• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance). Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance). Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Reformasi Birokrasi menuntut adanya tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance). Tata kelola kepemerintahan yang baik (Good Governance) mensyaratkan adanya akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam setiap proses terjadinya kebijakan publik. Program reformasi birokrasi Mahkamah Agung RI berfokus pada penataan organisasi, perbaikan tata kerja, pengembangan sumber daya manusia, perbaikan sistem remunerasi dan manajemen dukungan teknologi dan informasi (Cetak Biru Pembaharuan Peradilan, 2010).

Dalam rangka reformasi birokrasi tersebut, Mahkamah Agung RI telah menetapkan Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010 – 2035. Adanya Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010 – 2035, Mahkamah Agung RI berharap proses pembaharuan peradilan dapat berjalan baik, terstruktur, terukur dan tepat sasaran. Dalam Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010 – 2035 dituangkan usaha-usaha perbaikan untuk mewujudkan Badan Peradilan Indonesia Yang Agung. Badan Peradilan Indonesia Yang Agung secara ideal dapat diwujudkan sebagai Badan Peradilan yang: (1) Melaksanakan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen, efektif, dan berkeadilan (2) Didukung pengelolaan anggaran berbasis kinerja secara mandiri yang dialokasikan secara proporsional dalam APBN (3) Memiliki struktur organisasi yang tepat dan manajemen organisasi yang jelas dan terukur (4) Menyelenggarakan manajemen dan administrasi

(2)

2 proses perkara yang sederhana, cepat, tepat waktu, biaya ringan dan proporsional (5) Mengelola sarana prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan kondusif bagi penyelenggaraan peradilan (6) Mengelola dan membina sumber daya manusia yang kompeten dengan kriteria obyektif, sehingga tercipta personil peradilan yang berintegritas dan profesional (7) Didukung pengawasan secara efektif terhadap perilaku, administrasi, dan jalannya peradilan (8) Berorientasi pada pelayanan publik yang prima (9) Memiliki manajemen informasi yang menjamin akuntabilitas, kredibilitas, dan transparansi (10) Modern dengan berbasis TI terpadu (Cetak Biru Pembaharuan Peradilan, 2010).

Salah satu program dalam rangka mewujudkan Badan Peradilan Indonesia Yang Agung yang memiliki manajemen informasi yang menjamin akuntabilitas, kredibilitas, dan transparansi serta modern dengan berbasis TI terpadu, Mahkamah Agung RI telah membangun sebuah sistem aplikasi pencatatan dan penelusuran perkara di pengadilan yaitu Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP). SIPP merupakan sistem yang dibangun sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 1-144/KMA/SK/I/2011 tentang Pedoman Pelayanan Informasi di Pengadilan, Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 026/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan dan Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor : 559/DJU/HK.00.7/VI/2012

(3)

3 tentang Pelaksanaan Sistem Informasi Penelusuran Perkara Di Lingkungan Peradilan Umum.

SIPP merupakan web-based application, suatu aplikasi yang terinstal di server dan diakses menggunakan penjelajah web atau yang dikenal sebagai browser melalui suatu jaringan internet atau intranet. Contoh umum web-based aplikasi adalah Facebook, Google, dan Twitter. Tujuan utama SIPP dibangun dan dikembangkan adalah untuk memudahkan dan menunjang semua staf pengadilan dalam menjalankan setiap tugas yang ada serta transparansi publik. Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum No. 3/DJU/HM02.3/6/2014 tentang Administrasi Pengadilan Berbasis Teknologi Informasi di Lingkungan Peradilan Umum menyatakan bahwa setiap elemen tugas dan staf di pengadilan wajib menggunakan aplikasi SIPP dalam memproses pencatatan adminitrasi perkara di pengadilan. Setiap pengguna memiliki tugas dan kewajiban masing-masing sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) masing-masing posisi. Setiap staf pengadilan wajib memiliki satu username dan password yang dapat digunakan untuk login atau validasi untuk dapat masuk ke dalam aplikasi SIPP.

Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Nomor : 353/DJU/SK/HM02.3/3/2015 tertanggal 24 Maret 2015 tentang Prosedur Penggunaan dan Supervisi Penggunaan Aplikasi Sistem Penelusuran Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding pada Lingkungan Peradilan Umum. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk menjamin pelaksanaan administrasi pengadilan yang tertib, modern, dan

(4)

4 akuntabel. Mahkamah Agung RI telah menetapkan bahwa seluruh pengadilan harus beralih dari administrasi yang dilakukan secara manual ke administrasi yang berbasis teknologi informasi.

SIPP dimulai dengan versi 1 yang dilaksanakan di beberapa Pengadilan Negeri sebagai proyek percontohan. Sistem tersebut kemudian diperbaharui dengan versi 2, dengan pembaharuan diantaranya jurnal keuangan perkara perdata, auto generate template penetapan hakim, berita acara persidangan dan pembaharuan fasilitas serta fungsi yang lainnya. SIPP saat ini telah sampai pada versi 3 yang mana Pengadilan Tinggi turut berperan dalam pencatatan perkara. Oleh karena itu, Pengadilan Tinggi Yogyakarta juga harus mengimplementasikan sistem tersebut.

Pengadilan Tinggi Yogyakarta telah melakukan implementasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara Versi 3 (SIPP Versi 3) sejak Januari 2015. Perubahan dari sistem lama (manual) menjadi sistem berbasis web membutuhkan kesiapan untuk berubah dari sumber daya manusia yang ada. Oleh karena itu, implementasi SIPP Versi 3 di Pengadilan Tinggi Yogyakarta bukanlah suatu hal yang mudah. Perubahan tersebut harus dapat dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan resistensi dan kegagalan.

Pada saat SIPP Versi 3 mulai disosialisasikan menimbulkan banyak gejolak. Gejolak tersebut diantaranya gejala keresahan pegawai yang memiliki kemampuan komputer dan internet terbatas. Mereka merasa takut tidak bisa menjalankan sistem tersebut. Banyak dari pengguna SIPP Versi 3 menyerahkan pengisian kepada orang lain. Pegawai muda menjadi tumpuan utama, sedangkan

(5)

5 tugas tersebut bukan merupakan job description mereka. Ketika SIPP Versi 3 mulai disosialisasikan bertepatan dengan pergantian pemimpin di Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Pemimpin diharapkan menjadi change leader yang mampu menggerakan dan memotivasi pegawai agar siap terhadap perubahan. Pemimpin Pengadilan Tinggi Yogyakarta bersedia ikut belajar mengenai SIPP Versi 3. Hal ini mengindikasikan pemimpin yang memberikan pengaruh yang diidealkan (idealized influence) dan manajemen yang mendukung (supportive management) terhadap perubahan, pemimpin menjadi contoh dalam pelaksanaan perubahan. Setiap pegawai membuat target kinerja yang dituangkan dalam Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan mempunyai otoritas masing-masing dalam penggunaan SIPP Versi 3 sesuai jabatannya. Hal ini mengindikasikan adanya kejelasan ekspektasi peran dan situasi kerja. Pengaruh yang diidealkan (idealized influence) merupakan salah satu dari ciri kepemimpinan transformasional sedangkan manajemen yang mendukung (supportive management) dan kejelasan ekspektasi peran dan situasi kerja (clarity) merupakan bagian dari dimensi iklim psikologis.

Kesiapan individu dalam menghadapi sebuah perubahan menjadi hal penting yang harus diperhatikan dalam setiap proses perubahan. Kesiapan individu untuk berubah mampu menjembatani strategi manajemen perubahan dengan keluaran yang diharapkan, yaitu kesuksesan implementasi strategi (Palmer et al., 2009). Armenakis et al. (1993) juga menyatakan bahwa kesiapan untuk menghadapi perubahan merupakan salah satu faktor yang memberi kontribusi terhadap efektifitas implementasi perubahan.

(6)

6 Salah satu proses awal yang harus dilakukan dalam perubahan organisasi adalah proses asesmen untuk mengetahui sejauhmana kesiapan pegawai. Asesmen tersebut bertujuan untuk membantu pimpinan mengidentifikasi gap antara harapan mereka dan anggota organisasi yang lain terkait inisiatif perubahan. Apabila dalam asesmen tersebut ditemukan gap yang signifikan dan tidak segera ditindaklanjuti, maka resistensi terhadap perubahan akan muncul dan mengancam keberhasilan implementasi program perubahan (Holt et al., 2007).

Kesiapan untuk berubah (readiness for change) adalah keyakinan, sikap dan intensi anggota organisasi terkait sejauh mana perubahan dibutuhkan oleh organisasi dan kapasitas organisasi untuk melakukan perubahan tersebut dengan sukses (Armenakis et al., 1993). Konsep kesiapan untuk berubah dilandaskan pada tiga model perubahan dari Lewin yang menyiratkan perlunya upaya aktif pelaku perubahan untuk secara efektif mengarahkan perubahan ketika berada dalam tahap unfreezing (Stevens, 2013). Sesuai dengan konsep tersebut, menurut Armenakis et al. (1993) upaya menciptakan kesiapan anggota organisasi untuk berubah merupakan proses proaktif organisasi dalam menghadapi perubahan. Menurut Holt et al. (2007), kesiapan untuk berubah bersifat multidimensional, yang terdiri dari 4 (empat) dimensi konstruk, yaitu: appropriateness, management support, change efficacy, dan personal valence.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Rafferty et al. (2013) mengidentifikasi beberapa anteseden kesiapan untuk berubah pada level individu. Anteseden tersebut terutama berasal dari konteks internal organisasi,

(7)

7 yaitu kepemimpinan transformasional dan persepsi individu terhadap konteks-konteks organisasional (komunikasi, dukungan organisasi, keselarasan nilai dan nilai-nilai organisasi).

Salah satu anteseden kunci dalam kesiapan untuk berubah adalah kepemimpinan transformasional. Pemimpin menemukan cara inovatif untuk beradaptasi dengan lingkungan untuk kemudian mengimplementasikan perubahan mayor dalam strategi, produk, atau proses (Yukl, 2013). Kepemimpinan tersebut tercermin dalam perilaku kepemimpinan yang sering disebut sebagai gaya kepemimpinan. Salah satu gaya kepemimpinan yang mempengaruhi kesiapan untuk berubah adalah gaya kepemimpinan transformasional (Metcalfe dan Metcalfe, 2005; Palmer et al., 2009; Fugate, 2012; Chemengich, 2013; Rafferty et al., 2013).

Gaya kepemimpinan transformasional merupakan perilaku memimpin yang mampu menciptakan rasa percaya, penghargaan, loyalitas dan hormat dari bawahan sehingga mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang diharapkan oleh organisasi (Yukl, 2013). Seorang pemimpin yang transformasional akan mampu memberikan hasil perubahan organisasi yang signifikan melalui perilaku memimpin yang mampu meningkatkan motivasi intrinsik, kepercayaan, komitmen, dan loyalitas dari bawahan (Kreitner dan Kinicki, 2010). Menurut Bass (1985; 1999, dalam Liu, 2010) perilaku kepemimpinan transformasional terdiri dari empat dimensi, yaitu pengaruh yang diidealkan (idealized influence), stimulasi intelektual (intellectual stimulation),

(8)

8 kepedulian secara perseorangan (individual consideration), dan motivasi yang inspirasional (inspirational motivation).

Selain gaya kepemimpinan, iklim psikologis merupakan anteseden penting dari kesiapan individu untuk berubah (Bouckenooghe dan Devos, 2007; Bouckenoogheet al., 2009). Menurut McNabb dan Sepic (dalam Periantalo dan Mansoer, 2008), iklim psikologis merupakan variabel yang dapat memprediksi kesiapan untuk berubah. Pendapat tersebut sesuai dengan hasil penelitian Periantalo dan Mansoer (2008), yang menunjukkan bahwa iklim psikologis mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesiapan untuk berubah pada level individu. dan faktor lingkungan organisasi, yaitu pekerjaan dan dukungan sosial.

Menurut Brown dan Leigh (1996), iklim psikologis lebih kepada bagaimana lingkungan organisasi dipersepsikan dan diinterpretasikan oleh individu. Iklim psikologis berbeda dengan iklim organisasi. Perbedaan tersebut karena iklim psikologis lebih merupakan penilaian individu sedangkan iklim organisasi merupakan penilaian bersama orang-orang yang berada dalam kelompok atau tim. Bouckenooghe dan Devos (2007) menyebutkan empat komponen iklim psikologis yang berkorelasi positif dengan kesiapan untuk berubah, yaitu kepercayaan terhadap manajemen atas, persepsi yang positif terhadap sejarah perubahan organisasi, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan komunikasi perubahan yang baik. Dalam penelitian berikutnya, Bouckenooghe et al. (2009) membagi dimensi tersebut berdasarkan konteks dan proses perubahan. Variabel gaya kepemimpinan transformasional dan iklim

(9)

9 psikologis merupakan dua hal yang menjadi anteseden kesiapan berubah dalam level individu.

1.2. Rumusan Masalah

Pelaksanaan SIPP Versi 3 saat ini masih pada tahap awal dan belum dipublikasikan sehingga sangat tepat apabila dilaksanakan kajian tentang kesiapan untuk berubah. Kajian tentang kesiapan untuk berubah sangat penting sebagai pendorong keberhasilan perubahan. Kajian tersebut juga dapat digunakan untuk mengetahui kesiapan untuk berubah pegawai Pengadilan Tinggi Yogyakarta menghadapi dan menjalankan perubahan, serta memberikan indikasi tentang strategi yang harus dilakukan agar perubahan tersebut berjalan baik.

Peran dari seorang pemimpin sebagai agent of change harus terlebih dahulu siap menerima perubahan agar mampu menggerakkan bawahan untuk berubah. Persepsi pegawai yang kurang memandang positif terhadap lingkungan kerja dinilai menghambat proses perubahan karena pegawai cenderung pesimistis dan enggan untuk berubah. Kesiapan untuk berubah berperan penting dalam kesuksesan implementasi strategi. Kepemimpinan transformasional dan iklim psikologis berperan sebagai anteseden. Kedua anteseden tersebut dikaji terhadap kesiapan untuk berubah dalam konteks perubahan SIPP Versi 3 pada Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Selain itu, gambaran kesiapan untuk berubah pada level individu sebagai salah satu proses awal yang diperlukan dalam

(10)

10 program perubahan. Penelitian tentang kesiapan untuk berubah di Pengadilan Tinggi Yogyakarta sampai dengan saat ini belum pernah dilakukan.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian sebelumnya maka pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kesiapan untuk berubah pegawai?

2. Apakah iklim psikologis berpengaruh positif terhadap kesiapan untuk berubah pegawai?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kesiapan untuk berubah pegawai Pengadilan Tinggi Yogyakarta dalam menghadapi perubahan SIPP Versi 3.

2. Untuk menganalisis pengaruh iklim psikologis terhadap kesiapan untuk berubah pegawai Pengadilan Tinggi Yogyakarta dalam menghadapi perubahan SIPP Versi 3.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat:

1. Bagi Pengadilan Tinggi Yogyakarta untuk memberikan informasi tentang kesiapan untuk berubah pegawai dan sebagai bahan

(11)

11 penyempurnaan strategi agar penerapan SIPP Versi 3 berjalan secara baik.

2. Bagi peneliti yang lain, sebagai bahan untuk mengkaji bidang yang sama.

1.6 Ruang Lingkup Dan Batasan Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap pegawai Pengadilan Tinggi Yogyakarta yang harus menggunakan SIPP Versi 3. Batasan penelitian terfokus pada kesiapan untuk berubah pegawai terhadap perubahan SIPP Versi 3 dengan menggunakan 2 (dua) anteseden yaitu kepemimpinan transformasional dan iklim psikologis.

Kesiapan untuk berubah tersebut didasarkan pada definisi yang dikemukakan oleh Holt et al. (2007), dengan empat dimensi variabel, yaitu: appropriateness, management support, change efficacy, dan personal valence.

Kajian kepemimpinan difokuskan pada perilaku kepemimpinan transformasional yang secara spesifik terkait dengan perubahan. Kepemimpinan transformasional secara konseptual didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Bass, yang terdiri dari empat dimensi, yaitu pengaruh yang diidealkan (idealized influence), stimulasi intelektual (intellectual stimulation), kepedulian secara perseorangan (individual consideration), dan motivasi yang inspirasional (inspirational motivation).

Iklim psikologis adalah persepsi individu terhadap karakteristik lingkungan kerjanya, dan variabel ini bersifat multidimensional. Penelitian ini

(12)

12 akan menggunakan konsep iklim psikologis yang dikemukakan oleh Brown dan Leigh (1996). Brown dan Leigh (1996) merumuskan iklim psikologis dalam enam (6) dimensi, yaitu manajemen yang mendukung (supportive management), kejelasan ekspektasi peran dan situasi kerja (clarity), ekspresi diri

(self-expression), persepsi kebermaknaan atas kontribusinya (perceived

meaningfulness of contribution), penghargaan (recognition), dan tantangan

pekerjaan (job challenges).

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis sebagai berikut : BAB I – PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, sistematika penulisan. BAB II – LANDASAN TEORI

dalam landasan

menjadi yang

Berisi mengenai teori penulisan tesis.

BAB III – METODE PENELITIAN

Berisi desain penelitian, operasional variabel, populasi dan sampel, alat analisis dan instrumen penelitian, sumber dan metode pengumpulan data, metode analisis data, framework of analysis.

(13)

13 BAB IV – GAMBARAN UMUM PENGADILAN TINGGI

YOGYAKARTA, ANALISIS DATA DAN

PEMBAHASAN

Berisi gambaran umum Pengadilan Tinggi Yogyakarta, seluruh analisis dan temuan yang didapat dari hasil penelitian.

BAB V – SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN IMPLIKASI

Berisi simpulan, keterbatasan penelitian dan implikasi atas hasil penulisan pada bab-bab sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya jumlah daun yangberguguran di Universitas Diponegoromerupakan potensi yang pantas diperhitungkan agar menjadi bahan yang bernilai guna, Salah satunya dengan

Solusi yang dihasilkan dari penelitian ini, yaitu pemanfaatan teknologi Intel Realsense dalam wujud aplikasi Browser Extension untuk melakukan autentikasi pada berbagai

Hasil percobaan menunjukkan bahwa zeolit yang sudah dimodifikasi surfaktan mampu mengadakan pertukaran secara efektif dengan klorida pada waktu 3 jam, sedangkan

* Denyut jantung systolic menyebabkan sisi kiri jantung berkontraksi dan mengirim darah melalui klep aortic yang memisahkan ventricle kiri dan aorta. * Darah lewat melalui aorta

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada capaian dimensi ecological knowledge dalam konsep literasi lingkungan pada kelas yang menggunakan

Penambahan ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) pada kultur sel tulang secara in vitro dapat meningkatkan proliferasi dan menginduksi terjadinya proses

Bahwa, sebagai jaminan atas pembiayaan tersebut, Para Tergugat menyerahkan jaminan kepada Penggugat berupa Sebidang tanah pertanian dan segala sesuatu yang berdiri

Pasien dalam kelompok lidokain 4 patient-controlled  patient-controlled epidural epidural analgesia analgesia mengalami neri pasca operasi lebih ringan dalam  dan  jam