. Hanya pada reward system yang terkait dengan penghargaan upaya individu masih perlu ditingkatkan komitmennya (missal analisa rendemen individu).

(6)

KERANGKA TEORI

PENINGKATAN RENDEMEN TEBU

Tujuan utama penanaman tebu adalah untuk memperoleh hasil hablur yang sebanyak-banyaknya. Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Dalam sistem produksi gula, pembentukan gula terjadi di dalam proses metabolisme tanaman tebu, yang terjadi di lahan tebu. Pabrik gula sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan mengolahnya menjadi gula kristal.

Hablur yang dihasilkan mencerminkan nilai rendemen tebu. Dalam prosesnya ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh keadaan tanaman dan lingkungan tumbuhnya, serta proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat yang tepat. Namun sebaik apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai sarana pengolahan tidak baik, hablur yang didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada di batang.

Pada dasarnya rendemen atau kadar gula dibentuk di kebun tebu. Pembentukannya dilakukan melalui reaksi fotosintesis yang melibatkan khlorofil dan radiasi matahari, CO2 dan Air, dengan hasil berupa gula yang kemudian ditranslokasikan dan disimpan dalam batang tebu. Reaksi biokimiawi fotosintesis yang rumit berlangsung di khloroplast. Pada suasana radiasi matahari yang kurang optimal karena adanya anomali iklim yang disertai hujan berkepanjangan, mengakibatkan kapasitas fotosintesis tidak optimal.

Varietas tebu, cara budidaya, dan perlakuan terhadap tanaman dan tanah tempat tumbuhnya, termasuk penambahan inputs berupa bahan organik, pupuk lengkap dan bahan-bahan pendukung lainnya, secara terintegrasi, diharapkan dapat meningkatkan rendemen tebu.

FOTOSINTESIS

Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4, dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4, seperti tebu, lebih adaptif di daerah panas dan kering. Dalam proses fotosintesis tanaman C4, CO2 diikat oleh PEP (enzym pengikat CO2 pada tanaman C4) yang tidak dapat mengikat O2 sehingga tidak terjadi kompetisi antara CO2 dan

(7)

O2. Lokasi terjadinya assosiasi awal ini adalah di sel-sel mesofil (sekelompok sel-sel yang mempunyai klorofil yang terletak di bawah sel-sel epidermis daun). CO2 yang sudah terikat oleh PEP kemudian ditransfer ke sel-sel “bundle sheath” (sekelompok sel-sel di sekitar xylem dan phloem) dimana kemudian pengikatan dengan RuBP terjadi. Karena tingginya konsentasi CO2 pada sel-sel bundle sheath ini, maka O2 tidak mendapat kesempatan untuk bereaksi dengan RuBP, sehingga fotorespirasi sangat kecil, PEP mempunyai daya ikat yang tinggi terhadap CO2, sehingga reaksi fotosintesis terhadap CO2 di bawah 100 m mol m-2 s-1 sangat tinggi. Laju assimilasi tanaman C4 hanya bertambah sedikit dengan meningkatnya CO2.

Dalam proses fotosintesis tanaman C4, enzim karboksilase PEP memfiksasi CO2 pada akseptor karbon lain yaitu PEP. Karboksilase PEP memiliki daya ikat yang lebih tinggi terhadap CO2 daripada karboksilase RuBP. Oleh karena itu,tingkat CO2 menjadi sangat rendah pada tumbuhan C4, jauh lebih rendah daripada konsentrasi udara normal dan CO2 masih dapat terfiksasi ke PEP oleh enzim karboksilase PEP. Sistem perangkap C4 bekerja pada konsentrasi CO2 yang jauh lebih rendah.

SINTESIS SUKROSE

Sukrose merupakan produksi akhir asimilasi karbon (C) pada proses fotosintesis yang terjadi di daun dan bentuk karbohidrat yang mudah ditransportasikan ke jaringan simpan atau sink tissues. Dalam tanaman, sucrose phosphate synthase (SPS) merupakan enzim utama yang menentukan biosintesis sukrosa yang berlangsung di mesofil daun. Enzim ini mengkatalisis pembentukan sucrose-6-phosphate (suc6P) dari fructose-6-phosphate (F6P) dan uridine-5-diphospho glucose (UDPG). Selanjutnya phosphate pada suc6P diputus oleh sucrose phosphate phosphatase (SPP) sehingga dihasilkan sukrosa.

Besar kecilnya aktivitas SPS menentukan kandungan sukrosa daun dan berkorelasi positif dengan rasio sukrosa:pati daun.

Sukrosa yang disintesis di daun tebu ditranslokasikan ke jaringan/organ penyimpan (batang) melalui proses loading dan unloading mekanisme. Di batang sukrosa akan mengalami proses metabolisme lebih lanjut yaitu hidrolisis dan resintesis. Pada internoda batang yang masih muda jumlah energi dan kerangka karbon diperlukan dalam jumlah besar, sehingga jumlah sukrosa

(8)

yang dihidrolisis juga semakin besar yang mengakibatkan kandungan sukrosa batang menjadi kecil.

Aktivitas Acid Invertase (AI) yang menghidrolisis sukrosa pada batang menentukan jumlah sukrosa yang dapat diakumulasikan. Semakin kecil aktivitas AI pada batang akan meningkatkan kandungan sukrosa di batang.

Simpanan sukrose di batang

Akumulasikan sukrosa pada batang tebu dimulai pada internoda yang sedang mengalami proses pemanjangan (elongation) sampai pada internoda yang proses pemanjangannya berhenti. Besarnya jumlah sukrosa yang dapat diakumulasikan pada batang sangat ditentukan oleh selisih antara proses sintesis dan degradasi sucrose yang terjadi di daun.

Kandungan sukrosa batang tebu sangat ditentukan oleh besarnya perbedaan antara aktivitas SPS dan acid invertase (AI). Pada internoda batang tebu yang baru memulai proses pemanjangan mempunyai kandungan sukrosa yang rendah dan aktivitas AI sangat tinggi. Seiring dengan semakin dewasanya internoda, kandungan sukrosa semakin meningkat dan akitivtas AI semakin menurun. Pada tanaman tebu aktivitas invertase merupakan kunci utama pengaturan akumulasi sukrosa pada batang.

Sukrosa pada jaringan non fotosintetik yang sedang aktif tumbuh akan mengalami proses metabolisme yaitu hidrolisis dan resintesis. Kemampuan tanaman tebu untuk mengakumulasikan sukrosa di batang lebih banyak ditentukan oleh aktivitas SPS daun dan translokasinya oleh protein sucrose transporter (protein SUT), sedangkan peran SPS batang sangat kecil. Sebaliknya aktivitas AI batang secara langsung ikut menentukan besarnya sukrosa yang dapat diakumulasikan di batang disamping aktivitas AI di daun.

(9)

TEORI FOTOSINTESIS

Fotosintesis menjadi mungkin karena kemampuan pigmen klorofil menjebak cahaya. Peristiwa penting saat fotosintesis adalah pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia, yang pada akhirnya disimpan dalam molekul gula. Bahan baku fotosintesis adalah karbon dioksida dan air. Persamaan kimia total fotosintesis adalah sebagai berikut:

Reaksi Reduksi – Oksidasi (Redoks)

Reduksi adalah penambahan sebuah elektron (e) ke sebuah molekul penerima. Oksidasi adalah pembuangan sebuah elektrin dari sebuah molekul. Penambahan elektron (reduksi) menyimpan energi dalam senyawa. Pembuangan elektron (oksidasi) melepaskan energi. Kapanpun suatu zat mengalami reduksi, zat lainnya akan mengalami oksidasi.

Dalam sistem biologi, pelepasan atau pengikatan elektron yang diturunkan dari hidrogen adalah mekanisme reaksi reduksi-oksidasi yang paling sering. Reaksi redoks berperan penting dalam fotosintesis, misalnya sintesis gula dari karbon dioksida adalah reduksi karbon dioksida. Hidrogen yang diperoleh dengan membelah molekul air, ditambahkan pada karbon dioksida untuk membentuk satuan gula.

(10)

Proses Fotosintesis

Fotosintesis terjadi di dalam kloroplast, struktur selaput didalam sel mesofil daun. Kloroplast memiliki struktur halus di dalamnya – kantung-kantung selaput lempeng yang disebut tilakoid. Di selaput tilakoid, klorofil dan pigmen aksesoris disusun menjadi kelompok-kelompok fungsi yang disebut fotosistem. Masing-masing fotosistem mengandung sekitar 300 molekul pigmen yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam proses fotosintesis.

Struktur kloroplast

Masing-masing fotosistem ini memiliki pusat reaksi atau penjebak cahaya dimana molekul klorofil a yang spesial menjebak energi cahaya. Ada dua jenis fotosistem:Fotosistem I dan Fotosistem II. Di Fotosistem I, molekul klorofil a nya dinamakan P700 karena ia menyerap energi cahaya dari panjang gelombang 700 nanometer. Molekul klorofil di Fotosistem II diberi nama P680 karena molekul pigmen ini (klorofil a) menyerap cahaya pada panjang gelombang 680 nanometer.

Fotosintesis melibatkan empat reaksi biokimia, yaitu: reaksi fotokimia, transpor elektron, kemi-osmosis dan fiksasi karbon. Reaksi fotokimia dan transpor elektron terjadi di selaput tilakoid. Selaput oval tilakoid mengelilingi sebuah vakuola atau wadah penyimpan dimana ion hidrogen disimpan hingga diperlukan dalam siklus Calvin, atau fiksasi karbon. Masing-masing tilakoid bertumpu

(11)

di stroma atau zat lantai di kloroplas. Stroma adalah lokasi terjadinya fiksasi karbon.

Peristiwa Fotosistem I

Fosforilasi Siklik – Transpor Elektron

Energi cahaya mahatari menimpa suatu fotosistem. Molekul pigmennya menyerap energi ini dan meneruskannya ke molekul pusat reaksi. Tingkat energi sebuah elektron di P700 (klorofil a) naik ke tingkat yang lebih tinggi. Energi elektron yang bertambah ini menyebabkannya lepas dari molekul P700 dan menempel sementara di sebuah molekul penerima yang disebut X. Dalam menerima eletron, molekul X tereduksi. Molekul X ini meneruskan elektron ke molekul penerima lainnya dan mengalami oksidasi dalam proses ini. Terjadi sederetan peristiwa reaksi redoks, dimana elektron diteruskan dari satu molekul penerima ke molekul penerima lainnya. Pada akhirnya ia kembali ke P700. Tiap langkah reaksi reduksi-oksidasi ini dipercepat (katalis) oleh sebuah enzim khusus.

Energi yang dilepaskan saat elektron melewati rantai transpor ini dipakai untuk mensintesis ATP (Adenosin Tri Posfat). Ion hidrogen berlebih dilepaskan saat ATP terbentuk. Ion ini disimpan di wadah penyimpan di tilakoid. Fosfat inorganik dari cairan stroma disertakan dalam molekul ATP saat fosforilasi sintetik. Fotosintesis memerlukan energi dari ATP untuk mensintesis karbohidrat.

Pada peristiwa Fotosistem I, elektron yang terangsang dapat melewati jalur yang berbeda dari yang menyusun ATP. Klorofil bertindak sebagai donor elektron dan kemudian menjadi penerima (akseptor) elektron. Ia menyumbangkan elektron terangsang yang kaya energi dan menerima balik elektron yang lemah (miskin energi).

Fosforilasi Non-Siklik

Energi cahaya kembali menghantam sebuah molekul klorofil a. Sebuah elektron di molekul pusat reaksinya, P700, menjadi terangkat ke tingkat energi tinggi. Elektron ini lepas dari P700 dan diterima X. Dari molekul penerima X, elektron di lewatkan ke ferridoksin (Fd), sebuah senyawa yang mengandung besi. Fd melewatkan elektron ke senyawa transisi dan kemudian ke Nikotamida Adenin Dinukleotida Phosfat (NADP). Sesungguhnya ada dua molekul P700 yang melepaskan elektron saat peristiwa ini secara serempak. NADP menerima kedua elektron (2e) tersebut dan menjadi NADPH2. NADPH2 menyimpan kedua elektron dan tidak meneruskannya lagi. Energi dari NADPH2 akan menjadi sumber

(12)

energi saat karbon dioksida tereduksi untuk membentuk gula. Dengan mendapatkan dua elektron tambahan, NADPH2 juga menarik sebuah proton H. Karenanya ia berubah nama menjadi NADPre, dimana re berarti tereduksi.

Fotosistem I

1. Foton cahaya menghantam sebuah molekul klorofil a. 2. Molekul pusat reaksi (P700) menyerap cahaya tersebut 3. Salah satu elektronnya terangkat ke tingkat energi tinggi 4. Jalur yang diikuti oleh elektron ini ada dua kemungkinan,

yaitu jalur siklis atau nonsiklis. Jalur siklis : e dari P700 ke X ke akseptor ke ATP. Jalur nonsiklis: 2e dari P700 ke X ke Fd ke NADP lalu NADP menjadi NADPre

Reaksi Fotosistem II

Fotosistem II melibatkan sekitar 200 molekul di pusat reaksi klorofil a, pigmen penjebak cahaya tanaman hijau. Pada ganggang hijau biru dan pada lumut (bryofita), pigmen penjebak cahayanya adalah klorofil b; pada ganggang coklat klorofil c, dan ganggang merah klorofil d.

Pada saat cahaya menimpa klorofil di Fotosistem II, sebuah elektron di pusat reaksi, P680, mengalami eksitasi. Elektron energi tinggi ini lewat menuju sebuah molekul penerima elektron yang dilambangkan Q. Molekul Q melewatkan elektron lagi dalam sederetan molekul penerima yang melewatkan elektron terus menuju ke lubang di Fotosistem I yang terbentuk saat sintesis nonsiklis NADPre. Saat elektron bergerak sepanjang rantai transpor, mereka kehilangan energi perlahan-lahan. Sebagian energi membentuk ATP. Diyakini kalau P680 menarik elektron pengganti dari air, menyisakan elektron bebas dan molekul oksigen:

(13)

Jalur fotosintesis melibatkan banyak langkah dan banyak produk serta katalis perantara, termasuk flavoprotein dan sitokrom (cyt).

Rangkuman jalur elektron di Fotosistem I dan Fotosistem II sebagai berikut:

Air menyerahkan 2e ke Fotosistem I menuju X menuju rantai transpor menuju Fotosistem II menuju Q menuju rantai transpor menuju NADPre menuju siklus Calvin.

SIKLUS CALVIN

Siklus Calvin adalah sederetan peristiwa fotosintesis dimana fiksasi karbon dioksida terjadi di stroma kloroplas. NADPre dan ATP yang dihasilkan saat peristiwa Photosistem I dan Photosistem II sekarang dipakai untuk menempelkan karbon dioksida ke sebuah molekul organik. Enzim yang mempercepat siklus Calvin ada di stroma.

(14)

Siklus Calvin, menunjukkan langkah rumit yang membawa dari ribulosa difosfat (bifosfat) menuju glukosa, sebuah gula karbon-6.

Karbon dioksida bergabung dengan gula karbon-5 ribulosa bifosfat (RuBp), membentuk sebuah senyawa karbon-6 yang tidak stabil. Senyawa ini pecah menjadi dua molekul senyawa karbon-3, asam fosfogliserik (PGA). Kedua molekul PGA mengalami reduksi menjadi dua molekul fosfo-gliseraldehida (PGAL) dalam dua langkah berurutan. Ikatan energi tinggi putus dan fosfat dilepaskan, diganti dengan sebuah atom hidrogen dari NADPH. Kemudian kedua molekul PGAL menyatu menghasilkan pembentukan gula karbon-6. Sebagian PGAL ini dipakai untuk memperbaiki penyimpanan ribulosa bifosfat, titik awal siklus Calvin.

FOTO-RESPIRASI

Fotorespirasi adalah sederetan peristiwa aneh yang terjadi di sel tanaman hijau saat ada sinar matahari. Dalam peristiwa biasa, enzim karboksilase ribulosa bifosfat (RuBP) menyatu dengan sebuah kelompok karboksil menuju ribulosa bifosfat. Aktivitas biokimia yang mengikutinya sudah dijelaskan dalam siklus Calvin.

(15)

Pada saat fotorespirasi, oksigen, bukannya karbon dioksida, yang mengikat dengan karboksilase RuBP. Saat karboksilase RuBP mendapatkan oksigen, oksidasi ribulosa bifosfat terjadi. Satu molekul PGA dan sebuah molekul karbon-2 dilepaskan. PGA tetap berada dalam siklus C3, namun molekul karbon-2 meninggalkan kloroplas dan memasuki reaksi kimia di peroksisom dan metokondrion. Sebagian karbon dioksida yang dihasilkan dalam reaksi ini dilepaskan, sisanya dikembalikan ke kloroplas untuk ikut serta dalam fotosintesis.

Fotorespirasi mengoksidasi senyawa organik memakai oksigen dan hasilnya adalah pembuangan karbon dioksida. Proses ini tidak menggunakan sistem transpor elektron dan karenanya tidak menghasilkan energi. Namun, ia justru memakai energi, karenanya tampak tidak berguna. Hingga kini ilmuan belum tahu apa manfaat dari fotorespirasi bagi sel saat fotosintesis.

Jalur Fotosintesis Hatch-Slack atau C4

Di akhir tahun 1960an, tiga ahli botani (Kortschak, Hatch dan Slack) menemukan jalur fotosintesis baru, yang disebut C4 atau jalur fotosintesis Hatch-Slack. Pada dasarnya inilah yang terjadi. Karbon dioksida menyatu dengan sebuah senyawa yang disebut PEP (Phosfoenolpiruvat), membentuk sebuah senyawa karbon-4, malat. Malat ditransfer ke sel-sel lapisan buntalan di daun. Senyawa karbon-4 ini memberikan karbon dioksida, yang memasuki C3 atau siklus Calvin di sel lapisan buntalan fotosintetik.

Tanaman yang melakukan fotosintesis C4 memiliki susunan khusus di jaringan daunnya. Susunan khusus ini disebut anatomi Kranz. Sel-sel lapisan buntalan diposisikan dalam bentuk lingkaran mengelilingi buntalan pembuluh (terdiri dari tabung-tabung xilem dan floem). Sel mesofil menyusun bagian interior daun lainnya. Ruang udaranya sangat kecil. Tanaman di daerah tropis dan gurun dengan tingkat fotosintesis sangat tinggi adalah tanaman C4 tebu.

(16)

KHLOROFIL TANAMAN TEBU

Struktur Kimia Klorofil

Klorofil adalah pigmen “chlorin”, which is structurally similar to and produced through the same metabolic pathway as other porphyrin pigments such as heme. At the center of the chlorin ring is a magnesium ion. The chlorin ring can have several different side chains, usually including a long phytol chain. There are a few different forms that occur naturally, but the most widely distributed form in terrestrial plants is chlorophyll a. Based on NMR data, optical and mass spectra, it is thought to have a structure of C55H70O6N4Mg or [2-formyl]-chlorophyll a.

Struktur berbagai jenis klorofil:

Chlorophyll a Chlorophyll b Chlorophyll c1 Molecular formula C55H72O5N4Mg C55H70O6N4Mg C35H30O5N4Mg

C2 group -CH3 -CH3 -CH3

C3 group -CH=CH2 -CH=CH2 -CH=CH2

C7 group -CH3 -CHO -CH3

C8 group -CH2CH3 -CH2CH3 -CH2CH3

C17 group -CH2CH2COO-Phytyl -CH2CH2COO-Phytyl -CH=CHCOOH

C17-C18 bond Single (chlorin) Single (chlorin) Double (porphyrin)

(17)
(18)

Structure of chlorophyll b

Biosintesis Klorofil

In plants, chlorophyll may be synthesized from succinyl-CoA and glycine, although the immediate precursor to chlorophyll a and b is protochlorophyllide. In Angiosperm plants, the last step, conversion of protochlorophyllide to chlorophyll, is light-dependent and such plants are pale (etiolated) if grown in the darkness.

(19)

Chlorophyll itself is bound to proteins and can transfer the absorbed energy in the required direction.

Protochlorophyllide occurs mostly in the free form and, under light conditions, acts as a photosensitizer, forming highly toxic free radicals. Hence, plants need an efficient mechanism of regulating the amount of chlorophyll precursor. In angiosperms, this is done at the step of aminolevulinic acid (ALA), one of the intermediate compounds in the biosynthesis pathway. Plants that are fed by ALA accumulate high and toxic levels of protochlorophyllide; so do the mutants with the damaged regulatory system.

Klorofil Tanaman tebu

Klorofil memegang peranan sangat penting bagi perkembangan sistem asimilasi tanaman tebu. Kandungan klorofil ini beragam dengan umur tanaman, dan kemasakan tanaman, panjang hari, kualitas dan intensitas radiasi, musim, dan lingkungan.

Pigment ratios also vary in sun and shade leaves in response to nutrients and soil conditions in general; and nitrogen, iron, chlorides, magnesium and potassium in particular.

Klorofil diduga dijerap pada plastida, mencerminkan sifat-sifatnya yang berkaitan dnegan fungsi biologisnya.

Kadar klorofil sangat dipengaruhi oleh kondisi nutrisi tanaman tebu. Hara nitrogen lebih efektif meningkatkan kadar klorofil dibandingkan dengan P dan K. Defisiensi nitrogen dapat menurunkan kaadr klorofil daun tebu. Defisiensi P meningkatkan pigmen klorofil, bahkan di luar control, dan menunjukkan kondisi pemanfaatan nitrogen yang lebih baik dalam pembentukan pigmen hijau. Kekurangan K menunjukkan gejala seperti defisiensi P, tetapi perbaikan pigmen tidak terlalu mencolok.

Berbagai bentuk pupuk dapat mengubah kadar klorofil daun, tetapi perubahan kadar klorofil daun akibat pemupukan ini tidak konsisten.

Sejalan dengan umur daun, kadar klorofilnya menurun, terutama setelah fase daun ke lima. Total yellow pigments on the other hand, increased up to the fourth leaf from top and thereafter declined. The decline in green pigments was more than in the yellow ones; disintegration in the former started earlier than in the latter. A

(20)

gradual fall in carotin more than in xanthophylls was noted with advance in age.

Kandungan klorofil dalam tanaman sangat dipengaruhi oleh kadar hara tanaman NPK dan proporsinya NPK dalam pupuk yang diberikan kepada tanaman. Batas kritis nitrogen sekitar 33 % dari total hara, di bawah dan di atas mana akan mencerminkan kondisi kemiskinan dan kemewahan konsumsi hara. Di dalam kisaran 33-66 per cent, respon tanaman dikendalikan oleh adanya factor komplementer dalam media tumbuh tanaman.

Untuk mendapatkan kandungan klorofil yang tinggi, pupuk lengkap NPK diberikan dengan rasio N : P : K = 33 : 28 : 5.

(21)

METABOLISME SUKROSE TEBU

Hasil akhir asimilasi karbon pada proses fotosintesis adalah pati dan sukrosa. Pati disintesis pada kloroplas dan bertindak sebagai senyawa deposit fotoasimilat, sedangkan sukrosa disintesis pada sitosol dan merupakan senyawa karbon mobil penting untuk distribusi fotoasimilat ke seluruh bagian tanaman. Sebagian besar karbon yang diasimilasi dapat dialokasikan ke sintesis pati atau sukrosa tergatung faktor lingkungan, status HARA, dan fase pertumbuhan tanaman.

Sukrosa merupakan produksi akhir asimilasi karbon (C) pada proses fotosintesis yang terjadi di daun dan bentuk karbohidrat yang mudah ditransportasikan ke jaringan simpan atau sink tissues.

The biosynthesis of sucrose proceeds via the precursors UDP-glucose and fructose 6-phosphate, catalyzed by the enzyme sucrose-6-phosphate synthase. The energy for the reaction is gained by the cleavage of Uridine diphosphate (UDP).

Dalam tanaman, Sucrose Phosphate Synthase (SPS) merupakan enzim utama biosintesis sukrosa yang berlangsung di mesofil daun. Enzim ini mengkatalisis pembentukan sucrose-6-phosphate (suc6P) dari fructose-6-sucrose-6-phosphate (F6P) dan uridine-5-diphospho glucose (UDPG). Selanjutnya phosphate pada suc6P diputus oleh sucrose phosphate phosphatase (SPP) sehingga dihasilkan sukrosa. Besar kecilnya aktivitas SPS menentukan kandungan sukrosa daun dan berkorelasi positif dengan rasio sukrosa: pati daun.

Tingkat akumulasi sukrosa pada tanaman tebu sangat dipengaruhi tingkat asimilasi karbon dan sintesa sukrosa pada tanaman tebu. Enzim kunci yang berperan terhadap metabolisme sukrosa, diantaranya adalah sucrose phosphate synthase (SPS), acid invertase (AI) dan neutral invertase (NI). Sucrose phosphate synthase merupakan enzim utama yang menentukan biosintesa sukrosa pada tanaman tebu .

Enzim SPS ini mengkatalisis reaksi pembentukan sucrose-6P dari fructose-sucrose-6P dan UDP-glucose. Interkonversi fructose-1,6-bisphosphate menjadi fructose-6P juga merupakan reaksi penting

(22)

yang menentukan sintesis sukrosa, tetapi reaksi tersebut mengarahkan ke alur metabolisme glikolisis. Selain itu, pati yang disintesis di daun dapat dimobilisir ke bentuk sukrosa bila intensitas sinar rendah atau pada malam hari. Hal ini menguatkan pernyataan bahwa SPS merupakan enzim penting dalam biosintesis sukrosa pada tanaman. SPS diketemukan baik pada sel fotosintetik maupun sel non-fotosintetik. Pada sel fotosintetik aktivitas SPS merupakan factor pembatas sintesis sukrosa dan juga tingkat fotosintesis daun.

Hasil sucrose batang tebu tergantung pada dua macam proses yang saling terkait: PRODUKSI BIOMASA dan KONSENTRASI SUKROSE. Kemampuan untuk mengakumulasikan sucrose hingga konsentrasi tinggi pada batang tebu yang dipanen, merupakan resultante dari proses sintesis sucrose dan degradasi sucrose.

Metabolisme gula dalam tanaman tebu dikendalikan oleh beberapa macam ensim seperti invertase, sucrose synthase (SS), dan sucrose-phosphate synthase (SPS). Ensim Invertases memecah sucrose menjadi glucose dan fructose. Ensim-ensim ini dikelompokkan menurut stabilitasnya, lokasi cellular, dan pH optimum-nya. Berdasarkan pada nilai pH-optimum, dibedakan menjadi acid invertase (AI) dan neutral invertase (NI).

Ensim Sucrose-phosphate synthase (SPS) mensintesis sucrose-6-phosphate, yang selanjutnya mengalami reaksi defosforilasi oleh ensim SPP (sucrose-phosphate phosphatase) menjadi sucrose.

Ensim Sucrose synthase (SS) juga dapat memecah sucrose menjadi UDP-glucose dan fructose atau mengkatalisis reaksi sintetis kebalikannya. Ensim ini dipercaya berfungsi dalam proses pemecahan sucrose in vivo.

Sucrose concentration in sugarcane internodes is correlated with AI activity and maturation. Acid invertase activity was high in apoplast and vacuoles of young, actively growing internodes and almost absent from the mature internodes. Neutral invertase presents at low level in very young tissue and at greater levels in older

(23)

tissue. It has been proposed that NI regulates sucrose movement from vascular to storage tissue in mature inter nodes or that it is involved in the turnover of hexoses in mature tissue.

Perubahan aktivitas AI dan NI dalam batang tebu setelah panen sangat menentukan kualitas tebu selama disimpan pasca panen.

Neutral invertase had a higher specific activity at the initiate harvested (0-3 days) than acid invertase in the sucrose-accumulating region of the sugarcane stem. Negative significant correlation was found between NI specific activity and sucrose accumulation.

AI showed a higher specific activity after 4 days harvested and had negative correlation with sucrose accumulation. The NI could be more responsible in hydrolisis of sucrose than AI at early storage. The storage period of sugarcane stems had significant influences on metabolic changes of sugar and enzyme activities. Direct losses due to loss weight and decay and indirect losses, such as sucrose hydrolysis, limit the shelf-life of sugarcane stems. The storage period after harvest is effective for maintaining the quality of sugarcane stems.

Ensim Soluble Acid Invertase (SAI) dan ensim insoluble (cell wall) acid invertase (CWI) mempengaruhi akumulasi sucrose dalam tebu selama masa pemasakan (ripening), dan juga degradasi sucrose setelah tebu dipanen (pascapanen). Selama proses kemasakan tanaman, aktivitas SAI paling tinggi dalam ruas termuda. Aktivitas ensim ini menurun sejalan dengan semakin tuanya umur ruas dan buku tebu. Sebaliknya aktivitas ensim CWI meningkat sejalan dengan bertambahnya umur ruas tebu.

Kadar Sucrose selama masa pemasakan tanaman tebu berkorelasi negative dengan aktivitas ensim SAI, demikian juga rasio sucrose dengan total gula. Setelah panen, aktivitas ensim SAI dalam buku (internode) yang belum masak akan meningkat dengan waktu , sedangkan aktivitas ensim CWI menurun dalam internode yang sudah masak dan yang belum masak.

Ada korelasi negative antara aktivitas SAI dengan kadar sucrose dan rasio sucrose / total sugar selama penyimpanan.

(24)

Ensim acid invertases (AI) memegang peran kunci dalam menentukan konsentrasi sucrose selama pemasakan tanaman dan setelah tebu dipanen.

Primary sucrose metabolism is governed by several enzymes such as invertase, sucrose synthase and sucrose-phosphate synthase. Invertases (β-fructofuranosidase) have been suggested to be key regulators for sucrose accumulation in sugarcane stem parenchyma. Two groups of acid invertase, soluble and cell wall bound, are present in sugarcane tissues. These isozymes hydrolyze sucrose into glucose and fructose, but at a much slower rate. They can also remove terminal β-fructosyl residues from short-chain oligosaccharides such as raffinose and kestoses. Soluble acid invertase (SAI) is localized in the vacuole whereas cell wall invertase (CWI) is localized in the apoplast, ionically linked to the cell wall. The activity of SAI is usually high in tissues that are rapidly growing such as cell and tissue cultures, root apices and immature stem internodes. It is also thought to mediate remobilization of sucrose from storage for maintaining cellular processes during periods of the stress such as delayed harvest. It has been reported that the inversion of sucrose occurs in harvested sugarcane internodes.

Invertase (beta-D-fructofuranosidase) merupakan ensim kunci yang terlibat dalam metabolism sucrose dalam tanaman tebu. Ensim ini sangat berkorelasi dengan kandungan sucrose dan gula-reduksi selama pertumbuhan tanaman. Tanaman tebu mempunyai dua macam ensim invertase, yaitu Neutral Invertase (NI) dan Acid invertase (AI). Kedua ensim ini mempunyai fungsi yang berbeda dalam akumulasi sukrose. Pada awal tebu dipanen (0-3 hari), NI mempunyai aktivitas spesifik lebih besar disbanding dnegan AI di dalam daerah simpanan sukrose batang tebu. Ada korelasi negative antara aktivitas spesifik NI dengan akumulasi sukrose. AI menunjukkan aktivitas spesifik lebih tinggi setelah 4 hari panen dan mempunyai korelasi negative dengan akumulasi sukrose. Dapat disimpulkan bahwa NI lebih bertanggung-jawab dalam hidrolisis sucrose dibandingkan dengan AI pada awal penyimpanan batang tebu.

(25)

KEBUTUHAN AIR TANAMAN TEBU

Sugarcane being a long duration crop producing huge amounts of biomass is classed among those plants having a high water requirement and yet it is drought tolerant.

Kebutuhan air terbesar terjadi pada saat tebu berumur 4 sampai 9 bulan, dimana pada umur tersebut tebu berada pada masa vegetatif aktif. Pada masa tersebut, kekurangan air akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tebu seperti diameter batang kecil dan jarak an tar buku kecilsehingga tinggi pohon berkurang.

Kebutuhan air terendah terjadi pada saat tebu berumur 12 bulan, yaitu masa siap panen. Saat itu TEBU tidak membu-tuhkan banyak air lebih, karena kelebihan air akan berpenga-ruh pada proses pemasakan yaitu menyebabkan rendemen tebu turun.

Penyerapan Air

Kedalaman akar tebu beragam dengan tipe tanah dan rejim irigasi; irigasi dengan frekuensi jarang dan dosis air yang banyak akan menghasilkan perakaran yang lebih ekstensif. Rooting depth

(26)

can be up to 5 m but active root zone for water uptake is generally limited to the uppermost layers. When these layers are depleted the uptake from greater depth increases rapidly but normally 100 percent of the water is extracted from the first 1.2 to 2.0 m (D = 1.2-2.0 m). With evapotranspiration during the growing season of 5 to 6 mm /day, the depletion level during the vegetative and yield formation period can be 65 percent of the total available water without having any serious effects on yields.

Biasanya sebelum dilakukan analisis kondisi lengas tanah dibuat asumsi bahwa kedalaman perakaran tebu pada umur 0 - 1 bulan adalah 150 mm dan untuk setiap bulan berikutnya per-akaran tebu bertambah 100 mm. Total ketersediaan air bagi tanaman tebu pada umur 1 – 12 bulan, besamya antara 14.82 mm sampai 140.5 mm. Kondisi tersebut dapat dieapai apabila kadar air tanah berada pada titik kapasitas lapang.

Sebagian besar biomasa akar tebu berada di tanah lapisan atas, kemudian menurun secara eksponensial dnegann kedalaman tanah. Sekitar 50% biomasa akar tebu berada dalam 20 cm lapisan tanah atas, dan 85% berada dalam lapisan tanah atas hingga 60 cm. The percentage of roots in the 0-30 cm horizon was 48-68%; from 30 to 60 cm, 16 - 18%; 60 to 90 cm, 3-12%; 90 to 120cm, 4-7%; 120 to 150 cm, 1-7%; and 150 to 180 cm, 0-4%. Sehingga pola penyerapan air dari berbagai lapisan tanah sesuai dengan distribusi biomasa akar.

(27)

Karakterisrtik fisiologis untuk efisiensi air tanaman tebu:

 Suplai air yang berlebihan dapat mereduksi hasil tebu dan/atau hasil gula, sedangkan cekaman air tingkat medium dapat meningkatkan hasil tebu

 Pengairan yang berlebihan pada fase tillering harus dihindari karena pada saat ini pertumbuhan akar sangat aktif, sehingga “banyaknya” air tanah akan menurunkan aerasi tanah yang dapat mengganggu pertumbuhan akar dan penyerapan hara.

 Panjang batang tebu menentukan kapasitas simpanan gula, karena tidak ada pertumbuhan sekender diameter batang tebu

 Periode kering selama 4-6 minggu sebelum panen akan menjamin hasil gula optimum

 Reduksi suplai air selama periode pemasakan hingga pembungaan akan membantu mengendalikan pembungaan.

Suplai Air dan Hasil tebu

Defisit air selama awal periode tumbuh dan awal periode vegetative (tillering) berdampak buruk terhadap hasil tanaman dibandingkan dengan deficit air pada periode pertumbuhan bagian akhir. Defisit air memperlambat perkecambahan bibit dan tillering

(28)

dan jumlah anakan lebih sedikit. Water deficit during the vegetative period (stem elongation) and early yield formation causes a lower rate of stalk elongation. Severe water deficit during the later part of yield formation forces the crop to ripen. During the ripening period , a low soil moisture content is necessary. However, when the plant is too seriously deprived of water, loss in sugar content carp be greater than sugar formation.

Kalau suplai air terbatas, dan terlepas dari pertimbangan lainnya, luasan irigasi dapat diperbesar dengan jalan menggunakan air yang disimpan selama periode pembentukan hasil; hal ini akan mengakibatkan hasil per hektar sedikti menurun tetapi keseluruhan produksi akan lebih tinggi.

Toward maturity, vegetative growth is reduced and sugar content of the cane increases greatly. Sugar content at harvest is usually between 10 and 12 percent of the cane fresh weight, but under experimental conditions 18 percent or more has been observed. Sugar content seems to decrease slightly with increased cane yields. Luxurious growth should be avoided during cane ripening which can be achieved by low temperature, low nitrogen level and restricted water supply. With respect to juice purity, this is positively affected by low minimum temperatures several weeks before harvest.

Reductions in cane yield and sugar content were most frequent and severe when water stress occurred during the period which had the highest total evapotranspiration (ET) and the least amount of rainfall as a percentage of ET. Water stress during other six-week periods had a much lesser affect on sugarcane yield and quality. Lack of cane and sugar yield response to water stress during the earliest growth period may have been a result of much lower ET during this period, and may also indicate that the crop was taking advantage of moisture stored in the soil profile from off-season rainfall.

(29)

FOSFOR DAN RENDEMEN GULA

Peran P bagi Tanaman Tebu

Dalam metabolisme karbon, tanaman tebu tergolong Tipe C4 (Siklus Kalvin). Rangkaian Tipe C4 lebih pendek daripada Tipe C3 (Siklus Kreb), sehingga ia lebih efisien dalam metabolisme tanaman. Sinar matahari mengubah CO2 + H2O ~ CHO (karbohidrat) + Energi (E), dalam klhorofil tanaman tebu. Energi cahaya matahari diikat unsur P menjadi energi metabolik tinggi (high metabolic energy, ATP). Selanjutnya energi ATP digunakan dalam metabolisme pembentukan gula (sukrose) dari senyawa glukose + fruktose. Untuk setiap molekul P dalam ATP terkandung 4.000 kalori. Jadi, setiap molekul ATP mengandung 12.000 kal. Bila terjadi defisiensi P maka berarti bahwa tanaman tebu akan kekurangan energi metabolisme dan pertumbuhan tanaman serta produksi gula akan berkurang.

Masalah Rendemen dan Unsur P

Dalam sejarah pertebuan di Indonesia, rendemen gula pernah mencapai 14 %; tetapi akhir-akhir ini hanya sekitar 7 %. Berbagai faktor seperti: musim tanam tidak tepat, faktor kemasakan, aktivitas invertase memproduksi gula reduksi, transportase saat panen, dan lain-lain, disinyalir menjadi penyebab rendahnya rendemen tersebut.

Di pihak lain, pembudidayaan lahan secara terus menerus (sistem ratun), tanpa mengikuti kaedah-kaedah konservasi kesuburan tanah yang benar, diikuti penggunaan unsur N tinggi serta P, K, Mg, dan Si yang tidak seimbang, menyebabkan terjadi degradasi kesuburan tanah. Pada kondisi tanah terdegradasi, unsur P merupakan salah satu unsur hara makro yang membatasi pertumbuhan tanaman tebu dan produksi gula.

Fosfor dalam tanah

Unsur kedua setelah N yang menyebabkan pertumbuhan kritis pada tanaman tebu adalah fosfor (P). Defisiensi unsur P nyata akibatnya karena serapan-serapan unsur lain bisa terhambat.

Peran fosfor bagi tanaman melalui pengaruhnya terhadap fotosintesis, metabolisme karbohidrat, pemasakan batang (ripening), rendemen gula, ketahanan terhadap hama-penyakit, dan lain-lain. Jumlah fosfor dalam mineral lebih banyak dibandingkan dengan

(30)

nitrogen, tetapi jauh lebih sedikit dari kalium, kalsium, dan magnesium. Penting diketahui bahwa hampir semua fosfor dalam tanah tidak tersedia bagi tanaman. Juga bila diberikan sebagai pupuk, fosfor sering kali menjadi tidak tersedia akibat "fiksasi".

Sumber fosfor

Fosfor dalam tanah berada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Bila dalam bentuk organik, maka perombakan merupakan proses penting dalam penyediaan P bagi tanaman. Fosfor dalam mineral misalnya apatit, strengit, varasit, dan lain-lain, lebih sulit tersedia. Fosfor organik dijumpai sebagai senyawa fitin, asam nukleat, dan lain-lain; dan ada pendapat bentuk P-organik ini tersedia bagi tanaman. Fosfor anP-organik umumnya dijumpai sebagai:

 Senyawa Ca, Fe, dan Al,  Dalam larutan tanah,

 Terjerap (adsorpted) pada permukaan komplek padatan,  Terserap (absorbed) dalam fase padatan, dan

 Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat.

Reaksi pertukaran anion fosfat terjerap sangat lambat dibandingkan dengan reaksi kation secara individual. Pelepasan fosfat secara perlahan-lahan terjadi selama periode tanam; hal ini dijadikan dasar pemberian pupuk P setiap awal periode tanaman.

Sifat dan Perilaku fosfor

Bentuk fosfat tersedia adalah anion-anion: H2PO4-, HPO42- , dan PO43- larut dalam cairan tanah. Bentuk-bentuk ion ini sangat ditentukan oleh pH tanah. Pada pH rendah, ion H2PO4- dominan; sedang pada pH tinggi ion HPO42-. Ion PO43- terjadi bila pH di atas 10.0 sehingga bentuk ini pada kisaran normal pH tanah mineral (4.0 hingga 8.0) jarang dijumpai. Jumlah ion H2PO4- dan HPO4 2-berimbang pada kondisi pH netral; sehingga disepakati bahwa pH netral merupakan kondisi terbaik bagi ketersediaan fosfat. Pada tanah masam, kelarutan kation-kation Fe, Al, Mn, Cu, Zn dominan; sedang pada tanah alkalin Ca dan Mg dominan. Ion fosfor sangat mudah bereaksi dengan kation-kation tersebut membentuk ikatan kompleks yang mengendap dan sukar tersedia. Dengan besi, aluminium, dan mangan, ion P membentuk mineral strengit, varasit, dan mangani-fosfat yaitu bentuk-bentuk utama fiksasi fosfat pada tanah-tanah masam. Ikatan P dengan kalsium membentuk mineral

(31)

apatit, merupakan bentuk fiksasi P pada tanah alkalin atau kalkareus.

Fosfor dalam tanaman

Unsur P, seperti halnya N, berkaitan erat dengan penyusun bagian penting tanaman seperti asam nukleat pada inti sel. Oleh karena itu, defisiensi P berakibat pada penurunan pertumbuhan secara drastik. Fosfor berfungsi pada berbagai reaksi biokimia dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Senyawa fosforilasi bertindak sebagai intermediat, penyimpan dan penyedia energi reaksi-reaksi khusus seperti respirasi dan fermentasi. Fosfor khususnya penting dalam proses pertumbuhan benih/stek,

pemasakan batang, serta perkembangan akar; di samping berfungsi sebagai penyangga kemasaman dan kealkalian sel tanaman.

Fosfor menentukan keragaan/vigur dan meningkatkan kualitas tanaman. Ia membantu pembentukan sel-sel baru, memacu pertumbuhan, dan mempercepat perkembangan daun melalui pemunculan kelopak, dan kemasakan tanaman. Ia juga meningkatkan ketahanan (resistensi) terhadap hama penyakit dan memperkuat batang, jadi mengurangi tendensi rebah. Ia mengimbangi pengaruh kerusakan akibat kelebihan nitrogen dalam tanaman. Bila terjadi defisiensi fosfor dalam tanah, tanaman gagal memulai pertumbuhan awal, tidak membantu perkembangan sistem perakaran, tetap kerdil dan kadang-kadang cenderung menyebabkan batang dan daun berwarna ungu kemerahan atau keunguan berhubungan dengan kadar gula tidak normal dan terjadi pembentukan anthosianin. Karena fosfor berperan dalam mengefisienkan fungsi dan penggunaan nitrogen maka gejala defisiensi P seringkali tampak identik dengan N.

Masalah fosfor dalam Tanah

Ketersediaan P sering dikaitkan dengan rekasi tanah (pH). Pada tanah-tanah masam difiksasi oleh ion-ion Al, Fe, atau Mn; dan pada tanah alkalin oleh Ca. Umumnya ketersediaan P tidak bermasalah pada tanah netral. Keberadaan anion seperti SO42-, SiO44-, NO3-, atau Cl- dapat mengganggu ketersedian P (common ion effect). Kondisi basah-kering bergantian, dan juga tanah-tanah berkadar liat tinggi dapat pula dikaitkan dengan permasalahan ketersediaan P akibat terfiksasi atau teretensi.

(32)

Teknologi Fosfor untuk Peningkatan Rendemen Tebu Tanah:

 Kesuburan tanah berkelanjutan (potensial, jangka panjang): asam humat, unsur silikat (unsur natrium).

 Kesuburan tanah aktual (jangka pendek, ameliorasi): imbangan (N, P, K); efek ion senama (anion-anion Silikat, Sulfat,Nitrat, Khlor); dan efisiensi serapan, pelepasan fiksasi/retensi.

Fisiologi tanaman tebu:

 Peningkatan peran Fosfor ~ vegetatif: fotosintesis, metabolisme karbohidrat ~ generatif: ripening, metabolisme sukrose.

 Peran unsur mikro: Cu, Zn, B ~ prekursor enzim, metabolisme sukrose.

 Zat Pemacu Tumbuh: auksin, GA

 Inhibitor (penghambat) invertase ~ mencegah pembentukan gula reduksi.

(33)

Si BAGI TANAMAN TEBU

Si dapat memberikan efek positif bagi tanaman tebu. Penggunaan terak silikat sebagai sumber Si bagi tebu telah banyak dilakukan di Hawaii, Mauritius dan Florida. Secara umum, tebu memberikan respon positif terhadap pemupukan Si berupa peningkatan tinggi, jumlah dan diameter batang, menurunkan serangan penggerek pucuk / batang, serta meningkatkan hasil gula. Peningkatan hasil tebu dan gula sebagian besar terjadi karena kenaikan bobot tebu dan bukan oleh kenaikan rendemen. Efek positif pemupukan Si biasanya akan terbawa hingga tanaman keprasan bahkan hingga keprasan ke empat. Beberapa kajian menjelaskan bahwa Si memiliki beberapa peran penting terhadap tanaman tebu (Saccharum officinarum). Tebu merupakan salah satu monokotil akumulator Si yaitu tanaman yang serapan Si-nya melebihi serapannya terhadap air. Selama pertumbuhan (1 tahun), tebu menyerap Si sekitar 500-700 kg per ha lebih tinggi dibanding unsur-unsur lainnya.

Si dapat memberikan efek positif bagi tanaman tebu melalui dua hal yaitu pengaruh tak langsung pada tanah dengan meningkatkan ketersediaan P dan pengaruh langsung pada tanaman, seperti meningkatkan efisiensi fotosintesa, menginduksi ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik seperti hama dan penyakit, keracunan Fe, Al, dan Mn, mengurangi kerobohan dan memperbaiki erectness (ketegakan) daun dan batang, serta memperbaiki efisiensi penggunaan air. Untuk kedepannya, diharapkan pengetahuan tentang peranan unsur-unsur bermanfaat lainnya, seperti Natrium (Na), Cobalt (Co), Selenium (Se), dan Vanadium (Va), perlu dikembangkan dan disebarluaskan agar dapat meningkatkan produksi tanaman pertanian

Tebu menyerap Si dalam bentuk H4SiO4, yaitu suatu bentuk Si yang tidak bermuatan sehingga relatif tidak mobil dalam tanaman. Oleh karena itu, konsentrasi Si dalam tanaman tebu sangat tergantung kepada konsentrasi Si yang larut dalam air

(34)

tanah. Pergerakan Si dari akar ke batang dan bagian tanaman lainnya mengikuti aliran air. Air diserap akar, masuk ke batang kemudian menguap lewat batang/daun. Si terakumulasi dalam sel epidermis tebu, kemudian berintegrasi kedalamnya sehingga akan memberikan kekuatan kepada batang dan daun tebu.

Although silicon is not an essential plant element, Si-accumulating plants such as sugarcane could exhibit reduced yields associated with the intensive management and monoculture. Silicon fertilization has been shown to improve chlorophyll and structure of leaves, reduce lodging, and minimize biotic and abiotic stress, but there is little information.

Positive results have been obtained with silicon application in many countries, including Brazil. Most of these results were not exclusive from silicon because the high rates of silicate can improve pH, Ca, and Mg contents. The silicate fertilization applied in furrow planting could be useful to reduce the cost of this product used in rates similar to lime (>2 or 3 t ha-1) and study the direct effects of Si on sugarcane.

Unsur hara Si memiliki banyak peranan pada tanaman tebu, terutama pada tanah-tanah tropis seperti Oxisol, Ultisol, Entisol, dan Histosol (tanah organik). Beberapa kajian menjelaskan bahwa Si dapat meningkatkan hasil melalui peningkatan efisiensi fotosintesis dan menginduksi ketahanan terhadap hama dan penyakit.

1. Efek Si terhadap Peningkatan efisiensi fotosintesis

Peningkatan efisiensi fotosintesis setelah pemberian Si dipengaruhi oleh beberapa hal meliputi penurunan cekaman kekurangan air dan peningkatan ketegakan tanaman (daun) serta pencegahan kerobohan.

2. Efek Si terhadap ketegakan tanaman (daun) dan pencegah kerobohan

Peningkatan kadar Si dalam tebu dapat meningkatkan kekuatan mekanis jaringan sehingga bisa mencegah terjadinya kerobohan tanaman. Pada kondisi lapang dimana tebu tumbuh lebat biasanya daun dari satu tanaman dengan tanaman lainnya akan saling tumpang tindih bersaing memperebutkan cahaya.

(35)

Pemberian Si menyebabkan daun tumbuh lebih kuat dan bisa merentang dengan baik, sehingga bisa mengurangi dampak negatif saling menaungi. Dampaknya lebih jauh menyebabkan proses fotosintesis relatif berjalan lancar. Si dalam daun membantu translokasi karbon hasil fotosintesis. Produksi tanaman meningkat dengan menguatnya batang dan akar serta lebih efektifnya fotosintesis karena posisi daun (kanopi) menjadi tegak sehingga daun dapat menyerap cahaya matahari lebih banyak. 3. Efek Si Menurunkan cekaman air

Air merupakan penyusun 85 – 95 % berat tumbuhan. Dalam sel, air diperlukan sebagai pelarut unsur hara sehingga dapat digunakan untuk mengangkutnya, selain itu air diperlukan juga sebagai substrat atau reaktan untuk berbagai reaksi biokimia misalnya proses fotosintesis dan air dapat menyebabkan terbentuknya enzim dalam tiga dimensi sehingga dapat digunakan untuk aktivitas katalisnya. Tanaman yang kekurangan air akan menjadi layu, dan apabila tidak diberikan air secepatnya akan terjadi layu permanen yang dapat menyebabkan kematian .

Another beneficial advantage of silicon to sugarcane is the possibility of reducing damage of insects. Studies conducted in pots and field conditions with Si has shown positive effects to control of African stalk borer Eldana saccharina. Stalk borer (Diatraea saccharalis) is a problem in Brazil controlled by biological methods and/or resistent cultivars. Good characteristics in sugarcane such as low fiber and high sugar are generally related to stalk borer tolerance. An increase of silicon uptake in sugarcane with silicate applications could reduce the damage of ‘brazilian’ stalk borer .

Tanaman tebu dianggap sebagai akumulator silicon (Si), serapan dan deposition Si dalam daun tanaman tebu ternyata berhubungan dengan ketahannya terhadap gangguan penyakit karat-coklat. Si uptake and deposition increased significantly with an increase in Si added. Using X-ray mapping, it was found that significantly more Si was deposited in the lower epidermis than in the upper epidermis and mesophyll. Disease severity was significantly reduced in plants treated with Si at 2000 mg/L. These results suggest that Si nutrition may play an important role in the management of brown rust .

(36)

Pengendalian penyakit karat-coklat pada tebu dapat dikendalikan dnegan menanam jenis tebu yang tahan, aplikasi fungisida dan pengelolaan hara tanaman.

Silicon (Si) has been shown to induce resistance to fungal diseases in other crops as well as to promote the development of healthy sugarcane. It is suggested that applications of Si could increase its content in the leaves and thus reduce the rate of rust infection. Tanaman tebu mampu menyimpan Si hingga 3% dalam daun-daunnya. Deposit Silicon tertinggi terdapat pada dinding bagian dalam dari sel epidermis akar dan sel-sel silica pada epidermis daun dan batang.

(37)

MAGNESIUM BAGI TANAMAN TEBU

Magnesium diserap tanaman dalam bentuk Mg++ dan merupakan bagian dari hijau daun yang tidak dapat digantikan oleh unsur lain, kecuali didalam hijau daun Mg terdapat pula sebagai ion didalam air-sel. Walaupun zat mineral ini diserap tanaman dalam jumlah yang sedikit jika dibandingkandengan zat mineral makro lain (diantaranya N,P dan Ca), Mg dalam bentuk Mg2+ mempunyai peranan penting dalam penyusunan klorofil. Menurut G. H. Collings (1955) kadar magnesium dari klorofil tanaman adalah 2,7 persen.

Magnesium (Mg) Berfungsi untuk transportasi fosfat, mengaktifkan enzim tansposporilase, menciptakan warna hijau pada daun, membentuk karbohidrat, lemak/minyak.tanda-tanda kekurangan magnesium yaitu menguningnya daun yang dimulai dariujung da bagian bawah daun. Sumber Magnesium yaitu dolomit dan kliserit.

Aktivitas ensim ATPase meningkat dengan peningkatan konsnetrasi Mg hingga 1–3 mM dan kemudian menurun drastis pada konsentrasi Mg yang lebih tinggi. Kinetikan ensim seperti ini dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa MgATP2- merupakan substrat dari ensim ATPase; konentrasi MgATP2- meningkat dnegan meningkatnya konsentrasi Mg hingga mencapai konsentrasi yang tinggi, dimana saat itu terbentuk Mg2ATP.

Tanaman tebu yang menghasilkan 150 ton tebu ternyata menyerap sekitar 75 kg Mg. Magnesium is present in plants as a component of chlorophyll, the green coloring matter of plants. Chlorophyll is essential for the process of photosynthesis, the process by which plants convert carbon dioxide and water into sugar. So plants that are deficient in Mg have depressed levels of chlorophyll, and the rate of photo- By including Mg in the fertilizer program, a synthesis (the production of sugars) is retarded. Both yield proper balance between K and Mg can be maintained, and and quality are reduced.

(38)

Aplikasi dolomite dengan dosis 80 kg Mg/ha dapat meningkatkan konsentrasi P dalam nira tebu. Hal ini membuktikan bahwa Mg dapat memacu ketersediaan dan serapan P oleh tanaman tebu. Dolomit merupakan sumber Mg yang lebih menguntungkan dibandingkan dnegan MgSO4.

Pengaruh Mg terhadap fotosintesis

Kalau kadar Mg daun kurang dari 0.20%, laju fotosintesis akan menurun secara drastis. Hal ini menjadi alasan penting bagi upaya-upaya untuk mempertahankan ketersediaan Mg dalam tanah dan cukupnya Mg tanaman.

(39)

KALIUM BAGI TANAMAN TEBU

Nilai pentingnya pupuk kalium bagi perkebunan tebu telah lama diketahui. Ada korelasi yang erat antara hasil tebu dan hasil gula dengan analisis kalium tanah dan tanaman (daun tebu). Biasanya hasil analisis tanah dan tanaman digunakan sebagai dasar penyusunan kebutuhan kalium tanaman tebu, sedangkan berbagai factor tanah dan iklim yang mempengaruhi ketersediaan K-tanah juga harus dipertimbangkan untuk dapat menyusun rekomendasi pemupukan yang spesifik-lokasi. Faktor-faktor ini di antaranya mineralogy liat tanah, K-tukar sebagai indeks ketersediaan kalium, K-tidak dapat ditukar, dan laju pelepasan K-terfiksasi, jumlah K dalam subsoil, antagonism di antara ion-ion dalam larutan tanah, temperature tanah dan lengas tanah.

Setiap hektar tanaman tebu menyerap kalium sekitar 100 - 315 kg K2O. Hasil-hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa hasil tebu berkorelasi positif dengan serapan kaliumnya.

Jumlah penyerapan kalium tanaman tebu meningkat setelah aplikasi pupuk kalium. Efisisensi pemanfaatan pupuk kalium oleh tanaman tebu sekitar 35-40%.

Tanaman tebu menyerap kalium lebih banyak dibandingkan dengan N dan P. Proses penyerapan kalium tanaman tebu terutama terjadi pada fase awal dan tengah pertumbuhannya.

Untuk mencapai hasil ekonomis maksimum, tanaman tebu memerlukan sejumlah besar kalium (K2O), magnesium (Mg) dan sulfur (S).

Increase K fertilization significantly lowered the Mg in the leaf and significantly increased K leaf content at sixth month and at harvest. Increased K application also decreased juice Mg. Dolomite application (47 kg Mg/ha) at K0P2 (zero K and 200 P/ha) significantly increased the cane tonnage (TC/ha).

Increased K fertilization at all P levels and at M0 (zero Mg) significantly increased the tonnage, a significant interaction between Mg and KP treatment. The highest tonnage of 56.3 TC/ha was obtained from the K1P2M1 (200 kg K/ha; 200 kg P/ha; and 80 kg Mg/ha). Correlation analysis showed a highly significant relationship between P content of the juice and sugar per ton cane (PS/TC).

(40)

HARA MIKRO BAGI TANAMAN TEBU

Kisaran kadar kecukupan hara mikro essensial pada tanaman tebu bagian daun muda, adalah:

(a) kisaran kadar kecukupan hara mikro Boron (B): 4 s/d 30 mg/kg. (b) kisaran kadar kecukupan hara mikro Tembaga (Cu): 5 s/d 15

mg/kg.

(c) kisaran kadar kecukupan hara mikro Besi (Fe): 40 s/d 250 mg/kg. (d) kisaran kadar kecukupan hara mikro Mangan (Mn): 25 s/d 400

mg/kg.

(e) kisaran kadar kecukupan hara mikro Seng (Zn): 20 s/d 100 mg/kg. (f) kisaran kadar kecukupan hara mikro Molidenum (Mo):

0,05 mg/kg s/d 4,0 mg/kg.

Aplikasi unsur hara mikro Zn (1.50, 3.00 and 4.50 kg ha"), Cu (0.5, 1.0 and 1.5 kg ha"), B (0.25, 0.50 and 0.75 kg ha“) dan Mn (1.0, 2.0 and 3.0 kg ha") dapat memperbaiki pertumbuhan dan hasil tebu. Semua unsure mikro menunjukkan korelasi positif dengan jumlah anakan tebu, bobot tebu, panjang batang, jumlah dan panjang ruas, diameter batang, dan hasil tebu; kecuali itu, Cu berkorelasi dengan jumlah anakan, Zn dengan bobot tebu, B dengan bobot tebu, dan Mn dengan diameter batang dan tebu yang dapat digiling.

It is suggested that micro nutrients are essential elements for obtaining satisfactory yields of sugarcane. Application of excess amount of these elements reduces the yield by reducing the crop parameter values, but, adequate quantities produced boosted yield. Thus, it is recommended that micro nutrients may be applied after various soil tests and proper levels should be chalked-out.

Unsur hara mikro mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu, meskipun ia diperlukan dalam jumlah sedikit. Defisiensi hara mikro dalam tanah dan tanaman akan menimbulkan gejala defisiensi.

Aplikasi Zn dapat memeperbaiki pertumbuhan tanaman tebu, hasil tebu dan hasil gula. Respon Zn ini ternyata beragam dan dipengaruhi oleh kondisi tanah, dan agroklimat.

(41)

Tanaman tebu memerlukan lebih banyak Mn, Zn dan Cu pada berbagai fase pertumbuhannya, sedangkan tebu ratoon memerlukan lebih banyak Fe.

Aplikasi Zn, Cu, Fe, Mg, dan Mn menghasilkan volume batang tebu yang lebih besar.

Beberapa kemungkinan yang dapat menimbulkan defisiensi hara mikro adalah:

1. Penurunan kesuburan tanah sebagai akibat dari monocropping tebu secara terus menerus.

2. Sugarcane is a gross feeder of nutrients and the production of large tonnages of cane over many years on the same soil has resulted in a net export of soil nutrients in the forms of molasses and filtercake. As very few countries recycle these by-products back to the fields, the capacity of the soil to supply nutrients is greatly diminished.

3. Introduksi tebu jenis unggul dengan produktivitas tinggi cenderung membutuhkan lebih banyak hara.

4. Defisiensi unsur hara mikro mungkin saja terjadi, tetapi tidak cukup parah untuk menimbulkan gejala defisiensi yang nyata.

5. Pupuk S grade tinggi dengan sedikit unsur mikro semakin banyak digunakan.

(42)

PEMUPUKAN BERIMBANG

TANAMAN TEBU

Kesuburan tanah telah mengalami penurunan di banyak lokasi kebun tebu, hal ini mungkin disebabkan oleh praktek pemupukan yang tidak tepat yang telah dilakukan dalam waktu yang lama. Dengan demikian, diperlukan aplikasi pupuk yang berimbang berdasarkan hasil uji tanah dan kebutuhan tanaman tebu.

Suplai hara yang berimbang sangat penting supaya tanaman tebu dapat mencapai potensial hasilnya yang optimal. Unsur hara yang sangat penting bagi tanaman tebu a.l. N, P, K, Mg, B, Cu, Fe, Mn, Si, dan Zn. Biasanya tanah-tanah di kebun tebu memerlukan pemupukan untuk mengoptimumkan produksi tebu.

A consistent soil testing program is a valuable best management practice (BMP) that allows sugarcane growers to make sound economic fertilization decisions. However, soil testing in Florida has two limitations. First, soil tests are either not available or are not calibrated for nitrogen and micronutrients. Second, soil samples are routinely taken only before sugarcane is planted and rarely are soil samples collected for ratoon crops. Generally, soil samples are not routinely taken from fields with actively growing sugarcane plants since the practice of banding fertilizers in the furrow at planting, and subsequent sidedress applications of fertilizer sources during the growing season, makes it very difficult to obtain a representative soil sample.

Use of leaf nutrient analysis in combination with visual evaluation of malnutrition symptoms can complement a grower's soil testing program and add additional information that will improve nutrient management decisions. Leaf analysis provides a picture of crop nutritional status at the time of sampling, while soil testing provides information about the continued supply of nutrients from the soil.

Leaf analysis allows for early detection of nutritional problems and so enables the grower to add supplemental fertilizer to the current year's crop or to adjust next year's fertilizer application. It is also used to help diagnose a nutritional problem in a particular field or localized area of a field where poor growth or other symptoms have been observed. Although specific fertilizer recommendations are not provided for a given leaf nutrient analysis, deficiencies or imbalances indicate where additions or changes in the fertility program are needed. Leaf analysis and knowledge of visual symptoms can be used along with soil-test values and fertilizer and crop records to make improved decisions regarding fertilization.

(43)

Agar supaya tanaman tebu tumbuh baik dan sehat, unsur-unsur hara harus disediakan secara mencukupi, dari tanah dan/atau dari udara. Unsur hara esensial termasuk C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, B, Cl, Cu, Fe, Mn, Mo, S, dan Zn. Di lokasi-lokasi tertentu, produksi tebu dapat diperbaiki dengan aplikasi Si. Unsur Si ini memenuhi kualifikasi sebagai unsure yang "fungsional” atau “bermanfaat” karena, kalau tidak ada Si, tanaman tebu masih dapat melengkapi siklus hidupnya, meskipun produksi dan kesuburan tanamannya mungkin rendah. Dalam perkebunan tebu, biasanya unsure yang penting adalah N, P, K, Mg, B, Cu, Fe, Mn, Si, dan Zn. Defisiensi atau kelebihan salah satu (atau lebih) unsur ini dapat mengakibatkan hasil tanaman menjadi terbatas. Kelebihan salah satu unsure dapat mengakibatkan kekurangan unsur lainnya.

Penggunaan pupuk yang efisien merupakan komponen utama dari program Best Management Practice (BMP) bagi petani tebu. BMP merupakan praktek budidaya yang layak ekonomis untuk memperbaiki hasil tebu, mengkonservasi sumberdaya alam, dan memanfaatkan semua sumberdaya pertanian secara efisien. BMP dalam pemupukan meliputi uji-tanah, aplikasi pupuk secara bertahap (split application), dan memupuk dengan dosis yang konsisten dengan hasil uji tanah dan ekspektasi hasil yang realistis.

Pemupukan NPK Berimbang

Rataan hasil suatu varietas tebu biasanya jauh lebih rendah dibandingkan dangan potensial hasilnya. Misalnya, melalui pemupukan berimbang NPK, potensial hasil dapat mencapai 165 - 170 t/ha; sedangkan estimasi potensi hasil tebu 150-200 t/ha. Pemupukan yang tidak berimbang menjadi salah satu factor yang menyebabkan rendahnya hasil actual tebu.

Pemupukan yang tepat merupakan fungsi pengelolaan yang penting dalam produksi tebu. Defisiensi Nitrogen dapat menurunkan hasil tebu, sedangkan ketersediaan N yang berlebihan selama periode pemasakan dapat menurunkan kualitas nira tebu. Secara umum kebutuhan hara untuk tanaman tebu yang baik berada dalam kisaran 75-90 N kg/ha, 50-60 P2O5 kg/ha dan 150 K2O kg/ha.

(44)
(45)

PRAKTEK TERBAIK PENGELOLAAN HARA

The SIX EASY STEPS approach

Pola pengelolaan hara secara tradisional dalam perkebunan tebu telah berlangsung dalam periode waktu yang panjang. Kebutuhan akan perubahan pola pengelolaan-hara didasarkan pada realita bahwa pengelolaan hara tidak lagi hanya berorientasi pada target hasil tebu, tetapi harus diorientasikan pada keberlanjutan.

Salah satu pendekatan yang telah diperkenalkan dalam program pengelolaan hara yang ramah-petani adalah PROGRAM ENAM LANGKAH (the ‘SIX EASY STEPS’).

Praktek terbaik dalam pengelolaan hara-pupuk.

Pengelolaan hara dalam perkebunan tebu harus ditujukan untuk keberlanjutan. Hal ini berarti bahwa produksi tebu yang menguntungkan harus dicapai secara terintegrasi dengan upaya memelihara kesuburan tanah on-farm dan memeinimumkan dampak negative off-farm.

Dengan kata lain, kita harus terus memperhatikan “kepentingan sekarang” ketika merencanaan pemupukan, tetapi kita juga harus memelihara sumberdaya pertanian bagi generasi mendatang; dan menjaga lingkungan yang lebih luas dengan jalan tidak menggunakan pupuk secara berlebihan.

Praktek-terbaik pengelolaan hara mempunyai peluang sangat besar untuk dapat meminimumkan risiko kehilangan produktivitas (kehilangan hasil), profitabilitas (kehilangan keuntungan), hara (pencucian, run-off dan / atau kehilangan gas) dan sumberdaya tanah (erosi dan kehilangan kesuburan).

Pengelolaan hara “spesifik lokasi” yang bertumpu pada program “enam langkah” akan memungkinkan adopsi praktek-terbaik pengelolaan hara dalam system perkebunan tebu.

Program ENAM LANGKAH (The SIX EASY STEPS program)

(46)

Program enam langkah ini merupakan sarana pengelolaan hara secara terpadu yang memungkinkan adopsi “praktek terbaik” pengelolaan hara on-farm. Program ini terdiri atas enam langkah:

1. Mengetahui dan memahami kualitas tanah.

2. Memahami dan mengelola proses-proses dan kehilangan hara.

3. Uji tanah secara reguler.

4. Mengadopsi arahan/pedoman pengelolaan hara spesifik-tanah

5. Menganalisis kecukupan masukan hara (misalnya dengan analisis daun).

6. Melakukan pencatatan yang baik, untuk dapat memodifikasi masukan hara pada waktu dan tempat yang tepat.

Tujuan program ini adalah menyediakan arahan/ pedoman tentang bagaimana mengimplementasikan hara-berimbang “on-farm” dengan sasaran akhir adalah mengoptimalkan produktivitas dan profitabilitas, tanpa berdampa buruk terhadap kesuburan tanah atau menyebabkan dampak negative eksternalitas off-farm.

Gambar

Diagram struktur dari fragmen asam humat.

Referensi

Dokumen terkait

penggundan pstrog*n tanpa pr0gestin dan kehadjran... ril'tki ia Ljei;ik rfiintLtl.ny;r

Waktu yang diperlukan sebuah benda yang mengalami gerak jatuh bebas untuk mencapai permukaan Bulan bila diketahui dari ketinggian yang sama di permukaan Bumi benda tersebut

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahamat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahakan kepada penulis, sehingga bisa menyelasaikan skripsi

Hasil uji kointegrasi menunjukkan nilai Trace Statistic dan Max-Eigen Statistic lebih besar dari nilai Critical Value pada tingkat kepercayaan 1-5 persen, sehingga dapat

Berdasarkan hasil penelitian mengenai campur kode dalam novel 5cm karya Donny Dhirgantoro ini dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah penggunaan satuan lingual

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap masyarakat dan pemerintah dalam pemanfaatan molase untuk dibuat produk baru, yaitu

komprehensif; pengajaran sintaksis bersifat integratif; materi pengajaran sintaksis hendaknya tidak diberikan dalam bentuk potongan kalimat yang berbeda-beda, tetapi