• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN MANAGEMEN KELAS SEKOLAH DASAR BERBASIS SCIENTIFIC LEARNING PROGRAMS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN MANAGEMEN KELAS SEKOLAH DASAR BERBASIS SCIENTIFIC LEARNING PROGRAMS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

29 DESAIN MANAGEMEN KELAS SEKOLAH DASAR

BERBASIS SCIENTIFIC LEARNING PROGRAMS Acep Saepul Rahmat

Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Dasar Universitas Negeri Jakarta acepsaepulrahmat@yahoo.com, acep.saepul@student.upi.edu

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya penerapan program pembelajaran yang berpusat terhadap siswa dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar. Dalam pembelajaran sehari-hari di Sekolah Dasar banyak dijumpai diberbagai sekolah adalah proses pembelajaran ceramah, dikte bahkan kurang mengedepankan akan tantangan pendekatan heuristic yang berakar pada pendekatan ilmiah atau scientific. Pada era sekarang, kurikulum mengedepanjan akan aspek pembelajaran yang berpusat kepada siswa, pembelajaran yang bermakna serta proses pembelajaran yang menyenangkan siswa. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai desain terhadap program kelas Sekolah Dasar yang mengedepankan aspek pembelajaran bermakna dan berpusat pada siswa, sesuai dengan yang diamanatkan dalam kurikulum 2013. Dalam perkembanganya, proses pembelajaran harus mengedepankan ke tiga faktor secara bersama-sama, yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. Ketiga aspek ini diharapkan akan menjadi acuan bagi pelaksanaan program kelas yang berorientasi pada scientific programs. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan desain penelitian Nonequivalent Control Group. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Karamatjaya sebagai kelas eksperimen penerapan scientific program dan siswa kelas IV SD Negeri Cisolok sebagai pembanding dan kelas kontrol scientific programs.. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi. Temuan penelitian menunjukan bahwa hasil belajar kognitif siswa rata-rata sebesar 5,68 untuk kelas kontrol dan 7,51 untuk kelas eksperimen. Hasil belajar efektif dan psikomotor dengan rentang nilai (0-4 ), menunjukan bahwa hasil belajar afektif rata-rata yang diperoleh siswa kelas kontrol sebesar 1,77 dan 2,71 untuk kelas eksperimen. Hasil belajar psikomotorik siswa untuk kelas kontrol rata-rata sebesar 1,88 dan 2,86 untuk kelas eksperimen. Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis, disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan scientific program lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional.

(2)

30 KERANGKA TEORI

Manusia adalah makhluk sosial dan budaya. Menurut Purwanto (2007, hlm. 84), bahwa “Belajar sangat penting bagi kehidupan seorang manusia. Seorang siswa (manusia) membutuhkan waktu yang lama untuk belajar sehingga menjadi manusia dewasa”.

Belajar merupakan Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar mencakup berbagai aspek kepribadian, baik fisik, maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap dan pengetahuan. Melalui belajar seseorang akan mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui menjadi diketahui.

Lebih lanjut Nana Sudjana (1996,hlm. 5) mengungkapkan belajar bahwa

“Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek aspek yang lain pada individu yang belajar”. Hilgard dalam Susanto (2013, hlm.1), Belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan kegiatan tersebut mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh dari pengalaman.

Pembelajaran menitikberatkan pada suatu proses untuk membelajarkan siswa, serta

memberikan pengetahuan secara kompherensif, disertai dengan penanaman keterampilan dan sikap guna untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

“Paradigma pembelajaran

menurut UNESCO akan

menciptakan proses belajar-mengajar yang efektif, yaitu : belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)”. Pembelajaran menurut Sagala, ( 2012, hlm. 61 ) mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Secara umum, pembelajaran merupakan proses membelajarkan siswa, dalam rangka pemberian pengetahuan, penanaman sikap dan keterampilan, serta untuk memberikan pengalaman baru bagi siswa guna meningkatkan kemampuan berfikir, berwawasan yang luas dan memiliki sikap yang mulia.

Setiap pembelajaran tentunya mempunyai dasar dan rancangan pembelajaran, hal tersebut dapat menjadi dasar dan acuan bagi pelaksanaan pembelajaran.

Pada tingkatan sekolah dasar, metode pembelajaran digunakan guru untuk memudahkan proses pembelajaran, serta bertujuan untuk menarik perhatian siswa dalam proses belajar. Siswa sekolah dasar pada dasarnya menginginkan proses

(3)

31 pembelajaran yang berpusat pada

siswa. Artinya metode pembelajaran yang digunakan guru harus melibatkan siswa.

Pedagogi yang baik harus melibatkan siswa dengan situasi – situasi siswa itu sendiri yang melakukan eksperimen. Yaitu mencoba mencari tahu apa yang terjadi, memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan berupaya menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ditemukan diwaktu yang lain, dan membandingkan temuannya dengan temuan siswa lain (Piaget dalam Ibrahim, 2008, hlm.21).

Sudjana, 2005,hlm.76 mengemukakan pendapat bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsung pembelajaran. Pada era teknologi dan pembaharuan metode pembelajaran, masih ada guru yang mengajar khususnya pembelajaran IPS dengan menggunakan metode yang konvensional. Metode ceramah dijadikan sebagai metode andalan dalam proses pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Susanto ( 2013, hlm. 155 )

“ Dalam kenyataannya masih banyak guru yang melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Dalam situasi demikian, maka peran guru dan buku-buku teks masih merupakan sumber belajar yang utama. Cara- cara seperti ini

cenderung membuat siswa lebih apatis, baik terhadap mata pelajaran itu sendiri maupun terhadap gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat.”

Metode pembelajaran di sekolah dasar seyogyanya harus dapat membuat para siswa nyaman dan senang dalam proses pembelajaran, serta dapat membuat siswa aktif. Kesenangan siswa dalam belajar akan berpengaruh pada hasil pembelajaran.

Pada prinsipnya, proses pembelajaran yang melibatkan pengalaman siswa serta memberikan pembelajaran yang nyata, dapat memberikan peranan terhadap daya ingat dan kemampuan memahami yang kuat terhadap sesuatu yang dialami. Proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam belajar akan mampu meningkatkan kreatifitas dan kemampuan berfikir untuk melakukan tindakan dan upaya memecahkan apa yang dihadapi di lapangan. Selain dari itu, proses pembelajaran yang demikian, akan meningkatkan rasa solid antar siswa, kerjasama, kedisiplinan, mandiri dan kompak. Siswa disamping akan mempunyai karakter yang baik, juga akan mempunyai suatu pengalaman yang berharga yang akan terus diingatnya.

Penerapan pembelajaran yang berpusat pada siswa lebih mengutamakan pola pemikiran siswa, serta dapat membuat kenyamanan dalam belajar. Siswa

(4)

32 bebas untuk mengungkapkan

pendapatnya dalam belajar.

Pada hakikatnya, semakin konkrit suatu pembelajaran maka akan lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami oleh para siswa, siswa akan mudah memahami suatu materi yang mereka sendiri temukan. Pemahaman siswa akan lebih banyak jika siswa sendiri yang menemukan, serta apa yang ditemukan

berdasarkan kenyataan apa yang mereka lihat dan rasakan. Dalam hal ini menuntut adanya pembelajaran yang konkrit terhadap siswa. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Edgar Dale dalam ( Sagala, 2008,hlm.47) mengenai teori kerucut pengalaman.

Kerucut pengalaman Edgar Dale sebagaimana tampak dalam gambar 1 berikut :

Gambar. 1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale Dari gambar 1 diatas, dapat

diartikan bahwa semakin siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran maka pembelajaran akan semakin konkrit, serta pemahaman siswa akan lebih banyak. Berdasarkan pada pendapat para ahli diatas maka perlu adanya suatu rancangan atau program yang tepat guna untuk meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran di kelas.

Meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran tidak hanya dilakukan dengan cara menyediakan

berbagai media pembelajaran di kelas, alat-alat canggih dikelas , namun yang terpenting adalah bentuk pelaksanaan berbagai implementasi model, metode dan media di dalam proses pembelajaran. Perlu adanya rancangan guru yang tepat guna untuk meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran.

KONSEP KELAS

PERCONTOHAN

Kelas percontohan bermula dari adanya formula sekolah berbasis percontohan yang diselenggarakan oleh setiap lembaga/ instansi sekolah

(5)

33 binaan universitas pendidikan / eks

IKIP. Pada dasasarnya sekolah percontohan dilatarbelakangi dengan adanya kebutuhan lapangan akan penerapan berbagai model, teori pembelajaran, teknik, metode dan media pembelajaran.

Kelas Percontohan berakar pada kebutuhan sekolah khususnya sekolah yang dalam konteks sarana dan prasarana masih belum memungkinkan, namun tanpa mengesampingkan tujuan dari sekolah percontohan. Pada dasarnya kelas percontohan berupa meningkatkan kualitas dan mutu pembelajaran dalam suatu kelas yang nantinya akan menjadi pedoman bagi kelas-kelas yang lain dalam penerapan berbagai teori dan metode pembelajaran.

Pada hakikatnya konsep kelas percontohan merupakan suatu program kelas yang proses pembelajarannya berorientasi pada penerapan, uji coba dan pengembangan media, metode, model dan inovasi pembelajaran.

Pelaksanaan kelas percontohan, tidak semudah yang diperkirakan, pada tahap pertama perlunya adanya dasar hukum yang kuat akan terlaksanya program tersebut, agar pelakasanaannya relevan dengan tujuan standar nasional pendidikan. Berdasarkan hal tersebut dasar hukum yang ditetapkan dalam pelaksanaan program kelas percontohan di SD Negeri Karamatjaya adalah sebagai berikut :

1.Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan

Nasional; 2.Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan; 3. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi; 4. Permendiknas Nomor Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kualifikasi Lulusan; 5. Permendiknas Nomor Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses; 6. Keputusan Hasil rapat sekolah pada tanggal 16 Juli 2013 Nomor: 800/Kep/SD.46/VII/2013. Selain dari dasar hukum yang telah ditetapkan, rumusan program yang tepat pula perlu dibuat dan di konsultasikan kepada tim KKG Gugus sampai pada dinas pendidikan terkait untuk tembusan. Hal ini dilakukan demi terjaminnya proses pelaksanaan kelas percontohan dilingkungan lembaga, yang diakui dan diketahui oleh dinas pendidikan terkait. Adapun tujuan pelaksanaan program kelas percontohan dirumuskan pada penjabaran beriku:

1. Menerapkan berbagai teori dan metode pembelajaran guna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran; 2. Melakukan uji coba penelitian penerapan berbagai metode dan media pembelajaran guna untuk melakukan tindakan reflektif dan inovatif dalam peningkatan proses dan hasil yang diharapkan; 3. Menerapkan teori pembelajaran sebagai salah satu upaya pengembangan proses pembelajaran yang berkelanjutan; 4. Penyediaan layanan dan mewujudkan siswa yang kreatif, mandiri dan kompetitif pada ruang lingkup bidang tertentu; 5. Mencetak siswa-Siswi yang berkompeten, yang mampubertindak secara mandiri, santun, jujur dan berakhlaq mulia.

(6)

34 IMPLEMENTASI PROGRAM

Suatu program tidak akan berjalan tanpa adanya rancangan yang kuat akan indikator capaian program yang ditentukan. Berikut

merupakan indikator capaian program kelas percontohan, pada sampel kelas yang dijabarkan dalam bentuk calendar.

(7)

35 Gambar. 3 Kalender Scientific Learning Programs

(8)

36 Gambar. 4 Kerangka Scientific Learning Programs

(9)

37 Gambar. 6 Program Kelas Percontohan SDNaramatjaya 2015/2016

(10)

38 Gambar. 8 Kegiatan Scientific Learning Programs

(11)

39 Gambar. 10 Kegiatan Scientific Learning Programs

Gambar. 11 Kegiatan Scientific Learning Programs EVALUASI PROGRAM

Setiap pelaksanaan program perlu adanya evaluasi program, untu melihat sejauhmana keterlaksanaan program serta kebaerhasilan program yang berindikasi pada keterampilan dan prestasi yang diraih oleh siswa. Pada evaluasi program dilakukan dengan cara seksama dan di evaluasi oleh kepala sekolah, Ketua Gugus KKG, Kepala Dinas UPTD Pendidikan Kecamatan bahkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten terkait. Semuanya terlampir dalam satu berkas laporan pertahun. Hal ini guna

untuk menentukan efektif tidaknya suatu program di sekolah.

HASIL PENELITIAN

LAPANGAN

Untuk mengetahui secara lebih jelas mengenai perbandingan hasil belajar kognitif awal kedua

kelompok berdasarkan

kategori,Kelas Percontohan ( Kelas Eksperimen ) dan /Kelas Kontrol dengan jumlah siswa keduanya adalah 30 orang disajikan dalam grafik pada gambar 12 berikut.

(12)

40 Gambar .12 Grafik perbandingan Hasil Belajar Kognitif awal ( Pretest )

Secara eksplisit kedua

kelompok memiliki skor rata-rata yang tidak jauh berbeda yakni dengan selisih skor sebesar 0,194. Selisih skor ini menjadi dasar untuk melakukan penelitian dalam tahap selanjutnya. Dengan melihat bahwa kedua kelompok tidak jauh berbeda, hasil yang didapat setelah siswa mendapatkan perlakuan dalam tahap selanjutnya akan lebih tepat dan sesuai. Akan tetapi meskipun secara eksplisit kedua kelompok tidak jauh

berbeda, diperlukan pengujian secara

kuantitatif untuk menghasilkan

hipotesis terhadap pretest yang telah diberikan. Pengujian dilakukan untuk

mengetahui perbedaan secara

signifikan hasil belajar siswa awal

siswa antar kedua kelompok.

Pengujian yang dilakukan

menggunakan uji perbedaan rata-rata yang sebelumnya didahului dengan uji prasyarat untuk menentukan jenis uji statistik yang digunakan.

Tabel 1

Uji Normalitas Skor Pretest kedua kelompok Kolmogorov-Smirnova

Statistic Df Sig.

Eksperimen .957 31 .262

Kontrol .948 31 .145

Berdasarkan tabel 1 didapatkan data bahwa signifikasi skor pretest kelompok kelas kontrol dan kelompok kelas eksperimen terdapat perbedaan. Untuk kelas kontrol signifikasi uji normalitasnya sebesar 0,145, sedangkan hasil uji normalitas untuk kelompok eksperimen sebesar 0,262. Berdasarkan uji normalitas

tabel 4.7 diatas,nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Pada kelas kontrol menunjukan angka 0,145 > α, sehingga Ho diterima dan

Ha ditolak, begitu pula dengan hasil

uji normalitas untuk kelas eksperimen yang menunjukan data angka 0,262> α, sehingga Ho

diterima dan Ha ditolak,Dari hasil uji 0 2 4 6 8 10 12 Kelas Percontohan Kelas Kontrol Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

(13)

41 yang dilakukan dapat disimpulkan

bahwa data kelompok eksperimen berasal dari kelas yang berdistribusi normal. Dengan melihat bahwa kedua kelompok berasal dari kelas yang berdistribusi normal, uji prasyarat dapat dilanjutkan. Uji prasyarat yang dilaksanakan

selanjutnya adalah uji homogenitas varians kedua kelompok.

Hasil dari uji homogenitas varians dengan menggunakan uji Levene dengan software software SPSS 16.0 for Windows disajikan pada tabel 2 berikut.

Tabel.2

Uji Homogenitas Varians Skor Pretest Postest

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Prtest_gabungan 1.912 1 58 .172

Post_test_gabungan .506 1 58 .480

Berdasarkan hasil pengujian yang disajikan pada tabel 4.8, diperoleh nilai signifikansi pengujian pretest gabungan sebesar 1,912 dan posttest gabungan sebesar 0,506. Pada signifikasi pretest gabungan sebesar 0,172 dan posttest gabungan 0,480. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka Ho

diterima atau Ha ditolak. Pretest

:0,172≥0,05 : variasi data homogen. Posttest :0,480 ≥ 0,05 : variasi data homogen

Dengan demikian, variansi kedua kelompok adalah sama atau homogen.

Posttest yang menggunakan soal pilihan ganda diberikan kepada siswa kelas eksperimen setelah mendapatkan perlakuan dan kelas kontrol. Posttest dilakukan untuk

mengetahui sejauh mana perlakuan yang dilakukan berpengaruh terhadap hasil belajar kognitif . Seperti halnya pretest, posttest diberikan kepada 60 siswa dengan rincian 30 siswa berasal dari SD Negeri Cisolok sebagai kelompok kontrol dan 30 siswa berasal dari SD Negeri Karamatjaya sebagai kelompok eksperimen ( Kelas Percontohan ). Dalam pembahasan ini, hasil belajar kognitif akhir diartikan sebagai hasil belajar siswa pada aspek kognitif setelah adanya perlakuan metode pembelajaran inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen, dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. .Berikut ini skor hasil belajar kognitif melalui posttest didapatkan data sebagai berikut;

(14)

42 Tabel 3

Skor hasil belajar kognitif Posttest

Kode Siswa Kelompok

Eksperimen Kontrol Jumlah Skor Nilai Jumlah Skor Nilai S-1 10 6.66 11 7.33 S-2 12 8 6 4 S-3 12 8 6 4 S-6 10 6.66 9 6 S-7 11 7.33 6 4 S-8 12 8 8 5.33 S-9 9 6 11 7.33 S-10 11 7.33 3 2 S-11 13 8.66 9 6 S-12 10 6.66 10 6.66 S-13 13 8.66 5 3.33 S-14 10 6.66 10 6.66 S-15 12 8 10 6.66 S-16 13 8.66 7 4.66 S-17 15 10 9 6 S-18 13 8.66 10 6.66 S-19 10 6.66 10 6.66 S-20 12 8 12 8 S-21 10 6.66 10 6.66 S-22 11 7.33 9 6 S-23 9 6 11 7.33 S-24 13 8.66 12 8 S-25 11 7.33 6 4 S-26 10 6.66 9 6 S-27 12 8 11 7.33 S-28 9 6 5 3.33 S-29 11 7.33 7 4.66 S-30 11 7.33 7 4.66 ∑ 338 256 Rata- Rata 7,51 5,68

Selanjutnya dilakukan uji kecenderungan umum variabel untuk mengetahui gambaran umum dari hasil belajar kognitif dalam penyelesaian soal pilihan ganda yang

disajikan. Skor ideal yang telah diperoleh kemudian dibandingkan dengan tabel selang interval berdasarkan kategori yang sebelumnya telah ditetapkan.

(15)

43 Maka tabel selang interval

kategori untuk hasil belajar kognitif siswa dalam penyelesaian soal

pilihan ganda disajikan pada tabel 4 berikut :

Tabel. 4

Kategori Posttest Hasil Belajar Kognitif Siswa

Kedua Kelompok dalam Penyelesaian Soal Pilihan Ganda

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sangat tinggi 14 23.3 23.3 23.3 tinggi 35 58.3 58.3 81.7 sedang 6 10.0 10.0 91.7 rendah 5 8.3 8.3 100.0 Total 60 100.0 100.0 Berdasarkan tabel 4

mengenai posttest hasil belajar kognitif kedua kelompok, maka dapat disajikan secara rinci kategori

posttest hasil belajar kognitif kelas

eksperimen dan kontrol pada tabel 4.11 dan 4.12 berikut.

Tabel. 5

Kategori Posttest Hasil Belajar Kognitif Siswa

Kelompok Eksperimen dalam Penyelesaian Soal Pilihan Ganda

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tinggi 11 36.7 36.7 36.7

tinggi 15 50.0 50.0 86.7

sedang 3 10.0 10.0 96.7

rendah 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Tabel. 6

Kategori Posttest Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelompok Kontrol dalam Penyelesaian Soal Pilihan Ganda

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid sangat tinggi 3 10.0 10.0 10.0

tinggi 20 66.7 66.7 76.7

sedang 3 10.0 10.0 86.7

rendah 4 13.3 13.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Berdasarkan tabel 5 dan 6

mengenai posttest hasil belajar

kognitif kedua kelompok, maka

dapat disajikan secara umum

kategori posttest hasil belajar

kognitif kelas eksperimen dan

(16)

44 Tabel. 7

Persentase Kategori Posttest Hasil Belajar Kognitif Siswa Kedua Kelompok dalam Penyelesaian Soal Pilihan Ganda

Kelompok n

Kognitif Kategori Sangat

Tinggi Tinggi Sedang Rendah

Sangat Rendah n % N % n % n % n % Posttest eksperimen 30 11 36,7 15 50 3 10 1 3,3 0 0 Posttest Kontrol 30 3 10 20 66,7 3 10 4 13,3 0 0 Berdasarkan data persentase

hasil posttest terhadap hasil belajar kognitif siswa dalam penyelesaian soal pilihan ganda yang disajikan tabel 7, dapat diketahui distribusi kategori siswa cukup bervariasi. Pada kategori sangat tinggi, kelompok eksperimen memiliki persentase 36,7% dan 10% untuk kelas kontrol. Pada kategori tinggi kelas eksperimen diperoleh data persentase sebesar 50% dan kelas kontrol sebesar 66,7%. Selanjutnya pada kategori sedang kelas eksperimen memiliki persentase sebesar 10% dan 10% pada kelas kontrol. Pada kategori rendah dan sangat rendah, kelas eksperimen,3,3% dan kelas kontrol 13,3%.

Dari hasil posttest tersebut, penyebaran kategorisasi siswa lebih variatif. Selain dari pada itu, dapat diketahui bahwa sebagian besar hasil belajar kognitif mengalami kenaikan setelah siswa mendapatkan pembelajaran, terlebih untu kelas eksperimen yang didapatkan data mengalami kenaikan yang signifikan, serta memperoleh prosentasi yang lebih daripada kelas kontrol. Kelas kontrol memang mengalami

kenaikan pula, namun apabila dibandingkan dengan signifikasi persentase data kelas eksperimen jauh lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol. Kelas kontrol masih ditemukan hasil belajar kognitif siswa yang tergolong kategori rendah dan sangat rendah, sedangkan pada kelas eksperimen berada pada hasil belajar kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Ini membuktikan bahwa setelah adanya penerapan metode pembelajaran inkuiri terbimbing, hasil belajar kognitif siswa semakin meningkat. Peneliti menemukan bahwa dalam pertemuan yang sangat singkat dalam satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 6 x 35 menit, kelompok eksperimen yang mendapatkan perlakuan metode pembelajaran inkuiri terbimbing jauh lebih meningkat hasil belajar kognitifnya bila dibandingkan dengan hasil belajar kognitif pada pembelajaran konvensional (biasa). Untuk

mengetahui secara lebih jelas

mengenai perbandingan hasil belajar

kognitif akhir (Posttest) kedua

kelompok didasarkan atas kategori disajikan pada grafik dalam gambar berikut.

(17)

45 Gambar .13

Grafik perbandingan Hasil Belajar Kognitif akhir ( Setelah Perlakuan)

Selain daripada itu, mengenai nilai rata-rata hitung ( ̅) antar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, rata-rata hitung ( ̅) untuk kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen memiliki skor sebesar 7,511 dengan simpangan baku (s) sebesar 338 dan kelompok kontrol memiliki skor sebesar 5,6889 dengan simpangan baku (s) sebesar 256 Selisih skor rata-rata yang lebih besar menunjukkan secara eksplisit adanya

peningkatan yang lebih signifikan dari kelompok eksperimen. Selain itu, kelompok eksperimen memiliki skor terkecil yakni 9 dan skor terbesar yakni 15. Sedangkan kelompok kontrol memiliki skor terkecil yakni 3 dan skor terbesar yakni 12.

Selain menggunakan analisis statistik penelitian, penelitian tingkat keberhasilan program pula dilakukan dengan menganalisis daftar prestasi siswa pada tingkat gugus tahun 2014

Daftar Prestasi o2SN, FLS2N dan Sapta Lomba 2014 siswa kelas Percontohan ( Kelas IV ) pada tingkat Gugus

Kelas Percontohan

Siswa Kelas IV SDN Karamatjaya

Kelas Kontrol

Siswa Kelas IV SDN Cisolok

Juara 1 Lomba Baca Puisi Juara 3 Lomba Baca Puisi

Juara 1 Lomba Mengarang Juara 3 Lomba Mengarang

Juara 2 Lomba Sajak Juara 1 Lomba Sajak

Juara 1 Lomba Pupuh Juara 2 Lomba Pupuh

Juara 1 Lomba Membatik -

Juara 1 Lomba Melukis Juara 4 Lomba Melukis

Juara 1 Lomba Kriya Anyaman -

Juara 1 Pantomim -

Juara 3 Lomba Solo Juara 5 Lomba Solo

Juara 3 Lomba Kaligrafi Juara 6 Lomba Kaligrafi

0 2 4 6 8 10 12 14 16 Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

(18)

46 SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap penerapan Program kelas percontohan di kelas IV SD Negeri Karamatjaya dan kelas kontrol di kelas IV SD Negeri Cisolok ruang lingkup Kecamatan Cigalontang Kabupaten Tasikmalaya diperoleh simpulan diuraikan sebagai berikut:

Hasil belajar awal sebelum perlakuan (pretest ) hasil belajar kognitif siswa awal sama. Hasil belajar siswa kelas eksperimen setelah perlakuan (posttest) yang menerapan Program kelas percontohan lebih baik daripada hasil belajar siswa kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional;selain itu pula dilihat pada analisis tingkat prestasi tinmgkat gugus menunjukan tinmgkat prestasi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Sagala, S. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung. Al Fabeta.

Sagala, S. (2012). Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung. Al Fabeta.

Sudjana, N. (2005). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar baru Algensindo.

Susanto, A. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Jakarta: Kencana.

Susanto, A. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Jakarta: Kencana.

Ibrahim, M dan Nur, M, (2005), Pengajaran Berdasarkan Masalah, Universitas Surabaya PRESS.

Gambar

Grafik perbandingan Hasil Belajar Kognitif akhir ( Setelah Perlakuan)    Selain  daripada  itu,  mengenai

Referensi

Dokumen terkait

 Bilik utk Papan Suis Jenis Kubikal yang mempunyai ruang yang.. cukup

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan dan model pengembangan menggunakan Define, Design, Develop, Deseminate (4-D). Subjek dalam penelitian ini

Nisbah akar pucuk (Nap) pada berbagai tipe hutan tropis Tipe hutan Nisbah akar pucuk Contoh lokasi. Hutan hujan tropis 0,37

Hubungan sumber informasi dengan sikap suami menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan informasi bukan dari tenaga kesehatan mempunyai risiko 3.3 kali mengalami

Hal tersebut ditunjukan dengan hasil perhitungan dimana anggota rumah tangga yang mengalami sakit, pernah melakukan kunjungan rawat jalan maupun rawat inap, dan tergabung

adalah mahasiswa aktif FF Ubaya angkatan 2006-2011, merokok maupun tidak merokok serta berjenis kelam in laki-laki dan perempuan.Hasil yang diperoleh bahwa sebagian kecil m ahasiswa

a) Setelah player menyelesaikan permainan, kemudian dilanjutkan dengan memainkan permainan pada level selanjutnya atau player mengirim pesan untuk melakukan play next level

Waktu larut tablet efervesen dari masing- masing formula memiliki waktu yang berbeda, hal ini disebabkan pada saat proses pengolahannya dilakukan secara manual sehingga