• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM MEMOTIVASI PENGAMALAN SHALAT LIMA WAKTU (MURID DI SDN BOGOREJO KEC SEDAN KAB REMBANG)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM MEMOTIVASI PENGAMALAN SHALAT LIMA WAKTU (MURID DI SDN BOGOREJO KEC SEDAN KAB REMBANG)"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM

MEMOTIVASI PENGAMALAN SHALAT LIMA WAKTU

(MURID DI SDN BOGOREJO KEC SEDAN KAB REMBANG)

SKRIPSI

untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)

ANNA RAHMAWATI 1105058

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

ii

Skripsi

Kepada

Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang

Assalamualaikum Wr. Wb.

Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari:

Nama : Anna Rahmawati NIM : 1105058

Jurusan : Dakwah /BPI

Judul Skripsi : BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM MEMOTIVASI PENGAMALAN SHALAT LIMA WAKTU (MURID DI SDN BOGOREJO KEC SEDAN KAB REMBANG)

Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, Juni 2012 Pembimbing,

Bidang Substansi Materi, Bidang Metodologi & Tatatulis,

Dra. Maryatul Qibtiyah, M.Pd H. Sattar S Ag, M.Pd NIP. 19680113 199403 200 1 NIP. 19730814 199803 100 1

(3)

iii

SKRIPSI

BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DALAM

MEMOTIVASI PENGAMALAN SHALAT LIMA WAKTU

(MURID DI SDN BOGOREJO KEC SEDAN KAB REMBANG)

Disusun oleh

ANNA RAHMAWATI 1105058

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal: 25 Juni 2012

dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat

Susunan Dewan Penguji, Penguji,

Penguji I, Penguji II,

Drs. H. Ahmad Anas, M.Ag Prof. Dr. Hj. Ismawati, M.Ag

NIP. 19660513 199303 1 002 NIP. 19480705 196705 2 001

Penguji III Penguji IV,

Drs. H. Djasadi M.Pd Baidi Bukhori, S.Ag, M.Si. NIP. 19470805 196509 1 001 NIP. 19730427 199603 1 001

Pembimbing,

Bidang Substansi Materi, Bidang Metodologi & Tatatulis,

Dra. Maryatul Qibtiyah, M.Pd H. Sattar S Ag, M.Pd NIP. 19680113 199403 200 1 NIP. 19730814 199803 100 1

(4)

iv

sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka

Semarang, 21 Mei 2012 Tanda tangan,

ANNA RAHMAWATI

(5)

v

MOTTO

Artinya : Alif laam miim. Kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan kepada mereka (QS. 2: 1-3) (Depag RI,1978: 8).

(6)

vi

Karya ini aku dedikasikan untuk orang-orang terkasih dalam lingkar kehidupanku.

 Orang tuaku tercinta yang ada dipersinggahan abadi,abah abdul djabar, ibu dariyati

 Pak lek dan bulek yg menjadi orang tua angkatku

 Suamiku Mochammad irfandi,ST serta putriku tercinta Zhafira kalila irfana

 Kakaku dan adikku terima kasih untuk motivasinya.

 Para sahabatku, yang tidak dapat kusebutkan satu persatu, teman-teman seperjuangan angkatan 2005 (khususnya BPI 2005).

(7)

vii

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul: Bimbingan Orang Tua terhadap Anak dalam

Memotivasi Pengamalan Shalat Lima Waktu (Murid di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang). Latar belakang penelitian ini, bahwa dalam agama

Islam, shalat bukan saja sebagai salah satu unsur agama Islam sebagaimana amalan-amalan yang lain, akan tetapi merupakan amalan yang pertama kali dihisab. Kenyataan menunjukkan adanya sejumlah siswa SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang yang meninggalkan shalat lima waktu, jika ada yang mengerjakan itupun karena mendapat imbalan dari kawannya. Jadi belum ada kesadaran tentang arti pentingnya shalat lima waktu. Padahal orang tua selalu memberikan bimbingan pada anak dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu. Masalahnya, bagaimana bimbingan orang tua terhadap anak di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang? Bagaimana relevansi bimbingan orang tua terhadap anak dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang?

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data primer dalam penelitian ini adalah anak, orang tua, kepala sekolah dan guru. Sebagai data sekunder berupa buku–buku yang ada relevansinya dengan kajian penelitian. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel peserta didik yang berasal dari kelas IV, V dan kelas VI berjumlah 6 orang peserta didik, dimana peserta didik tersebut peneliti anggap mampu dijadikan sebagai responden. Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitan ini adalah pertama:

field research atau penelitian lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) bimbingan orang tua terhadap anak di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab .Rembang dengan segala bentuknya namun, bimbingan yang di lakukan orang tua lebih bersifat menekan dan represif sehingga pengaruh terhadap keadaran anak untuk mengerjakan shalat lima waktu tidak bersifat permanen, karena pada saat tidak ada tekanan anak bisa dengan leluasa meninggalkan shalat. 2) Orang tua adalah lingkungan belajar terdekat anak pada saat mereka tinggal di rumah lemahnya tekanan orang tua dalam mengerjakan shalat menjadi faktor yang sangat dominan dalam membangun kesadaran anak SDN Bogorejo kec Sedan kab Rembang untuk mengrjakan shalat lima waktu.

(8)

viii

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang senantiasa telah menganugerahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis dalam rangka menyelesaikan karya skripsi dengan judul “BIMBINGAN ORANG

TUA TERHADAP ANAK DALAM MEMOTIVASI PENGAMALAN SHALAT LIMA WAKTU (MURID DI SDN BOGOREJO KEC SEDAN KAB REMBANG)". Karya skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) bidang jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti jejak perjuangannya.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis merasa bersyukur atas bantuan dan dorongan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi penulis dengan baik. Oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Rektor IAIN Walisongo, yang telah memimpin lembaga tersebut dengan baik

2. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.

3. Ibu Dra. Maryatul Qibtiyah, M.Pd selaku Dosen pembimbing I dan Bapak H. Abdul Sattar S Ag, M.Pd selaku Dosen pembimbing II yang telah berkenan membimbing dengan keikhlasan dan kebijaksanaannya meluangkan waktu, waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan-pengarahan hingga terselesaikannya skripsi ini.

(9)

ix

4. Seluruh dosen, staf dan karyawan di lingkungan civitas akademik Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan pelayanan yang baik serta membantu kelancaran penulisan skripsi ini.

5. Kepala perpustakaan IAIN Walisongo Semarang serta pengelola perpustakaan Fakultas Dakwah yang telah memberikan pelayanan kepustakaan dengan baik. 6. Bapak dan Ibu yang tercinta, kakak dan adikku.

7. Teman-temanku mahasiswa IAIN Walisongo Semarang, khususnya kepada mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Terutama ditujukan kepada teman-temanku di jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan yang ideal dalam arti sebenarnya, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.

Nasrun Minallah Wafathun Qorieb Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Penulis

(10)

x

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN DAFTAR ISI ... x

BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.4. Tinjauan Pustaka ... 8

1.5. Metodologi Penelitian ... 10

1.4. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : BIMBINGAN, MOTIVASI, DAN SHALAT 2.1. Bimbingan Orang Tua terhadap Anak ... 18

2.1.1. Pengertian Bimbingan Orang Tua ... 18

2.1.2. Pengertian Anak dan Perkembangannya ... 21

2.2. Motivasi ... 31

2.2.1. Pengertian Motivasi ... 31

2.2.2. Tujuan Motivasi dan Macam-Macamnya... 35

2.3. Shalat ... 40

2.3.1. Pengertian Shalat ... 40

(11)

xi

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ... 46 3.1. Profil SDN Bogorejo Kec. Sedan Kab. Rembang Tahun

Ajaran 2010/2011 ... 46 3.2. Deskripsi Bimbingan Orang Tua terhadap Anak dalam

Memotivasi Pengamalan Shalat Lima Waktu ... 59 B. Pembahasan ... 66

4.1 Analisis Bimbingan Orang Tua terhadap Anak dalam Memotivasi Pengamalan Shalat Lima Waktu di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang ... 66 4.2. Relevansi Bimbingan Orang Tua terhadap Anak dalam

Memotivasi Pengamalan Shalat Lima Waktu di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang ... 84

BAB IV: PENUTUP

4.1. Kesimpulan ... 88 4.2. Saran-Saran ... 88 4.3 Penutup ... 89 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(12)

1

1.1 Latar Belakang

Shalat lima waktu merupakan latihan pembinaan disiplin pribadi. untuk secara teratur dan terus menerus melaksanakannya pada waktu yang ditentukan dan sesuai dengan rukunnya sehingga akan terbentuk kedisiplinan pada diri individu tersebut (Daradjat, 1996: 37)

Sabda Rasulullah Saw:

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Ubaidillah bin Muadz al-'Anbary dari Bapakku dari Syu'bah dari al-Walid bin Al-'Aizar, beliau mendengar Abu asy Syaibani berkata: pemilik rumah ini (seraya menunjuk rumah Abdullah) menceritakan kepadaku: "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw: "Amal manakah yang paling disukai Allah?" Rasulullah Saw bersabda: shalat pada waktunya. Aku bertanya lagi: kemudian apa? Rasulullah Saw menjawab: kemudian berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya sekali lagi: kemudian apa? Beliau menjawab: kemudian berjuang di jalan Allah (HR. Muslim) (Muslim, tth: 63).

Banyak ayat al-Qur’an yang berisi perintah untuk mengerjakan shalat, seperti: dalam Surat (2) al-Baqarah, ayat 110 dan dalam Surat (4) an-Nisa’, ayat 103. Perintah untuk mengerjakan shalat, tidak terbatas pada

(13)

keadaan-2

keadaan tertentu, seperti pada waktu badan sehat saja, situasi aman, tidak sedang bepergian dan sebagainya; melainkan dalam keadaan bagaimanapun orang itu tetap dituntut untuk mengerjakannya. Hal ini ditegaskan dalam Qur’an Surat (2) Baqarah, ayat 238 dan dalam Qur’an Surat (2) al-Baqarah, ayat 239 dan Surat (4) an-Nisa’, ayat 101. Hanya saja dalam keadaan-keadaan tertentu diberi keringanan-keringanan dalam melaksanakannya, seperti dibolehkan meringkas (qashar), mengumpulkan (jama') dan keringanan-keringanan yang lain.

Melihat begitu ketatnya perintah untuk mengerjakan shalat, maka hal ini menunjukkan bahwa shalat mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi seorang muslim. Dalam al-Qur’an Surat (2) al-Baqarah, ayat 1 sampai dengan 3, diterangkan bahwa shalat adalah salah satu indikator orang yang bertaqwa, dengan kata lain shalat adalah salah satu unsur pembentuk manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT.

Artinya : Alif laam miim. Kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang kami anugerahkan kepada mereka (QS. 2: 1-3) (Depag RI,1978: 8).

Dalam agama Islam, shalat bukan saja sebagai salah satu unsur agama Islam sebagaimana amalan-amalan yang lain, akan tetapi merupakan amalan yang pertama kali dihisab. Karena itu kedudukannya demikian penting dalam

(14)

agama, maka shalat menjadi tempat bertumpu dan bergantung bagi amalan-amalan yang lain, yang karenanya jika shalat seseorang itu rusak maka menurut agama Islam rusaklah seluruh amalannya, dan sebaliknya jika shalatnya itu baik, maka baik pula seluruh amalannya. Di antara ibadah Islam, shalatlah yang membawa manusia terdekat kepada Allah SWT. Di dalamnya terdapat dialog antara manusia dengan Allah SWT dan dialog berlaku antara dua pihak yang saling berhadapan (Nasution, 1985: 37).

Keterangan di atas menunjukkan pentingnya menunaikan shalat lima waktu, karena itu sangat diperlukan bimbingan orang tua terhadap anak dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu terutama sejak anak masih kecil.

Pembinaan mental seseorang sejak ia kecil, semua pengamalan yang dilalui, baik yang disadari atau tidak, ikut menjadi unsur-unsur yang menyatu dalam kepribadian seseorang. Di antara unsur-unsur terpenting yang akan menentukan corak kepribadian seseorang di kemudian hari adalah nilai-nilai yang diambil dari orang tua. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai agama, moral dan sosial (Daradjat, 1985: 90).

Shalat itu menumbuhkan kesadaran manusia terhadap kesempurnaan dan kelebihan Tuhan, menambah kesadarannya bahwa kebesaran, kekuasaan dan kekayaan yang ada pada manusia hanyalah laksana debu yang amat kecil di dalam udara yang luas ini. Selain dari itu, manusia sadar atas kecintaan dan kasih sayang (rahman dan rahim) Ilahi kepada hamba-Nya. Fenomena yang ada sekarang, banyak orang yang tidak menunaikan shalat, bahkan banyak yang mengabaikan shalat karena mereka tidak mengetahui dan kurang

(15)

4

meyakini akan pentingnya shalat serta hikmah yang terkandung dalam shalat itu sendiri.

Fenomena secara umum ini menjadi salah satu problem dakwah. Dari sinilah arti pentingnya dakwah, dengan dakwah perilaku dan qalbu setiap insan dapat berubah dari sifat mengabaikan waktu dalam shalat berganti dengan semangat dalam waktu menunaikan shalat. Hal ini hanya bisa dirasakan dari siraman dakwah itu. Itulah sebabnya, Umary (1980: 52) merumuskan bahwa dakwah adalah mengajak orang kepada kebenaran, mengerjakan perintah, menjauhi larangan agar memperoleh kebahagiaan di masa sekarang dan yang akan datang. Sejalan dengan itu, Sanusi (1980: 11) menyatakan, dakwah adalah usaha-usaha perbaikan dan pembangunan masyarakat, memperbaiki kerusakan-kerusakan, melenyapkan kebatilan, kemaksiatan dan ketidak wajaran dalam masyarakat. Dengan demikian, dakwah berarti memperjuangkan yang ma'ruf atas yang munkar, memenangkan yang hak atas yang batil. Esensi dakwah adalah terletak pada ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi untuk keuntungan pribadinya sendiri, bukan untuk kepentingan juru dakwah/juru penerang (Arifin, 2000: 6).

Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami (Hafidhuddin, 2000: 77). Dakwah

(16)

adalah setiap usaha rekonstruksi masyarakat yang masih mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi masyarakat yang Islami (Rais, 1999: 25). Oleh karena itu Abu Zahrah menegaskan bahwa dakwah Islamiah itu diawali dengan amr ma'ruf dan nahy munkar, maka tidak ada penafsiran logis lain lagi mengenai makna amr ma'ruf kecuali mengesakan Allah secara sempurna, yakni mengesakan pada zat sifat-Nya (Zahrah, 1994: 32). Lebih jauh dari itu, pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu (Achmad, 1983: 2).

Keaneka ragaman pendapat para ahli seperti tersebut di atas meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila dikaji dan disimpulkan bahwa dakwah mencerminkan hal-hal seperti berikut:

1. Dakwah adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana;

2. Usaha yang dilakukan adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik (dakwah bersifat pembinaan dan pengembangan)

3. Usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup bahagia sejahtera di dunia ataupun di akhirat (Syukir, 1983: 21).

(17)

6

Fenomena secara khusus seperti yang terjadi pada siswa SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang yang sering sekali didapati siswa yang mengabaikan shalat lima waktu. Mereka beranggapan bahwa shalat merupakan sesuatu pekerjaan yang tidak terlalu penting, sehingga banyak anak-anak yang malas dalam mengerjakan shalat lima waktu, padahal shalat itu adalah merupakan suatu kewajiban setiap mukmin dan sudah menjadi peraturan di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang (wawancara dengan Bapak Zaeni, S.Pd., Kepala Sekolah SDN Bogorejo).

Banyak siswa SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang yang meninggalkan shalat lima waktu, jika ada yang mengerjakan itupun karena mendapat imbalan dari kawannya. Jadi belum ada kesadaran tentang arti pentingnya shalat lima waktu. Padahal orang tua selalu memberikan bimbingan pada anak dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu. Masalahnya, bagaimana orang tua dalam membimbing anak dan apa yang menjadi hambatan orang tua dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang.

Berdasarkan keterangan di atas, adanya bimbingan orang tua, seharusnya anak termotivasi mengamalkan shalat lima waktu, namun kenyataannya tidak mengamalkan.

Dalam penelitian pendahuluan, didapatkan keterangan dari anak dan kepala sekolah SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang bahwa ternyata orang tua dalam membimbing anak bersikap keras dan tidak mendidik seperti sering memukul, bersikap baik jika ada tetangga yang memergoki; tapi bila

(18)

tetangga dan masyarakat tidak tahu, orang tua kembali bersikap keras kepada anak (Wawancara dengan Bapak Zaeni, S.Pd., Kepala Sekolah SDN Bogorejo).

Berdasarkan yang dipaparkan di atas, maka peneliti terdorong untuk mengadakan penelitian dengan judul: Bimbingan Orang Tua terhadap Anak

dalam Memotivasi Pengamalan Shalat Lima Waktu (Murid di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah

.1.1. Bagaimana bimbingan orang tua terhadap anak di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang?

.1.2. Bagaimana relevansi bimbingan orang tua terhadap anak dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bimbingan orang tua terhadap anak di SDN

Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang

2. Untuk mengetahui relevansi bimbingan orang tua dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang

(19)

8

1.3.2. Manfaat Hasil Penelitian 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan bimbingan orang tua terhadap anak dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu. Memperluas cakrawala pengetahuan tentang bimbingan bagi peneliti khususnya dan mahasiswa Fakultas Dakwah pada umumnya.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi para orang tua dan para guru SDN Bogorejo dalam memotivasi anak agar memiliki kesadaran menunaikan shalat lima waktu.

1.4 Tinjauan Pustaka

Pertama, skripsi yang berjudul ”Pengaruh Bimbingan Keagamaan terhadap Perilaku Keagamaan Santri TPA Al-Huda di Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang ” Oleh Cahyaningsih (2004). Dalam penelitian ini

dijelaskan bahwa bimbingan keagamaan yang dilakukan dengan berbagai cara di TPA Al-Huda misalnya keteladanan pemberian pelatihan atau pembiasaan untuk mempraktekkan shalat, berdoa, membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya. Hal ini merupakan salah satu metode untuk memperkenalkan ajaran agama Islam pada diri anak. Metode ini sangat baik bagi anak karena masa anak adalah masa dimana sifat rasa ingin tahunya begitu tinggi sehingga mendorong dia untuk mengimitasi (meniru) ucapan dan perbuatan orang lain.

(20)

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Yusriyah (2004) yang berjudul “Efektifitas Bimbingan Keagamaan terhadap Perubahan Akhlak pada Santri Pimpinan K.H. Amin Budi Harjono”. Pada penelitian ini mengemukakan

tentang upaya merubah akhlak santri menjadi akhlakul karimah dengan menggunakan berbagai metode dalam berbagai bimbingan keagamaan.

Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh Marfungah (2005) yang

berjudul “Pengaruh Intensitas Shalat Lima Waktu terhadap Motivasi

Beragama Anak di Panti Asuhan Darul Hadhonah Semarang”. Kajian dalam

penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan menggambarkan pengaruh intensitas shalat lima waktu terhadap motivasi beragama anak di Panti Asuhan Yatim Piatu Darul Hadhonah Semarang. Dua dimensi utama dalam penelitian ini adalah intensitas shalat lima waktu dan motivasi beragama anak. Intensitas shalat lima waktu difokuskan pada empat aspek, yaitu tata cara pelaksanaan shalat, keaktifan waktu pelaksanaan shalat, penghayatan gerak bacaan dalam shalat dan manfaat shalat. Sedangkan motivasi beragama anak terdiri dari dua aspek, yaitu melaksanakan perintah Nya, dan menjauhi larangan Nya.

Gusyanto (2005) yang berjudul “Nilai-Nilai Tentang Pendidikan

Kedisiplinan Shalat Dalam Al-Qur’an”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah

Al-Qur’an sebagai Kitabullah terakhir telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Terdapat ajaran Shalat yang terkandung di dalamnya sembilan puluh sembilan kata. Adapun ajaran kedisiplinan Shalat adalah: 1). kedisiplinan waktu terkandung dalam QS. Al- Baqarah ayat 238, 2).

(21)

10

Ketepatan waktu terkandung di dalam QS. An- Nisa ayat 103, 3). Kebiasaan disiplin terkandung di dalam QS. Hud ayat 114 dan QS. Al- Isra’ ayat 78.

Dari penelitian tersebut di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa belum pernah ada secara khusus penelitian yang membahas tentang bimbingan orang tua dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang.

1.5. Metodologi Penelitian

1.5.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Sesuai rumusan masalah yang ada, maka jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk berupaya memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi ditempuh dengan langkah-langkah pengumpulan klasiflkasi dan analisis atau pengolahan data, membuat kesimpulan dan laporan dengan tujuan utama untuk membuat penggambaran tentang sesuatu keadaan secara obyektif dari suatu deskriptif (Ali, 1995 : 120).

Pendekatan yang menurut penulis sesuai dengan tema penelitian ini adalah pendekatan psikologi dakwah. Menurut Nata (2000: 50) pendekatan psikologis atau ilmu jiwa adalah ilmu jiwa yang mempelajari ilmu jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat di amatinya.

1.5.2. Definisi Konseptual dan Operasional

Dalam penelitian ini akan dijelaskan masing-masing definisi konseptual dan operasional yang akan diteliti, yaitu:

(22)

A. Definisi Konseptual 1. Bimbingan Orang Tua

Bimbingan adalah pemberian bantuan oleh seseorang kepada orang lain dalam menentukan pilihan, penyesuaian dan pemecahan masalah. Bimbingan bertujuan membantu seseorang agar bertambah kemampuan bertanggung jawab atas dirinya (Sukardi, 2006: 65).

Dalam konteksnya dengan bimbingan orang tua bahwa orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga (Daradjat, 2004: 35).

2. Anak

Yang dimaksud dengan anak disini adalah semua orang yang berusia di bawah 18 tahun (Ilyas, 1997: 48). Menurut Aristoteles perkembangan anak lahir sampai dewasa dalam tiga periode:

a) 0 – 7 = masa kanak-kanak b) 7 – 14 = masa anak sekolah, dan

(23)

12

3. Motivasi

Motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan (Suryabrata, 1987: 70).

4. Pengamalan Shalat

Ash Shiddieqy (2001: 41) mengemukakan: Shalat adalah berhadap hati, (jiwa) kepada Allah SWT, hadap yang mendatangkan takut, menumbuhkan rasa kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya dengan sepenuh khusu’ dan ikhlas di dalam beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam.

B. Definisi Operasional 1. Bimbingan Orang Tua

Bimbingan adalah merupakan pemberian bantuan yang diberikan kepada individu guna mengatasi berbagai kesukaran di dalam kehidupannya, agar individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.

Yang dimaksud bimbingan orang tua adalah pemberian bantuan dari orang tua yang diberikan kepada anak yang sekolah di SDN Bogorejo guna mengatasi berbagai kesukaran di dalam kehidupannya, agar anak itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.

(24)

2. Anak

Yang dimaksud anak dalam penelitian ini adalah anak-anak yang sedang studi di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang. 3. Motivasi

Maksud pengertian motivasi di sini adalah keadaan yang terdapat dalam diri anak-anak yang sedang studi di SDN Bogorejo yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas shalat guna mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

4. Pengamalan Shalat

Pengamalan shalat yaitu pelaksanaan shalat lima waktu yang dilakukan oleh anak-anak SDN Bogorejo.

1.5.3. Sumber dan Jenis Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh (Arikunto, 1998: 129). Sedangkan menurut sumbernya data penelitian dibagi menjadi dua yaitu:

a. Data primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber pertama di lokasi penelitian atau obyek penelitian (Bungin, 2005: 122). Data primer dalam penelitian ini adalah anak, orang tua, kepala sekolah dan guru.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan (Bungin, 2005:

(25)

14

122). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data berupa buku– buku yang ada relevansinya dengan kajian penelitian.

1.5.4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang akan diteliti (Arikunto, 2002: 109). Dalam hal ini populasinya adalah siswa SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto, 2002: 109). Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel peserta didik yang berasal dari kelas IV, V dan kelas VI berjumlah 6 orang peserta didik, dimana peserta didik tersebut peneliti anggap mampu dijadikan sebagai responden.

Adapun pengambilan sampel pada penelitian ini berpedoman pada acuan teknik Snowball sampling. Dalam menentukan sampel, peneliti menggunakan teknik Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, kemudiam dua orang ini disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak (Sugiyono, 2003: 78).

(26)

1.5.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitan ini adalah pertama: field research atau penelitian lapangan. Metode ini penulis gunakan untuk mendapatkan data primer dan sekunder dalam penelitian ini. Kedua: library research atau riset kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan penulisan terhadap buku dan macam-macam tulisan yang berkaitan dengan penelitian (Singaribun dan Efendi, 1987:45). Untuk melakukan; field research selanjutnya penulis melakukan langkah-langkah pengumpulan data dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Observasi

Metode Observasi yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 1986: 70). Metode ini digunakan untuk meneliti dan mengobservasi secara langsung gejala-gejala yang ada kaitannya dengan pokok masalah yang ditemukan di lapangan untuk memperoleh keterangan tentang perilaku siswa SDN Bogorejo yang tidak menunaikan shalat lima waktu dan yang menunaikan shalat lima waktu.

2. Wawancara

Metode wawancara yaitu suatu metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada seseorang yang berwenang tentang suatu masalah (Arikunto, 1993 : 104). Dalam

(27)

16

hal ini penulis melakukan wawancara secara langsung kepada orang tua, anak-anak dan para guru SDN Bogorejo. .

4. Dokumentasi

yaitu cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis (dokumen) yang berupa arsip-arsip yang ada hubungannya dengan penelitian ini (Hadi, 1973 : 133). Metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data yang ada kaitannya dengan bimbingan orang tua terhadap anak.

1.5.6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya, dan satuan uraian dasar setelah data terkumpul kemudian di kelompokkan dalam satuan kategori serta di analisis secara kualitatif (Moleong, 1993 : 103) Adapun metode yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dan deskriptif analisis dengan tujuan melukiskan secara sistematik fakta, karakteristik dan bidang-bidang tertentu secara faktual serta cermat dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena (Arikunto, 1998 : 245).

1.6. Sistematika Penulisan

Penulisan ini menggunakan sistematika sebagai berikut:

Bab kesatu pendahuluan, memuat: latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

(28)

Bab kedua berisi bimbingan orang tua, motivasi dan shalat yang meliputi bimbingan (pengertian bimbingan, bimbingan orang tua, pengertian anak dan perkembangannya). Motivasi yang meliputi (pengertian motivasi, tujuan dan macam-macam motivasi). Shalat yang meliputi (pengertian shalat, dan shalat sebagai tiang agama).

Bab ketiga berisi deskripsi data dan analisis yang meliputi: deskripsi data dan bimbingan orang tua terhadap anak dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang; relevansi Bimbingan Orang Tua terhadap Anak dalam memotivasi pengamalan shalat lima waktu di SDN Bogorejo Kec Sedan Kab Rembang

Bab keempat merupakan penutup yang berisi: kesimpulan; saran-saran dan penutup yang dianggap penting.

(29)

18 BAB II

BIMBINGAN, MOTIVASI, DAN SHALAT

2.1 Bimbingan Orang Tua terhadap Anak

2.1.1 Pengertian Bimbingan Orang Tua

Secara etimologi, dalam Kamus Inggris Indonesia (Echols dan Shadily, 2008: 283) kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata "guidance" (pimpinan, bimbingan, pedoman, petunjuk). Kata "guidance" berasal dari kata kerja "to guide" yang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun ataupun membantu(Hallen, 2005: 2).

Berbagai batasan tentang bimbingan dapat ditemui dalam buku-buku kepustakaan. Aneka macam batasan ini disebabkan oleh perbedaan para pakar dalam titik berat cara pandangnya. Dengan kata lain, sering kali perbedaan itu terjadi karena para pakar tidak sama berat penekanannya pada aspek kemanusiaan tertentu yang menjadi pusat perhatian pembahasan mereka masing-masing (Wijaya, 2005: 88).

Secara terminologi, bimbingan adalah pemberian bantuan oleh seseorang kepada orang lain dalam menentukan pilihan, penyesuaian dan pemecahan masalah. Bimbingan bertujuan membantu seseorang agar bertambah kemampuan bertanggung jawab atas dirinya (Sukardi, 2006: 65). Dengan kata lain, bimbingan itu sendiri adalah pemberian bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup. Bantuan itu bersifat psikologi dan

(30)

adanya bantuan ini seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya yang kelak kemudian menjadi tujuan bimbingan. Jadi yang memberikan bantuan menganggap orang lain mampu menuntun dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu mungkin harus digali dan dikembangkan melalui bimbingan (Winkel, 2004: 17). Adapun rumusan lainnya dapat dikemukakan sebagai berikut:

Menurut Walgito (2002: 4) “Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghadapi atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya”.

Priyatno dan Amti (2004: 93-94) memaparkan bahwa rumusan tentang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, sejak dimulainya bimbingan yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu, rumusan demi rumusan tentang bimbingan bermunculan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan itu sendiri sebagai suatu pekerjaan khas yang ditekuni para peminat dan ahlinya. Dalam kaitan ini Priyatno dan Amti sebagaimana mengutip pendapat Crow & Crow, 1960, bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur kegiatan hidupnya

(31)

20

sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri.

Dengan memperhatikan rumusan-rumusan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah merupakan pemberian bantuan yang diberikan kepada individu guna mengatasi berbagai kesukaran di dalam kehidupannya, agar individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.

Dalam konteksnya dengan bimbingan orang tua bahwa orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga (Daradjat, 2004: 35).

Pada umumnya pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.

Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu ia

(32)

ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik. Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak, yang mula-mula menjadi temannya dan yang mula-mula dipercayainya. Apapun yang dilakukan ibu dapat dimaafkannya, kecuali apabila ia ditinggalkan. Dengan memahami segala sesuatu yang terkandung di dalam hati anaknya, juga jika anak telah mulai agak besar, disertai kasih sayang, dapatlah ibu mengambil hati anaknya untuk selama-lamanya (Daradjat, 2004: 35).

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud bimbingan orang tua adalah pemberian bantuan dari orang tua yang diberikan kepada anak guna mengatasi berbagai kesukaran di dalam kehidupannya, agar anak itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.

2.1.2 Pengertian Anak dan Perkembangannya

Dimaksud dengan anak disini adalah semua orang yang berusia di bawah 18 tahun (Ilyas, 1997: 48). Menurut Aristoteles perkembangan anak lahir sampai dewasa dalam tiga periode:

a) 0 – 7 = masa kanak-kanak b) 7 – 14 = masa anak sekolah, dan

c) 14 – 21 = masa pubertas (Soejanto, 2005: 238).

Tiap fase yang dialami oleh anak merupakan masa peralihan atau masa persiapan bagi masa selanjutnya. Tiap fase anak antara anak yang

(33)

22

satu dengan anak yang lan tidak sama. Anak memiliki perkembangan yang menurut Hurlock (t.th: 2), istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Selanjutnya Elisabeth B. Hurlock dengan mengutip perkataan Van den Daele sebagai berikut:

Perkembangan berarti perubahan secara kualitatif, ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks. Pada dasarnya ada dua proses perkembangan yang saling bertentangan yang terjadi secara serempak selama kehidupan, yaitu pertumbuhan atau evolusi dan kemunduran atau involusi (Hurlock, t.th: 2).

Menurut Andi Mappiare sebagaimana mengutip Elizabeth B.Hurlock bahwa jika dibagi berdasarkan bentuk-bentuk perkembangan dan pola-pola perilaku yang nampak khas bagi usia-usia tertentu, maka rentangan kehidupan terdiri atas sebelas masa yaitu :

Prenatal : Saat konsepsi sampai lahir.

Masa neonatal : Lahir sampai akhir minggu kedua setelah lahir.

Masa bayi : Akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.

Masa kanak-kanak awal : Dua tahun sampai enam tahun.

Masa kanak-kanak akhir: Enam tahun sampai sepuluh atau sebelas tahun.

Pubertas/preadolescence : Sepuluh atau dua belas tahun sampai tiga belas atau empat belas tahun

(34)

tujuh belas tahun.

Masa remaja akhir : Tujuh belas tahun sampai Dua puluh satu tahun.

Masa dewasa awal : Dua puluh satu tahun sampai empat puluh tahun.

Masa setengah baya : Empat puluh sampai enam puluh tahun Masa tua : Enam puluh tahun sampai meninggal dunia

(Mappiare, 1982: 24 –25).

Dalam pembagian rentangan yang lain, Y. Byl yang dikutip Abu Ahmadi membagi fase anak sebagai berikut:

a. Fase bayi 0,0 - 0,2. b. Fase tetek 0,2 - 1,0. c. Fase pencoba 1,0 - 4,0. d. Fase menentang 2,0 - 4,0. e. Fase bermain 4,0 - 7,0. f. Fase sekolah 7,0 - 12,0. g. Fase pueral 11,0 - 14,0.

h. Fase pubertas 15,0 - 18,0 (Ahmadi, 2004: 47).

Dengan melihat pembagian yang berbeda-beda antara ahli satu dengan lainnya, Asnely mengambil kesimpulan dengan melakukan pembagian:

1. Fase pranatal;

(35)

24

3. Fase akhir masa kanak-kanak, umur 6-12 tahun;

4. Fase remaja dan dewasa, umur 13-18 tahun (Ilyas, 1997: 48).

Pembagian perkembangan ke dalam masa-masa perkembangan hanyalah untuk memudahkan mempelajari dan memahami jiwa anak-anak. Walaupun perkembangan itu dibagi-bagi ke dalam masa-masa perkembangan, namun tetap merupakan kesatuan yang hanya dapat dipahami dalam hubungan keseluruhan (Zulkifli, 1986: 23).

Dalam perspektif Islam, perjalanan hidup manusia dibagi menjadi empat priode (Daradjat, 1995: 1):

a. Periode Kandungan

Periode kandungan ialah suatu periode di ketika manusia masih berada di dalam kandungan ibunya (Hamid, 1980: 23).

b. Periode Thufulah (kanak-kanak)

Periode ini dimulai semenjak seseorang lahir ke dunia. Dengan lahirnya itu, maka telah sempurnalah sifat kemanusiaannya, karena ia telah terpisah dari tubuh ibunya. Namun demikian, kemampuan akalnya belum ada, kemudian berkembang sedikit demi sedikit. Periode ini berlangsung sampai seseorang mencapai masa tamyiz (Daradjat, 1995: 1-2)

c. Periode Tamyiz

Dalam masa ini seseorang mempunyai kemampuan berbuat tidak penuh. Perbuatannya ada kalanya berhubungan dengan hak Allah atau dengan hak manusia (Hanafie, 2001: 26).

(36)

sesuatu yang baik dengan yang buruk dan antara sesuatu yang bermanfaat dengan yang madlarat. Pada periode ini kemampuan akal seseorang belum sempurna, karena periode ini adalah masa mulai dan semakin bersinarnya cahaya kemampuan akal seseorang. Karena itu daya fikirnya masih dangkal, yakni masih terbatas pada hal-hal yang nampak saja (Daradjat, 1995: 2-3). Sedangkan berakhirnya periode tamyiz, yaitu apabila seseorang telah mencapai masa baligh.

d. Periode Baligh

Dalam masa ini dimana seseorang telah mencapai kedewasaannya, ia mempunyai kemampuan berbuat sepenuhnya, baik yang berhubungan dengan ibadat ataupun muamalat. Dalam masa inilah, ia menjadi mukallaf yang sebenarnya (Hanafie, 2001: 27).

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga, umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Segala sesuatu yang diperbuat anak mempengaruhi keluarganya dan sebaliknya. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah-laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah-laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat (Soesilo, 1985: 19).

Sebenarnya sejak anak masih dalam kandungan telah banyak pengaruh yang di dapat dari orang tuanya. Misalnya situasi kejiwaan orang tua

(37)

26

(terutama ibu) bila mengalami kesulitan, kekecewaan, ketakutan, penyesalan, terhadap kehamilan tentu saja memberi pengaruh. Juga kesehatan tubuh, gizi makanan ibu akan memberi pengaruh terhadap bayi tentu saja mengakibatkan kurangnya perhatian, pemeliharaan, kasih sayang. Padahal segala perlakuan sikap sekitar itu akan memberi andil terhadap pembentukan pribadi anak, bila bayi sering mengalami kekurangan, kekecewaan, tak terpenuhinya kebutuhan secara wajar tentu saja akan memberi pengaruh yang tidak sedikit dalam penyesuaian selanjutnya. Pada masa anak sangat sensitif apa yang dirasakan orang tuanya. Dengan kedatangan kelahiran adiknya sering perhatian orang tua berkurang, hal ini akan dirasakan oleh anak dan mempengaruhi perkembangan (Sundari, 2005: 65).

Seirama dengan perkembangan ini, anak tersebut membutuhkan beberapa hal yang sering dilupakan oleh orang tua. Kebutuhan ini mencakup rasa aman, dihargai, disayangi, dan menyatakan diri. Rasa aman ini dimaksudkan rasa aman secara material dan mental. Aman secara material berarti orang tuanya memberikan kebutuhannya seperti pakaian, makanan dan lainnya. Aman secara mental berarti harus memberikan perlindungan emosional, menjauhkan ketegangan-ketegangan, membantu dalam menyelesaikan problem mental emosional (Simanjuntak dan Pasaribu, 1984: 282).

Pada tulisan ini sesuai dengan tema skripsi bahwa penulis hanya akan mengetengahkan fase ketiga dari perkembangan anak yaitu fase akhir masa kanak-kanak. Fase ini adalah permulaan anak bersekolah yang berkisar antara

(38)

pada keluarga, tetapi lebih luas lagi yaitu mempersiapkan anak untuk mengikuti kewajiban bersekolah.

Fokus pembahasan pada bab ini adalah perkembangan anak dari aspek jasmani, intelektual, dan akhlak.

2.1.2.1 Perkembangan Jasmani

Anak umur 5-7 tahun perkembangan jasmaninya cepat, badannya bertambah tinggi, meski beratnya berkurang sehingga ia kelihatan lebih tinggi dan kurus dari masa-masa sebelumnya, tampak sekali terlihat pada wajahnya (Ilyas, 1997: 57). Menurut FJ.Monks, A.M.P.Knoers, dan Siti Rahayu Haditomo bahwa sampai umur 12 tahun anak bertambah panjang 5 sampai 6 cm tiap tahunnya. Sampai umur 10 tahun dapat dilihat bahwa anak laki-laki agak lebih besar sedikit daripada anak wanita, sesudah itu maka wanita lebih unggul dalam panjang badan, tetapi sesudah 15 tahun anak laki-laki mengejarnya dan tetap unggul daripada anak wanita (Monks, Knoers, dan Haditomo, 2002: 177).

Kekuatan badan dan tangan anak laki-laki bertambah cepat pada umur 6-12 tahun. Dalam masa ini juga ada perubahan dalam sifat dan frekuensi motorik kasar dan halus. Ternyata bahwa kecakapan-kecakapan motorik ini mulai disesuaikan dengan keleluasaan lingkungan. Gerakan motorik sekarang makin tergantung dari aturan formal atau yang telah ditetapkan (Monks, Knoers, dan Haditomo, 2002: 177).

Bermain merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak terhadap pekerjaan-pekerjaannya di masa datang, sebab dengan bermain,

(39)

28

anak dididik dalam berbagai segi seperti jasmani, akal-perasaan, dan sosial-kemasyarakatan. Kemudian bermain dapat menguatkan otot-otot tubuh anak dan melatih panca inderanya untuk mengetahui hubungan sesuatu dengan yang lainnya. Pada fase ini anak juga cenderung berpindah dari permainan sandiwara kepada permainan sesungguhnya seperti bola kaki, bulu tangkis, dan lain-lain.

2.1.2.2 Perkembangan Intelektual

Dalam keadaan normal, pikiran anak pada masa ini berkembang secara berangsur-angsur dan tenang. Anak betul-betul berada dalam stadium belajar. Di samping keluarga, sekolah memberikan pengaruh yang sistematis terhadap pembentukan akal-budi anak. Pengetahuannya bertambah secara pesat. Banyak ketrampilan mulai dikuasainya, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu mulai dikembangkannya. Dari keadaan egosentris anak memasuki dunia objektivitas dan dunia pikiran orang lain. Hasrat untuk mengetahui realitas benda dan peristiwa-peristiwa mendorong anak untuk meneliti dan melakukan eksperimen.

Kartono menjelaskan:

Minat anak pada periode tersebut terutama sekali tercurah pada segala sesuatu yang dinamis bergerak. Anak pada usia ini sangat aktif dan dinamis. Segala sesuatu yang aktif dan bergerak akan sangat menarik minat perhatian anak. Lagi pula minatnya banyak tertuju pada macam-macam aktivitas. Dan semakin banyak dia berbuat, makin bergunalah aktivitas tersebut bagi proses pengembangan kepribadiannya (Kartono, 1995: 138).

Tentang ingatan anak pada usia ini, ia juga menjelaskan:

Ingatan anak pada usia ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat. Daya menghafal dan memorisasi (dengan sengaja

(40)

paling banyak (Kartono, 1995: 138). 2.1.2.3 Perkembangan akhlak

Konsep moral pada akhir masa kanak-kanak sudah jauh berbeda, tidak lagi sesempit pada masa sebelumnya. Menurut Piaget, anak usia 5-12 tahun konsepnya tentang keadilan sudah berubah. Pengertian yang kaku tentang benar dan salah yang dipelajari dari orang-tua menjadi berubah. Anak mulai memperhitungkan keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral. Relativisme moral meringankan nilai moral yang kaku. Misalnya bagi anak umur 5 tahun berbohong selalu buruk, sedang anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi berbohong dibenarkan dan tidak selalu buruk (Hurlock, t.th: 163).

Elizabeth B. Hurlock mengatakan bahwa anak yang masih berada pada fase awal masa kanak-kanak melakukan pelanggaran disebabkan ketidaktahuan terhadap peraturan. Dengan meningkatnya usia anak, ia cenderung lebih banyak melanggar peraturan-peraturan di rumah dan di sekolah ketimbang perilakunya waktu ia masih lebih muda. Pelanggaran di rumah sebagian, karena anak ingin menegakkan kemandiriannya, dan sebagian lagi karena anak sering menganggap peraturan tidak adil, terutama apabila berbeda dengan peraturan-peraturan rumah yang diharapkan dipatuhi oleh semua teman. Meningkatnya pelanggaran di sekolah disebabkan oleh kenyataan bahwa anak yang lebih besar tidak lagi menyenangi sekolah seperti ketika masih kecil, dan tidak lagi menyukai guru seperti ketika masih duduk di kelas yang lebih rendah. Menjelang

(41)

30

akhir masa kanak-kanak pelanggaran semakin berkurang. Menurunnya pelanggaran adalah karena adanya kematangan fisik dan psikhis, tetapi lebih sering karena kurangnya tenaga yang merupakan ciri pertumbuhan pesat yang mengiringi bagian awal dari masa puber. Banyak anak prapuber yang sama sekali tidak mempunyai tenaga untuk nakal (Hurlock, t.th: 163-164).

Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa anak berusaha untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan sosial di sekitarnya yang apabila terjadi sesuatu pelanggaran akan mengakibatkan adanya sanksi. Sebagai salah satu usaha untuk mengatasi pelanggaran, diterapkan suatu disiplin yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Di samping itu, orang tua perlu memberikan pengertian tentang nilai-nilai kepada anak, dan membiasakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pada saatnya anak perlu diberi ganjaran seperti pujian atas perlakuannya melaksanakan nilai-nilai tersebut, yang sudah barang tentu pujian tersebut disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak.

Dengan demikian nyatalah bahwa perkembangan anak pada fase ini baik perkembangan jasmani, intelektual, fantasi maupun perasaan dan akhlak sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak pada fase-fase berikutnya.

(42)

2.2.1 Pengertian Motivasi

Istilah motif mengacu pada sebab atau mengapa seseorang berperilaku. Dari kata motif ini terbentuk kata motivasi. Sartain dalam

Psychology Understanding of Human Behavior seperti yang dikutip oleh

Ngalim Poerwanto menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku ke suatu tujuan atau perangsang (Purwanto, 1997: 60). Bila dipakai dalam arti ini, maka motivasi akan meliputi segala aspek psikologi. Walaupun demikian, para psikolog membatasi konsep motivasi pada faktor-faktor yang menguatkan perilaku dan memberikan arahan pada perilaku itu. Suatu organisme yang dimotivasi akan melakukan aktivitasnya secara lebih giat dan lebih efisien dibandingkan dengan organisme yang beraktivitas tanpa motivasi. Selain menguatkan organisme, motivasi cenderung mengarahkan kepada suatu tingkah laku tertentu (Faizah dan Effendi, 2006: 103).

Banyak ahli yang telah mengemukakan pengertian motivasi dengan berbagai sudut pandang mereka masing-masing namun intinya sama, yaitu sebagai suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu (Djamarah, 2002: 114). Dapat juga dikatakan bahwa motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan (Suryabrata, 1987: 70).

(43)

32

Istilah motivasi baru digunakan pada awal abad dua puluh. Selama beratus-ratus tahun pandangan utama para pakar filsafat dan teologi ialah bahwa manusia adalah makhluk rasional dan intelek yang memilih tujuan dan menentukan sederetan perbuatannya secara bebas. Nalarlah yang menentukan apa yang dilakukan oleh manusia dan konsep motivasi tidaklah perlu. Manusia bebas untuk memilih yang baik dan yang buruk tergantung pada kecenderungan, inteligensia dan pendidikan masing-masing, Karena itu menurut konsepsi kaum rasional, seseorang bertanggungjawab atas perilakunya sendiri sesuai dengan pilihannya.

Pada abad XVII para pakar filsafat mulai meninggalkan konsep rasionalis dan beralih menganut pandangan mekanistik tentang perilaku. Pandangan mekanistik ini antara lain menyatakan bahwa perbuatan timbul dari kekuatan internal dan eksternal di luar kontrol manusia. Bagian terpenting dari pandangan mekanistik ini ialah teori naluri (insting), yaitu suatu teori yang berpendapat bahwa kekuatan psikologis bawaan dapat memengaruhi organisme untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam keadaan yang tepat. Teori Darwin yang menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang jelas antara manusia dan binatang membuka pintu untuk menggunakan teori naluri guna menerangkan perilaku manusia. Teori naluri ini didukung kuat oleh psikolog William Me Dougall yang mengatakan bahwa pikiran dan perilaku manusia adalah hasil dari naluri yang diwariskan. Teori naluri bertentangan dengan pandangan rasionalis tentang manusia, manusia bukanlah memilih tujuan dan perbuatannya

(44)

memotivasi dirinya (Atkinson, et al., 1999: Jilid 2: 6).

Teori dalam psikoanalisis juga menghubungkan perilaku dengan kekuatan bawaan di mana terdapat dua energi dasar yang tidak disadari yang merupakan motivasi perkasa dalam penentuan perilaku, yaitu naluri kehidupan yang diekspresikan dalam perilaku seksual dan naluri kematian yang mendasari tindakan agresif. Baik teori psikoanalisis maupun teori naluri keduanya membawa perubahan dalam konsepsi manusia yang rasional ke suatu pandangan motivasional yang melihat bahwa perilaku sebagai hasil dari kekuatan irasional yang tidak disadari dalam diri manusia (Rahmat. 2005: 19-20).

Selama tahun 1920-an, teori naluri diganti oleh konsep dorongan (drive). Dorongan (drive) ialah keadaan yang timbul sebagai hasil dari beberapa kebutuhan biologis, seperti kebutuhan makan, air, seks atau menghindari rasa sakit. Kondisi yang timbul ini memotivasi manusia untuk menanggulangi kebutuhan tersebut. Misalnya, kekurangan makan mengakibatkan perubahan kimiawi dalam darah yang pada gilirannya menimbulkan dorongan pada organisme untuk berusaha mengurangi dorongan tersebut dengan berbuat sesuatu seperti makan (Faizah dan Effendi, 2006: 105).

Kadang-kadang istilah kebutuhan (need) dan dorongan (drive) digunakan secara bergantian, namun kebutuhan (need) lebih sering mengacu kepada keadaan fisiologis, sedangkan dorongan (drive) mengacu

(45)

34

pada akibat psikologis dari kebutuhan. Kebutuhan dan dorongan berjalan paralel, tapi tidak identik, dorongan tidak perlu menjadi kuat apabila kebutuhan menguat. Prinsip homeostatis dan kecenderungan tubuh untuk mempertahankan dan memelihara lingkungan internal yang konstan mendasari konsep dorongan (drive) ini. Orang sehat mempertahankan suhu badannya, deviasi sedikit saja dari suhu normal menggerakkan mekanisme yang memulihkan kondisi normal tersebut. Dalam menghadapi udara dingin, pembuluh darah mengerut pada permukaan tubuh untuk mempertahankan kehangatan darah dan getaran gigilan menimbulkan panas (Faizah dan Effendi, 2006: 104).

Selama tahun 1950-an, para psikolog mulai meragukan dorongan dari motivasi sebagai penjelasan tentang semua jenis perilaku manusia. Bagi mereka organisme tidak didorong untuk beraktivitas oleh dorongan internal semata-mata, stimuli eksternal yang disebut insentif juga memegang peranan penting dalam menggugah perilaku.

Motivasi akan dipahami lebih baik sebagai suatu interaksi antara stimuli dalam lingkungan dan keadaan fisiologis dari organisme tersebut. Pendekatan yang lebih baru terhadap teori motivasi ini memfokuskan perhatian pada peran insentif, yaitu keadaan lingkungan yang menjadi motivasi bagi organisme. Suatu insentif positif menggugah organisme itu untuk mendekatinya dan insentif negatif mengarahkan perilaku kearah menjauhinya. Seseorang yang merasa haus, insentif positifnya akan mencari sesuatu yang dapat menghilangkan rasa hausnya itu berupa air.

(46)

yang dapat mengakibatkan rasa sakit (Faizah dan Effendi, 2006: 105). 2.2.2 Tujuan Motivasi dan Macam-Macamnya

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang manajer, tujuan motivasi ialah untuk menggerakkan pegawai atau bawahan dalam usaha meningkatkan prestasi kerjanya sehingga tercapai tujuan organisasi yang dipimpinnya. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah.

Sebagai contoh, seorang guru memberikan pujian kepada seorang siswa yang maju ke depan kelas dan dapat mengerjakan hitungan matematika di papan tulis. Dengan pujian itu, dalam diri anak tersebut timbul rasa percaya pada diri sendiri; di samping itu timbul keberaniannya sehingga ia tidak takut dan malu lagi jika disuruh maju ke depan kelas.

Untuk menghilangkan perasaan takabur dan menimbulkan rasa kasih mengasihi di antara anak-anaknya, seorang ayah sengaja membelikan buku Lutung Kasarung untuk dibaca oleh anak-anaknya. Dengan membaca buku tersebut, yang berisi cerita tentang kehidupan

(47)

36

tujuh putri raja, diharapkan anak-anak dapat menilai dan sekaligus menghayati betapa congkak dan kejinya putri sulung Purbararang kepada adik bungsunya, Purbasari, dan bagaimana sikap kakak-kakak Purbasari terhadapnya, serta bagaimana akhir cerita itu. Dengan adanya penilaian dan penghayatan itu, selanjutnya diharapkan anak-anak tergerak hatinya untuk meniru perbuatan-perbuatan yang baik dan membenci perbuatan dan sifat yang buruk seperti diceritakan di dalam buku tersebut (Purwanto, 1997: 73).

Dari kedua contoh tersebut di atas, jelas bahwa setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, makin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan dimotivasi.

Macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang karena motivasi atau motif-motif yang aktif itu bervariasi yaitu 1) motivasi dapat dilihat dari dasar pembentukannya; 2) jenis motivasi menurut pembagian dari Woodwort dan Marquis; 3) motivasi jasmaniah dan rohaniah; 4) motivasi intrinsik dan ekstrinsik (Sardiman, 1996: 85- 89).

(48)

dibahas dari dua sudut pandang, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang yang disebut "motivasi intrinsik" dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang disebut "motivasi ekstrinsik".

Yang dimaksud dengan motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu (Purwanto, 1997: 73).

Motivasi itu intrinsik bila tujuannya inheren dengan situasi belajar dan bertemu dengan kebutuhan dan tujuan anak didik untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran itu. Anak didik termotivasi untuk belajar semata-mata untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung dalam bahan pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, nilai yang tinggi, atau hadiah, dan sebagainya (Purwanto, 1997: 73).

Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas belajar, motivasi

intrinsik sangat diperlukan, terutama belajar sendiri, Seseorang yang tidak

memiliki motivasi intrinsik sulit sekali melakukan aktivitas belajar terus menerus. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan

(49)

38

dan sangat berguna kini dan di masa mendatang(Djamarah, 2002: 115 – 117).

Seseorang yang memiliki minat yang tinggi untuk mempelajari suatu mata pelajaran, maka ia akan mempelajarinya dalam jangka waktu tertentu. Seseorang itu boleh dikatakan memiliki motivasi untuk belajar. Motivasi itu muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi memang berhubungan dengan kebutuhan seseorang yang memunculkan kesadaran untuk melakukan aktivitas belajar. Oleh karena itu, minat adalah kesadaran seseorang bahwa suatu objek, seseorang, suatu soal atau suatu situasi ada sangkut paut dengan dirinya (Djamarah, 2002: 115 – 117).

Perlu ditegaskan bahwa anak didik yang memiliki motivasi

intrinsik cenderung akan menjadi orang yang terdidik, yang

berpengetahuan, yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu. Gemar belajar adalah aktivitas yang tak pemah sepi dari kegiatan anak didik yang memiliki motivasi intrinsik. Dan memang diakui oleh semua pihak, bahwa belajar adalah suatu cara untuk mendapatkan sejumlah ilmu pengetahuan. Belajar bisa dikonotasikan dengan membaca. Dengan begitu, membaca adalah pintu gerbang ke lautan ilmu pengetahuan. Kreativitas membaca adalah kunci inovasi dalam pembinaan pribadi yang lebih baik. Tidak ada seorang pun yang berilmu tanpa melakukan aktivitas membaca. Evolusi pemikiran manusia yang semakin maju dalam rentangan masa tertentu karena membaca, yang hal itu tidak terlepas dari masalah motivasi sebagai

(50)

pengetahuan (Sardiman, 1996: 85- 89).

Dorongan untuk belajar bersumber pada kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan berpengetahuan. Jadi, motivasi intrinsik muncul berdasarkan kesadaran dengan tujuan esensial, bukan sekadar atribut dan seremonial (Djamarah, 2002: 115 – 117).

Adapun motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya, atau temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannya itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar (Purwanto, 1997: 73).

Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting. Sebab kemungkinan besar keadaan siswa, itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar

(51)

40

ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan motivasi

ekstrinsik (Sardiman, 1996: 90-91). 2.3 Shalat

2.3.1 Pengertian Shalat

Di antara ibadah-ibadah yang diwajibkan kepada setiap pemeluk Islam, shalat mempunyai sifat dan kedudukan yang tersendiri. Boleh dikatakan mempunyai keistimewaan (Nasution, 1978 jilid 3: 7). Sehubungan dengan itu M. Natsir mengatakan:

Shalat dalam Islam itu bukan sekedar upacara yang harus dilakukan paling banyak setengah hari dalam tiap-tiap tujuh hari (seminggu), tapi ia adalah suatu tempat berlindung yang tak mengecewakan bagi seorang Islam, yaitu suatu keadaan tempat ia lebih banyak dapat mengumpulkan tenaga sesudah bergelut dengan kesibukan dan kegelisahan hidup sehari-hari sehingga ia lebih tabah untuk meneruskan perjuangan hidup selanjutnya (Natsir, 1999: 53-54).

Dalam bahasa Arab, perkataan shalat digunakan untuk beberapa arti. Di antaranya digunakan untuk arti do’a, seperti dalam firman Allah yang terdapat dalam al-Qur’an Surat (9) At-Taubah ayat 103: digunakan untuk arti “rahmat” dan untuk arti” mohon ampunan” seperti dalam firman Allah dalam Al-Qur’an Surat (33) ayat 43 dan 56 (Daradjat, 1995 jilid 1: 71) hal ini sejalan dengan pendapat San’any, 1960 juz 1: 106):

Artinya: shalat itu menurut pengertian bahasa berarti do’a. Ibadah shalat ini dinamai do’a karena dalam shalat itu mengandung do’a.

(52)

mengemukakan: Shalat adalah berhadap hati, (jiwa) kepada Allah SWT, hadap yang mendatangkan takut, menumbuhkan rasa kebesaran-Nya dan kekuasaan-kebesaran-Nya dengan sepenuh khusu’ dan ikhlas di dalam beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam.

Adapun Sabiq, tth: juz 1: 70) dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah mendefinisikan makna shalat,

Artinya: Shalat ialah ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi Allah Ta’ala dan disudahi dengan memberi salam.

Dalam shalat telah terhimpun segala bentuk dan cara yang dikenal oleh umat manusia dalam menghadapkan penghormatan dan pengagungan, tetapi mereka itu hanya menggunakan salah satu cara seperti sekedar berdiri dengan penuh hormat atau sekedar tunduk, atau sujud dan sebagainya, dan Allah menghimpun segala yang dikenal itu dalam ibadah shalat untuk menggambarkan puncak pengagungan kepada-Nya.

2.3.2. Shalat sebagai Tiang Agama

Shalat lima waktu merupakan darmawisata Ketuhanan yang diwajibkan Allah kepada hamba-Nya dalam waktu yang terpencar siang dan malam. Di kala shalat, seorang muslim melepaskan dirinya

(53)

42

dari urusan dunia dan mencurahkan seluruh perhatian dan ingatan kepada Tuhan, berupa takbir, berbisik dengan Allah, mohon pertolongan dan petunjuk dari pada-Nya. Kemudian tunduk berlutut dan bersujud di haribaan Tuhan menggambarkan Kebesaran Tuhan sepenuhnya, sehingga berhadapan dengan kebesaran Ilahi. Perjalanan batin yang menuju Kebesaran Tuhan itu, pasti dapat melapangkan dada, melegakan hati, meringankan penderitaan serta menyampaikan kepada keinginan yang baik. Rasulullah sendiri, bila dirundung kemusykilan (kesulitan), beliau dengan cepat shalat (Syaltut, 1985: 84).

Di antara sekian banyak ibadah, shalatlah yang membawa manusia terdekat kepada Tuhan. Di dalamnya terdapat dialog antara manusia dengan Tuhan dan dialog berlaku antara dua pihak yang saling berhadapan (Nasution,1985 jilid 1: 37). Shalat merupakan salah satu dari tiang agama serta kewajiban pokok yang diletakkan Allah di atas pundak hamba-hamba-Nya. Dikatakan demikian karena :

a. Dari satu sisi yakni sisi kebesaran dan keagungan Tuhan, shalat merupakan konsekuensi dari keyakinan-keyakinan tentang sifat-sifat Allah SWT yang menguasai alam raya ini, termasuk manusia yang dalam hidupnya sangat bergantung kepada Allah SWT. Keyakinan tersebut memerlukan pembuktian dalam bentuk konkrit, karena keyakinan tidak hanya terbatas dalam hati, tapi harus dibuktikan dengan amal.

Gambar

Tabel  tersebut  di  atas  memperlihatkan  komposisi  mata  pencaharian  penduduk  pada  tahun  2010,  lapangan  pekerjaan  petani  adalah  yang  paling   dominan
Tabel Wawancara dengan Anak

Referensi

Dokumen terkait

ASI eksklusif dengan penurunan berat badan setelah dikontrol oleh asupan lemak. Usia subjek penelitain berkisar 17- 37 tahun. Rerata kecukupan asupan lemak pada subjek

signifikansi perbedaan skor rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa yang mendapat model pembelajaran berbasis masalah dengan metode Least Significant Difference

Adanya kekhasan dalam konstelasi geografis dan keragaman suku, ras, budaya, agama dan bahasa dalam negara, menjadikan bangsa Indonesia harus memiliki sikap dan cara pandang

Suatu penelitian yang dilakukan dengan menerapkan Metode penelitian kuantitatif, maka akan menghasilkan data dalam bentuk kuantitas. Bentuk kuantitas itu berupa

Tabel 1 menunjukkan bahwa rataan kecernaan protein kasar tertinggi pada perlakuan tongkol jagung dengan penambahan Aspergillus niger dan Saccharomycess cerevisiae + isolat

hukum rajam(jenis hukuman dalam bentuk dilempar dengan batu sampai mati) baik dilakukan oleh muhshan maupun ghairu muhshan ).Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tegangan dengan beban daya listrik yang dibebankan pada genset LPG terhadap besar arus dan putaran mesin pada genset

menurut undang-undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: transaksi bagi hasil