28
BAB IV ANALISIS
IV.1 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet
Pada daerah homogen, penggunaan transformasi wavelet satu dimensi hanya meningkatkan sedikit nilai korelasi, dilihat dari nilai korelasi sebelum dilakukan transformasi untuk induk wavelet Haar hanya naik sebesar ± 0.0002 untuk arah horisontal dan menurun nilai korelasinya untuk arah vertikal sebesar ± 0.002. Sementara untuk induk wavelet Daubechies 2 dan 3, justru penggunaan transfomasi wavelet menurunkan seluruh nilai korelasi sekitar ± 0.006 dari sebelum dilakukannya transformasi dengan wavelet satu dimensi.
Tabel IV-1 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Homogen
Induk Wavelet Korelasi Sebelum Transformasi Wavelet Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Horisontal) Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Vertikal) Haar 0.43042317 0.43061185 0.42857024 Daubechies 2 0.81979798 0.81297556 0.81395579 Daubechies 3 0.8221029 0.81536741 0.81621767
Gambar IV-1 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Homogen
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 Haar db2 db3 N il a i K o re la si Induk Wavelet setelah transformasi wavelet (horisontal) setelah transformasi wavelet (vertikal) sebelum transformasi wavelet
29 Pada daerah heterogen, setelah penggunaan transformasi wavelet satu dimensi dengan induk wavelet Haar terjadi peningkatan nilai korelasi sebesar ± 0.05 untuk sekuensial ke arah horisontal, tetapi menurunkan nilai korelasi sebesar ± 0.01 untuk sekuensial ke arah vertikal. Pada penggunaan induk wavelet Daubechies 2 dan 3, nilai korelasi naik hingga ± 0.05 untuk sekuensial ke arah vertikal hingga kenaikan sebesar ± 0.08 untuk sekuensial ke arah horisontal.
Tabel IV-2 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Heterogen
Induk Wavelet Korelasi Sebelum Transformasi Wavelet Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Horisontal) Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Vertikal) Haar 0.86111111 0.91076667 0.85210081 Daubechies 2 0.86111111 0.94368963 0.91386 Daubechies 3 0.86111111 0.948 0.92215185
Gambar IV-2 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Heterogen
0.8 0.82 0.84 0.86 0.88 0.9 0.92 0.94 0.96 Haar db2 db3 N il a i K o re la si Induk Wavelet setelah transformasi wavelet (horisantal) setelah transformasi wavelet (vertikal) sebelum transformasi wavelet
30
IV.2 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Level Dekomposisi
Perbandingan nilai korelasi antar level dekomposisi pada citra homogen menunjukkan peningkatan nilai korelasi pada setiap kenaikan level dekomposisi setelah penggunaan transformasi wavelet satu dimensi. Dari level pertama terdapat selisih nilai korelasi dengan level kedua sebesar ± 0.35 dari sekuensial ke arah horisontal dan selisih sebesar ± 0.38 dari sekuensial ke arah vertikal. Sementara dari level kedua ke level ketiga hanya meningkat ± 0.03 untuk arah vertikal dan justru menurun ± 0.03 untuk arah horisontal. Namun, ada sedikit peningkatan nilai korelasi sebesar ± 0.03 dari sebelum penggunaan transformasi wavelet satu dimensi terhadap level pertama serta sebesar ± 0.4 terhadap level kedua dan ketiga.
Tabel IV-3 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Level Dekomposisi pada Daerah Homogen
Level Dekomposisi Korelasi Sebelum Transformasi Wavelet Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Horisontal) Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Vertikal) 1 0.4240568 0.4602837 0.45619111 2 0.4240568 0.8111674 0.83108148 3 0.4240568 0.7875037 0.86399556
Gambar IV-3 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Level Dekomposisi pada Daerah Homogen
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 2 3 N il a i K o re la si Level Dekomposisi setelah transformasi wavelet (horisontal) setelah transformasi wavelet (vertikal) sebelum transformasi wavelet
31 Perbandingan nilai korelasi antar level dekomposisi pada citra heterogen menunjukkan peningkatan nilai korelasi pada setiap kenaikan level dekomposisi setelah penggunaan transformasi wavelet satu dimensi. Dari level pertama terdapat selisih nilai korelasi dengan level kedua sebesar ± 0.4. Sementara dari level kedua ke level ketiga hanya meningkat ± 0.01 untuk sekuensial ke arah vertikal. Selain itu, terjadi peningkatan nilai korelasi sebesar ± 0.03 dari sebelum penggunaan transformasi wavelet satu dimensi terhadap level pertama, sebesar ± 0.08 terhadap level kedua dari arah horisontal dan hanya ± 0.05 dari arah vertikal, serta kenaikan sebesar ± 1 terhadap level ketiga dari arah horisontal dan hanya ± 0.04 dari arah vertikal.
Tabel IV-4 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Level Dekomposisi pada Daerah Heterogen
Level Dekomposisi Korelasi Sebelum Transformasi Wavelet Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Horisontal) Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Vertikal) 1 0.8607674 0.8927136 0.87097803 2 0.8607674 0.9476659 0.91028333 3 0.8607674 0.962428 0.90874091
Gambar IV-4 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Level Dekomposisi pada Daerah Heterogen
0.8 0.82 0.84 0.86 0.88 0.9 0.92 0.94 0.96 0.98 1 2 3 N il a i K o re la si Level Dekomposisi setelah transformasi wavelet (horisontal) setelah transformasi wavelet (vertikal) sebelum transformasi wavelet
32
IV.3 Perbandingan Nilai Korelasi terhadap Ukuran Citra Pencarian dan Waktu Pengolahan
Pada daerah homogen, besar ukuran citra pencarian tidak terlalu berpengaruh dalam meningkatkan nilai korelasi. Dengan semakin besarnya ukuran citra pencarian, waktu yang diperlukan untuk mengolah justru menjadi semakin besar. Peningkatan nilai korelasi hanya terjadi sebesar ± 0.02, sementara waktu yang diperlukan bertambah hingga 100%. Namun, mengalami peningkatan hingga ± 0.2 dari hasil korelasi sebelum transformasi wavelet.
Tabel IV-5 Perbandingan Nilai Korelasi terhadap Ukuran Citra Pencarian pada Daerah Homogen
Gambar IV-5 Perbandingan Nilai Korelasi terhadap Ukuran Citra Pencarian pada Daerah Homogen
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 setelah transformasi wavelet (horisontal) setelah transformasi wavelet (vertikal) sebelum transformasi wavelet Ukuran Citra Pencarian Korelasi Sebelum Transformasi Wavelet Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Horisontal) Waktu Pengolahan (Horisontal/ detik) Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Vertikal) Waktu Pengolahan (Vertikal/detik) 21x21 0.441322 0.698563 2.175272 0.689943 2.185748 31x31 0.489 0.726267 7.312679 0.716415 7.37342 41x41 0.495733 0.730569 15.61618 0.731778 15.70816 51x51 0.506963 0.730569 27.35256 0.752838 27.02233 61x61 0.528857 0.748917 42.40585 0.752979 42.31114
33
Gambar IV-6 Perbandingan Waktu Pengolahan terhadap Ukuran Citra Pencarian pada Daerah Homogen
Begitupun pada citra daerah heterogen, peningkatan nilai korelasi dari sebelum dilakukan transformasi wavelet hingga setelah transformasi hanya meningkatkan sekitar ± 0.01 saja.
Tabel IV-6 Perbandingan Nilai Korelasi terhadap Ukuran Citra Pencarian pada Daerah Heterogen
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 Wa kt u P eno la ha n (de ti k)
Ukuran Citra Pencarian
setelah transformasi wavelet (horisontal) setelah transformasi wavelet (vertikal) Ukuran Citra Pencarian Korelasi Sebelum Transformasi Wavelet Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Horisontal) Waktu Pengolahan (Horisontal/detik) Korelasi Setelah Transformasi Wavelet (Vertikal) Waktu Pengolahan (Vertikal/detik) 21x21 0.867522 0.939635 2.217284 0.906663 2.211802 31x31 0.898388 0.94019 7.378494 0.907122 7.350444 41x41 0.907683 0.951065 15.68905 0.920254 15.32891 51x51 0.914743 0.951251 27.40473 0.924881 27.97224 61x61 0.914743 0.956495 39.71125 0.926018 38.83025
34
Gambar IV-7 Perbandingan Nilai Korelasi terhadap Ukuran Citra Pencarian pada Daerah Heterogen
Gambar IV-8 Perbandingan Waktu Pengolahan terhadap Ukuran Citra Pencarian pada Daerah Heterogen
0.82 0.84 0.86 0.88 0.9 0.92 0.94 0.96 0.98 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 setelah transformasi wavelet (horisontal) setelah transforasi wavelet (vertikal) sebelum transformasi wavelet 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 Wa kt u P eng o la ha n (de ti k)
Ukuran Citra Pencarian
setelah transformasi wavelet (horisontal) setelah transformasi wavelet (vertikal)
35
IV.4 Perbandingan Hasil Pengolahan Data
Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa keberhasilan peningkatan nilai korelasi terbaik setelah dilakukan transformasi wavelet satu dimensi dalam pencocokan citra dijital adalah pada penggunaan induk wavelet Daubechies 3 bagi daerah homogen dan heterogen, dengan level dekomposisi ke-2 untuk sekuensial ke arah horisontal dan level dekomposisi ke-3 untuk arah vertikal pada daerah homogen, sebaliknya dengan level dekomposisi ke-3 untuk sekuensial ke arah horisontal dan level dekomposisi ke-2 untuk arah vertikal pada daerah heterogen.
Sementara itu, penggunaan induk wavelet Haar menghasilkan nilai korelasi yang rendah, yaitu berkisar ± 0.4, yang berarti berada di bawah ambang batas kecocokan. Dilihat dari karakteristik induk wavelet Haar sendiri yang sederhana dimana aproksimasinya tidak terlalu presisi, Haar cenderung menghilangkan frekuensi tinggi dan mengasumsikannya sebagai noise, padahal belum tentu sinyal berfrekuensi tinggi tersebut merupakan noise. Jadi, kemungkinannya adalah justru semakin banyak data yang dapat digunakan sebagai karakterisasi obyek yang terbuang.
Jika dilihat dari level dekomposisi yang dipergunakan, level dekomposisi dapat meningkatkan nilai korelasi pada setiap kenaikan levelnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh aproksimasi dan detail yang sudah mengalami pengurangan noise pada level tersebut jauh lebih banyak dari level-level sebelumnya, sehingga derau yang mengganggu proses pencocokan citra pun menjadi semakin sedikit, tidak seperti pada dekomposisi level pertama.
Walaupun pada proses transformasi dengan wavelet satu dimensi hilangnya data spasial menjadi lebih sedikit, namun tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kenaikan penggunaan level dekomposisi dapat membuat semakin berkurangnya resolusi spasial dari citra, meskipun sedikit.
Penggunaan ukuran citra pencarian yang berbeda pun ternyata dapat meningkatkan nilai korelasi, karena dengan semakin besarnya ukuran citra pencarian semakin besar pula nilai korelasinya, namun semakin lama pula waktu yang dibutuhkan bagi proses korelasi.
Setelah dilakukannya transformasi wavelet pada citra homogen, dapat dilihat bahwa rentang histogramnya menjadi lebih lebar, hal ini dapat membuat citra menjadi tampak seperti citra heterogen sehingga keunikan obyek menjadi lebih tampak dan mudah untuk diidentifikasi. Setiap kenaikan level akan semakin meningkatkan rentang histogram pula.
36 Namun, tetap saja keunikan pada citra homogen akan lebih sulit ditemukan karena keseragaman nilai derajat keabuan yang tinggi.
Gambar IV-9 Citra dan Histogram Daerah Homogen Sebelum dan Setelah Transformasi Wavelet (diolah dengan induk wavelet Daubechies-3 level dekomposisi ketiga yang
disekuensialkan ke arah horisontal)
Begitu pula pada citra heterogen. Setelah dilakukan transformasi wavelet, rentang histogram citra yang semakin lebar makin menunjukkan keunikan obyek pada citra, sehingga akan semakin memudahkan dalam identifikasi dan pencocokan. Ditambah lagi dengan adanya kenaikan nilai korelasi di setiap kenaikan level.
37
Gambar IV-10 Citra dan Histogram Daerah Heterogen Sebelum dan Setelah Transformasi Wavelet (diolah dengan induk wavelet Daubechies-3 level dekomposisi