• Tidak ada hasil yang ditemukan

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

Psikologi

Konseling

Psikologi Konseling

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Psikologi

09

61033 Agustini, M.Psi., Psikolog

Abstract

Kompetensi

Dalam perkuliahan ini akan

didiskusikan mengenai pendekatan konseling rasional emotif. Teknik pengajaran, teknik persuasif, teknik konsfrontasi, dan teknik pemberian tugas.

Mampu memahami pendekatan

konseling Rasional Emotif atau Rational

(2)

Latar Belakang

Pendekatan Kognitif

Terapi kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif, direktif, dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai hambatan dalam kepribadian. Misal: ansietas atau depresi. Terapi ini di dasarkan pada teori bahwa afek (keadaan emosi atau perasaan) dan tindakan seseorang sebagian besar ditentukan oleh bagaimana seseorang tersebut membentuk dunianya. Jadi bagaimana perasaan dan reaksinya. Pikiran seseorang memberikan gambaran tentang rangkaian kejadian di dalam kesadarannya. Gejala perilaku yang berkelainan atau menyimpang, berhubungan erat dengan isi pikiran. Misal: seseorang yang menderita ansietas karena mengantisipasi akan mengalami hal-hal yang tidak enak pada dirinya. Dalam hal seperti ini, terapi kognitif dipergunakan untuk mengidentifikasi, memperbaiki gejala perilaku, dan fungsi kognisi yang terhambat yang mendasari aspek kognitif yang ada. Terapis dengan pendekatan kognitif mengajarkan klien agar berpikir lebih realistik dan sesuai, sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi gejala kelainan yang ada.

Tokoh terapi kognitif Aaron Beck, seorang psikiater dengan latar belakang psikoanalis dari University of Pennsylvania, dimana ia mempimpin Center for Cognitif Therapy. Terapi kognitif behavioristik mendasarkan pada penggabungan antara tiga pendekatan terhadap manusia, yakni pendekatan biomedik, intrapsikis, dan lingkungan. Dalam melakukan terapi dengan teknik ini banyak mempergunakan prosedur dasar untuk melakukan pengubahan perilaku (behavior modification). Misal: pengamatan diri, kontrak dengan diri sendiri, latihan relaksasi, dan pengebalan sistematik. Selain itu, teknik ini mempergunakan pendekatan dengan mengajarkan ketrampilan kepada klien dalam menghadapi suasana yang menimbulkan masalah dikemudian hari. Terapi kognitif behavioristik ini mendasarkan pada tiga dasar pokok yakni:

1. Aktivitas kognitif mempengaruhi perilaku. 2. Aktivitas kognitif dapat dipantau dan di ubah.

3. Perubahan perilaku yang dikehendaki dapat dilakukan melalui perubahan kognitif. Salah seorang tokoh yang banyak membicarakan mengenai pendekatan kognitif behavioristik ialah Meichenbaum. Ia terkenal dengan pengubahan perilaku kognitif (Cognitif

(3)

diri sendiri (self instructional therapy) yang pada hakikatnya adalah bentuk dari menstruktur kembali aspek kognitif. Menurut Meichenbaum, pernyataan terhadap diri sendiri sama pengaruhnya dengan pernyataan yang dibuat orang lain terhadap dirinya. Perubahan perilaku terjadi melalui proses yang melibatkan interaksi berbicara dalam pikiran (inner

speech), struktur kognitif, dan perilaku dengan akibat-akibatnya. Menurut Meichenbaum ada

tiga tahapan dalam proses perubahan perilaku yang terjadi saling berkaitan, yakni:

1. Tahap pertama, adalah pengamatan terhadap diri sendiri. Proses ini seseorang belajar bagaimana melihat perilakunya sendiri. Dialog internal yang terjadi ditandai oleh penilaian negatif terhadap keadaannya. Kesulitan dapat terjadi kalau individu tersebut tidak mau mendengarkan apa yang ada sebagai kenyataan dan mendengarkannya sendiri. Jadi agar terjadi perubahan konstruktif, perlu melepaskan diri dari pikiran-pikiran yang negatif.

2. Tahap Kedua, ditandai dengan dimulainya dialog internal yang baru. Melalui hubungannya dengan terapis, klien menyadari akan perilakunya yang tidak sesuai dan mulai melihat kemungkinan-kemungkinan perubahan pada aspek-aspek perilakunya, baik kognitif maupun afektif. Jika klien ada keinginan terjadi perubahan, dialog yang terjadi di dalam dirinya akan memprakasai terbentuknya rangkaian perilaku yang tidak sesuai. Perubahan dialog internal pada pasien terjadi melalui terapi yang dilakukan oleh terapis dengan pendekatan-pendekatan tertentu.

3. Tahap Ketiga, adalah tahap dimana klien diajarkan mempergunakan ketrampilannya secara lebih efektif yang diperlukan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Pada klien akan terjadi proses penstrukturan kembali dan menghilangkan pikiran-pikiran negatif dengan bantuan yang dibentuk oleh terapis. Sedikit demi sedikit menstruktur pola kognitif yang baru yang sesuai dengan lingkungannya dan tidak menimbulkan kegoncangan atau persoalan. Kemantapan dalam pola kognitif yang baru sangat bergantung dari bagaimana proses dialog internal yang terjadi didalam diri klien.

Mengenai pengubahan kognitif behavioristik (CBM) ini, Kazdin (1978) merumuskan sebagai usaha untuk mengubah perilaku yang nyata dengan mengubah pikiran, interpretasi, praduga, dan strategi dalam memberikan respos. Karena sasarannya lebih mengutamakan pada perubahan yang terjadi secara langsung terhadap perilaku yang nyata, maka meskipun banyak kesamaan dengan terapi kognitif behavioristik (cognitive behavioristik

therapy, CBT), pada dasarnya terdapat perbedaan. Terapi kognitif behavioristik menitik

beratkan pada perubahan yang terjadi pada aspek kognitif dengan keyakinan akan diikuti oleh perubahan pada perilakunya, dengan demikian lebih luas daripada pengubahan kognitif behavioristik (CBM).

(4)

Untuk menyoroti kegunaan alasan dalam mengatasi pikiran yang menghasilkan gangguan, Ellis semula menyebut REBT sebagai terapi rasional. Namun, nama tersebut membuat anggapan yang keliru bahwa mengeksplorasi emosi-emosi klien tidak begitu penting bagi Ellis. Untuk melawan pemahaman itu, Ellis mengubah namanya pada tahun 1961 menjadi Terapi Emotif Rasional (Rational Emotive Therapy, RET). Persamaan fokus tersebut pada pikiran dan perasaan dalam proses perubahan tetap tidak memadai untuk merefleksikan praktik pendekatan Ellis yang sesungguhnya, terlihat seperti mengabaikan peran perilaku dalam proses itu. Oleh sebab itu, pada tahun 1993 RET berubah menjadi Terapi Perilaku Emotif Rasional (REBT). Dibutuhkan hampir 40 tahun bagi Ellis untuk menyatakan secara jelas yang dipraktikkannya sejak awal yaitu klien harus berpikir, berperasaan, dan bertindak melawan pemikiran yang mengecewakan.

Terapi Rasional Emotif

Diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Albert Ellis, yang lahir pada tanggal 27 September 1913 di Pittsburgh, Pennsylvania yang kemudian dibesarkan di New York. Ellis adalah alumnus dari City University of New York dalam bidang Business Administration dan kemudian ia mengikuti pendidikan psikologi klinis pada tahun 1942 di Columbia University dan memperoleh gelar doktornya pada tahun 1947. Sebelumnya Ellis menjadi pengarang dengan status bebas dan banyak menulis buku maupun artikel terutama mengenai seksualitas, selain itu juga pernah bekerja sebagai manajer personaliti. Setelah menyelesaikan pendidikan doktornya, ia bekerja sebagai psikolog klinis di New Jersey State Diagnostic Center, Menlo Park. Setahun kemudian, Ellis menggabungkan diri dengan New Jersey Departement of Institutions and Agencies di Trenton. Kemudian Ellis membuka praktik pribadi yang dilakukan sejak tahun 1943, mengkhususkan diri pada psioterapi dan konseling perkawinan.

Ellis mengatakan bahwa dirinya adalah yang melopori seks terapi. Ia juga seorang psikoanalisis yang merasakan bahwa pendekatan psikoanalisis tidak efisien. Pada tahun 1959, ia ditunjuk sebagai Direktur Eksekutif pada Institute for Advanced Study in Rational Psychoterapy di New York City. Jabatan penting yang pernah dipegangnya di American Psychological Association adalah ketika pada tahun 1961-1962 bertindak sebagai ketua dari Division of Counsulting Psychology. Sebagai seorang ilmuwan dan pengarang buku Ellis sangat produktif dalam menulis buku dan artikel. Salah satu bukunya yang terkenal yang berhubungan dengan teknik pendekatannya adalah Reason and Emotion in Psycho

(5)

Terapi rasional emotif menurut Ellis mendasarkan pada konsep bahwa berpikir dan berperasaan saling berkaitan, namun dalam pendekatnnya lebih menitikberatkan pada pikiran daripada ekspresi emosi. Pandangan Ellis (1980) terhadap kosep manusia adalah sebagai berikut:

1. Manusia mengkondisikan diri sendiri terhadap munculnya perasaan yang menganggu pribadinya.

2. Kecenderungan biologisnya sama halnya dengan kecenderungan kultural untuk berpikir salah dan tidak ada gunanya berakibat mengecewakan diri sendiri.

3. Kemanusiaannya yang unik menemukan dan menciptakan keyakinan yang salah yang mengganggu, sama halnya dengan kecenderungan mengecawakan dirinya sendiri karena gangguan-gangguannya.

4. Kemampuannya yang luar biasa untuk mengubah proses-proses kognitif, emosi, dan perilaku memungkinkan dapat:

a. Memilih reaksi yang berbeda dengan biasa yang dilakukannya.

b. Menolak yang dapat mengecewakan diri sendiri terhadap semua hal yang terjadi. c. Melatih diri sendiri agar secara otomatis dapat mempertahankan gangguan sedikit mungkin sepanjang hidupnya.

Pandangan terhadap konsep manusia dari sudut pendekatan terapi rasional emotif dan perkembangan ke arah timbulnya perasaan tidak bahagia karena gangguan emosi yang dialami, dikemukakan oleh Patterson (1980) sebagai berikut:

1. Manusia adalah pribadi unik, rasioanal, dan tidak rasional. Apabila manusia berpikir dan bertindak rasional, ia akan mampu bertindak efektif dan merasa bahagia.

2. Hambatan emosi atau hambatan psikologis adalah akibat dari cara berpikir yang tidak rasional dan tidak logis. Emosi menyertai pikiran dan dapat mengakibatkan pikirannya tidak rasional.

3. Pikiran tidak rasional berakar pada hal-hal yang tidak logis yang dipelajari sejak awal. Sesuatu yang terjadi secara biologis diperoleh dari orangtua dan lingkungan budaya. Dalam perkembangannya, seorang anak yang mengetahui atau mempelajari sesuatu yang baik, akan mengembangkan kehidupan emosinya yang positif (misal: cinta atau kegembiraan).

(6)

Sebaliknya, jika diberitahukan atau diketahui bahwa sesuatu tidak baik atau tidak boleh dilakukan, maka terbentuk perkembangan emosi yang negatif (misal: sakit, marah, atau depresi).

4. Manusia berpikir dengan mempergunakan simbol dan bahasa. karena pikiran menyertai emosi. Jika emosinya terganggu, maka akan muncul pikiran tidak rasional. Pribadi yang terhambat akan terus mempertahankan keadaan yang terhambat dan pikiran yang tidak logis dengan melakukan verbalisasi internal tentang pikiran yang tidak rasional.

5. Berlanjutnya hambatan emosi adalah akibat dari verbalisasi diri yag dilakukan terhadap diri sendiri, jadi bukan sesuatu yang terjadi oleh pengaruh dari luar melainkan dari pengamatan dan sikap terhadap suatu kejadian. Ellis menekankan bahwa bukan situasi yang menyebabkan terjadinya ansietas pada seseorang, melainkan pengamatan yang dilakukan pribadi terhadap sesuatu keadaan yang menimbulkan perasaan tidak enak.

6. Manusia memiliki sumber yang luas dan bebas untuk mengaktualisasikan kemampuan-kemampuannya dan dapat mengubah tujuan pribadi maupun sosialnya. Ellis melihat manusia sebagai pribadi yang unik yang memiiki kekuatan untuk memahami keterbatasannya, untuk mengubah pandangan dasar, sistem nilainya, dan melatih diri sendiri dengan keyakinan dan sistem nilai yang lain. Akibatnya, individu tersebut akan bertindak sangat berbeda dengan tindakannya yang dulu.

7. Pikiran negatif menyalahkan pikiran dan emosi diri sendiri, karena itu harus dilawan dengan menyusun kembali pengamatan dan pikirannya sehingga menjadi logis dan rasional.

Pendekatan terapi rasional emotif menganggao bahwa manusia pada hakikatnya adalah korban dari pola pikirnya sendiri yang tidak rasional dan tidak benar. Karena itu, Ellis berkomentar bahwa pendekatan humanistik terlalu lunak dan mengakibatkan persoalan pada diri sendiri karena berpikir tidak rasional. Oleh karena itu, terapis dengan pendekatan ini berusaha memperbaiki melalui pola berpikirnya dan menghilangkan pola pikir yang tidak rasional. Terapi dilihatnya sebagai usaha untuk mendidik kembali (reducation), jadi terapis bertindak sebagai pendidik dan memberikan tugas yang harus dilakukan klien serta mengajarkan strategi tertentu untuk memperkuat proses berpikirnya. Proses ini dilakukan dengan pendekatan langsung (directive) atau pendekatan eklektik.

Manusia sebagai mahkluk berpikir dapat menghilangkan cara berpikir rasional. Terapi bertujuan menghilangkan cara berpikir yang tidak logis, yang tidak rasional, dan menggantinya dengan sesuatu yang logis dan rasional. Untuk memungkinkan hal ini, terapis

(7)

perlu memahami dunia klien, perilaku klien dari sudut pandang klien itu sendiri. Memahami perilaku klien yang tidak rasional tanpa terlibat dengan perilaku tersebut, sehingga memungkinkan terapis dapat mendorong klien agar menghentikan cara berpikir yang tidak rasional. Untuk melakukan hal tersebut terdapat tiga langkah:

1. Terapis menunjukkan bahwa cara berpikir klien tidak logis, kemudian membantunya memahami bagaimana dan mengapa klien sampai berpikir seperti itu. Kemudian menunjukkan hubungan antara pikiran tidak logis dengan perasaan tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang dialaminya. Klien harus belajar membedakan antara keyakinan yang rasional dengan yang tidak rasional. Dalam hal ini, terapis menantangnya apakah klien akan meneruskan keyakinannya untuk merusak dirinya atau tidak. Terapis mendorongnya lebih kuat lagi yakni mengintruksikan klien agar melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan, karena dengan melakukan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat berfungsi untuk menghadapi perilaku yang menimbulkan masalah.

2. Langkah kedua menunjukkan kepada klien bahwa ia mempertahankan perilakunya yang terganggu karena meneruskan cara berpikirnya yang tidak logis. Cara berpikir tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang dirasakan dan bukan dari kejadian atau pengalaman yang lalu.

3. Langkah ketiga bertujuan mengubah cara berpikir klien dengan membuang cara berpikir yang tidak logis. Terapis mempergunakan teknik langsung dan teknik mendorong untuk membantu klien membuang pikiran-pikiran tidak logis, tidak rasional, dan menggantinya dengan pikiran yang logis dan rasional. Dalam hal ini dibutuhkan peran aktif dari terapis.

Langkah berikutya ditujukan terhadap aspek yang lebih jauh lagi, tidak hanya menghadapi proses berpikir yang tidak logis tehadap hal-hal yang lebih luas yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, kehidupan klien didasari oleh keyakinan dan cara berpikir yang logis dan rasional. Karena sasaran utama adalah pada aspek kognitifnya, maka hubungan atara terapis dan klien tidak terjalin terlalu erat dan mendalam.

Terdapat peran dan kegiata terapi menurut Ellis (1973) adalah:

1. Bawalah klien sampai pada akar persoalan yang menimbulkan pikiran tidak rasional dan yang menimbulkan gangguan pada perilaku.

(8)

2. Doronglah klien agar mengemukakan pikiran-pikirannya.

3. Tunjukkan pada klien dasar dan cara berpikirnya yang tidak logis.

4. Pergunakan analisis logis untuk mengurangi keyakinan-keyakinan yang tidak rasional. 5. Kemukakan kepada klien bahwa keyakinan-keyakinannya tidak sesuai dan

bagaimana hal tersebut akan menimbulkan gangguan emosi maupun perilaku dikemudian hari.

6. Pergunakan humor atau cara lain untuk menghadapi cara berpikir klien yang tidak rasional.

7. Jelaskan bagaimana pikiran-pikiran ini dapat diganti dengan pikiran lain yang lebih rasional dan yang memiliki dasar empiris yang kuat.

8. Ajarkan klien bagaimana mempergunakan pendekatan ilmiah dalam proses berpikirnya sehingga dapat mengamati dan kemudian mengurangi cara berpikir yang tidak rasional dan tidak logis yang dapat menimbulkan kesulitan dalam dirinya

dikemudian hari.

Secara singkat dapat dikemukakan bahwa terapi rasional emotif ini mempergunakan pendekatan langsung untuk ''menyerang'' dan menghilangkan pikiran-pikiran yang tidak rasional dan menggantinya dengan pikiran yang rasional dan logis. Agar dapat melakukan ini, terapis perlu mengetahui dunia klien, mengetahui sikap, dan perilakunya yang tidak rasional dan bagaiamana klien melihat hal-hal tersebut. Terapis meggunakan pendekatan aktif, direktif, meskipun dipihak lain juga fleksibel dan dapat mempergunakan pendekatan eklektik. Teknik sugesti, persuasi, konfrontasi, dan bahkan indoktrinasi pada pendidikan untuk mempengaruhi fungsi kognitifnya seperti: tugas yang harus dilakukan (assigment

homework), perubahan dalam mempergunakan kata atau bahasa.

Dalam hal mempengaruhi fungsi emosinya dapat mempergunakan teknik imajinasi (visualisasi, menggambarkan apa yang baik yang akan dilakukan), bermain peran (role

play), dan latihan menghadapi hal-hal yang memalukan (shame attacking experience)

sehingga klien menyadari bahwa perasaan malu tersebut adalah ciptaannya sendiri. Berbeda dengan pendekatan behavioristik, pada pedekatan ini memahami klien dengan semua latar belakang, sumber, dan perkembangannya yang diperoleh melalui berbagai

(9)

prosedur biasa dalam pemeriksaan psikologis termasuk wawancara pendahuluan yang tidak terlalu mendalam, masih dianggap perlu. Antara lain untuk mengetahui seberapa jauh klien terganggu dengan keadaannya dan bagaimana gambaran kepribadian klien dengan fungsi kognitif yang dimiliki agar dapat menentukan tingkatan, jenis, dan teknik pendekatan yang akan dipergunakan.

Pendekatan dengan terapi rasional emotive menurut Ellis (1978), dapat dipergunakan untuk menghadapi masalah-masalah klinis seperti: depresi, ansietas, sikap melawan, masalah seks, percintaan, perkawinan, pengasuhan, dan masalah perilaku pada anak dan remaja. Ternyata tidak hanya dalam bidang klinis saja, pendekatan ini dapat dipakai dalam lapangan seperti: bisnis, hukum, olahraga, dan organisasi. Pendekatan dengan terapi rasional emotif yang semula sebagai teknik terapi individual ternyata dalam perkembangannya lebih lanjut dapat digunakan juga dalam terapi kelompok, terapi jangka panjang, dan pendek bahkan terapi keluarga (familiy therapy). Dalam perkembangannya akhir-akhir ini, pendekatan ini sangat popular karena efektivitas dan keberhasilannya cukup tinggi, sebagaimana dilaporkan oleh peneliti Maultsby, Knipping & Carmody (1977).

(10)

Daftar Pustaka

Palmer, S., (2010). Introduction to Counselling and Psychotherapy. Sage Publication Ltd. Gunarsa D, Singgih (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia.

Referensi

Dokumen terkait

Kajian terhadap kondisi atmosfer ini perlu dilakukan agar dapat diketahuilebih lanjut gangguan cuaca yang berperan dalam menyebabkan banjir serta intensitas curah hujan pada

Aplikasi yang dirancang ini dapat digunakan untuk memberikan kemudahan kepada dokter untuk mendeteksi dan mengetahi suatu gejala penyakit epilepsi yang dialami

Meskipun beberapa peneliti telah menyatakan bahwa menyikat dengan pasta gigi dapat menyebabkan kerusakan pada akrilik, metode ini telah digunakan oleh seluruh subjek

Representasi stereotip perempuan dalam roman Papua Isinga karya Dorothea Rosa Herliany termanifestasikan melalui nasihat-nasihat orang-orang tua baik di perkampungan Aitubu

Allianz tidak menanggung risiko yang terjadi atas diri Tertanggung akibat penyakit, perawatan dan pengobatan, serta biaya yang dikecualikan dalam program Asuransi

4..2 Jumlah Sekolah Dasar dan Ruang Kelas Menurut Status Sekolah Dirinci per Kelurahan di Kecamatan Kota Baru , 2013……… Number of Elementary School and Classroom by Status of

Pada penelitian ini, Peran Istri buruh tani disini dalam upaya peningkatan prestasi belajar anak adalah dilihat dari banyaknya ibu yang memberikan motivasi kepada anaknya

Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang indeks fungsi seksual wanita pada pengguna implan satu batang