• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Konsumtif Pada Mahasiswa Pengguna Electronic Commerce (E-Commerce)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Konsumtif Pada Mahasiswa Pengguna Electronic Commerce (E-Commerce)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA MAHASISWA PENGGUNA ELECTRONIC COMMERCE (E-

COMMERCE)

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF-CONTROL AND CONSUMPTIVE BEHAVIOR IN COLLEGE STUDENTS USING ELECTRONIC COMMERCE (E-

COMMERCE) Mujahid Hilmi Izzulhaq Universitas Mercu Buana Yogyakarta

elhaq821@gmail.com 088233462782

Abstrak

Semakin meningkatnya perkembangan teknologi dan semakin mudahnya transaksi jual beli saat ini menimbulkan masyarakat khususnya mahasiswa pengguna e-commerce rentan dengan berperilaku konsumtif. Kontrol diri mengurangi tindakan impulsive buying (kecenderungan untuk membeli sesuatu secara spontan dan tanpa pertimbangan), termasuk dalam mengendalikan memenuhi kebutuhan diri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa pengguna electronic commerce (e-commerce). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa pengguna electronic commerce (e-commerce). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 102 yang merupakan mahasiswa pengguna aktif electronic commerce (e-commerce) yang berusia 18-22 tahun.

Penelitian ini menggunakan skala kontrol diri dan skala perilaku konsumtif. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh koefisien korelasi sebesar -0,199 dengan p = 0,023 (p < 0,050). Hal ini menunjukan bahwa ada korelasi negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif.

Kata kunci: kontrol diri, perilaku konsumtif, mahasiswa, e-commerce

Abstract

The increasing development of technology and the ease of buying and selling transactions currently make the public, especially students, users of e-commerce vulnerable to consumptive behavior.

Self-control reduces impulsive buying (the tendency to buy something spontaneously and without consideration), including controlling self-fulfillment. This study aims to determine the relationship between self-control and consumptive behavior in college students using electronic commerce (e- commerce). The hypothesis proposed in this study is that there is a negative relationship between self- control and consumptive behavior in college students using electronic commerce (e-commerce). The subjects used in this study were 102 students who were active users of electronic commerce (e- commerce) aged 18-22 years. This study uses a self-control scale and a consumptive behavior scale. The data analysis technique in this study uses product moment correlation analysis. Based on the results of data analysis, obtained a correlation coefficient of -0.199 with p = 0.023 (p < 0.050). This shows that there is a significant negative correlation between self-control and consumptive behavior.

Key word : self-control, consumer behavior, college students, e-commerce PENDAHULUAN

Revolusi digital dapat didefinisikan sebagai perubahan dari teknologi yang melibatkan tenaga elektronik analog dan mekanik menuju ke teknologi yang digital. Revolusi ini mengakibatkan persepsi individu disaat menjalani sebuah kehidupan yang serba digital/canggih (Irkham, 2020). Perkembangan teknologi mempermudah individu dalam menyelesaikan segala

(2)

urusan kehidupan, selain itu juga perkembangan teknologi dapat menimbulkan permasalahan di masyarakat karena tidak menggunakan teknologi tersebut dengan baik (kompasiana.com, 2015).

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dituntut untuk mengikuti tren pemanfaatan teknologi yang ada dengan tujuan untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju di bidang teknis dan bersaing untuk bisnis dalam skala yang lebih luas atau global. Sebagai salah satu media teknologi informasi modern, internet berkembang pesat dalam setiap aspek kehidupan masyarakat di Indonesia dan di seluruh dunia.

Di era digital, tidak bisa dipungkiri perlu adanya peluang untuk memulai bisnis dengan model startup. Akibat perkembangan teknologi informasi saat ini, telah menciptakan beberapa teknologi yang mengarah pada perubahan finansial dan inovasi berbasis teknologi terkini di sektor jasa yang disebut fintech (Financial Technology). Proses pembayaran, pengiriman uang, penjualan, Pembelian saham, proses pinjaman peer-to-peer, dll. Dengan fintech ini, berbagai pemangku kepentingan di industri keuangan dapat menciptakan potensi keuntungan.

Bersampara pelaku e-commerce dan beberapa start-up lainnya, proses transaksi keuangan akan semakin nyaman dan aman. Hal ini memungkinkan kita untuk menyeimbangkan ekonomi digital (Rahmatillah, dkk dalam Irkham, 2020).

Saat ini, banyak perusahaan menggunakan jaringan digital yang disebut e-business dan e- commerce. Bisnis elektronik (e-business) adalah proses bisnis yang menggunakan teknologi digital dan internet untuk kegiatan utamanya. E-business tidak hanya mencakup kegiatan manajemen internal perusahaan, tetapi juga kegiatan koordinasi dengan pemasok dan mitra bisnis lainnya (Laudon & Laudon, 2015). E-commerce adalah bagian dari e-business, yang melibatkan pembelian dan penjualan barang/jasa melalui internet. E-commerce juga mencakup aktivitas yang mendukung transaksi ini, seperti periklanan, pemasaran, layanan pelanggan, keamanan, pengiriman, dan pembayaran. (Laudon & Laudon, 2015).

Menurut Laudon dan Traver (dalam Mulyasari, dkk, 2014) e-commerce adalah transaksi bisnis yang terjadi melalui Internet dan Web, dan memenuhi dua persyaratan: semua transaksi menggunakan media digital (terutama transaksi melalui Internet dan Web) dan transaksi yang melibatkan pengiriman uang. E-commerce mengubah semua aktivitas pemasaran dan mengurangi biaya operasional aktivitas perdagangan. E-commerce dimulai pada tahun 1995 oleh salah satu portal internet pertama bernama Netscape.com. Portal tersebut menerima iklan pertamanya dari sebuah perusahaan besar dan mengumumkan bahwa mereka dapat menggunakan Internet sebagai media baru untuk periklanan dan penjualan. Anehnya, ini akan meningkatkan penjualan dua hingga tiga kali lipat dari sebelumnya. E-commerce terus tumbuh hingga resesi tahun 2008-2009, pada saat itu pertumbuhan perekonomian sangat lamban.

Faktanya, e-commerce adalah satu-satunya bisnis ritel yang relatif stabil. Tahun 2012, e- commerce terus menanjak, dibuktikan dengan jumlah pembeli online meningkat sebesar 5% dan jumlah transaksi online meningkat 7% (Laudon & Laudon, 2015). Terdapat banyak e-commerce di Indonesia, seperti shopee, tokopedia, lazada, bukalapak, blibli, JD.id, akulaku, aliexpress, Go-Jek, Grab dan yang lainnya.

Sharidevy (2019) menyatakan bahwa e-commerce merupakan penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televise, www, atau jaringan computer lainnya. E-commerce juga memiliki peranan penting pada saat ini, salah satunya adalah sebagai branding product, memudahkan pelanggan dalam pembelian sebuah produk, menambah keuntungan bisnis, statistic bisnis dapat dipantau dan keuntungan dari segi marketing.

Penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center (dalam Sabani, 2018) menunjukan bahwa generasi milenial tidak terlepas dari penggunaan teknologi, khususnya internet, karena bagi generasi milenial internet sudah menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari.

(3)

Selain itu juga, survey yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pada tahun 2019-2020 menunjukan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia dengan rentang usia 10-75 tahun, sebanyak 9,6% dari sampel berusia 15-19 tahun dan 14,1%

dari sampel berusia 20-24, sampel berdasarkan rentang usia tersebut merupakan yang terbanyak pada survey tersebut. Presentase tersebut berdasarkan golongan usia sehingga menandakan bahwa mahasiswa di Indonesia lebih aktif dalam menggunakan internet dan sangat memungkinkan apabila mahasiswa juga merupakan pengguna e-commerce.

Mahasiswa sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri karena sifatnya yang labil, konkrit dan sensitif. Akibatnya, mahasiswa menimbulkan berbagai gejala perilaku pembelian yang tidak tepat. Banyak industri yang mulai memproduksi sesuatu yang digandrungi anak muda generasi milenial, dikarenakan peluang dari omset penjualan yang cukup banyak, terutama dari kalangan mahasiswa. Mereka akan lebih bersifat aktif mencari masukan dari teman-temannya dan berbagai iklan agar dapat menampilkan diri secara menarik (Wulansari dalam Haryani & Herwanto 2015).

Penelitian dari Restiani (dalam Haryani & Herwanto, 2015) menjelaskan bahwa aktifitas berbelanja berubah menjadi hiburan yang pada akhirnya menjadikan mahasiswa sebagai generasi yang konsumtif. Apalagi ditambah dari penjelasan Martha, dkk (2007) bahwa mahasiswa yang berasal dari luar daerah dengan status ekonomi yang tinggi akan lebih konsumtif karena adanya fasilitas dan tuntutan pergaulannya.

Mahasiswa adalah kelompok yang memiliki orientasi perilaku konsumtif, karena mereka suka mencoba hal-hal yang tampak baru. Sebagai bagian dari masyarakat yang orientasi konsumtif tinggi, mahasiswa semakin sadar dengan produk-produk bermerek dan baru.

Mahasiswa akan cenderung meniru mode-mode baru. Perilaku tersebut diperkuat dengan adanya iklan, majalah remaja, dan media yang lain baik langsung maupun tidak langsung mengeksploitasi gaya hidup mewah secara mencolok, tanpa disadari hal tersebut yang mendorong individu untuk membeli dan membeli terus sehingga menyebabkan mereka semakin terjerat dalam perilaku konsumtif (Lina dan Rosyid, 1997).

Perilaku konsumtif didefiniskan sebagai sebuah perilaku pembelian yang berlebihan untuk tujuan kesenangan dan kebahagiaan semu. Dijelaskan pula bahwa individu dapat dianggap konsumtif apabila memiliki barang yang berlebihan dikarenakan pertimbangan status.

Individu yang berperilaku konsumtif akan membeli sebuah barang berdasarkan keinginannya saja, bukan berdasarkan kebutuhannya, hal tersebut dilakukan secara berlebihan, tidak wajar atau bahkan hanya untuk menunjukkan status pribadi mereka (Sumartono, 2002).

Orang dengan perilaku konsumtif yang tinggi tidak dapat lagi mempertimbangkan fungsi dan kegunaan dalam melakukan pembelian, tetapi hanya akan mempertimbangkan status atau prestise saja (Sembiring dalam Fitriyani, dkk, 2013). Perilaku konsumtif merupakan keinginan individu untuk mengkonsumsi beberapa barang yang kurang diperlukan dan dilakukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal (Tambunan dalam Fitriyani, dkk. 2013).

Pengertian konsumtif secara luas ialah menggunakan barang atau jasa dengan secara berlebihan dan berperilaku boros yang lebih mementingkan keinginan daripada kebutuhan dalam hal prioritas atau bisa juga dikatakan sebagai gaya hidup yang berlebihan (Tripambudi &

Indrawati, 2018).

Fromm (dalam Faradila, 2018) menyebutkan ada empat aspek dalam perilaku konsumtif, yakni : Melakukan pembelian impulsif (impulsive buying) yang merupakan perilaku pembelian produk yang lebih di dasari oleh keinginan yang kuat dan hasrat tiba-tiba, pemborosan (wasteful buying) yang merupakan perilaku pembelian bukan karena kebutuhan saja melainkan karena keinginan semata yang mengakibatkan perasaan senang, tidak bernilai kebutuhan (non rational

(4)

buying) yang merupakan perilaku pembelian barang dan tidak memikirkan jumlah uang yang harus dikeluarkan, ingin lebih dari orang lain (satisfaction seeking), yang merupakan perilaku membeli barang karena keinginan untuk selalu lebih dari orang lain.

Perilaku konsumtif yang tinggi menimbulkan sejumlah dampak negatif, seperti kecanduan membeli suatu produk, pemborosan dalam mengeluarkan uang, mudah terbujuk oleh iklan produk, dan tidak pernah merasa puas dengan semua yang telah dicapai (Tresna, 2013).

Semakin meningkatnya perkembangan teknologi dan semakin mudahnya transaksi jual beli saat ini menimbulkan masyarakat khususnya mahasiswa pengguna e-commerce rentan dengan berperilaku konsumtif. Penelitian yang dilakukan oleh Heni (2013) menunjukan bahwa mahasiswa yang memiliki perilaku konsumtif tinggi seharusnya sebanding dengan kemampuan finansial yang memadai, akan terjadi masalah jika kedua hal tersebut tidak sebanding. Banyak kejahatan yang akan dilakukan oleh mahasiswa demi mencapai keinginan mereka. Selain itu, Wati, Sarina & Hartini (2019) juga menyatakan bahwa seharusnya mahasiswa mampu menemukan kemampuan yang dimiliki agar dapat membuat mahasiswa semakin bersikap positif dalam segala hal dan mampu menerima semuanya tidak hanya yang berkaitan dengan kualitas fisik saja namun dapat fokus dalam hal lainnya juga. Remaja yang terbiasa dengan perilaku konsumtif dikhawatirkan akan terus menjalani pola perilaku yang sama sehingga pada saat berada pada dunia kerja jika tidak terjadi kesesuaian antara pendapatan dan keinginan, maka ada kecenderungan untuk melakukan korupsi (Suminar & Meiyuntari, 2015).

Mahasiswa akan melakukan beragam cara dalam memenuhi keinginannya untuk berbelanja. Survei yang telah dilakukan oleh Deteksi Jawa Pos menunjukan bahwa 20,9 % dari 1.074 responden merupakan pelajar/mahasiswa yang berada di Jakarta dan Surabaya mengatakan bahwa mereka pernah menggunakan uang SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) sekolah untuk membeli barang yang diinginkan ataupun hanya untuk bersenang- senang (Sitohang, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh sari (2012) menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara harga diri dengan perilaku konsumtif, hal tersebut menandakan bahwa jika seseorang memiliki nilai harga diri yang tinggi maka kecenderungan mereka melakukan perilaku konsumtif semakin kecil, begitupun sebaliknya. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Lusiana (2006) menyatakan ada hubungan dengan arah hubungan positif antara konformitas terhadap perilaku konsumtif, dimana hal tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai konformitas yang mereka miliki maka semakin tinggi pula kecenderungan untuk berperilaku konsumtif.

Penelitian yang dilakukan oleh Sukari, Larasati, Mudjiono dan Susilantini (2013) menyatakan bahwa perilaku konsumtif dilakukan oleh 94% kalangan mahasiswa karena mereka mengandalkan penampilan dan selalu ingin mengikuti tren terkini, mereka belum mampu mengatur keuangan dan belum mampu mengendalikan keinginan, mereka memiliki ego yang tinggi, senantiasa mengikuti mode demi sebuah gengsi dan memiliki kecenderungan untuk mencoba hal-hal yang baru.

Sesuai dengan beberapa data penelitian yang sudah ada, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa pengguna e-commerce, salah satu mahasiswa menunjukan aspek impulsif (impulsive buying) dengan menyatakan :

“Aku tuh termasuk orang yang suka cari promo, pokoknya kalau ada barang bagus dan lagi promo atau diskonan ya aku beli langsung, selagi duitnya ada, apalagi kan sekarang udah semakin gampang kalau mau belanja, gk perlu keliling keluar rumah buat cari barang, di e- commerce juga lebih enak, lebih banyak promonya” (MA, wawancara, 29 agustus 2022).

(5)

Salah satu mahasiswa juga menunjukan aspek pemborosan (wasteful buying) dengan menyatakan :

“Saya suka belanja banyak, selagi masih ada duit ya saya beli, soalnya kebutuhan saya kan juga banyak, apalagi kalau buat beli kebutuhan sehari-hari ya saya gak pernah neko-neko, apalagi kan sejak zaman covid kita dibatasi untuk aktivitas diluar rumah, jadi ya saya belanja nya dari rumah lewat e-commerce.” (HA, wawancara, 30 Agustus 2022).

Selain itu, ada juga mahasiswa lain yang menunjukan aspek ingin lebih dari orang lain (satisfaction seeking) dengan menyatakan :

“Jujur, aku gk suka kalau orang lain punya barang yang sama dengan punya ku, aku orangnya gengsian, makanya kadang aku agak boros kalau buat beli barang, soalnya biasanya aku beli barang yang lebih mahal sih dari pada orang lain, aku beli barang yang pasti ori, gk suka yang palsu-palsu” (DK, wawancara, 30 agustus 2022).

Dari beberapa penjelasan hasil wawancara diatas, bahwa terdapat mahasiswa yang berperilaku konsumtif, apalagi dengan adanya kemudahan dan keuntungan seperti promo/diskon yang diberikan oleh e-commerce membuat mahasiswa semakin mudah dalam berperilaku konsumtif.

Setiadi (2003) menyatakan bahwa ada empat faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif, yaitu faktor kebudayaan (kebudayaan, sub budaya, kelas sosial), faktor sosial (kelompok referensi, keluarga, peran dan status), faktor pribadi (umur dan tahapan dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan kontrol diri), dan faktor psikologis (motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan).

Salah satu faktor yang menentukan kecendrungan perilaku konsumtif adalah kontrol diri.

Sultan, Joireman dan Sprott (dalam Aliffarizani, 2015) telah melakukan penelitian yang menunjukan bahwa kontrol diri mengurangi tindakan impulsive buying (kecenderungan untuk membeli sesuatu secara spontan dan tanpa pertimbangan), termasuk dalam mengendalikan memenuhi kebutuhan diri. Hal ini tidak terlepas dari dunia pendidikan, khususnya bagi mahasiswa, pada kenyataannya mereka semakin tidak teratur dalam memenuhi kebutuhannya.

Perilaku mahasiswa yang tidak teratur tersebut menimbulkan dorongan tiba-tiba dan spontan untuk membeli sesuatu. Perilaku ini dianggap sebagai pembelian tanpa pertimbangan yang matang. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan untuk mengontrol diri dari budaya konsumtif yang semakin berkembang.

Kontrol diri identik dengan pengambilan keputusan oleh individu melalui sebuah pertimbangan untuk menyatukan beberapa perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu sesuai dengan apa yang diinginkan. Individu yang memiliki kontrol diri rendah sering mengalami hambatan dalam menentukan konsekuensi dari apa yang mereka lakukan. Sedangkan individu yang memiliki kontrol diri tinggi, akan sangat memperhatikan cara yang tepat dalam berperilaku pada keadaan yang beranekaragam (Chita, David & Pali, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Antonides (dalam Fitriyana & Koenjoro, 2009) menyatakan bahwa kontrol diri memiliki peran yang penting dalam proses membeli suatu barang, karena kontrol diri mampu mengarahkan dan mengatur individu untuk melakukan hal positif termasuk dalam membelanjakan sesuatu. Individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi akan mampu mengatur perilakunya sesuai dengan kebutuhan bukan hanya memuaskan keinginan mereka serta tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan dan percaya diri dan percaya diri tampil apa adanya, mampu memanajemen keuangan dengan baik untuk dipergunakan kepada yang lebih penting dan bijaksana dalam membelanjakan sesuatu.

(6)

Setiap individu memiliki mekanisme untuk membantu mengatur perilaku, khususnya mahasiswa. Mahasiswa harus mampu menanggapi dengan positif budaya konsumtif yang semakin berkembang. Hal tersebut menandakan bahwa mahasiswa dituntut untuk mampu membatasi diri terhadap nafsu membeli, sehingga perilaku konsumtif dapat diminimalisasi.

(Heni, 2013).

Kontrol diri menurut Averil (dalam Diba, 2014) memiliki tiga aspek, yaitu : behavioral control (kontrol perilaku) yang merupakan kesiapan individu untuk merespon suatu stimulus yang secara langsung dan mengantisipasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan, cognitive control (kontrol kognitif) yang merupakan kemampuan individu dalam memproses informasi yang tidak diinginkan, decisional control (kontrol keputusan) yang merupakan kemampuan individu untuk memilih tindakan berdasarkan apa yang mereka yakini.

Kontrol diri menggambarkan keputusan individu melalui pertimbangan kognitif untuk menggabungkan perilaku yang terstuktur untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Individu dengan tingkat kontrol diri yang rendah seringkali mengalami kesulitan dalam menentukan akibat dari tindakan mereka, sedangkan individu dengan tingkat kontrol diri yang tinggi sangat memperhatikan bagaimana berperilaku secara tepat dalam situasi yang bervariasi. Penelitian yang dilakukan oleh Heni (2013) menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif. Peningkatan terhadap kontrol diri maka akan disertai pula dengan penurunan perilaku konsumtif.

Berdasarkan latar belakang diatas, kontrol diri berhubungan dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa. Mahasiswa merupakan generasi milenial yang tidak asing dengan perkembangan teknologi, termasuk e-commerce. Beberapa promo dan hadiah menarik yang ditawarkan, serta aplikasi e-commerce yang mudah digunakan menjadi alasan bagi mahasiswa untuk semakin aktif dalam melakukan pembelian sebuah produk. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa pengguna e-commerce ?”

METODE

Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu perilaku konsumtif sebagai variabel terikat dan kontrol diri sebagai variabel bebas. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 102 mahasiswa pengguna aktif aplikasi e-commerce yang berusia 18-22 tahun. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku konsumtif yang disusun dengan mengacu pada aspek-aspek perilaku konsumtif yang dikemukakan Fromm (dalam Faradila, 2018) yang terdiri dari empat aspek, yaitu Melakukan pembelian impulsif (Impulsive Buying), Pemborosan (Wasteful Buying), Tidak bernilai kebutuhan (Non Rational Buying), Ingin lebih dari orang lain (Satisfaction Seeking). Skala perilaku konsumtif memiliki total 26 aitem pernyataan favourable dan unfavourable. Pada pernyataan favourable skor 4 untuk pernyataan Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk pernyataan Sesuai (S), skor 2 untuk pernyataan Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk pernyataan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pernyataan unfavourable skor 1 untuk pernyataan Sangat Sesuai (SS), skor 2 untuk pernyataan Sesuai (S), skor 3 untuk pernyataan Tidak Sesuai (STS), dan skor 4 untuk pernyataan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian nilai pada skala dilakukan dengan mengumpulkan skor yang diperoleh subjek. Semakin tinggi skor total, maka indikasi dari tingginya perilaku konsumtif yang dimiliki subjek, sebaliknya semakin rendah skor total, maka indikasi dari rendahnya perilaku konsumtif yang dimiliki subjek. Setelah dilakukan uji coba skala, hasil uji reliabilitas alpha cronbach pada skala perilaku konsumtif menunjukkan koefisien alpha sebesar 0,881 dengan korelasi item-total berkisar antara 0,156 – 0,814. Metode pengumpulan data pada penelitian ini juga menggunakan skala kontrol diri yang disusun dengan mengacu pada aspek-aspek konterol diri yang dikemukakan oleh Averill (dalam Diba, 2014) yang terdiri dari 3 aspek, yaitu Kontrol Perilaku (Behavioral Control), Kontrol Kognitif (Cognitive Control), Kontrol Keputusan (Decisional Control). Skala kontrol diri memiliki total

(7)

26 aitem pernyataan favourable dan unfavourable. Pada pernyataan favourable skor 4 untuk pernyataan Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk pernyataan Sesuai (S), skor 2 untuk pernyataan Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk pernyataan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pernyataan unfavourable skor 1 untuk pernyataan Sangat Sesuai (SS), skor 2 untuk pernyataan Sesuai (S), skor 3 untuk pernyataan Tidak Sesuai (STS), dan skor 4 untuk pernyataan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian nilai pada skala dilakukan dengan mengumpulkan skor yang diperoleh subjek. Semakin tinggi skor total, maka indikasi dari tingginya kontrol diri yang dimiliki subjek, sebaliknya semakin rendah skor total, maka indikasi dari rendahnya kontrol diri yang dimiliki subjek. Setelah dilakukan uji coba skala, hasil uji reliabilitas alpha cronbach pada skala kontrol diri menunjukkan koefisien alpha sebesar 0,908 dengan korelasi item-total berkisar antara 0,147 – 0,802. Metode analisis pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yaitu dengan analisis statistik. Metode statistika yang digunakan dalam menganalisis adalah teknik korelasi product moment dari Pearson, dan keseluruhan data dianalisis dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 25 dan Microsoft Excel 2013.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa pengguna e-commerce. Koefisien korelasi yang diperoleh dari analisis korelasi product moment menunjukkan r = -0,199 dan p = 0,023 (p < 0,050), yang menunjukan bahwa semakin tinggi kontrol diri mahasiswa, maka akan semakin rendah tingkat perilaku konsumtif. Begitupun sebaliknya, semakin rendah kontrol diri mahasiswa, maka akan semakin tinggi tingkat perilaku konsumtif.

Kontrol diri merupakan salah satu faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap adanya perilaku konsumtif pada mahasiswa pengguna e-commerce. Kontrol diri memiliki peran penting dalam proses pembelian suatu barang, karena mampu mengarahkan dan mengatur individu atau konsumen untuk melakukan hal positif termasuk dalam membelanjakan sesuatu (Antonides dalam Fitriana & Koenjoro, 2009). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Munazzah (2016) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif yang berarti semakin tinggi kontrol diri maka semakin rendah perilaku konsumtif, sebaliknya semakin rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku konsumtif.

Perilaku konsumtif dapat dihindari apabila mahasiswa memiliki system pengendalian internal pada dirinya yang disebut kontrol diri (Sumartono, 2002). Hal tersebut mengartikan bahwa kontrol diri menjadi faktor munculnya perilaku konsumtif. Kontrol diri dapat dijadikan pengendali tingkah laku sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak (Kumalasari, 2019).

Mahasiswa yang memiliki kontrol diri yang tinggi akan mampu mengendalikan perilakunya sehingga tidak dapat mudah terpengaruh terhadap perilaku konsumtif.

Mahasiswa dengan kontrol diri yang tinggi, sebelum melakukan pembelian akan mempertimbangkan terlebih dahulu dengan matang, mendahulukan produk yang lebih penting, memikirkan efek jangka panjang serta memberikan keuntungan jangka panjang dari pada hanya memberikan kesenangan semata, (Yavesa, 2017). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chita, David & Pali (2015) yang menyatakan bahwa seseorang dengan kontrol diri yang tinggi sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk berperilaku dalam situasi yang bervariasi, dengan melakukan hal tersebut membuat individu lebih peduli terhadap dampak pembelian yang dilakukan serta terhindar dari pembelian impulsif.

Individu dengan kontrol diri yang tinggi akan lebih mudah mengendalikan diri jika dihadapkan dengan situasi yang tidak sesuai harapannya, sehingga perilaku dan emosi negatif pun dapat dikendalikan atau dihindari (Kusumadewi, Hardjajani & Priyatama, 2012). Apabila

(8)

individu melakukan hal tersebut maka dapat terhindar dari pembelian secara tiba-tiba terhadap barang atau produk tanpa memikirkan fungsi dan kegunaan dari produk yang telah dibeli, sehingga individu akan lebih bijak untuk membuat perencanaan sebelum berbelanja dan dapat berpikir secara matang untuk membeli produk yang ingin dibeli.

Dalam penelitian ini, nilai koefisien determinasi (R2) = 0,040 yang menunjukan bahwa variabel kontrol diri memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap variabel perilaku konsumtif, dan sisanya sebesar 60% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan hasil uji kategorisasi data penelitian variabel kontrol diri, didapatkan bahwa dari 102 mahasiswa pengguna e-commerce terdapat sebanyak 3% (3 subjek) berada di kategori sangat tinggi, 30% (29 subjek) berada di kategori tinggi, dan 31% (30 subjek) berada di kategori sedang, 32% (31 subjek) berada di kategori rendah, 6% (6 subjek) berada di kategori sangat rendah. Hal tersebut menunjukan bahwa secara umum subjek penelitian memiliki tingkat kontrol diri yang rendah. Secara umum dapat dipahami bahwa subjek dengan tingkat kontrol diri yang sedang dan rendah adalah subjek yang kurang mampu memberi batasan dan mengendalikan diri. Sehingga dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa tingkat kontrol diri yang dimiliki oleh mahasiswa pengguna e-commerce cenderung tidak terlalu baik.

Berdasarkan hasil uji kategorisasi data penelitian variabel perilaku konsumtif, didapatkan bahwa dari 102 mahasiswa pengguna e-commerce terdapat sebanyak 6% (6 subjek) berada di kategori sangat tinggi, 26% (27 subjek) berada di kategori tinggi, dan 30% (31 subjek) berada di kategori sedang, 26% (27 subjek) berada di kategori rendah, 11% (11 subjek) berada di kategori sangat rendah. Perilaku konsumtif pada mahasiswa pengguna e-commerce dominan masuk dalam kategorisasi sedang. Hal ini menunjukan bahwa kebanyakan mahasiswa memiliki tingkat perilaku konsumtif yang relatif sedang.

Penelitian ini didominasi oleh subjek yang berjenis kelamin/gender perempuan sebanyak 61 responden (59,9%) dan laki-laki sebanyak 41 responden (40,1%). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Reynold (dalam Rosandi, 2004) yang menunjukan bahwa remaja perempuan lebih banyak menghabiskan uangnya untuk berbelanja daripada laki-laki, karena remaja perempuan memiliki lebih banyak keperluan, contohnya saja keperluan penampilan, perempuan menghabiskan banyak uang hanya untuk membeli pakaian, kosmetik, aksesoris, dan sepatu. Penelitian yang dilakukan oleh Taylor (dalam Rosandi, 2004) juga menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih banyak membelanjakan uangnya daripada remaja pria.

Penelitian ini ditujukan pada mahasiswa pengguna e-commerce yang berusia 18-22 tahun.

Kategori responden dalam berdasarkan usia dalam penelitian ini adalah usia 18 tahun sebanyak 10 responden (9,8%), usia 19 tahun sebanyak 10 responden (9,8%), usia 20 tahun sebanyak 14 responden (13,8%), usia 21 tahun sebanyak 24 responden (23,5%), usia 22 tahun sebanyak 44 responden (43,1%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulansari (dalam Haryani & Herwanto 2015) menunjukan bahwa mahasiswa (usia 18-22 tahun) sering dijadikan target pemasaran berbagai produk industri karena sifatnya yang labil, konkrit dan sensitif.

Akibatnya, mahasiswa menimbulkan berbagai gejala perilaku pembelian yang tidak tepat.

Berdasarkan uraian diatas, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif. Semakin tinggi tingkat kontrol diri pada mahasiswa pengguna e-commerce, maka semakin rendah tingkat perilaku konsumtif, begitupun sebaliknya apabila semakin rendah tingkat kontrol diri pada mahasiswa pengguna e- commerce maka semakin tinggi tingkat perilaku konsumtif.

KESIMPULAN

(9)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa pengguna e-commerce yang berarti bahwa semakin tinggi kontrol diri mahasiswa, maka akan semakin rendah tingkat perilaku konsumtif. Begitupun sebaliknya, semakin rendah kontrol diri mahasiswa, maka akan semakin tinggi tingkat perilaku konsumtif. Koefisien korelasi yang diperoleh dari analisis korelasi product moment menunjukkan r = -0,199 dan p = 0,023 (p < 0,050).

Pada penelitian ini, hasil kategorisasi diketahui bahwa kontrol diri dengan perilaku konsumtif dominan berada pada kategori sedang. Nilai koefisien determinasi (R2) = 0,040 yang menunjukan bahwa variabel kontrol diri memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap variabel perilaku konsumtif, sedangkan 60% lainnya diasumsikan memiliki hubungan dengan variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aliffarizani, M. (2015). Pengaruh Kontrol Diri Pengetahuan Keuangan dan Nilai Materialisme terhadap Perilaku Pengelolaan Keuangan Guru Sekolah Menengah Utama di Gresik.

Skripsi. Surabaya: STIE Perbanas.

Chita, R. C., David, L., & Pali, C. (2015). Hubungan Antara Self Control dengan perilaku Konsumtif Online Shopping Produk Fashion pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Angkatan 2011. Jurnal eBiomedik (eBm), 3(1), 297-302.

Diba, D. S. (2014). Peranan Kontrol Diri Terhadap pembelian Impulsif pada Remaja Berdasarkan Perbedaan Jenis Kelamin di Samarinda. Jurnal Psikologi, 1(3), 313-323.

Faradila, Disza Alief. (2018). Hubungan Konsep Diri dan Perilaku Konsumtif Online Shopping Produk Pakaian pada Mahasiswa. Skripsi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Fitriyani, N., Widodo, P. B., & Fauziah, N. (2013). Hubungan Antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif pada Mahasiswa di Genuk Indah Semarang. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 12 (1), 56-68.

Haryani, I., & Herwanto, J. (2015). Hubungan Konformitas dan Kontrol Diri dengan Perilaku Konsumtif terhadap Produk Kosmetik pada Mahasiswi. Jurnal Psikologi, 11(1), 5-11.

Heni, S. A. (2013). Hubungan antara Kontrol Diri dan Syukur dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja SMA IT Abu Bakar Yogyakarta. Jurnal Psikologi, 2(1), 1-15.

Indonesia, A. P. (2020). Hasil Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia pada Tahun 2019-2020. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

Irkham, Ahmad. (2020). Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Perilaku Konsumtif pada Mahasisa Pengguna Electronic Wallet (E-Wallet) di Kota Semarang, Skripsi. Semarang:

Universitas Negeri Semarang.

Kusumadewi, S., Hardjajani, T., & Priyatama, A. N. (2012). Hubungan Antara Dukungan Sosial Peer Group dan Kontrol Diri dengan Kepatuhan Terhadap Peraturan PAda Remaja Putri di Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Sukoharjo. Jurnal Ilmiah Psikologi Candrajiwa, 1(2), 1-10.

Laudon, Kenneth C. & Laudon, Jane P. (2015). Sistem Informasi Manajemen Mengelola Perusahaan Digital. (Edisi ke-13). Terjemahan oleh Lukki Sugito, Merry Rindy A, Ratna Sarawat. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

(10)

Lina, & Rosyid, H. F. (1997). Perilaku Konsumtif Berdasarkan Locus of Control Pada Remaja Putri. Jurnal Psikologika, Nomor 4, 5-13.

Lusiana (2006). Hubungan Antara Konformitas Dengan Perilaku Konsumtif Remaja. Tesis.

Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Martha. Hartati, S. & Setyawan, I. (2007). Correlation Among Self-esteem With A Tendency Hedonist Lifestyle Of Students At Diponegoro University. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, 1-20.

Mulyasari, H., Dan, T. T., & Wijaya, B. M. (2014). Analisis Jenis Sistem Pembayaran Elektronik dalam Transaksi E-Commerce di Indonesia. Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi, 166-173.

Munazzah, Zinti (2016). Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Konsumtif Pada Mahasiswa S1 Perbankan Syariah IUN Maulana Ibrahim Malang. Skripsi. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Ibrahim Malang.

Rosandi, Andika Filona. (2004). Perbedaan Perilaku Konsumtif Antara Mahasiswa Pria dan Wanita di Universitas Katolik Atma Jaya. Tesis. Jakarta: Univeristas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Sabani, N. (2018). Generasi Milenial dan Absurditas Debat Kusir Virtual. Kajian Ilmu Komunikasi, 48(1), 95-108.

Sari, A.P. (2012) Hubungan Antara Harga Diri Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Akhir. UMM Institutional Repository.

Setiadi, Nugroho J. (2003). Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Prenada Media.

Sharidevy (2019). 5 Alasan Mengapa E-commerce Penting Untuk Bisnis. Inspirasi Pagi.

https://inspirasipagi.id/pentingnya-e-commerce-untuk-bisnis/ (diakses tanggal 29 Agustus 2022).

Sitohang, A. (2009). Hubungan Antara Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya Dengan Pembelian Impulsif Pada Remaja. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Sukari, Larasati, T. A., Mudjiono, (2013). Perilaku Konsumtif Siswa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya.

Sumartono. (2002). Terperangkap dalam Iklan: Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi.

Bandung: Penerbit Alfabeta.

Tresna, T. A. (2013). Perilaku Konsumtif di Kalangan Mahasiswa FIS Universitas Negeri Yogyakarta pada Klinik Kecantikan. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial UNY.

Tripambudi, B., & Indrawati, E. S. (2018). Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Universitas Diponegoro. Jurnal Empati, 7(2), 189-195.

Wati, I., Sarinah., Hartini, S. (2019). Kepercayaan Diri Di Tinjau Dari Body Image Pada Siswa Kelas X SMA. Jurnal Ilmiah PSYCHE. 13(1), 1-12.

Yavesa. K. (2017). Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Pembelian Impulsif Produk Fashion Secara Online Pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Skripsi.

Yogyakarta: Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan sikap terhadap perilaku seksual namun generalisasi hasil

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan, hasil analisis awal dengan menggunakan teknik regresi berganda menunjukkan bahwa kontrol diri

Melalui hasil pembahasan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya terdapat pengaruh positif antara atensi pada paparan iklan ShopeePayLater di Instagram terhadap

KESIMPULAN Berdasarkan analisa data hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang negatif

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara literasi media dengan body

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh kontrol diri terhadap perilaku konsumtif pengguna aplikasi belanja online pada mahasiswa Fashion design, dengan diperoleh nilai signifikan