Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen
di Unit Perawatan Intensif
Joko Jamaluddin, Sriyono Sugeng, Ika Wahyu, Merry Sondang
ABSTRACT
Background: Patient safety is an effort from the health care professionals to delivere and promotes health sevices. Prevention should be administered to avoid the infection. One of the standards of inquiry and effort to decrease nosocomial infection is to promote hand wash and it’s effective implementations. One of the hospital areas under study for hand hygiene is Intensive Care Unit because it is the area that utilizes various sophisticated, invasive devices and possible medium for germ infection. Compliance with hand hygiene recomendations is the most important measure in preventing health care-associated infections.
Objective: To determine the effect of hand hygiene on knowledge dissemination and compliance to hand washing among health care professionals who work in the Intensive care Unit.
Method: Observational study using pretest and post test design as one group. The population in this study were all nurses of Intensive Care Unit, Pantai Indah Kapuk Hospital. Before the study, there were lectures and discussion about hand washing knowledge as socialization program of hand hygiene in 5 momen. To assess their knowledge, there were pre and post test using a questionair which have had validation and realibility test. Compliance of hand hygiene in 5 momen was assessed if the stuy subject done the hand hygiene in 5 momen as a whole properly.
Result: Hand hygiene compliance of nursing staff during versus after socialization program was 48.14 vs. 60.74%. Socialization program such as lectures and discussion had increased their knowledge of hand hygiene in 5 momen (80% vs. 100 %).
Conclusion: Education as socialization program could increase hand hygiene in 5 momen compliance. (Maj Ked Ter Intensif. 2012; 2: 125-129)
Key words: Compliance, hand hygiene in 5 momen, knowledge, socialization.
PendAhUlUAn
Patient safety adalah suatu upaya dari petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk pasien. World Health Organization (WHO) sebagai induk organisasi kesehatan dunia telah mengkampanyekan program keselamatan pasien salah satunya adalah menurunkan risiko infeksi nosokomiall1.
Infeksi yang muncul setelah 72 jam seseorang dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial2. Kejadian infeksi
ini menyebabkan lama perawatan (LOS), mortalitas dan biaya pelayanan kesehatan meningkat3. Sebuah
penelitian menganalisis tentang keefektifan biaya dari program pendidikan hand hygiene (kebersihan tangan), menemukan bahwa total biaya penyediaan alkohol dan promosinya adalah kurang dari 1 % dari biaya infeksi nasokomial4-5.
Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang2.
Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh perawat, dokter dan seluruh
Intensive Care Unit
Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk
Jl. Pantai Indah Utara 3, Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara
orang yang terlibat dalam perawatan pasien. Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan mengimplementasikan secara efektif1.
Hand hygiene adalah istilah yang digunakan
untuk mencuci tangan menggunakan antiseptik
pencuci tangan6. Pada tahun 2009,WHO
mencetuskan global patient safety challenge dengan
clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi
strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five moments for hand hygiene adalah melakukan cuci tangan:
Sebelum bersentuhan dengan pasien 1.
Sebelum melakukan prosedur bersih/steril 2.
Setelah bersentuhan dengan ciaran tubuh pasien 3.
risiko tinggi
Setelah bersentuhan dengan pasien 4.
Setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar 5.
pasien
Sebuah penelitian pada 40 rumah sakit melaporkan kepatuhan tenaga kesehatan yang melakukan hand hygiene sebelum dan setelah ke pasien bervariasi antara 24% sampai 89% (rata-rata 56,6%). Penelitian ini dilakukan setelah dipromosikannya program WHO dalam pengendalian infeksi seperti tersebut di atas7. Menurut data Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2%8. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kepatuhan mencuci tangan pada petugas kesehatan yang bekerja di unit perawatan intensif dan keefektifan program sosialisasi cuci tangan 5 momen.
MeTode
Metode penelitian yang digunakan adalah observasional. Penelitian dilakukan pada perawat yang bekerja di unit perawatan intensif rumah sakit Pantai Indah Kapuk sebagai subyek penelitian. Sebelum penelitian, dilakukan sosialisasi mencuci tangan 5 momen dalam bentuk kuliah dan diskusi tentang pengetahuan cuci tangan 5 momen, yang disertai dengan ujian pengetahuan sebelum dan sesudahnya. Untuk menguji pengetahuan tentang mencuci tangan 5 momen digunakan kuesioner yang telah diuji validitasnya dengan korelasi product
moment dan diuji reliability dengan rumus alpha cronbach, dan skor pengetahuan diklasifikasikan
dengan rumus Azwar10.
Kepatuhan mencuci tangan didefinisikan subyek penelitian melakukan cuci tangan pada 5 momen secara keseluruhan dengan benar, dan dinilai dengan
lembar observasi yang diadopsi dari WHO. Peneliti melakukan observasi dua periode yaitu selama sosialisasi dan setelah sosialisasi masing-masing selama 6 minggu. Setiap subyek di observasi 10 kali pada setiap momen, skor tingkat kepatuhan diklasifikasikan dengan rumus Azwar, dikatakan patuh bila lebih dari 6 kali melakukan cuci tangan dengan benar. Analisis statistis menggunakan analisis bivariat dan univariat yang diolah dengan program SPSS (versi 16).
hASIl
Penelitian ini melibatkan 27 perawat di unit perawatan intensif sebagai subyek penelitian, yang sebelumnya telah diberikan kuliah tentang pengetahuan cuci tangan 5 momen sebagai sosialisasi program pengendalian infeksi WHO. Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan perawat sebelum dan sesudah diberikan kuliah, dilakukan uji pengetahuan dengan menggunakan kwesioner yang telah diuji validasi Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan Sosialisasi Sebelum Setelah Tinggi 3 (11,1%) 21 (77,8%)* Sedang 21 (77,8%) 6 (22,2%) Rendah 3(10,3%) 0
dan realibitasnya. Hasil dari sosialisasi tersebut dapat meningkatkan pengetahuan tentang cuci tangan pada para perawat. (Tabel 1)
Bersamaan dengan sosialisasi pengetahuan tentang cuci tangan 5 momen dan selanjutnya setelah selesai sosialisasi dilakukan penilaian terhadap kepatuhan melakukan cuci tangan 5 momen. Setiap subyek diobservasi sebanyak 10 kali, dan diamati setiap momen yang dilakukan dengan benar. Selama dan setelah sosialisasi terdapat perbedaan yang bermakna pada kepatuhan cuci tangan momen 2 dan momen 3, tetapi tidak ada perbedaan kepatuhan pada momen 1 dan momen 5.( tabel 2 dan 3) Namun demikian dengan adanya sosialisasi pengetahuan cuci tangan 5 momen, terjadi perbedaan tingkat kepatuhan cuci tangan yang bermakna pada para perawat ( tabel 4 dan grafik 1)
PeMBAhASAn
Pasien di unit perawatan intensif berisiko terkena infeksi nosokomial lebih tinggi dibandingkan ruang lain di rumah sakit, karena pasien sudah sakit kritis,
terpasang peralatan invasif, kontak dengan beberapa petugas kesehatan dan pasien sering mendapat terapi antimikroba spektrum luas dan terapi imunosupresi.
Cuci tangan merupakan upaya memutus rantai transmisi kontaminasi. WHO melaporkan kepatuhan cuci tangan harus lebih dari 50%. Beberapa penelitian melaporkan bahwa kepatuhan cuci tangan masih rendah. Suatu penelitian yang mengamati kepatuhan cuci tangan petugas kesehatan di suatu unit perawatan intensif yang mempunyai fasilitas-fasilitas seperti wastafel, tissue pengering, larutan berbahan dasar alkohol, dan anjuran untuk cuci tangan yang terpampang pada screen saver komputer dan dinding setiap ruang rawat. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepatuhan cuci tangan paling tinggi adalah perawat (43%) yang lebih tinggi sebesar 31% dibandingkan dokter (19%) dan tenaga kesehatan lain (28%)11.
Penelitian lain menilai kepatuhan cuci tangan pada perawat yang bekerja di unit perawatan
intensif dengan fasilitas cuci tangan lengkap,dan sebelum penelitian para perawat diberikan edukasi tentang prosedur cuci tangan yang benar. Angka kepatuhan petugas kesehatan meningkat dari 46% sebelum diberi edukasi menjadi 77%12. Hasil ini
mirip dengan penelitian ini, yang dilakukan di unit perawatan intensif Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk yang mempunyai fasilitas cuci tangan lengkap. Peneliti memberikan edukasi dan mengingatkan untuk cuci tangan selama sosialisasi, sedangkan setelah sosialisasi tidak diingatkan kembali. Rata-rata kepatuhan cuci tangan 5 momen adalah 48,14% selama sosialisasi dan setelah sosialisasi adalah 60,74% , peningkatannya cukup bermakna dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan olehTim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk sebelumnya yaitu kepatuhan mencuci tangan pada 5 momen tanpa sosialisasi adalah 16,4% dengan perincian momen satu 0%, momen dua 4%, momen tiga 2%, momen empat 57%, dan momen lima 19%.9 Peningkatan
kepatuhan cuci tangan ini sesuai dengan peningkatan pengetahuan, yaitu sebelum sosialisasi hanya sekitar 80% perawat yang mengetahui kepentingan dan prosedur cuci tangan dan setelah sosialisasi meningkat menjadi 100%. Hal ini menunjukankan bahwa proses sosialisasi berdampak positif terhadap kepatuhan cuci tangan.
Tabel 2. Kepatuhan Cuci Tangan Selama Sosialisasi
Momen Patuh Tidak patuh 1 7 (25,9%) 20 (74,1%) 2 17 (63%) 10 (37%) 3 26(96,3%) 1(3,7%) 4 11 (40,7%) 16 (59,3%) 5 4 (14,8%) 23 (85,2%) Jumlah 65 (48,14%) 70 (51,86%)*
Tabel 3. Kepatuhan Cuci Tangan Setelah Sosialisasi
Momen Patuh Tidak patuh 1 19 (70,4%) 8 (29,6%) 2 5 (18,5%) 22 (81,5%) 3 1 (3,7%) 26 (96,3%) 4 9 (33,3%) 18 (66,7%) 5 19 (70,4%) 8 (29,6%) Jumlah 82 (60,74%) 53 (39,26%)*
Tabel 4. Rata-rata Kepatuhan Cuci Tangan Sosialisasi Selama Setelah Patuh 48,14% 60,74% P<0,05* Tidak patuh 51,86% 39,26% P<0,05* *P<0,05 *P<0,05 *p<0,05
Peningkatan kepatuhan cuci tangan ini sesuai dengan peningkatan pengetahuan, yaitu sebelum sosialisasi hanya sekitar 80% perawat yang mengetahui kepentingan dan prosedur cuci tangan dan setelah sosialisasi meningkat menjadi 100%. Hal ini menunjukankan bahwa proses sosialisasi berdampak positif terhadap kepatuhan cuci tangan.
Tujuan penelitian ini menerapkan strategi dari WHO dengan mengamati tingkat kepatuhan cuci tangan seluruh momen pada prosedur cuci tangan 5 momen, sebelum sosialisasi dan setelah sosialisasi. Perbedaan yang cukup bermakna pada momen 2 dan 3 disebabkan sebelum sosialisasi perawat selalu menggunakan sarung tangan namun tanpa cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakannya.
Secara umum alasan kurangnya kesadaran mencuci tangan adalah tingginya mobilitas perawat dan dokter sehingga secara praktis lebih mudah menggunakan sarung tangan, hal tersebut memicu tingginya penggunaan sarung tangan yang didukung kelalaian untuk cuci tangan sebelum dan setelah menggunakannya9.
Perbedaan yang tidak bermakna secara statistik antara tingkat kepatuhan selama dan setelah sosialisasi disebabkan oleh karena jumlah subyek penelitian yang kecil, atau mungkin proses sosialisasi terlalu dekat dengan waktu penelitian.
Kepatuhan cuci tangan selama sosialisasi (48,14%) lebih kecil dibandingkan dengan target WHO (>50%), hal ini menggambarkan bahwa fasilitas yang memadai, pendidikan dan mengingatkan cuci tangan belum cukup untuk
menjadikan kepatuhan cuci tangan sebagai budaya dalam bekerja. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan harus diprogramkan, selain dukungan dari manajemen terkait evaluasi dan pemberian reward.
KeSIMPUlAn
Program sosialisasi dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan cuci tangan 5 momen pada para perawat yang bekerja di unit perawatan intensif.
dAfTAR PUSTAKA
World Health Organization. WHO guidelines on 1.
hand hygiene in health care. First Global Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care. 2009 World Health Organization. Prevention of Hospital 2.
Acquired Infection, a Practical Guide 2nd Edition. Do CDSa, Editor.WHO/ CDS/ CSR/ EPH.2002.12 [Cited : 2011 Dec 20] Available at : http://www. who.int/emc
Ayesha Mirza, Haidee T. Hospital - acquired in-3.
fection. eMedicine. 2007 [Cited on : 2011 Dec 20] Available at : http://emedicine.medscape.com/ article/967022.overview
Pittet D, Sax H, Hugonnet S, et al. Cost Implica-4.
tions of successful hand Hygiene promotion. Infect Control Hosp Epidemiol. 2004;25(3):264–6. Blot SI, Depuydt P, Annemans L, et al. Clinical and 5.
economic outcomes in critically ill patients with Nosocomial catheter-related bloodstream infec-tions. Clin Infect Dis. 2005;41:1591–8
Tietjen, Linda. 2004. Panduan pencegahan infeksi 6.
untuk pelayanan kesehatan dengan Sumber daya terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroraharjo.
Larson EL, Quiros D, Lin SX. Dissemination of 7.
the CDC’s hand hygiene guideline and impact on Infection Rates. Am J Infect Control 2007;35(10): 666–75
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 8.
Departemen Kesehatan. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS). 2007. Jakarta: Departemen Ke sehatan RI
Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Audit 9.
cuci tangan. Jakarta :RS Pantai indah kapuk. 2011 Azwar, S. Penyusunan skala psikologi. 10.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2008
Raquel O, Catherine T, Adrian C. A point-in-time 11.
observational study of hand washing practices of healthcare workers in the intensive care unit of St. Luke’s Medical Center, Quezon City. Phil J Micro-biol Infect Dis 2001; 30(1):3-7
Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). 12.
Implementasi PPI melalui kampanye “Hand Hy-giene” di RS Dr. Kariadi Semarang (Dengan tema: Cuci Tangan untuk Semua “Safe Hand, Clean Hand”). 2009