• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam mencapai sasarannya, perusahaan dan organisasi tentunya memiliki suatu proses dan prosedur tertentu sehingga kegiatan dan tujuan organisasinya tercapai. Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, organisasi diharuskan memikirkan suatu cara untuk memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) [1]. Kebutuhan informasi yang berkembang sangat pesat merupakan sumber dari inovasi dalam dunia bisnis maupun organisasi. Suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, gagasan inovasi berperan sangat besar atas keberhasilan atau kegagalan perusahaan atau organisasi. Oleh karena itu, sangat bermanfaat sekali apabila setiap beberapa tahun perusahaan melakukan evaluasi sistem yang saat ini digunakan untuk tetap dapat berkompetisi. Apabila diperlukan perubahan, hal itu merupakan keharusan, bisa jadi berupa modifikasi sistem informasi yang telah tersedia maupun mengganti sistem lama dengan sistem baru atau mengimplementasikan paket sistem aplikasi disertai meningkatkan sumber daya manusia [2].

Pengadilan Negeri Yogyakarta sebagai Badan Peradilan Umum tingkat pertama yang melaksanakan kekuasaan kehakiman terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh luar lainnya sebagai lembaga yudikatif mempunyai tugas dan fungsi menerima, memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara Pidana, Perdata, PHI maupun Tipikor yang masuk di tingkat pertama. Sedangkan dalam bidang administrasi yang diselenggarakan oleh Kepaniteran Pengadilan dibawah pimpinan Panitera/Sekretaris mempunyai tugas pelayanan di bidang teknis administrasi perkara dan administrasi Peradilan lainnya dengan fungsi menjalankan managerial dan operation pada sebuah Peradilan [3].

Sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, Mahkamah Agung melaksanakan berbagai program dengan capaian, antara lain: (1) program Reformasi Birokrasi (RB) yang berfokus pada penataan organisasi, perbaikan tata

(2)

kerja, pengembangan sumberdaya manusia, perbaikan sistem remunerasi dan manajemen dukungan teknologi dan informasi; (2) pembentukan Kelompok-kelompok Kerja (Pokja) Pembaruan Peradilan khusus untuk mempercepat implementasi agenda prioritas pembaharuan peradilan; (3) terkikisnya tumpukan perkara, dari 20.314 perkara pada tahun 2004 hingga 11.479 perkara pada tahun 2009; (4) upaya meningkatkan kualitas hakim dan aparatur peradilan, melalui pembangunan Pusat Pendidikan di Megamendung, Jawa Barat dan pembenahan kurikulum serta pengembangan kualifikasi pengajar; (5) perbaikan sistem rekruitmen calon hakim dan perbaikan seleksi ketua pengadilan; (6) mendorong keterbukaan informasi melalui Surat Keputusan Ketua MA RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan; serta (7) penguatan sistem pengawasan internal dan penguatan hubungan dengan Komisi Yudisial [4].

Pengadilan Negeri Yogyakarta telah melakukan serangkaian upaya untuk mengatasi penumpukan perkara, namun jumlah perkara baru yang masuk setiap tahunnya selalu meningkat. Oleh karena itu dipandang perlu untuk membuat program peningkatan penyelesaian perkara di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Tingkat penyelesaian perkara di Pengadilan Negeri Yogyakarta tidak hanya disebabkan oleh faktor kemampuan para hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, namun juga minutasi dan informasi perkara merupakan bagian dari permasalahan terkait dengan penyelesaian perkara. Hal ini tentunya akan sangat merugikan bagi masyarakat pencari keadilan. Maka dari itu upaya peningkatan dan pengefektifan penyelesaian perkara harus dilakukan. Sesuai Visi Pengadilan Negeri Yogyakarta yaitu terwujudnya badan peradilan yang agung [3], menjadikan teknologi informasi sebagai pendukung utama untuk mendorong terwujudnya lembaga peradilan yang bermartabat, beribawa dan dihormati serta tegaknya supremasi hukum [3] dengan membangun sistem informasi yang terintegrasi. Pengadilan Negeri Yogyakarta telah menerapkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) atau Case Tracking Sistem (CTS) [3].

Berdasarkan SEMA Nomor 02 Tahun 2014 bahwa sampai saat ini masing-masing pengadilan telah melaksanakan sistem manajemen perkara yang berbasis

(3)

elektronik baik di Pengadilan Tingkat Pertama maupun Pengadilan Tingkat Banding yang memungkinkan penyelesaian perkara dapat diselesaikan lebih cepat, namun kenyataannya penyelesaian perkara-perkara, baik yang di Pengadilan Tingkat Pertama maupun Pengadilan Tingkat Banding pada 4 (empat) lingkungan Peradilan masih diselesaikan dalam waktu yang cukup lama [5].

Oleh karena hal tersebut di atas, maka diharapkan perhatian para Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan Ketua Pengadilan Tingkat Banding pada 4 (empat) lingkungan peradilan agar penyelesaian perkara dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Pertama paling lambat dalam waktu 5 (lima) bulan.

2. Penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat Banding paling lambat dalam waktu 3 (tiga) bulan.

3. Ketentuan waktu sebagaimana pada angka 1 dan angka 2 di atas termasuk penyelesaian minutasi.

4. Ketentuan tenggang waktu di atas tidak berlaku terhadap perkara-perkara khusus yang telah ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan [5].

Salah satu hambatan percepatan penanganan perkara sesuai dengan jangka waktu tersebut adalah ketika salah satu pihak berada di luar yurisdiksi pengadilan yang menangani perkara-perkara sehingga proses pemanggilan/pemberitahuan dilaksanakan melalui prosedur delegasi sebagaimana dalam Pasal 5 Regelement op de Burgerlijk Rechtsvordering (Rv) [6].

Mekanisme penangan bantuan delegasi panggilan/pemberitahuan dilakukan dengan meminta bantuan delegasi panggilan/pemberitahuan menyampaikan surat permohonan kepada ketua pengadilan yang dimintakan bantuan delegasi melalui surat elektronik, faksimile, atau sistem informasi yang dimiliki dengan disertai bukti pengiriman biaya panggilan kecuali terhadap perkara prodeo [6].

Agar tercipta mekanisme penanganan bantuan delegasi panggilan/ pemberitahuan secara cepat, transparan, dan terkendali masing-masing Direktorat

(4)

Jenderal diharapkan membangun sistem aplikasi yang terintegrasi dengan sistem informasi perkara yang bersifat nasional [6].

Untuk efektifitas monitoring terhadap kepatuhan penanganan perkara sesuai dengan jangka waktu diatas, agar memasukkan data perkara dalam sistem informasi manajemen perkara berbasis elektronik tepat waktu, sehingga pelaporan perkara menggambarkan dengan jelas tugas dan kewajiban dari badan peradilan, untuk mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan [5].

Meningkatnya jumlah penerimaan perkara setiap tahunnya, membuat pengelola ingin lebih mengoptimalkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara untuk memberikan pelayanan yang efektif dan efisien kepada para pencari keadilan [3].

SIPP/CTS adalah aplikasi yang diperuntukan bagi pengadilan negeri dalam administrasi dan penelusuran (tracking) terhadap data perkara [7]. Aplikasi ini memberikan kemudahan dalam memonitoring perkara, pencarian (search) data perkara, pelaporan dan evaluasi administrasi perkara. Akan tetapi menurut pengamatan sementara peneliti dan hasil wawancara, aplikasi ini hanya memudahkan masyarakat/pihak eksternal dalam penelusuran perkara saja, namun kemanfaatannya tidak begitu dirasakan pihak internal. Adapun beberapa kelemahan sistem ini adalah :

1. SIPP/CTS belum sepenuhnya sesuai dengan Bindalmin dan pola Hukum Acara yang terintegrasi dan terotomatisasi.

2. SIPP/CTS hanya sekedar sistem informasi perkara saja (pengolah data), bukan sebagai sistem pengolah dokumen, dimana belum dilengkapi dengan template blangko-blangko dokumen berita acara, penetapan, putusan dan bank pasal sesuai dengan Pola Bindalmin, sehingga kurang membantu mempercepat proses penyelesaian pekerjaan.

3. SIPP/CTS merupakan sekedar sistem informasi penelurusan/pencarian data perkara saja, belum dilengkapi dengan layanan yang bersifat dua arah, misalnya formulir pengajuan permohonan.

4. SIPP/CTS belum terintegrasi dengan aplikasi rekam sidang yang berbasis audio visual, dimana setiap data perkara diintegrasikan dengan data

(5)

perekaman sidang yang merupakan komplemen dari berita acara persidangan.

5. SIPP/CTS belum dilengkapi dengan aplikasi delegasi, dimana delegasi dari pengadilan negeri pengaju dapat ditelurusi statusnya.

6. Bagi masyarakat yang pemahaman terhadap teknologi informasi rendah, belum ada suatu media yang dapat digunakan secara cepat dan mudah untuk mendapatkan informasi perkara selain menggunakan website.

7. Jadwal sidang dan antrian persidangan belum mempunyai mekanisme dan aturan yang jelas, dimana waktu dan ruang sidang belum diatur dengan baik.

8. Administrasi dilakukan dengan dua cara, memasukkan data pada SIPP/CTS dan mencatat atau mencetak secara manual. Hal tersebut dapat menghambat penyelesaian perkara dan penyediaan informasi.

Kelemahan-kelemahan seperti itu dapat diminimalisir dengan adanya sistem informasi. Dengan adanya penerapan sebuah sistem yang berbasis TI diharapkan dapat meningkatkan kinerja, sebagaimana yang dinyatakan oleh Dory Reiling [8] bahwa peningkatan pemahaman terhadap teknologi informasi dapat mendukung administrasi peradilan.

Berdasarkan pengalaman dibanyak negara, penggunaan TI masih menitikberatkan pada upaya-upaya pencatatan elektronis saja. TI belum dioptimalkan secara maksimal untuk secara progresif meningkatkan kinerja badan peradilan [9].

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan visi organisasi, salah satunya dengan mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian perkara yaitu mengoptimalkan sistem informasi yang telah ada, sehingga meningkatkan kepuasan para pencari keadilan.

Apabila suatu organisasi ingin mengadakan perubahan untuk meningkatkan kinerja maka tuntutan utamanya adalah memberikan informasi yang cepat, tepat, akurat dan dapat dipercaya dengan cara memperbaiki sistem informasi yang telah ada (baik yang berupa manual maupun dengan komputer), juga yang tidak kalah penting ketersediaan informasi pada saat dibutuhkan [2].

(6)

Salah satu konsep yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan reengineering. Reengineering atau rekayasa ulang terjadi pada dua tingkat yang berbeda abstraksi. Pada tingkat bisnis, rekayasa ulang berfokus pada proses bisnis dengan maksud untuk membuat perubahan pada meningkatkan daya saing dibeberapa bidang bisnis. Sedangkan ditingkat perangkat lunak, rekayasa ulang memeriksa sistem informasi dan aplikasi dengan tujuan restrukturisasi atau merekonstruksi di dalamnya sehingga menunjukkan kualitas yang lebih tinggi[10].

Pertimbangan mengapa rekayasa ulang sistem diperlukan karena produk yang kita gunakan akan semakin tua, sering rusak atau mungkin teknologinya yang sudah tidak baru lagi. Solusi yang bisa diterapkan jika produknya adalah perangkat keras, kemungkinan akan membuangnya dan membeli model baru. Tapi jika produknya adalah perangkat lunak, opsi yang mungkin tersedia adalah perlu membangunnya kembali. Rekayasa ulang akan membuat sebuah produk dengan menambahkan fungsionalitas, performa yang lebih baik dan kehandalan dan meningkatkan perawatan [10].

Rekaya ulang perangkat lunak mencakup serangkaian kegiatan yang meliputi inventarisasi analisis, restrukturisasi dokumen, reserve engineering, program dan data restrukturisasi, dan forward engineering. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membuat versi baru program yang ada, yang menunjukkan kualitas yang lebih tinggi dan lebih baik, program yang akan dapat bertahan [10].

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengevaluasi sistem yang sudah ada baik yang sudah berbentuk komputerisasi maupun yang masih secara manual. Sistem informasi merupakan total semua komponen yang mencakup dan memiliki kaitan sistem termasuk hardware, software, organisasi dan data. Evaluasi ini dapat dimulai dengan adanya kebijakan organisasi, gagasan baru, keluhan dari pihak tertentu dan beban pekerjaan yang meningkat. Kemudian menganalisis data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yang didapat dari pengumpulan data-data sehingga kebutuhan akan data sumber dapat dipenuhi. Mengumpulkan kebutuhan apa saja yang dibutuhkan baik dari segi hardware maupun software dalam pembuatan sistem. Dari hasil indentifikasi harapan dan keinginan proses bisnis

(7)

yang ada, baik dari penyedia maupun pengguna layanan, selanjutnya dilakukan perancangan arsitektur prototipe Sistem Informasi Perkara. Hasil perancangan dijadikan dasar sebagai pembuatan prototipe Sistem Informasi Perkara.

Prototipe sistem yang dirancang ulang ini nantinya akan mampu mengakomodir kebutuhan internal Pengadilan Negeri Yogyakarta, mulai dari pendaftaran, penetapan majelis hakim, penetapan panitera pengganti, penetapan hari sidang, perpanjangan penahanan, berita acara, penundaan hari sidang, relaas panggilan, putusan dapat dicetak dari sistem. Sistem menyediakan template-template penetapan, berita acara dan putusan sehingga Panitera pengganti dan Hakim dapat membuat penetapan, berita acara maupun putusan sesuai dengan kondisi perkara.

Sistem akan menyediakan fasilitas audio visual rekam sidang yang terintegrasi dengan data perkara. Sesuai dengan SEMA No. 4 Tahun 2012, untuk memastikan pelaksanaan persidangan yang lebih transparan, akuntabel, dan teratur, maka selain catatan panitera pengganti yang tertuang dalam berita acara persidangan yang selama ini diatur dalam Pasal 202 ayat (1) KUHAP, perlu dilakukan perekaman audio visual secara sistematis, teratur, dan tidak terpisahkan dari prosedur tetap persidangan[11]. Aplikasi perekaman persidangan hadir sebagai solusi untuk menjawab tantangan tersebut, sehingga dalam setiap sidang terdapat bukti persidangan. Panitera Pengganti maupun hakim dapat mereview kembali acara persidangan sehingga dapat membantu dalam pembuatan berita acara maupun putusan.

Sesuai dengan SEMA No 6 Tahun 2014 tentang Penanganan Bantuan Panggilan/pemberitahuan selain fasilitas tersebut diatas, prototipe sistem ini juga menyediakan modul aplikasi delegasi.

Selain fasilitas tersebut diatas, prototipe sistem ini dirancang untuk membantu layanan kepada masyarakat atau pencari keadilan. Sistem dilengkapi dengan layanan SMS Gateway yang dapat digunakan masyarakat untuk request info perkara dan pengaduan, selain melalui website.

Prototipe sistem ini juga memberikan fasilitas antrian sidang agar waktu dan ruang sidang dapat diatur dengan baik. Papan pengumuman yang biasanya

(8)

terdapat ruang public kantor pengadilan juga disediakan dalam prototipe sistem ini berupa aplikasi e-Announcement.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat ditarik rumusan yang menjadi pokok permasalahan penelitian, yaitu:

1. SIPP/CTS hanya memudahkan masyarakat/pihak eksternal dalam penelusuran perkara saja, namun kemanfaatannya tidak begitu dirasakan pihak internal. Adapun beberapa kelemahan sistem ini adalah :

a. SIPP/CTS belum sepenuhnya sesuai dengan Bindalmin dan pola Hukum Acara yang terintegrasi dan terotomatisasi.

b. SIPP/CTS hanya sekedar sistem informasi perkara saja (pengolah data), bukan sebagai sistem pengolah dokumen, dimana belum dilengkapi dengan template blangko-blangko dokumen berita acara, penetapan, putusan dan bank pasal sesuai dengan Pola Bindalmin, sehingga kurang membantu mempercepat proses penyelesaian pekerjaan.

c. SIPP/CTS belum terintegrasi dengan aplikasi rekam sidang yang berbasis audio visual, dimana setiap data perkara diintegrasikan dengan data perekaman sidang yang merupakan komplemen dari berita acara persidangan.

d. SIPP/CTS belum dilengkapi dengan aplikasi delegasi, dimana delegasi dari pengadilan negeri pengaju dapat ditelurusi statusnya.

e. Bagi masyarakat yang pemahaman terhadap teknologi informasi rendah, belum ada suatu media yang dapat digunakan secara cepat dan mudah untuk mendapatkan informasi perkara selain menggunakan website.

f. Jadwal sidang dan antrian persidangan belum mempunyai mekanisme dan aturan yang jelas, dimana waktu dan ruang sidang belum diatur dengan baik.

(9)

g. Administrasi dilakukan dengan dua cara, memasukkan data pada SIPP/CTS dan mencatat atau mencetak secara manual. Hal tersebut dapat menghambat penyelesaian perkara dan penyediaan informasi. 2. Prototipe Sistem Informasi Perkara untuk memenuhi kebutuhan internal

Pengadilan Negeri Yogyakarta dan bagi masyarakat atau pencari keadilan. 1.3 Keaslian Penelitian

Penelitian ini menitikberatkan pada evaluasi sistem yang ada, apakah telah memenuhi kebutuhan internal Pengadilan Negeri Yogyakarta maupun masyarakat pencari keadilan, kemudian merancang ulang sistem yang baru dengan membangun prototipe Sistem Informasi Perkara yang sesuai kebutuhan internal Pengadilan Negeri Yogyakarta dan bagi masyarakat atau pencari keadilan.

Huda[12] melakukan penelitian untuk merancang ulang prototipe sistem informasi perizinan berbasis web pada Kantor Perizinan dan Penanaman Modal Kabupaten Trenggalek dengan mempertimbangkan kebutuhan penyedia dan pengguna layanan perizinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survei dan wawancara kepada penyedia dan pengguna layanan perizinan, untuk mengetahui sebab-sebab kegagalan sistem informasi perizinan sebelumnya. Penelitian ini dimulai dengan menganalisis kegagalan penerapan sistem informasi dan hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk merancang ulang prototipe sistem informasi perizinan yang sesuai dengan kebutuhan para stakeholder. Dalam penelitian ini, fungsionalitas sistem atau kelas dan interaksi sistem dimodelkan dengan menggunakan use case diagram sehingga setiap aktor yang terlibat dapat menggunakan sistem sesuai dengan kebutuhannya. Hasil akhir dari penelitian ini berupa prototipe sistem informasi perizinan berbasis web pada Kantor Perizinan dan Penanaman Modal (KPPM) Kabupaten Trenggalek. Dalam penelitian ini belum ada integrasi data dengan aplikasi atau basis data lainnya.

Achmad[13] melakukan penelitian untuk membuat cetak biru sistem informasi pelayanan, sub-sistem pengambilan surat perizinan, sub-sistem pemberian rekomendasi, sub-sistem monitoring, sub-sistem manajemen pengguna dan sistem, sub-sistem permohonan perizinan dan sub-sistem pengaduan. Dalam

(10)

penelitian ini belum ada integrasi dengan aplikasi terpadu berbasis web services di Pemerintah Kota Pekalongan. Rancangan berupa desain sistem yang dibuat terdiri atas sub-sistem pemrosesan perizinan, sub-sistem transaksi pembayaran perizinan atau basis data lainnya

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mengukur keberhasilan sistem yang sedang berjalan.

2. Mengidentifikasi pokok permasalahan yang krusial pada proses bisnis yang berlangsung di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

3. Mencari dan menentukan solusi terbaik terhadap permasalahan yang ada dengan cara melakukan rekayasa ulang dalam proses bisnis yang berlangsung di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

4. Merancang ulang dan membuat prototipe Sistem Informasi Perkara dengan meningkatkan fungsi sistem sesuai dengan aturan yang berlaku dan proses bisnis dengan mempertimbangkan atau menganalisa kebutuhan internal data atau informasi Pengadilan Negeri Yogyakarta dan masyarakat atau pencari keadilan.

5. Mengevaluasi hasil perancangan prototipe. 1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan rekomendasi terkait layanan informasi dalam bentuk pemodelan konseptual dan desain sehingga dapat memberikan manfaat:

1. Terciptanya pengelolaan administrasi perkara yang efektif, efisien, dan saling menunjang bagi internal Pengadilan Negeri dan pihak lain yang membutuhkan informasi perkara.

2. Tersedianya perangkat pendukung yang memberikan kemudahan dalam pendaftaran perkara, penetapan majelis hakim, penetapan panitera pengganti, penetapan hari sidang, perpanjangan penahanan, berita acara, penundaan hari sidang, relaas panggilan, putusan dan penetapan lain yang dapat dicetak dari sistem.

3. Tersedianya perangkat pendukung yang memberikan kemudahan administrasi dalam monitoring perkara dengan adanya pengingat

(11)

(reminder) setiap tahapan proses perkara, cari temu (search & found) data perkara, pelaporan otomatis untuk memperoleh gambaran kinerja pengelolaan perkara di pengadilan, pelaporan secara otomatis administrasi perkara dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, analisis bagi pengambilan keputusan dalam pengelolaan perkara. 4. Tersedianya perangkat pendukung yang memberikan kemudahan dalam

mereview jalannya persidangan dengan alat audio visual perekam sidang. 5. Tersedianya perangkat pendukung yang memberikan kemudahan dalam

penanganan bantuan (delegasi) panggilan/pemberitahuan.

6. Tersedianya perangkat pendukung yang memberikan kemudahan bagi masyarakat atau pencari keadilan dalam mengajukan permohonan melalui sistem yang berbasis online dan mengetahui info perkara dan pengaduan dengan SMS Gateway.

7. Tersedianya perangkat pendukung yang memberikan kemudahan dalam pengaturan antrian persidangan.

Referensi

Dokumen terkait

Petisi, yang pertama diselenggarakan oleh ilmuwan individu yang mendukung teknologi RG telah menghasilkan lebih dari 1.600 tanda tangan dari ahli ilmu tanaman mendukung pernyataan

Secara parsial, variabel kualitas layanan yang terdiri dari: dimensi variabel bukti fisik (tangibles) dan empati (emphaty) berpengaruh secara signifikan dan

Berbagai dikotomi antara ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagimana dilakukan Abduh dan

Sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala dengan menggunakan suatu instrumen khusus yang dapat menilai tingkat kerentanan dan kapasitas murid sekolah untuk

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan

Hasil dari penelitian ini adalah terumuskan 5 strategi dan kebijakan IS/IT yang sebaiknya diterapkan di FIT Tel-U berdasarkan pertimbangan 3 hal, pertama kebutuhan