• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Padi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Padi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di tempat perontokan, penundaan perontokan, perontokan, pengangkutan gabah ke rumah petani, pengeringan gabah, pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan penyimpanan beras. Hasil survei BPS tahun 1996 menunjukkan bahwa total susut pascapanen yaitu sebesar 20.42 % (Ditjen P2HP Deptan, 2008). Pada setiap tahapan terdapat kemungkinan terjadi susut, salah satunya adalah susut perontokan.

Susut perontokan terjadi karena adanya gabah yang tertinggal pada malai, cangkang, atau tongkol. Selain itu, kerusakan mekanis gabah yang disebabkan oleh peralatan atau mesin yang digunakan juga merupakan susut perontokan (Anonim, 2008). Susut perontokan ditimbulkan oleh beberapa faktor antara lain varietas padi, kadar air tanaman padi, alat/mesin yang digunakan, alas yang digunakan, dan cara perontokan (Hadiutomo, 2005).

A. Varietas Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah tropis. Padi masuk dalam famili Poaceae (Gramineae). Adapun klasifikasi botani tanaman padi sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monotyledonae

Family : Gramineae (Poaceae) Genus : Oryza

Spesies : Oryza spp.

Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah bersuhu tinggi dan mendapatkan sinar matahari yang lama. Temperatur rata-rata yang dibutuhkan yaitu sekitar 20-37.8 oC (Grist, 1959). Pertumbuhan tanaman padi dipengaruhi oleh suhu lingkungan daerah pertanaman, lamanya pancaran sinar matahari pada daerah tersebut, keadaan tanah, pH tanah, kandungan sulfit pada tanah, dan

(2)

4 salinitas tanah. Padi dapat dipanen setelah mencapai kematangan yaitu berkisar antara 90-260 hari, tergantung pada lingkungan dan kondisi iklim (Grist, 1959).

Tanaman semak semusim ini merupakan tanaman yang berbatang basah, dengan tinggi antara 0.5-1.5 m. Batangnya tegak, lunak, beruas, berongga, kasar dan berwarna hijau. Padi mempunyai daun tunggal berbentuk pita yang panjangnya 15-30 cm. Ujungnya runcing, tepinya rata, berpelepah, pertulangan sejajar, dan berwarna hijau. Bunga padi yaitu majemuk berbentuk malai (Anonim, 2000).

Pada waktu berbunga malai berdiri tegak, kemudian terkulai bila butir telah terisi dan matang menjadi buah. Buah padi seperti batu (keras) dan terjurai pada tangkai (Nurmala, 1998). Bijinya keras, berbentuk bulat telur, ada yang berwarna putih atau merah. Struktur biji padi terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji, butir padi (endosperma), dan lembaga (embrio). Kulit biji padi adalah sekam sedangkan endosperma dan lembaga adalah beras. Spesifikasi tanaman padi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Padi Sumber : Anonim, 2000

Butir-butir padi yang sudah lepas dari tangkainya disebut gabah, dan yang sudah dibuang kulit luarnya disebut beras. Umumnya beras berwarna putih, walaupun ada juga beras yang berwarna merah. Tangkai butir padi yang telah

(3)

5 dirontokkan gabahnya dan dijemur sampai kering disebut merang. Beras pecah kulit adalah gabah yang telah dikupas dari kulitnya. Padi yang termasuk keluarga rumput-rumputan ini ditanam dari bijinya secara langsung atau melalui persemaian terlebih dahulu. Padi merupakan tanaman pangan utama (pokok), karena padi banyak mengandung karbohidrat (pati) sebagai sumber energi utama (Anonim, 2000).

Varietas padi berpengaruh terhadap jumlah gabah yang rontok. Varietas padi sawah yang berpotensi menghasilkan gabah dalam jumlah yang tinggi dapat ditentukan dari tipe tanaman padinya. Tipe tanaman padi yang dapat menghasilkan gabah dalam jumlah yang banyak yaitu padi yang tanamannya pendek, tidak rebah, penyebaran cahaya baik, daunnya tegak, daun bendera lebih tinggi daripada malai, daun pendek dan tegak, pembentukan anakan baik, dan anakan yang dihasilkan tegak (Anonim, 1980).

Tanaman padi yang rebah akan lebih rentan terhadap kerusakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerebahan tanaman yaitu tinggi tanaman dimana semakin tinggi tanaman semakin tinggi kecenderungan untuk rebah, cara bertanam dimana cara bertanam pindah lebih tahan terhadap rebah karena dasar tanamannya lebih terbenam, tipe pelepah daun, ketebalan batang, hujan dan angin, intensitas cahaya, jarak tanam, dan dosis pupuk yang diberikan (Anonim, 1980).

Varietas padi bermacam-macam dan memiliki karakteristik masing-masing. Varietas unggul nasional berasal dari Bogor yaitu Pelita I/1, Pelita I/2, Adil dan Makmur (dataran tinggi), Gemar, Gati, GH 19, GH 34 dan GH 120 (dataran rendah). Varietas unggul introduksi dari International Rice Research Institute (IRRI) Filipina adalah jenis IR atau PB yaitu IR 22, IR 14, IR 46 dan IR 54; PB 32, PB 34, PB 36 dan PB 48 (Kantor Deputi Menegristek). Karawang memiliki berbagai varietas antara lain varietas Ciherang, Pandan Wangi, Cilamaya Muncul, Cibogo, Conde, Cirata, IR 64, Hibrida SL 8 SHS dan sebagainya. Karakteristik varietas padi dapat dilihat pada Tabel 1 (Ciherang), Tabel 2 (Cibogo), dan Tabel 3 (Hibrida SL 8 SHS).

(4)

6 Tabel 1. Padi Ciherang *

Komponen Besaran

Kelompok Padi sawah

Nomor Seleksi S3383-id-Pn-41-3-1

Asal Persilangan IR 18349-53-1-3-1-3/I131-3-1//IR 19661-131-3-1-///IR64////IR64

Golongan Cere Umur Tanaman 116 - 125 hari

Bentuk Tanaman Tegak

Tinggi Tanaman 107 cm - 115 cm Anakan Produktif 14 - 17 batang

Warna Kaki Hijau

Warna Batang Hijau Warna Daun Telinga Putih

Warna Daun Hijau

Warna Muka Daun Kasar pada Bagian Bawah

Posisi Daun Tegak

Daun Bendera Tegak

Bentuk Gabah Panjang Ramping Warna Gabah Kuning Bersih

Kerontokan Sedang Kerebahan Sedang

Tekstur Nasi Pulen

Kadar Amilosa 23 %

Bobot Gabah Seribu Butir 27 - 28 gram Rata-rata Produksi 5 - 8.5 ton/ha

Ketahan Terhadap Hama Wereng Coklat Biotipe 2 dan 3 Ketahan Terhadap

Penyakit

Bakteri Tawar Daun (HDB) strain III dan IV Anjuran Cocok ditanam pada musim hujan dan kemarau

dengan ketinggian di bawah 500 m dpl

Teknisi Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi, dan Aan A. Daradjat

Dilepas Tahun 2000

(5)

7 Tabel 2. Padi Cibogo*

Komponen Besaran

Kelompok Padi Sawah

Nomor Seleksi S3382-2D-PN-16-3-KP-1

Asal Persilangan IR487B-752/IR19661-131-3-1//IR19661-131-3-1///IR64////IR64

Golongan Cere

Umur Tanaman 115 - 125 hari Bentuk Tanaman Tegak

Tinggi Tanaman 81 cm - 120 cm Anakan Produktif 12 - 19 batang

Warna kaki Hijau Tua

Warna batang Hijau Muda Warna daun telinga Putih

Warna daun Hijau

Warna muka daun Kasar pada Bagian Permukaan Sebelah Bawah

Posisi daun Tegak

Daun bendera Tegak Panjang (Menutup Malai) Bentuk Gabah Panjang Ramping

Warna Gabah Kuning Bersih

Kerontokan Agak Tahan

Kerebahan Sedang

Tekstur Nasi Pulen Kadar Amilosa 24 %

Bobot Gabah Seribu Butir 27 - 30 gram Rata-rata Produksi 4.3 - 8.1 ton/ha Ketahanan Terhadap

Hama

Tahan Wereng Coklat Biotipe 2, Agak Tahan Wereng Coklat Biotipe 3 dan HDB strain IV Ketahanan Terhadap

Penyakit

Rentan Terhadap Penyakit Virus Tungro

Anjuran Dapat ditanam pada lahan sawah sampai 800 meter di atas permukaan laut yang tidak endemik hama wereng coklat dan penyakit virus tungro.

Teknisi Z.A. Simanullang, Aan A. Daradjat. Dilepas Tahun 2003

(6)

8 Tabel 3. Padi Hibrida SL 8 SHS *

Komponen Besaran

Kelompok Padi Sawah

Nomor Seleksi SL-8H

Asal Persilangan Introduksi dari Philippines, merupakan keturunan pertama F1 hasil persilangan (CMS SL-1A dengan Restorer SL-8R)

Golongan Indica / Japonica

Umur Tanaman 112 - 115 hari Bentuk Tanaman Tegak

Tinggi Tanaman 107 cm - 115 cm

Warna Kaki Hijau

Warna Batang Hijau Kekuatan Batang Kuat

Warna Telinga Daun Tidak Berwarna Warna Lidah Daun Tidak Berwarna

Warna Daun Hijau

Muka Daun Kasar

Posisi Daun Tegak

Daun Bendera Tegak

Bentuk Gabah Panjang Ramping Warna Gabah Kuning Bersih

Kerontokan Sedang

Kerebahan Sedang

Tekstur Nasi Sedang Kadar Amilosa 25.5 % Bobot Gabah Seribu Butir 26 - 27 gram Rata-rata Produksi 14.83 ton/ha

Ketahanan Terhadap Hama Agak Rentan terhadap WBC 1, 2, 3, Agak Tahan HDB III, Agak Rentan HDB IV dan VIII.

Ketahanan Terhadap Penyakit

Rentan terhadap Penyakit Tungro

Peneliti Huang Kuang Hsien (Know You Seed Pte. Ltd.) Institusi Pemilik SL Agritech

(7)

9 B. Pascapanen Padi

1. Penentuan Saat Panen

Tahap awal dari kegiatan pascapanen padi yaitu penentuan saat panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Penentuan saat panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis. a. Pengamatan Visual

Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi dicapai apabila 90-95 % butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling yang tinggi (Kantor Deputi Menegristek).

b. Pengamatan Teoritis

Pengamatan teoritis dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan mengukur kadar air dengan moisture tester. Berdasarkan deskripsi varietas padi, umur panen padi yang tepat adalah 30-35 hari setelah berbunga merata atau antara 135-145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22-23 % pada musim kemarau, dan antara 24-26 % pada musim penghujan (Damardjati et al, 1981).

Menurut Setyono, et al (1993), tingkat kematangan padi sangat berpengaruh terhadap besarnya kehilangan hasil. Kehilangan hasil pada umur satu minggu sebelum masak optimal sebesar 0.77 %, pada saat masak optimal sebesar 3.35 %, satu minggu setelah optimal sebesar 5.63 %, dua minggu setelah masak 8.64 %, tiga minggu setelah masak sebesar 40.70 %, dan empat minggu setelah masak mencapai 60.45 %.

2. Pemanenan

Tiga cara panen padi yang biasa dilakukan petani, adalah 1) panen potong bawah, 2) potong tengah, dan 3) potong atas. Cara panen dipilih berdasarkan jenis atau cara perontokan yang digunakan. Padi yang digebot atau dirontokkan dengan alat pedal thresher dipanen dengan cara potong bawah. Cara

(8)

10 panen potong atas atau potong tengah ditempuh jika padi dirontokkan dengan alat perontok power thresher.

Terdapat tiga sistem panen padi yaitu sistem panen bebas, individual, dan kelompok. Pada sistem bebas, jumlah pemanen pada satu luasan lahan tidak dibatasi. Sebaliknya pada sistem individual, satu luasan tertentu menjadi monopoli satu individu atau keluarga pemanen. Sedangkan pada sistem kelompok jumlah pemanen berkisar antara 5-7 orang yang dilengkapi satu unit pedal thresher atau 15-20 orang yang dilengkapi satu unit power thresher. Di jalur pantai utara Jawa, sistem panen dilakukan oleh sekelompok pemanen dengan jumlah tenaga pemanen yang sangat banyak (> 20 orang) (Nugraha, 2008).

Pemanenan dapat dilakukan menggunakan ani-ani, sabit, atau mesin pemanen (reaper). Ani-ani dan sabit merupakan alat panen sederhana yang biasa digunakan pada daerah yang masih memiliki banyak tenaga kerja. Saat ini, ani-ani sudah ditinggalkan sebagian warga dan beralih ke sabit. Sabit yang digunakan untuk pemanenan padi ada dua macam, yaitu sabit rata atau biasa dan sabit bergerigi. Penggunaan sabit gerigi dapat menekan susut sebesar 3 % (Nugraha et al., 1990). Spesifikasi sabit gerigi adalah:

a. Gagang terbuat dari kayu atau plastik bulat dengan diameter 2 cm dan panjang kurang lebih 15 cm.

b. Mata pisau terbuat dari baja keras yang satu sisinya bergerigi antara 12-16 gerigi sepanjang 1 inchi.

c. Memiliki SNI atau test report. (Ditjen P2HP Deptan, 2007) 3. Penumpukan dan Pengumpulan

Setelah dilakukan pemanenan, dilanjutkan ke proses perontokan. Tidak semua petani langsung merontokkan gabah segera setelah melakukan pemotongan anakan. Keterlambatan perontokan sering terjadi, antara lain karena tenaga kerja kurang dan waktu panen yang serempak. Oleh sebab itu, padi ditumpuk sementara di sawah seperti terlihat pada Gambar 2.

(9)

11 Gambar 2. Padi Ditumpuk Sementara

Sumber : www.pustaka-deptan.go.id

Ketidaktepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas terpal. Penggunaan alas terpal 8 m x 8 m dan wadah pada saat penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil antara 0.94-2.36 %. Selain itu, lama penundaan tidak lebih dari satu malam dengan tinggi tumpukan tidak lebih dari 1 m. Beberapa hal yang mungkin terjadi selama proses penundaan perontokan antara lain:

a. Kehilangan hasil karena gabah rontok selama penumpukan atau dimakan binatang.

b. Kerusakan gabah akibat reaksi enzimatis sehingga gabah cepat berkecambah, terjadinya butir kuning, berjamur atau rusak.

(Nugraha, 2008) 4. Perontokan

Perontokan adalah proses melepaskan butiran gabah dari malai dengan cara menyisir atau membanting malai pada benda yang lebih keras atau menggunakan alat dan mesin perontok (alat “gebot”, pedal thresher, power thresher). Kinerja alat dan mesin perontok mempengaruhi tingkat kehilangan hasil.

Perontokan padi umumnya dilakukan pada saat panen, tetapi terdapat juga di beberapa daerah yang melakukan perontokan antara satu sampai dua hari setelah padi dipanen. Hal ini tergantung keadaan serta kebiasaan di daerah masing-masing (Hernowo, 1979). Gabah mempunyai kecenderungan untuk rontok dengan mudah terutama bila kadar air di bawah 20 % (Stout, 1966).

(10)

12 Pada tahap ini, kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan perontokan dapat mencapai lebih dari 5 %. Penyebab utama terjadinya kehilangan hasil pada saat perontokan padi yaitu kurangnya kehati-hatian para petani dalam bekerja, cara penggebotan dan pembalikan padi, kecepatan putaran silinder perontok, dan luasan alas terpal/plastik yang digunakan pada saat merontok. Oleh sebab itu, selama perontokan sebaiknya digunakan alas terpal berwarna gelap, dengan ukuran 8 m x 8 m, dan ada jahitan pinggir dengan diberi lubang interval dua meter serta dilengkapi dengan ring di setiap sudut terpal (Ditjen P2HP, 2007). Beberapa faktor yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja kegiatan perontokan padi diantaranya yaitu varietas padi, sistem pemanenan, mekanisme perontokan, penundaan perontokan, serta faktor kehilangan hasil (Herawati, 2008).

5. Pengeringan

Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai tertentu sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang lama. Tahap ini sangat menentukan rendemen dan mutu beras. Penundaan pengeringan akan menyebabkan turunnya mutu gabah dan beras giling, seperti butir kuning dan gabah berkecambah. Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan proses pengeringan dapat mencapai 2.13 %. Pada saat ini cara pengeringan padi telah berkembang dari cara penjemuran menjadi pengering buatan (dryer) (Ditjen P2HP Deptan, 2007).

Penjemuran merupakan proses pengeringan gabah basah dengan memanfaatkan panas sinar matahari. Untuk mencegah bercampurnya kotoran, kehilangan butiran gabah, memudahkan pengumpulan gabah dan menghasilkan penyebaran panas yang merata, maka penjemuran harus dilakukan dengan menggunakan alas terpal. Penggunaan alas untuk penjemuran telah berkembang dari anyaman bambu kemudian menjadi lembaran plastik/terpal dan terakhir lantai dari semen/beton. Penjemuran gabah memiliki resiko kehilangan karena gabah tercecer atau dimakan burung atau ayam.

6. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan tindakan untuk mempertahankan gabah/beras agar tetap dalam keadaan baik dalam jangka waktu tertentu. Kesalahan dalam melakukan penyimpanan gabah dapat mengakibatkan gabah menjadi lembab,

(11)

13 tumbuhnya jamur, dan serangan serangga, binatang mengerat, serta kutu beras yang dapat menurunkan mutu gabah. Cara penyimpanan gabah dapat dilakukan dengan: (1) sistem curah, yaitu gabah yang sudah kering dicurahkan pada suatu tempat yang dianggap aman dari gangguan hama maupun cuaca, dan (2) cara penyimpanan menggunakan kemasan/wadah seperti karung plastik, karung goni, dan lain-lain (Ditjen P2HP Deptan, 2007).

7. Penggilingan

Penggilingan padi adalah suatu proses mekanik memisahkan sekam dari gabah dan memisahkan lapisan aleuron dan perikarp dari beras pecah kulit untuk memperoleh beras giling yang siap dikonsumsi. Proses penggilingan gabah terdiri dari dua tahapan pokok, yaitu dehusking (pengupasan sekam) dan whitening (pemutihan). Terdapat dua tipe alat mesin penggilingan padi, antara lain: (a) diskontinyu; yaitu penggilingan padi dengan pengangkutan gabah dari proses satu ke proses yang lain secara manual, dan (b) kontinyu; yaitu penggilingan padi dengan pengangkutan gabah dari satu proses ke proses lain dilakukan secara mekanik dengan alat pocket elevator (Ditjen P2HP Deptan, 2007).

C. Perontokan Padi

Susut panen dan perontokan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1986/1987, 1995/1996, serta hasil survei Direktorat Penanganan Pascapanen Ditjen P2HP bekerjasama dengan Pusat Data dan Informasi Pertanian, Setjen Departemen Pertanian dan BPS tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Susut Panen dan Perontokan (Ditjen P2HP, 2008)

Sementara itu, perontokan padi Ciherang di Kecapatan Telagasari, Karawang terjadi susut perontokan sebesar 4.6±0.25 % (Listyawati, 2007). Alat perontok yang digunakan dalam perontokan berpengaruh terhadap mutu dan kehilangan hasil (Tabel 5).

Jenis Susut Besaran susut (%)

1986/1987 1995/1996 2007

Pemanenan 9,19 9,52 1,57

(12)

14 Tabel 5. Pengaruh Alat Perontok Padi terhadap Susut (Rachmat et al., 1993)

Alat Perontok Gabah Hampa

(%) Kapasitas Perontokan (kg/jam) Gabah Tidak Terontok (%) Kehilangan (%) Alat “Gebot” 3.52 41.8 2.84 3.11 Pedal Thresher 2.17 81.8 1.54 2.37 Power Thresher 1.67 526.2 0.65 1.20

Hasil utama yang diharapkan dalam perontokan adalah butiran gabah, dan hasil buangan berupa sekam, daun padi, serta kotoran lainnya. Hasil sampingan dapat juga berupa gabah yang rusak seperti pecah terkelupas (Soemardi, 1972). Suatu hasil perontokan dapat dikatakan baik apabila hasil utama gabah dapat dicapai sebanyak-banyaknya tanpa mengalami kerusakan. Adapun mekanisme perontokan padi dengan beberapa alat/mesin perontok yaitu: 1. Alat “Gebot”

Perontokan dengan cara banting dilakukan pada malai padi yang dipukulkan dengan tangan pada suatu kerangka kayu, bambu, atau besi. (Sulistiadi, 1980). Suatu kerangka kayu atau bambu biasa disebut alat “gebot”. Padi yang dirontok menggunakan alat “gebot” dipanen dengan potong bawah agar mudah digenggam pada saat perontokan.

Padi yang dirontok dengan cara digebot sebaiknya dilakukan segera setelah pemanenan. Dengan adanya penundaan perontokan akan terjadi peningkatan kehilangan hasil dan penurunan mutu gabah yang dihasilkan. Cara perontokan padi dengan alat “gebot” yaitu malai padi diambil secukupnya lalu dipukulkan/digebot pada meja rak perontok ± 6-12 kali dan hasil rontokannya akan jatuh di terpal yang ada di bawah meja rak perontok. Selanjutnya dilakukan pengumpulan hasil perontokan berupa gabah (Ditjen P2HP Deptan, 2007). Perontokan padi dengan cara digebot dapat dilihat pada Gambar 3.

(13)

15 Gambar 3. Perontokan Padi dengan Cara Digebot

Sumber : www.pustaka-deptan.go.id 2. Pedal Thresher

Pedal thresher merupakan alat perontok padi dengan konstruksi sederhana dan digerakkan menggunakan tenaga manusia. Bahan kontruksinya terbuat dari kayu, seng, dan besi. Bagian utama pedal thresher adalah silinder perontok, gigi perontok (threshing teeth), gigi transmisi, dan pengayuh/pedal.

Kelebihan alat ini dibandingkan dengan alat “gebot” yaitu mampu menghemat tenaga dan waktu, mudah dioperasikan, mengurangi kehilangan hasil, berkapasitas kerja 75-100 kg/jam, dan cukup dioperasikan oleh satu orang. Pada pedal thresher arah putaran dari silinder perontok dapat searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam dan sebaliknya diputar pada kecepatan 100-150 rpm. Padi yang dirontok menggunakan pedal thresher biasa dipanen dengan potong bawah untuk memudahkan perontokan (Ditjen P2HP Deptan, 2007). Perontokan padi menggunakan pedal thresher dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Perontokan Padi dengan Pedal Thresher Sumber : www.pustaka-deptan.go.id

(14)

16 3. Power Thresher

Power thresher merupakan mesin perontok yang menggunakan sumber tenaga penggerak engine. Kelebihan mesin perontok ini dibandingkan dengan alat perontok lainnya yaitu kapasitas kerja lebih besar dan efisiensi kerja lebih tinggi. Penggunaan power thresher dalam perontokan dapat menekan kehilangan hasil

padi sekitar 3 %. Power thresher sebaiknya berputar dengan kecepatan 400-450 rpm (Ditjen P2HP Deptan, 2007). Perontokan padi menggunakan power

thresher dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perontokan Padi dengan Power Thresher Sumber : www.pustaka-deptan.go.id

Menurut cara pemasukan padi saat pemakaian perontok padi ada dua cara yaitu sistem pemasukan dipegang (hold-on) dimana tangkai padi dijepit dengan tangan dan sistem pemasukan dilempar (throw-in). Sistem pemasukan throw-in memiliki kecepatan lebih tinggi dan perontokan lebih sempurna daripada sistem perontokan hold-on. Cara padi potong atas atau dekat dengan pangkal malai pada saat pemanenan, biasanya dilakukan untuk perontokan padi dengan menggunakan power thresher tipe throw in. Kapasitas mesin perontok dipengaruhi oleh intensitas perputaran silinder perontok, diameter silinder perontok, mesin penggerak, cara panen, varietas padi, mekanisme kerja kelompok, dan operator mesin perontok (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, 2006).

(15)

17 D. Gabah

Gabah adalah butir padi yang terlepas dari malainya dan terpisah satu sama lain. Gabah digolongkan menjadi tiga mutu yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III, dengan persyaratan mutu dibagi dua yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif. Persyaratan kualitatif meliputi: (1) bebas hama dan penyakit; (2) bebas bau busuk, asam, atau bau lainnya; (3) bebas dari bahan kimia seperti sisa-sisa pupuk, insektisida, fungisida, dan bahan kimia lainnya; dan (4) gabah tidak boleh panas. Persyaratan kuantitatif meliputi kadar air, gabah hampa, butir rusak/kuning, butir mengapur/gabah muda, butir merah, benda asing, dan gabah varietas lain. Spesifikasi persyaratan mutu gabah dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gabah (SNI 01-0007-1987-0)

No. Komponen Mutu Mutu

I II III

1. Kadar Air (% maksimum) 14 14 14

2. Gabah Hampa (% maksimum)

1 2 3 3 Butir Rusak + Butir

Kuning (% maksimum)

2 5 7 4 Butir Mengapur + Gabah

Muda (% maksimum) 1 5 10 5 Butir Merah (% maksimum) 1 2 4 6 Benda Asing (% maksimum) _ 0.5 1 7 Gabah varietas Lain

(% maksimum)

2 5 10

Gabah dan serealia lainnya merupakan bahan pangan yang penting karena memiliki sifat yang mampu mempertahankan mutu selama penyimpanannya baik. Kadar air merupakan faktor utama dalam menentukan daya simpan gabah yang dipengaruhi oleh suhu, oksigen, kondisi biji, lama penyimpanan, dan faktor biologik (cendawan dan serangga) (Damardjati, 1988).

(16)

18 Adapun parameter mutu yang digunakan dalam standarisasi gabah yaitu: 1. Gabah Kering Giling

Hasil tanaman padi (Oryza sativa) yang telah dilepas dari tangkainya dengan cara perontokan, dikeringkan, dan dibersihkan sampai memenuhi persyaratan kualitas seperti tercantum dalam persyaratan kualitas gabah kering giling pengadaan dalam negeri.

2. Kadar Air

Jumlah kandungan air di dalam butir gabah yang dinyatakan dalam satuan persen dari berat basah (wet basis).

3. Butir hampa

Butir gabah yang tidak berkembang sempurna atau akibat serangan hama, penyakit atau sebab lain sehingga tidak berisi butir beras walaupun kedua tangkup sekamnya tertutup maupun terbuka. Butir gabah setengah hampa tergolong kedalam butir hampa.

4. Kotoran/benda asing

Segala benda asing lainnya yang tidak tergolong gabah, misalnya: debu, butir-butir tanah, butir-butir-butir-butir pasir, batu-batu kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, dan sebagainya. Termasuk dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah.

5. Butir kuning/rusak a. Butir kuning

Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas) yang berwarna kuning, coklat atau kekuning-kuningan dan kuning rusak akibat proses perubahan warna yang terjadi selama perawatan.

b. Butir rusak

Butir rusak adalah beras pecah kulit (gabah yang telah dikupas) dengan kondisi rusak, termasuk dalam kategori butir rusak adalah butir-butir gabah yang isinya:

• Berwarna putih/bening, putih mengapur, dan berwarna merah yang mempunyai bintik-bintik warna lain. Biji dengan bintik yang bernoktah termasuk butir rusak.

(17)

19 • Sedangkan biji dengan bintik kecil tunggal yang tidak potensial tergolong

butir baik.

6. Butir hijau/mengapur a. Butir hijau

Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas) yang berwarna kehijauan dan bertekstur lunak seperti kapur akibat dipanen terialu muda (sebelum proses pemasakan buah sempurna), hal ini ditandai dengan patahnya butir-butir hijau tadi. Butir berwarna hijau yang utuh dan keras dikategorikan sebagai butir sehat (bukan butir hijau).

b. Butir mengapur

Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas) yang berwarna putih seperti kapur (chalky) dan bertekstur lunak yang disebabkan oleh faktor fisiologis. Butir berwarna seperti kapur yang utuh dan keras dimasukan sebagai butir sehat (bukan butir kapur).

7. Butir merah

Butir beras pecah kulit (setelah gabah dikupas) yang 25 % atau lebih permukaannya diselaputi oleh kulit ari yang berwarna merah atau seluruh endospermnya berwarna merah.

Gambar

Gambar 4. Perontokan Padi dengan Pedal Thresher  Sumber : www.pustaka-deptan.go.id
Tabel 6. Spesifikasi Persyaratan Mutu Gabah (SNI 01-0007-1987-0)

Referensi

Dokumen terkait

Dari teori dan pemaparan tentang metode tutor sebaya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa metode belajar tutor sebaya adalah metode belajar dengan memanfaatkan siswa

(Simple Random Sampling) dengan total sampel sebanyak 57 orang. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)

Tabel 5 menunjukkan jumlah dan persentase biakan MBC hasil perlakuan induksi mutasi dengan EMS yang tetap tumbuh pada media seleksi yang mengandung asam fusarat 30, 45, dan 60

Sumbing langit-langiti yang merupakan kelumpuhan bawaan dari lahir rata-rata terjadi daerah mulut sampai dengan langit-langit, berdasarkan sumber penelitian bahwa

Hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, penelitian [1] dapat disimpulkan untuk menentukan tingkat Reliability jaringan atau layanan infrastruktur sangat dipengaruhi oleh

Adhedhasar analisis panaliten salebetipun kempalan geguritan Dugale Asu Maring Menungsa saged dipundamel dudutan: (1) lelewaning guru swara salebetipun kempalan geguritan

Untuk menjamin kelancaran/ketertiban kegiatan belajar-mengajar, diminta kepada Bapak/Ibu/Asisten Dosen agar tidak mengganti secara sepihak hari/jam kuliah yang telah

harinya dengan membaca tahlilan bersama, makan bersama masakan yang sudah dimasak oleh ibu-ibu bersama-sama di rumah mantan sekertaris desa, Kasiran. Acara tidak