• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 1444 H / 2022 M MUHAMMAD IMADUDDIN BIN HAMDAN NIM.11830214368 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 1444 H / 2022 M MUHAMMAD IMADUDDIN BIN HAMDAN NIM.11830214368 SKRIPSI"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

KISAH PENCIPTAAN MAKHLUK TANPA ORANG TUA DAN INDUK DALAM AL QURAN IMPLIKASI

DARI TINJAUAN ASPEK AKIDAH

SKRIPSI

Diserahkan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Pada Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir

Oleh :

MUHAMMAD IMADUDDIN BIN HAMDAN NIM.11830214368

Pembimbing I

Dr.H.Masyuri Putra, Lc., M.Ag

Pembimbing II Dr.H. Adynata M.Ag

FAKULTAS USHULUDDIN

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF

KASIM RIAU 1444 H / 2022 M

295/IAT-U/SU-S1/2022

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

ُدْبَعْلا َن َكَ اَم ِدْبَعْلا ِن ْوَع ِفِ ُ هللَّاَو ِهيِخَأ ِن ْوَع ِفِ

“Pertolongan Allah akan selalu menyertai seorang hamba, selama

hamba tersebut menolong saudaranya.”(HR. Muslim No. 2699)

(7)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi Tugas Akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Ushuluddin (S. Ag). Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada teladan umat manusia yaitu Rasulullah SAW yang kasih sayangnya pada umat tak pernah padam, bahkan hingga akhir hayat beliau.

Pembahasan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tentang Kisah Penciptan Tanpa Induk dalam al-Qur`an (Kajian Perspektif Akidah). Tulisan ini dimasukkan untuk dijadikan sebagai tambahan informasi dalam kajian Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir sekaligus juga memenuhi syarat penyelesaian studi di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa dorongan-dorongan langsung, baik moral, maupun material. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Terkhususnya kepada Ibunda Roshidah Binti Omar dan Ayah Hamdan Bin Ariffin yang telah menjadi inspirasi kuat penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Dan juga kepada kakak, abang beserta adik-adikku yang selalu memberikan dukungan dan do‟anya.

2. Trima kasih kepada keluarga besar Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia (PKPMI) Pekan baru yang telah membantu, mensuport, menjaga dan memperhatikan saya semasa saya kuliah.

3. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu demi menyelesaikan skripsi ini, kepada Rektor UIN Suska Riau. Prof.

Dr.Khairunnas M.Ag beserta jajarannya yang telah memberi kesempatan penulis untuk menimba ilmu di Universitas ini.

4. Kepada ayahanda Dekan Dr. H. Jamaluddin, M. Us, berserta jajarannya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam pengurusan yang berkaitan dengan studi penulis.

(8)

ii

5. Terimakasih juga kepada ayahanda Agus Firdaus Chandra, Lc, M.A selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberi arahan dan masukan kepada penulis dari awal perkuliahan.

6. Terima kasih juga kepada bapak Dr.H.Mahsyuri Putra, Lc., M.Ag dan Bapak Dr.H.Adynata M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak atas pertolongan, nasehat, motivasi, dan bimbingannya selama ini yang telah diberikan kepada penulis. Dan terima kasih kepada Ibu/Bapak dosen yang telah memberikan materi-materi perkuliahannya. Semoga ilmu yang bapak dan ibu berikan menjadi berkah dan bermanfaat bagi penulis di dunia dan akhirat.

7. Terima kasih yang sangat terkhusus pada sahabat terbaik penulis yaitu Hafiz, Rosli dan Muhammad Fahmi yang selalu memberi masukan, memberi pemahaman, memberi semangat serta menemani penulis dari awal sampai akhir pembuatan skripsi ini.

8. Terima kasih juga yang teramat dalam kepada teman penulis yaitu Muhammad, SriDepi dan fatin yang telah membantu penulis dalam persiapan sebelum sidang, revisian, serta yang menyemangati penulis dalam kesuksesan ini.

9. Terima kasih juga kepada sahabat penulis yaitu Amirul Aiman, Muaz Yahya, Amirul Iskandar,Hassan,Alif, dll yang selalu menemani penulis dari awal perkuliahan hingga sekarang ini serta selalu memberi semangat dan selalu mendengarkan keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Dan juga kepada teman seperjuangan dari IAT/D 2018 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki dalam penulisan skripsi ini. Karena itu tentulah terdapat kekurangan serta kejanggalan yang memerlukan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Kepada Allah SWT penulis

(9)

iii

berdo‟a semoga kebaikan dan kontribusi yang telah mereka berikan dinilai sebagai ibadah yang baik, sehingga selalu mendapat Rahmat dan karunia-Nya.

Amin Ya Rabb al-Amin.

Pekanbaru, 06 Oktober 2022 Penulis

Muhammad Imaduddin Bin Hamdan

NIM: 11830214368

(10)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN

NOTA DINAS PEMBIMBING SURAT PERNYATAAN

MOTTO

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vi

ABSTRAK ... viii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 9

C. Identifikasi Masalah ... 9

D. Batasan Masalah ... 9

E. Rumusan Masalah ... 10

F. Tujuan Dan Manfaat Penelitian... 10

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II: KERANGKA TEORI ... 12

A. Landasan Teori ... 12

B. Tinjauan Pustaka ... 26

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Sumber Data ... 30

C. Teknik Pengumpulan Data ... 32

D. Teknik Analisis Data ... 32

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... ... 33

A. Penafsiran Ayat-ayat Tentang Proses Penciptaan Makhluk Tanpa Orang Tua dan Induk Dalam Al-Qur`an ... 33

(11)

v

B. Implementasi ayat-ayat terhadap Akidah dari Penciptaan Makhluk Tanpa Orang Tua dan Induk

dalam al-Qur`an... 62

BAB V: PENUTUP ... 69

A. Simpulan... 69

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA

(12)

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pengalihan huruf Arab-Indonesia dalam naskah ini didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tanggal 22 Januari 1988, No. 158/1987 dan 0543.b/U/1987, sebagaimana yang tertera dalam buku Pedoman Transliterasi Bahasa Arab (A Guide to Arabic Transliteration), INIS Fellow 1992.

A. Konsonan

Arab Latin Arab Latin

ا A ط Th

ب B ظ Zh

ت T ع ʻ

ث Ts غ Gh

ج J ف F

ح H ق Q

خ Kh ن K

د D ي L

ر Dz َ M

ر R ْ N

ز Z و W

ش S ه H

ش Sy ء

ص Sh ي Y

ض Dl

B. Vokal, Panjang, dan Difrong

Setiap penulisan bahasa Arab dalam bentuk tulisan latin vokal fathah ditulis dengan “a”, kasrah dengan “i”, dlommah dengan “u”, sedangkan bacaan panjang masing-masing ditulis dengan cara berikut:

(13)

vii

Vokal (a) panjang= Ᾱ misalnya لاق menjadi qāla Vokal (i) panjang= Ῑ misalnya ليق menjadi qīla Vokal (u) panjang= Ū misalnya نود menjadi dūna

Khusus untuk bacaan ya‟ nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan “i”, melainkan tetap ditulis dengan „iy”: agar dapat menggambarkan ya‟ nisbat diakhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wawu dan ya‟ setelah fathah di tulis dengan “aw” dan “ay”. Perhatikan contoh berikut:

Diftong (aw) = وـ misalnya لوق menjadi qawlun Diftong (ay) = ـيـ misalnya يرخ menjadi khayru A. Ta’ marbūthah (ة)

Ta‟ marbūthah ditransliterasikan dengan “t” jika berada di tengah kalimat, tetapi apabila Ta‟ marbūthah tersebut berada di akhir kalimat, maka ditransliterasikan dengan menggunakan “h” misalnya ةسردملل ةلاس رلا menjadi al- risalat li al-mudarrisah, atau apabila berada di tengah-tengah kalimat yang terdiri dari susunan mudlaf dan mudlaf ilayh, maka ditransliterasikan dengan menggunakan t yang disambungkan dengan kalimat berikutnya, misalnya فى للها ةحمر menjadi fi rahmatillah.

B. Kata Sandang dan Lafadh al-Jalālah

Kata sandang berupa “al” () ditulis huruf kecil, kecuali terletak di awal لا kalimat, sedangkan “al” dalam lafadh Jalâlah yang berada di tengah-tengah kalimat yang disandarkan (idhafah) maka dihilangkan. Perhatikan contoh- contoh berikut ini:

a. Al-Imām al-Bukhāriy mengatakan ...

b. Al-Bukhāri dalam muqaddimah kitabnya menjelaskan ...

c. Masyā‟ Allāh kāna wa mā lam yasya‟ lam yakun.

(14)

vii C. Kata Sandang dan Lafdh al-Jalaalah

Kata sandang berupa “al” (يا) ditulis dengan huruf kecil, kecuali terletak di awal kalimat, sedangkan “al” dalam lafadzh jalalah yang berada di tengah-tengah kalimat yang disandarkan (idhafah) maka dihilangkan.

Perhatikan contoh-contoh berikut:

1. Al-Imam al-Bukhariy mengatakan....

2. Al-Bukhariy dalam muqaddimah kitabnya menjelaskan...

3. Masyaa‟ Allah kaana wa maa lam yasya‟ lam yakun.

(15)

viii ABSTRAK

Penelitian ini secara spesifik berjudul “KISAH PENCIPTAAN MAKHLUK TANPA ORANG TUA DAN INDUK DALAM Al-QUR`AN IMPLIKASI DARI TINJAUAN ASPEK AKIDAH”. Adapun latar belakang penelitian ini yaitu tentang Semua makhluk di atas muka bumi ini dicipta oleh Allah swt dengan kekuasaannya. Secara logisnya, semua hidupan berasal dari ibu, ataupun induk setiap makhluk. Namun, di sisi Allah swt, tidak ada yang mustahil baginya. Di dalam al-Quran terdapat kisah tentang penciptaan makhluk tanpa induk yang telah di jelaskan di dalamnya. Antaranya adalah Nabi Adam As, Siti Hawa, ular dari tongkat Nabi Musa As, unta putih Nabi Soleh As dan Kibasy yang disembelih oleh Nabi Ibrahim As semasa ingin menyembelih anaknya, Nabi Ismail As. Kelima-lima makhluk ini terdapat didalam al-Quran. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai, bagaimana penafsiran ayat-ayat tentang proses penciptaan makhluk tanpa induk dalam al- Qur`an dan bagaimana implementasi nilai-nilai akidah dari penciptaan makhluk tanpa induk dalam al-Qur`an terhadap manusia?.

Penelitian ini berbentuk library research atau kepustakaan oleh karena itu data yang digunakan adalah data kualitatif yang berasal dari sumber primer dan sekunder metode yang digunakan adalah metode mawdhu`i atau tematik.

Adapun hasil dari penelitian ini adalah 1.bahwa para mufasir telah menjelaskan tentang kekuasaan Allah Swt begitu banyak mukjizat yang diceritakan mulai dari penciptaan Nabi adam dari tanah, penciptaan Hawa dari tulang rusuk Nabi adam, penciptaan ular dari tongkat Nabi Musa, unta putih Nabi shaleh As dan Kibasy semuanya disampaikan agar kita beriman kepadaNya dan penciptaan makhluk tanpa induk itu sesuatu yang tidak bisa dijangkau oleh manusia, itu semata-mata hak Allah swt yang membuat pengecualiaan terhadap penciptaan makhluk yang lain. 2.Implikasi akidah dari penciptaan makhluk tanpa orang tua dan induk dalam al-Qur`an memberikan manfaat bagi manusia dalam mewujudkan iman kepada Allah, iman kepada kitab Allah dan iman dengan perbuatan

Kata kunci: Implikasi Akidah, Dari Makhluk Tanpa Orang Tua Dan Induk.

(16)

ix

صخلملا

ناونع اذى ثحبلا ديدحتلاب

"

ةصق قلخ قللخا نودب نيدلاولا ءابلآاو

في تايعادتلا

ةينآرقلا نم

ةعجارم لامج

ةدقع ."

ةيفلخ اذى ثحبلا يى

نأ عيجم تانئاكلا ىلع

هذى

ضرلأا اهقلخ

للها وناحبس لىاعتو

وتوقب . ايقطنم ، لك ةايلحا تيأت نم ملأا ، وأ دلاو

لك قولمخ . عمو كلذ ، عم للها وناحبس لىاعتو

، لا ءيش ليحتسم ويلع

. دجوي في

نآرقلا ةصق نع قلخ قولمخ نودب مأ تم اهحرش ويف

. مهنمو بينلا مدآ ع ، تييس اوح ،

ىعفلأا نم

اصع بينلا ىسوم ، لملجا ضيبلأا بينلل

ىلص للها ويلع ملسو ، يسابكو ،

نيذلا مهبحذ بينلا ميىاربإ ويلع

ملاسلا امدنع

دارأ حبذ ونبا بينلا ليعاسمإ ويلع

ملاسلا .

تم روثعلا ىلع هذى تاقولخلدا ةسملخا

في نآرقلا . في هذى ةلاسرلا متيس ةشقانم ةيفيك

يرسفت تايلآا لوح

ةيلمع قلخ قولمخ نودب مأ في نآرقلا

فيكو .

ةبتكم اذى ثحبلا وى

في لكش ةيثحبلا وأ

بدلأا ، لياتلابو نإف

تانايبلا ةمدختسلدا

يى تانايبلا ةيعونلا

ةدمتسلدا نم

رداصلدا ةيلولأا

ةيوناثلاو ،

ةقيرطلاو ةمدختسلدا

يى

ةقيرطلا ةيعوضولدا .

جئاتن هذى ةساردلا يى

: . ١

حرش نورسفلدا نع

ةوق للها وناحبس لىاعتو

. دقو تيور

ديدعلا نم تازجعلدا اءدب ،

نم قلخ بينلا مدآ نم ضرلأا ، قلخو ءاوح نم مظع

بييكسرلا يسابكو

، لك كلذ . تيلا متي اهلقن تىح نمؤن ب - ٢

ذيفنت ةميق ةديقع

قللخا نودب نيدلاولا في

نآرقلا يمركلا ، امم رفوي دئاوف ناسنلإل في

قيقتح نايملإا للهاب

نايملإاو باتكب

للها نايملإاو لمعلاب

مأ لاب تاقولخم ، ةديقع ميق :ةيحاتفملا تاملكلا

(17)

x ABSTRACT

This research is specifically entitled "THE STORY OF THE CREATION OF CREATURE WITHOUT PARENTS AND PARENTS IN THE QUR`AN IMPLICATIONS FROM REVIEW OF THE ASPECT OF AQIDA". The background of this research is that all creatures on this earth were created by Allah SWT with His power. Logically speaking, all life comes from a mother, or the mother of every being. However, with Allah swt, nothing is impossible for him. In the Koran there is a story about the creation of a creature without a mother which has been explained in it. Among them are the Prophet Adam As, Siti Hawa, the snake from the stick of Prophet Musa As, the white camel of Prophet Soleh As and Kibasy who was slaughtered by Prophet Ibrahim As when he wanted to slaughter his son, Prophet Ismail As. These five creatures are found in the Koran.

In this thesis, we will discuss how to interpret the verses about the process of creating a creature without a mother in the Qur'an and how to implement the values of the creed from the creation of a creature without a mother in the Qur'an for humans?

This research is in the form of library research or literature, therefore the data used is qualitative data from primary and secondary sources. The method used is the mawdhu`i or thematic method.

The results of this study are 1. that the commentators have explained about the power of Allah SWT so many miracles are told starting from the creation of the Prophet Adam from the ground, the creation of Eve from the rib of the Prophet Adam, the creation of snakes from the staff of Prophet Musa, the white camel of the Prophet pious As and Kibasy everything is conveyed so that we believe in Him and the creation of creatures without parents is something that cannot be reached by humans, it is solely the right of Allah SWT who makes exceptions to the creation of other creatures. 2. the implementation of the creed values of the creation of creatures without parents in the Qur'an provides benefits for humans in realizing faith in Allah, faith in Allah's book and faith with deeds

Keywords: Aqidah Values, Motherless Beings.

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Quran merupakan Kitab Suci Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dan di dalamnya memuat informasi tentang hakikat proses penciptaan makhluk tanpa induk. al-Quran memberikan keterangan bahwa manusia itu diciptakan untuk taat dan patuh kepada Allah swt melalui ajaran-ajaran Islam yang diberikan. al-Quran merupakan dasar bagi setiap muslim dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam al-Quran.1

Nilai Aqidah adalah iman atau keyakinan. Aqidah adalah asas dan sekaligus sangkutan atau gantungan segala sesuatu dalam Islam dan juga menjadi titik tolak kegiatan seorang muslim. Dengan demikian aqidah bisa diartikan sebagai ikatan antara manusia dengan Tuhannya. 2 Aqidah merupakan ikatan atau keyakinan terhadap adanya sang pencipta yaitu Allah SWT.3

Semua makhluk di atas muka bumi ini dicipta oleh Allah swt dengan kekuasaannya. Secara logisnya, semua kehidupan berasal dari ibu, ataupun induk setiap makhluk. Namun, di sisi Allah swt, tidak ada yang mustahil baginya. Di dalam al-Quran terdapat kisah tentang penciptaan makhluk tanpa induk yang telah dijelaskan di dalamnya. Antaranya adalah Nabi Adam As, Siti Hawa, ular dari tongkat Nabi Musa As, unta putih Nabi Shaleh As dan Kibasy yang disembelih oleh Nabi Ibrahim As semasa ingin menyembelih

1 Muh Dawang, “Kemuliaan Manusia dalam al-Qur`an (Kajian Tahlili Surah Al-Isra‟

ayat 70),” Thesis (Skripsi), UIN Alauddin, Makassar, 2011), hlm. 1.

2 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.199

3 Ibid,.

(19)

2

anaknya, Nabi Ismail As. Kelima-lima makhluk ini terdapat didalam al- Quran.4

Firman Allah S.W.T:

ُوَل ُرِّوَصُمْلا ُئِراَبْلا ُقِلاَخْلا ُوّّٰللا َوُى ىّٰنْسُحْلا ُءۤاَمْسَْلْا

وَل ُحِّبَسُي اَم

ِتّٰوّٰمَّسلا ىِف ِضْرَْلْاَو

َوُىَو ُزْ يِزَعْلا ُمْيِكَحْلا

﴿

ٕٗ

5

Artinya: Dialah Allah Yang Maha Pencipta, Yang Mewujudkan dari tiada, dan Yang Membentuk rupa. Dia memiliki nama-nama yang indah.

Apa yang di langit dan di bumi senantiasa bertasbih kepada-Nya.

Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (Q.S. al-Hasyr [59]:

24).6

Allah SWT memberikan akal kepada manusia selain untuk merenungkan proses penciptaan alam semesta dan semua makhluk, juga untuk mengenal Allah SWT sebagai pencipta segalanya dan diharapkan manusia bisa memahami hikmah dan amanah yang diberikan Allah swt kepada manusia.

Di dalam al-Quran banyak menjelaskan bagaimana proses penciptaan makhluk tanpa induk dicipta, mulai dari penciptaan Nabi Adam as, Hawa, ular dari tongkat Nabi Musa as, unta putih Nabi Shaleh as dan kibasy yang disembelih Nabi Ibrahim as.

Kata Adam secara bahasa berasal dari kata al-udmah yang memiliki beberapa makna, di antaranya: al-qarabah wa al-wasilah ila al-syai (dekat dengan atau perantara menuju sesuatu), al-muwafaqah (berkesuaian), al- ulfah wa al-ittifaq (kasih sayang/cinta dan kesepakatan) sebagaimana dalam hadis Nabi saw, ketika bersabda kepada al-Mughirah bin Syu`bah ketika dia hendak

4Shalah `Abdul Fattah al-Khalidi, Mudah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 6, Jakarta Timur:

Magrifah Pustaka, 2017

5 Qs. al-Hasyr [59]: 24

6 Al-Qur‟an yang dirujuk dalam skripsi ini adalah yang diterbitkan oleh Kemenag pada tahun 2016.

(20)

3

meminang: “ اّىنٍب َدؤٌ ْأ يرحأ ىنئف اهٌٍإرظنأ ” (lihatlah, karena dengan melihatnya akan lebih memastikan adanya rasa cinta dan kesepakatan di antara kalian berdua). Ia juga berarti al-uswah (contoh/ suri tauladan), dan berarti juga sesuatu yang menyerupai warna tanah, yang menurut ahli bahasa bahwa pengambilan nama Adam sebagai manusia pertama, karena ia diciptakan dari tanah. Bisa juga terambil dari kata al- adamah yang berarti bagian dalam kulit yang bersentuhan langsung dengan daging dan al-basyarah adalah bagian luarnya, atau berarti kulit dengan segala aspek yang terkait dengannya. 7

Bagaimana sebenarnya Al-Qur‟an memandang asal usul kejadian manusia. Benarkah Islam Memandang bahwa asal usul manusia berasal dari bagian tubuh Adam yang berjenis kelamin laki-laki. Pada dasarnya, perdebatan tentang asal usul manusia ini sudah memakan waktu yang sangat panjang. Beribu-ribu kertas sudah dihabiskan untuk mempersoalkan ini.

Perdebatan semakin menarik ketika seorang ahli biologi bernama Carles Darwin mengeluarkan teorinya bahwa asal usul manusia itu dari sejenis kera.

Pernyataan Darwin ini tidak hanya menghentakkan dunia biologi, tetapi juga menghentakkan dunia agama. Berbagai tanggapan dimunculkan entah untuk membantah teori ini atau mendukungnya. Dan benar, kalangan agamawan merupakan pihak yang paling gigih dalam menentang tesis Darwin ini. Dan hal semacam ini tidak hanya terjadi dikalangan agamawan Islam, tetapi juga terjadi dikalangan agamawan non Islam. Tampaknya semua agama memiliki pandangan yang hampir sama tentang sejarah asal usul manusia. Misalnya, Yahudi maupun Keristen ternyata sepakat bahwa asal usul manusia adalah Adam. Lalu, bagaimana Islam. Apakah agama ini juga memandang bahwa asal-usul manusia adalah Adam.8

7 Bustamar, Kronologis Kisah Nabi Adam As dalam Tafsir Ibnu Katsir, (Skripsi: IAIN Batusangkar, 2019), Hlm. 23

8 Hanafi, “Teologi Penciptaan Perempuan, dalam Jurnal, Buana Gender,” LP2M IAIN Surakarta, Volume 1. N0.02, Juli- Desember 2016, Hlm. 16.

(21)

4

Surah An-Nisa ayat 1 menjelaskan kepada kita semua mengenai kejadian manusia, pengembangan manusia sebagai makhluk sosial, pentingnya ketakwaan kepada Allah SWT serta memperluas tali kasih sayang antara sesama manusia. Tentang kejadian manusia, apabila kita melihat ayat diatas, jelas tidak adak kejelasan yang pasti bahwa asal usul manusia itu adalah dari Adam (laki-laki). Tidak ada satu indikasi pun yang menunjukkan secara jelas pada ayat tersebut tentang diri Adam. Bahkan istilah yang diduga sebagai bermakna Adam oleh kalangan ahli tafsir diformulasikan oleh Allah SWT.

Dalam bentuk mu‟annast (bentuk feminin), yaitu nafs wȃhidah. Apakah bentuk feminin bisa bermakna laki-laki. Sebagian ahli nahu memang membuat perbedaan terhadap frase ini. Namunn, argumen yang digunakannya tidak begitu kuat, terutama menyangkut tentang konsestensi sebuah bahasa.

Pertanyaan yang perlu dilontarkan disini adalah mngapa ayat tersebut dipersoalkan, ternyata dikalangan ahli tafsir, ayat tersebut dipahami sebagai bukti bahwa asa-usul kejadian manusia adalah Adam.9 Logikanya, oleh karena manusia dalam hal ini termasuk perempuan diciptakan dari Adam, dan Adam adalah laki-laki, secara material perempuan merupakan bagian (subordinate) dari laki-laki. Logika pemikiran seperti ini ada benarnya kalau perempuan (Hawa) memang diciptakan dari Adam. Namun, dari islam sendiri tidak ada penjelasan yang pasti bahwa manusia diciptakan dari Adam. Yang ada dalam Al-Qur‟an adalah manusia diciptakan dari nafs wȃhidah.10

Tongkat Nabi Musa menjadi mukjizat ketika ia menerima wahyu dari Allah di Lembah Thuwa. Ketika NabiMusa mengikuti perintah Allah kemudian melemparnya, tongkat tersebut seketika menjadi ular yang besar dan menggeliat di tanah. Tongkat tersebut juga digunakanNabi Musauntuk mengetuk pintu istana Fir‟aun ketikaakan masuk ke dalamnya. Setelah berdiri selama 2 tahun, barulah kemudian Fir aun kaget mendengar ketukan

9 Ahmad Musthofa, Problematika Menafsirkan Al-Qur‟an, (Semarang: Toha Putra Group, 1993), Hlm. 89.

10 Sarifa Suhara, “Kesetaraan Gender Dalam Perspektif Al-Qur‟an,”dalam Jurnal Al- Ulum, Volume 13. N0.02, Desember 2013, Hlm. 21.

(22)

5

itu11. Selain digunakan untuk menggembala, tongkat yang bisa berubah menjadi ular tersebut juga digunakanNabi Musauntuk menakut-nakuti Fir aun dengan maksud memperlihatkan ayat atau bukti kerasulan dan kekuasaan Tuhan Musa, yakni Allah. 12Fir aun ketakutan sekali hingga ia terkena diare 40 kali dalam sehari, padahal ia terbiasa buang air besar sekali dalam 40 hari. Lebih jauh, tongkatNabiMusa tidak hanya bisa menjadi ular dalam kemukjizatannya. Ia juga bisa membelah lautan atas perintah dan izin Allahhingga membentuk jalan yang terbentangdi tengahnya. 13Berbeda dengan yang diutarakan Ibn Kats r dalam kitabnya, Qashash al-Anbiyâ‟,diceritakan bahwa ketika Nabi Musa dan istrinya akan berpisah dengan Nabi Syu aib, melalui sang istri, ia meminta kesediaan Nabi Syu aib untuk memberisebagian kambingnya sebagai bekal perjalanan menuju Mesir. Nabi Musa mendapat kambing yang belang kemudian ia mengambil tongkat danbagian ujungnya dicabangkan.14

Disebutkan bahwa Shaleh a.s mengajak mereka untuk menyebah Allah Swt sebaimana dakwahnya para rasul dan mengajak mereka untuk bertakwa dan meninggalkan sembahan berhala, maka berimanlah sebahagian diantara mereka.Sedangkan sebahagian besar dari mereka tidak mau beriman, bahkan mereka menolaknya angkuh dan sombong.Kemudian meminta pada Shaleh a.s mu‟jizat sebagai bukti kebenarannya. Kemudian Allah Swt mendatangkan kepada mereka mu‟jizat unta.Lalu beliau berkata kepada mereka:” biarkan unta itu makan makan di bumi Allah, dan jangan ganggu dia.kalau kamu

11 Ismâ‟il, Imaduddin Abu Fida‟. Kisah Para Nabi. terj. Umar Mujtahid. Cet-11. (Jakarta:

Ummul Qura. 2013.), Hlm.505

12 Mursalim. “Gaya Bahasa Pengulangan Kisah Nabi Musa as dalam al-Qur‟an: Suatu Kajian Stilistika”. Jurnal Lentera. Vol 1. Juni, 2017. Hlm.87

13 Ibid,. Hlm 135

14Abu Fida‟, Kisah Para Nabi, Hlm. 487.

(23)

6

ganggu dia maka Allah akan menurunkan azab.Akan tetapi mereka tetap mengganggunya. Maka beliau berkata: berseng-senangtlah kalian di rumah kalian selama 3 hari kemudian Allah Swt akan menurunkan azab. Manakala sampai waktunya Dia mengirimkan angin kencang dibarengi dengan hujan lebat yang membinasakan mereka di rumahnya masing-masing dengan menjadikan mereka sebagai mayit yang bergelimpangan. Dengan rahat Allah, Shaleh a.s dan sebagian kecil yang beriman. Semua itu merupakan perintah Allah Swt dan Qadha-Nya.15 Muahammad Ali Al Shabuni berkata: maka berimanlah deangan Shaleh a.s sekelompok kecil, sedangkan sebahagian besar mndustakannya dan mengingkari kerasulannya dan meminta padanya mukjizat untuk menyaksikan kebenarannya. Kemudian Allah Swt mendatangkan kepada Shaleh a.s seekor unta yang keluar batu besar untuk menunjukkan kebenarannya. Merekapun melihat dengan mata kepalanya bagaimana unta tersebut keluar dari batu besar tersebut.16

Anak yang disembelih oleh Nabi Ibrahim itu adalah Nabi Ismail A.s.

Beliau menguatkan pendapat beliau dengan beberapa argumentasi.

Diantaranya adalah Nabi Ismail As adalah anak yang dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim A.s sesaat setelah hijrah. Selain itu, peristiwa kurban itu berlangsung di Mekah dan kedua tanduk domba yang dijadikan tebusan Nabi Ismail A.s digantungkan di Ka‟bah, hingga akhirnya terbakar bersama Ka‟bah pada masa Abdullah bin Zubair. Ketika itu Nabi Ishaq A.s belum lahir.

Selain itu, beliau juga mengutip pendapat Ibnu Katsir yang mengatakan ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa anak Nabi Ibrahim A.s yang dikurbankan itu adalah Nabi Ishaq A.s. Sehingga kisah ini diceritakan dari sekolompok ulama salaf, bahkan sampai ada kutipan yang menyebutkannya berasal dari beberapa sahabat. Selain daripada terjadinya perbedaan penafsiran tentang anak yang disembelih oleh Nabi Ibrahim A.s itu,

15 Abdurrahman al Hannakah, Al Akidah al Islamiyah wa Ususuha, (Damascus:

Darulqalam,1988 ), Hlm.327-438.

16 Muhammad Ali al Shabuni,Al Nubuwwatu wa alAmbiya‟ ( Damascus: Dar Al Qalam 1989 ) .Hlm. 309

(24)

7

kisah ini juga mempunyai banyak hikmah yang boleh dijadikan pelajaran dan teladan.

Wahbah az-Zuhaili didalam tafsirnya mengatakan Allah Swt memerintahkan Ibrahim A.s. untuk menyembelih putranya melalui mimpi yang dialaminya selama tiga malam berturut-turut, bukan dalam kondisi sadar. Sebab, Allah menjadikan mimpi para Nabi adalah benar untuk menguatkan pembuktian bahwa mereka adalah orang-orang yang benar.

Terkait dengan mimpi Nabi Ibrahim A.s. ini, Allah SWT berfirman, “…

Sesungguhnya aku bermimpi aku menyembelihmu…”

Berangkat dari mimpi yang merupakan arahan Allah kepada Nabi Ibrahim ini, disinilah munculnya kepatuhan dan ketaatan seorang ayah untuk menyembelih anak kesayangannya dalam melaksanakan arahan dan perintah daripada Allah Swt tersebut. Kepatuhan dan ketaatan ini dapat difahami pada ayat 103 dalam surat as-Shaaffaat, “Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia(Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya,”. Berserah diri dalam ayat ini dalam arti kata tunduk kepada perintahNya, menaati-Nya dan memasrahkan segala urusan keduanya kepada-Nya. Hal ini juga disebut oleh Wahbah az-Zuhaili didalam tafsirnya bahwa lafaz اٍََّ ۡضَأ ٓاٍَََّّف menjadi dalil bahwa bapak dan anaknya berada dalam derajat kepasrahan dan kepatuhan yang tinggi dan sama.

Berserah diri secara total dapat digolongkan dalam golongan mereka yang mempunyai iman dan tauhid yang kuat kepada Allah SWT. Ketinggian tauhid yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim dan anaknya dalam kisah penyembelihan ini adalah merupakan salah satu contoh bagi memahami makna tauhid yang sebenarnya. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT bahwa cobaan yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim dan anaknya adalah cobaan yang sangat besar. Senada dengan itu, Wahbah az-Zuhaili menjelaskan lagi bahwa tidak ada cobaan lain yang lebih sulit dari itu. Allah SWT menguji Nabi Ibrahim dengan perintah menyembelih anaknya untuk membuktikan

(25)

8

kebesaran ketaatannya, dan beliau pun menjalankan dengan sabar dan mengharap pahala di sisiNya.

Islam lahir membawa akidah ketauhidan, melepaskan manusia dari ikatan ikatan kepada berhala-berhala, serta benda-benda lain yang posisinya hanyalah makhluk Allah SWT. Agama Islam disepakati oleh para ulama, sarjana dan pemeluknya sendiri, bahwa Islam adalah agama tauhid. Dan yang membedakan agama Islam dengan agama yang lainnya adalah monoteisme atau tauhid murni, yang tidak dapat dicampuri dengan segala macam bentuk non tauhid atau syirik. Inilah kelebihan agama Islam dari agama-agama yang lain.

Tauhid juga menjadi pillar agama Islam yang kokoh mempersatukan dan membangun tamadun dan peradaban manusia sebagai hamba Allah yang bertaqwa. Tauhid juga merupakan kesucian batin, ketulusan sikap dan kemurnian niat hidup dan mati seorang hamba. Semakin kuat tauhid dan tahap keyakinan seseorang kepada Allah SWT, maka semakin tenang dan yakinlah seseorang itu menjalani perintah Allah SWT. Hal ini dapat dicontohi oleh jawaban Nabi Ismail ketika ditanya oleh ayahnya tentang arahan penyembelihan tersebut, maka beliau hanya menjawab, “…Dia(Ismail) menjawab, Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar…” Selain itu, telah diketahui bahwa Allah SWT mengutus para Nabi dan Rasul adalah untuk menegakkan tauhid dan mendakwahkan kepada seluruh umat. Sebagai contoh, dapat difahami ketika Nabi Nuh berdakwah kepada kaumnya dengan mengatakan, “Bahwa hendaklah kamu sekalian menyembah kepada Allah, dan takwalah kepadaNya dan taatilah aku” Ayat ini jelas menunjukkan bahwa tugas para Nabi itu adalah mengajak manusia untuk beribadat dan bertaqwa kepada Allah Swt serta menjadi tauladan yang baik kepada umat dalam melaksanakan segala arahanNya. Demikian tauhid begitu berperan dalam menentukan tahap kepasrahan dan kepatuhan seseorang terhadap arahan Allah SWT.

(26)

9

Kisah diatas telah menjadi plajaran bahwa penciptaan makhluk tanpa induk ini wujud dan menjadi satu persoalan kepada manusia bagaimanakah penciptaan makhluk-makhluk ini. Bisakah sesuatu kehidupan wujud tanpa melalui proses persenyawaan antara lelaki dan perempuan yaitu ibu dan ayah ataupun induk sesuatu makhluk. Karna penulis merasa permasalahan ini menarik untuk dikaji, maka penulis ingin meneliti kisah ini dengan lebih lanjut di dalam skripsi penulis dengan judul KISAH PENCIPTAAN MAKHLUK TANPA ORANG TUA DAN INDUK DALAM AL QURAN IMPLIKASI DARI TINJAUAN ASPEK AKIDAH B. Identifikasi Masalah

Dari pemaparan di atas, dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang muncul sebagai berikut:

1. Apakah definisi penciptaan makhluk tanpa orang tua dan induk.

2. Apa saja jenis-jenis makhluk tanpa orang tua dan induk.

3. Bagaimana penciptaan makhluk tanpa orang tua dan induk dalam al- Quran.

Apa saja pendapat ahli tafsir terhadap penciptaan makhluk tanpa orang tua induk dalam al-Quran.

4. Bagaimana implikasi dari penciptaan makhluk tanpa orang tua dan induk dalam al-Quran terhadap akidah.

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus, sempurna dan mendalam, maka penulis memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi. Maka penulis membatasi dengan hanya meneliti ayat al-Quran yang berkaitan berikut: Penciptaan Adam, Penciptaan Siti Hawa, Penciptaan Ular dari Tongkat Nabi Musa, Penciptaan Unta Putih Nabi Shaleh ,Penciptaan Kibasy yang disembelih Nabi Ibrahim.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penafsiran ayat-ayat al-Qur`an tentang proses penciptaan makhluk tanpa orang tua dan induk dalam al-Quran ?

(27)

10

2. Bagaimana implikasi penciptaan makhluk tanpa orang tua dan induk dari tinjauan aspek akidah?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari uraian batasan dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk menjawab berbagai masalah yang telah di sebutkan sebelumnya, dan mencari jawaban atas persoalan-persoalan sebagai berikut. Untuk mengetahui pendapat dua tokoh tersebut dalam masalah

1. Untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat al-Qur`an tentang proses penciptaan makhluk tanpa orang tua dan induk dalam al-Qur‟an.

2. Untuk mengetahui implikasi dari penciptaan makhluk tanpa orang tua dan induk dari tinjauan aspek kaidah.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yang ingin penulis capai sebagai berikut:

1. Agar penelitian ini dapat memberi pengetahuan kepada kita bahwa terdapat perbedaan pandangan dari kalangan mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran.

2. Sebagai bahan (bacaan) bagi penulis dan peneliti berikutnya, dalam menyusun karya ilmiah yang berkaitan dengan kajian perbandingan penafsiran tentang penafsiran ayat dalam al-Qur‟an.

3. Agar menjadi rujukan bacaan kepada pengguna.

4. Untuk melengkapi dan memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi di jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau-Pekanbaru.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan ini bertujuan untuk mempermudah para pembaca dalam menelaah isi kandungan didalamnya. Skripsi ini tersusun atas lima bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, dalam bab ini dijelaskan tentang Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

(28)

11

BAB II : Tinjauan Pustaka, dalam bab ini menjelaskan tentang gambaran umum tentang berbagai aspek dan dari aspek al-Quran, dan penelitian yang relevan dengan judul ini.

BAB III : Metode Penelitian, dalam bab ini dijelaskan tentang Jenis Penelitian, Sumber Penelitian dan teknik Analisis Data.

BAB IV : Analisa Data, dalam bab ini dijelaskan tentang ayat dalam al- Qur`an dan tafsir tematik dalam analisis makhkuk tanpa induk.

BAB V : Penutup, dalam bab ini berisi tentang Kesimpulan dan Saran.

(29)

12 BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Bentuk Penafsiran Al-Qur’an

Al-Qur‟an adalah firman Allah yang turun kepada manusia sebagai pedoman hidup, namun tidak semua orang bisa memahami al-Qur‟an dengan mudah, oleh sebab itu, muncullah para mufassir (ahli tafsir) yang mencoba mempermudah cara kita untuk memahami al-Qur‟an. Rasullullah adalah sebagai mufasir pertama, karena beliau adalah seorang penjelas yang diutuskan langsung. Setelah Nabi saw. wafat, kegiatan penafsiran al- Qur‟an tidak berhenti, bahkan semakin meningkat lagi. Ia diterus para sahabat melakukan upaya-upaya penafsiran al-Qur‟an dilakukan dengan berdasar pada riwayat yang dinukilkan dari Nabi saw. Penafsiran tersebut, kemudian dikenal dengan tafsir bi al-Ma‟sur atau metode riwayah, kemudian diikuti oleh tabi‟in.17

Para tabi‟in memiliki kecenderungan tersendiri yang berbeda antara satu penafsir dengan penafsir lain, sehingga muncullah metode tafsir yang sesuai dengan kecenderungan tiap-tiap mufassir. Sesuai perkembagan masyarakat dan masyarakat sudah mulai berkembang dengan pemikiran maka lahirlah metode-metode tafsir yang dikenal dengan Tafsir bi- al-Ra‟yi.

Yang dimaksud dengan bentuk penafsiran disini ialah macam atau jenis penafsiran. Dalam perkembagan perkembagan ilmu penafsiran Al- Qur‟an terdapat du acara penafsiran yang dipanggil al-Ma‟tsur (riwayat) dan al-Ra‟yi (pemikiran);

a. Tafsir al-Ma’tsur (Riwayah)

Pengenalan Tafsir al-Ma‟tsur (Riwayah) Tafsir bi Ma‟sur ialah tafsir yang berdasarkan pada al-Qur‟an atau riwayat yang shahih sesuai

17 M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2005), hlm. 41.

(30)

13

syarat-syarat mufassir. 18 Sebagaimana dijelaskan Al-Farmawy, Tafsir bi Ma‟sur ini disebut pula bi al-Riwayah adalah penafasiran al-Qur‟an berdasarkan al-Qur‟an sendiri, penjelasan Rasul, penjelasan para sahabat melalui ijtihad, dan aqwal tabi‟in.19 Tafsir bil-ma‟tsur adalah metode penafsiran yang harus diikuti dan dijadikan hujjah dalam menafsirkan al-Qur‟an, karena ia merupakan cara yang paling baik dalam memahami kitab Allah.20

Macam-Macam Tafsir bi Ma’tsur

Empat otoritas yang menjadi sumber penafsiran bi al Ma‟sur, yaitu:21 1) Al-Qur‟an sendiri yang dipandang sebagai penafsir terbaik

terhadap Al-Qur‟an.

2) Hadits Nabi yang berfungsi sebagai penjelas (mubayyin) dari al- Qur‟an. Penafsiran al-Qur‟an dengan sunnah.

3) Tafsir al-Qur‟an dengan penjelasan perkataan sahabat.

4) Penjelas tabi‟in yang dianggap bertemu langsung dengan sahabat.

b. Tafsir al-Ra’yi (pemikiran)

Pengenalan Tafsir al-Ra‟yi (pemikiran) Ra‟yi secara etimologi yaitu keyakinan, analogi, dan ijtihad. Sedangkan secara terminologi, Tafsir bi ra‟yi ialah tafsir yang didalamnya menjelaskan maknanya atau maksudnya, dimana seorang mufassir hanya berpegang pada pemahamannya sendiri, serta menarik kesimpulan yang dilandaskan pada logika.22 Pemikiran triloly ini memiliki peran yang penting.

Apabila konsep trilogy ilmiah ini diterapkan, maka tafsirnya dapat terhindar dari berbagai kesalahan. Salah satu sebab yang kemunculan Tafsir bi ar-Ra‟yi adalah semakin berkembangnya ilmu-ilmu

18 Manna Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

2006), hlm. 434.

19 Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur‟an, (Bandung: Pustaka Setia. 2009), hlm.182.

20 Manna Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

2006), hlm. 438.

21 Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2012) hlm. 350.

22 Ibid., hlm 440

(31)

14

keislaman seiring dengan disiplin ilmu yang beragam. Selain itu,juga dipicu oleh hasil interaksi umat Islam dengan peradaban Yunani yang banyak menggunakan akal.23

Macam-Macam Tafsir al-Ra’yi (pemikiran)

Tafsir bi Ra‟yi dibagi dalam dua kategori, tafsir yang terpuji (mahmudah) dan tafsir yang tercela(madzmumah). Penjelasannya sebagai berikut24:

1) Terpuji (mahmudah) Tafsir yang terpuji ialah tafsir al-Qur‟an yang didasarkan dari ijtihadi yang jauh dari kebodohan dan penyimpangan. Selain itu tafsir ini tergantung pada metodologi yang tepat dalam memahami al-Qur‟an.

2) Tercela (madzmumah) Tafsir yang tercela ialah tafsir al-Qur‟an tanpa didasari dengan pengetahuan yang benar. Jadi, tafsir ini hanya didasarkan kepada keinginan seseorang dengan mengabaikan peraturan dan persyaratan tata bahasa serta kaidah- kaidah hukum islam. Selain itu penjelasan dari kalamullah atas dasar pikiran atau aliran yang sesat dan penuh dengan bid‟ah atau inovasi yang menyimpang.

Berdasarkan macam-macam tafsir ar-Ra‟yi tersebut, dapat diketahui yaitu jika seorang mufassir tidak menguasai kaidah- kaidah bahasa dan prinsip-prinsipnya. Maka bisa saja terjadi pemahaman, penerjemah dan penafsiran salah yang mengakibatkan kesesatan.

2. Metode Penafsiran Al-Qur’an

Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.25 Dalam hal ini berarti berbicara menganai hubungan tafsir al-Qur‟an dengan media atau alat yang digunakan dalam menafsirkan al-Qur‟an.

23 Rosihon Anwar, Ibid., hlm. 182.

24 Thameem Ushama, Metodologi Tafsir Al-Qur‟an, (Jakarta: Riora Cipta. 2000), hlm. 15.

25 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Daring), https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/

implikasi https://kbbi.web.id/metode pada hari Jumaat tanggal 30 Dis 2022 jam 09.30 Wib.

(32)

15

Media untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman teks-teks atas nash al-Qur‟an dapat berupa nash (al-Qur‟an dan al-Hadits), akal, ataupun intuisi.26

Metode tafsir yang dimaksud di sini adalah suatu perangkat dan tata kerja yang digunakan dalam proses penafsiran Al-Qur‟an. Perangkat kerja ini, secara teoritik menyangkut dua aspek penting yaitu : pertama, aspek teks dengan problem semiotik dan semantiknya. Kedua, aspek konteks di dalam teks yang mempresentasikan ruangruang sosial dan budaya yang beragam di mana teks itu muncul.27

Jika ditelusuri perkembangan tafsir Al-Qur‟an sejak dulu sampai sekarang, maka akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya penafsiran Al-Qur‟an ini dilakukan dalam empat cara (metode), sebagaimana pandangan Al-Farmawi, yaitu: ijmaliy (global), tahlili (analistis), muqaran (perbandingan), dan maudu‟i (tematik).28 Untuk rincian yang lebh jelas, yaitu :

a. Metode Ijmali (Global)

Yang dimaksud dengan metode al-Tafsir al-Ijmali (global) ialah suatu metoda tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan cara mengemukakan makna global. 29 Penafsiran dengan metode ini, dalam penyampaiannya menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana, serta memberikan idiom yang mirip, bahkan sama dengan bahasa al-Qur‟an.30

26 Badruddin Muhammad Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi „Ulum Al-Qur‟an, (Beirut : Dar al- Fikr, 1988), Jld 2, hlm. 200.

27 Nasharuddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2000), hlm. 57 – 58.

28 Hadi Yasin, Mengenal Metode Penafsiran Al Quran, (UIA Jkt: Tadzhib Al-Akhlak, Vol. 5, No. 1, 2020), hlm. 40.

29 Ibid., hlm. 41.

30 Hasan Jufri Bawean Gresik, Gaya Dan Metode Penafsiran Al-Qur‟an, (CENDEKIA:

Jurnal Studi Keislaman, Vol. 7, No. 1, 2021.), hlm. 69.

(33)

16

b. Metode Tahlili (analistis)

Yang dimaksud dengan metode tahlili berarti menjelaskan ayat- ayat al-Qur‟an dengan meneliti aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, mulai dari uraian makna kosa kata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antar pemisah, hingga sisi keterkaitan antara pemisah itu dengan bantuan asbabul nuzul, riwayat-riwayat yang bersal dari Nabi SAW, sahabat dan tabi‟in. Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti susunan mushaf Usmani, ayat per ayat dan surat per surat.31

Metode ini adalah metode yang kebanyakan dipergunakan oleh ulama pada masa-masa dahulu, dan merupakan metode tertua usianya.

Menurut Quraish Shihab, metode ini lahir jauh sebelum metode tafsir maudu‟i. Metode ini sudah dikenal sejak ahli tafsir al-Farra (w.

206H/81 M) menerbitkan kitab tafsirnya itu atau sejak Ibn Majah (w.

237 H/ 851 M), atau selambat-lambatnya sejak masa ath-Thabari (w.

310 H/ 922 M).32

c. Metode Muqaran (perbandingan)

Tafsir al-Muqaran adalah penafsiran sekolompok ayat al-Qur‟an yang berbicara dalam suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau antaraa ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan segisegi perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.33 Jadi yang dimaksud dengan metode komporatif ialah:34

1) Membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih,

31 Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm. 159.

32 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2009), hlm. 103.

33 Hujair A. H. Sanaky, Metode Tafsir [Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau Corak Mufassirin, (Al-Mawarid, Edisi 18, 2008), hlm. 278.

34 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 65

(34)

17

dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi suatu kasus yang sama.

2) Membandingkan ayat al-Qur‟an dengan hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan.

3) Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur‟an.

Tafsir al-Qur‟an dengan menggunakan metode ini mempunyai cakupan yang teramat luas. Ruang lingkup kajian dari masing-masing aspek itu berbeda-beda. Ada yang berhubungan dengan kajian redaksi dan kaitannya dengan konotasi kata atau kalimat yang dikandungnya.

Maka, M. Quraish Shihab, menyatakan bahwa ”dalam metode ini khususnya yang membandingkan antara ayat dengan ayat (juga ayat dengan hadis) biasanya mufassirnya menejelaskan hal-hal yang berkaitan denagan perbedaan kandungan yang dimaksud oleh masing- masing ayat atau perbedaan kasus masalah itu sendiri.35

3. Corak-corak Tafsir al-Qur`an

Tafsir al-Qur‟an memiliki beberapa corak di antaranya adalah corak tafsir fiqih, falsafi, ilmi, tarbawi, i‟tiqadi dan sufi. Penulis akan membahas satu persatu corak tafsir ini dan akan memberikan satu contoh dari masing-masing corak tafsir yang ada.

a. Corak tafsir fiqih

corak tafsir yang kecenderungannya mencari hukum-hukum fikih di dalam ayat-ayat al-Qur‟an. Corak ini memiliki kekhususan dalam mencari ayat-ayat yang secara tersurat maupun tersirat mengandung hukum-hukum fikih. Kemunculan corak tafsir semacam ini adalah munculnya permasalahan yang berkenaan dengan hukum- hukum fikih, sementara Nabi Muhammad sudah meninggal dunia dan hukum yang dihasilkan ijma‟ ulama sangat terbatas, maka mau tidak mau para ulama yang mumpuni dari segi keilmuan dan ketakwaan melakukan ijtihad dalam mencari hukum hukumhukum dari berbagai

35 Hujair A. H. Sanaky, Ibid., hlm. 278.

(35)

18

persoalan yang ada. Dari sinilah kemudian muncul para Imam Madzhab seperti Abu Hanifah, Imam Malik, al-Shafi‟i dan Imam Ahmad bin Hambal, yang lantas diikuti oleh para pengikutnya yang memiliki konsentrasi dalam bidang tafsir, sehingga berdampak pada penafsirannya yang memiliki kecenderungan pada pencarian hukum- hukum fikih dalam ayat-ayat al-Qur‟an.

b. Corak tafsir falsafi

Tafsir yang bercorak tafsir falsafi ini ulama terbagi menjadi dua golongan: Pertama, mereka yang menolak ilmu-ilmu yang bersumber dari buku-buku karangan para ahli filsafat, mereka menolaknya karena menganggap bahwa antara filsafat dan agama adalah dua bidang ilmu yang saling bertentangan, sehingga tidak mungkin disatukan. Kedua, mereka yang mengagumi filsafat, mereka menekuni dan menerima filsafat selama tidak bertentangan dengan norma-norma Islam, mereka berusaha memadukan filsafat dan agama serta menghilangkan pertentangan yang terjadi di antara keduanya.36 c. Corak tafsir tarbawi

Tafsir al-Qur‟an juga ada yang bercorak tarbawi, kata tarbawi bermakna sesuatu yang bersifat atau mengenai pendidikan, dari arti ini, tafsir tarbawi berarti tafsir yang digunakan sebagai alat untuk mengeksplor ajaran-ajaran Islam dalam kaitannya untuk mengembangkan dan mencapai tujuan pendidikan. Definisi dari tafsir tarbawi sendiri adalah tafsir yang menekankan kepada tema-tema dan untuk keperluan tarbiyah (pendidikan Islam), sehingga yang menjadi fokus pada pembahasan tafsir bercorak seperti ini adalah sistem pengajaran yang ada dalam al-Qur‟an, seperti bagaimana Luqman mengajari anaknya untuk tidak menyekutukan Allah, bagaimana alQur‟an mengajarkan umat Islam untuk berbuat baik kepada kedua

36 Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.169-170.

(36)

19

orang tuanya, selama kedua orang tuanya tersebut tidak mengajak pada kesyirikan.37

d. Corak tafsir ilmi

Tafsir „ilmi adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an berdasarkan pendekatan ilmiyah atau menggali kandungan al-Qur‟an berdasarkan teoriteori ilmu pengetahuan. Sedangkan yang dimaksud tafsir ilmi menurut al-Dhahabi adalah tafsir yang menghimpun idiom- idiom ilmiah yang ada dalam ungkapan bahasa al-Qur‟an dan berusaha mengungkap berbagai ilmu pengetahuan dan beberapa pendapat mengenai filsafat dari ungkapanungkapan tersebut. Alasan yang melahirkan penafsiran ilmiah adalah karena seruan al-Qur‟an pada dasarnya adalah sebuah seruan ilmiah, yang banyak mengajak umat manusia untuk merenungkan fenomena alam semesta, sehingga tidak heran ketika kita banyak menemukan ayat-ayat alQur‟an ditutup dengan ungkapan-ungkapan: afalata‟qilun “Apakah kalian semua tidak berfikir” atau ayat: afalatatafakkarun “Apakah kalian tidak memikirkannya” dan lain sebagainya.38

e. Corak tafsir i’tiqadi

Tafsir yang bercorak i‟tiqadi adalah tafsir yang fokus pembahasannya adalah masalah akidah. Menurut al-Dhahabi, tafsir yang bercorak seperti ini memerlukan kepandaian yang istimewa, dan penyandarannya terhadap akal lebih besar daripada penyandarannya terhadap teks, karena (terutama sekali tafsir i‟tiqadi yang bi al-ra‟yi al- madhmum) untuk mempermudah mufassir-nya menggiring ibarah sesuai dengan keinginannya, dan membelokkan pandangan yang berseberangan dengan pendapatnya39

37 Atabik Ali, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, t.th.), hlm. 454

38 Muhammad Husain al-Dhahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Vol.2, (Kairo: Dar al- Hadith, 2005), hlm.417.

39 Al-Dhahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Dar al-Hadith, 2005), hlm.316

(37)

20

f. Corak tafsir sufi

Sebelum membahas mengenai tafsir sufi, sebaiknya terlebih dahulu membahas tentang kata sufi, menurut Ibnu Khaldun, kata tas}awuf memiliki beberapa versi pengertian, salah satunya ialah mushtaq dari kata sufi, karena para sufi memakai pakaian yang berbeda dengan masyarakat umum yang memakai pakaian mewah, mereka menggunakan kain suf (tenunan dari bulu domba atau yang disebut dengan wol), sebagai praktek gaya hidup sederhana dan kezuhudan. Ada pula yang mengatakan, kata sufi diambil dari kata safa‟, yang berarti suci, hal ini karena kesucian hati para sufi, dan kesucian kondisi batin dan lahir mereka dari menentang Allah. Ada juga yang mengatakan diambil dari s}uffah yang dinisbatkan pada sahabat-sahabat Nabi dari golongan yang tidak mampu yang kemudian mereka dikenal dengan ahli s}uffah. Pendapat yang lain menyebutkan bahwa kata ini bukan mushtaq tapi merupakan laqab (sebutan) bagi mereka.40

4. Definisi Penciptaan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Penciptaan berasal dari kata Cipta, bermaksud kemampuan pikiran untuk mengadakan sesuatu yang baru atau angan-angan yang kreatif.41 Dalam kamus Bahasa Inggeris, kata penciptaan ini disebut Creation. Creation adalah membawa kepada kewujudan. Senada dengan itu, dalam al-Quran kata “penciptaan” disebut dengan kholaqa-yakhluqu-khalqan yang memiliki arti secara bahasa membuat, menciptakan, mengukur dan memperhalus.42 Kemudian, makna ini berkembang dengan arti menciptakan tanpa contoh sebelumnya. Kata Khalaqa dalam berbagai bentuknya memberikan penekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya. Seperti menciptakan

40 Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, (Kairo: Maktabah at-Taufiqiyah, t.th.), hlm.522.

41 https://kbbi.web.id/cipta

42 Ahmad Warson Munawwir. Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: Pustaka Progressif),hlm.

364

(38)

21

langit dan bumi berserta isinya yang dijelaskan dalam surat al-Kahfi ayat 51.

Secara etimologi kata khaliq berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja

قلخ

yang berarti mengukur atau memperhalus43. Kemudian makna ini berkembang dengan arti menciptakan. Kata

قلخ

ini diubah menjadi

ُلُعْفَم

atau pelaku sehingga terbentuklah kata

اخ َلق

yang berarti pencipta, pencipta alam semesta. Pengertian

قلخ

ini menunjuk kepada Allah swt.

sebagai pencipta seluruh makhluk yang hidup di alam semesta. Kata

قلخ

dalam berbagai bentuknya memberikan penekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah terhadap ciptaan-Nya.

Allah khaliq artinya Allah pencipta semua makhluk dan segala sesuatu yang ada di alam ini diciptakan oleh Allah. Bukti bahwa segala sesuatu mengharuskan adanya Pencipta yang menciptakannya bahwa segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal terbagi dalam tiga unsur, yaitu manusia, alam semesta, dan hidup. Ketiga unsur ini bersifat terbatas, lemah, serba kurang, dan saling membutuhkan kepada yang lain. Misalnya manusia. Manusia terbatas sifatnya, karena ia tumbuh dan berkembang sampai pada batas tertentu yang tidak dapat dilampuinya lagi. Ini menunjukkan bahwa manusia bersifat terbatas. Begitu pula halnya dengan hidup, bersifat terbatas, karena penampakannya bersifat individual. Apa yang kita saksikan selalu menunjukkan bahwa hidup ini berakhir pada satu individu saja. Jadi, hidup juga bersifat terbatas. Sama halnya dengan alam semesta yang memiliki sifat terbatas. Alam semesta merupakan himpunan dari benda-benda angkasa, yang setiap bendanya memiliki keterbatasan.

Himpunan segala sesuatu yang terbatas, tentu terbatas pula sifatnya. Jadi,

43 Ahmad Chodjin, Jalan Pencerahan, (PT Serambi Ilmu Semesta : Jakarta, 2002), hlm.119

(39)

22

alam semesta pun bersifat terbatas. Walhasil, manusia, hidup, dan alam semesta, ketiganya bersifat terbatas.44

Apabila kita melihat kepada segala sesuatu yang bersifat terbatas, akan kita simpulkan bahwa semuanya tidak azali. Jika bersifat azali (tidak berawal dan tidak berakhir), tentu tidak mempunyai keterbatasan. Dengan demikian segala yang terbatas pasti diciptakan oleh ‚sesuatu yang lain‛.

‚Sesuatu yang lain‛ inilah yang disebut al-Khaliq. 45 Dialah yang menciptakan manusia, hidup, dan alam semesta. Dalam menentukan keberadaan Pencipta ini akan kita dapati tiga kemungkinan. Pertama, Ia diciptakan oleh yang lain. Kedua, Ia menciptakan diri-Nya sendiri. Ketiga, Ia bersifat azali dan wajibul wujud. Kemungkinan pertama bahwa Ia diciptakan oleh yang lain adalah kemungkinan yang batil, tidak dapat diterima oleh akal. Sebab, bila benar demikian, tentu Ia bersifat terbatas.

Begitu pula dengan kemungkinan kedua, yang menyatakan bahwa Ia menciptakan diri-Nya sendiri. Jika demikian berarti Dia sebagai makhluk dan Khaliq pada saat yang bersamaan. Hal yang jelas-jelas tidak dapat diterima. Karena itu, al-Khaliq harus bersifat azali dan wajibul wujud46. (Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu;

tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah dia;

dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu47.

Allah berfirman dzalikumullahu rabbukum. Yang demikian itu adalah Allah Rabb Kamu, yaitu yang menciptakan segala sesuatu yang tidak beranak dan tidak Beristri. Maksud dari ayat diatas kita disuruh beribadah hanya kepada Allah dzat yang Esa yang tidak beranak juga diperanakan, dan tidak beristri, serta tidak ada pula yang setara dan yang menandinginya. Allah yang mengatur segala sesuatu yang ada dibumi ini

44 M Abdul mujieb, Ensiklopedia imam al- ghozali mudah memahami dna menjalankan kehidupan spiritual (Hikma : Jakarta , 2009),hlm.3

45 Ibid; hlm.4

46 Ibid hlm.;8

47 Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. (Bandung:Diponegoro,2010 ), 140.

(40)

23

memberi rizqi kepada meraeka, dan melindungi mereka pada malam dan siang hari.

5. Definisi Makhluk

"Makhluk" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Berikut ini makna dan tulisan kata makhluk yang benar. Makhluk sesuatu yg dijadikan atau yg diciptakan oleh Tuhan (spt manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) dini makhluk beragama; makhluk religius: seorang anak bukan saja makhluk jasadi, makhluk akhlaki, tetapi juga dini; halus makhluk yg dianggap hidup di alam gaib yg berada di luar alam fisik.

Ijtimaiah makhluk sosial: ijtimaiah berkewajiban membantu tetangga yg sedang mendapat musibah; rohaniah makhluk yg tidak mempunyai nafsu, tidak memerlukan makan dan minum, bukan laki-laki dan bukan perempuan; malaikat sosial manusia yg berhubungan secara timbal-balik dng manusia lain; syahsiah makhluk individu: sebagai syahsiah seseorang mempunyai kewajiban thd Allah48.

Makhluk menurut bahasa Arab Makhluk adalah sebuah kata serapan yang berarti "yang diciptakan", sebagai lawan kata Khaliq "yang menciptakan." Secara Makhluk menurut syariat Islam, semua ciptaan Allah adalah makhluk, termasuk alam semesta beserta isinya, yaitu 'Arsy, langit, bintang, bumi, air dan lainnya49 dan makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena (

ملقل ا

, al-Qalam50), ia ditugasi untuk menulis semua takdir segala sesuatu sampai datangnya hari kiamat51.

48 https://www.kbbi.co.id/arti-kata/makhluk dikutip Pada Hari Minggu, Tanggal 06 November 2022, Jam 11:09

49 Ibnu Hazm, هُرٍغ ءًش لاو ، هذحو يسٌ ٌُ ىٌاعت ونأو ، هرٍغ ءًش ًو كٌاخ ، وٌ هٌرش لا هذحو الله ْأ اىمفتا قىٍخِ وٍو ٌُاعٌاو ،قىٍخِ شرعٌاو ،ةلىٍخِ صفنٌا ْأو ،ءاش اّو اهٍَّو ءاٍشلأا كٍخ ُث ، وعِ Ulama sepakat bahwa Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya, Pencipta segala sesuatu selain Dia. Dia selalu Maha Esa, tiada sesuatu selain Allah yang membersamai-Nya. Kemudian Dia mencipatakan segala sesuatu sesuai yang Dia inginkan. Jiwa itu makhluk, arsy itu makhluk, dan alam semuanya adalah makhluk. (Maratib al-Ijma‟, hlm. 167).

50 Sesungguhnya mahluk yang pertama kali Allah ciptakan adalah Al-Qalam, kemudian Allah berfirman kepadanya: Tulislah! Kemudian al-Qalam berkata: Wahai Rabbku, apa yang saya tulis? Allah berfirman: Tulislah taqdir segala sesuatu sampai datang hari kiamat.” (HR. Abu Dawud [no. 4700], Shahih Abi Dawud [no. 3933], at-Tirmidzi [no. 2155, 3319], Ibnu Abi „Ashim

(41)

24

Dalam ilmu Sains, setiap bagian tubuh tersusun dari sel, yang menyusun jaringan. Sel adalah unit terkecil dalam makhluk hidup yang disebut unit struktural dan fungsional karna setiap makhluk hidup tersusun dan terdiri dari sel dan semua fungsi yang terjadi di dalam tubuh organisme dilakukan oleh sel.52 Berdasarkan pengertian makhluk diatas, maka makhluk dapat dibagi menjadi dua yaitu53 :

Pertama: makhluk ghaib (alam ghaib) yaitu segala sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Menurut sifatnya, makhluk ghaib ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Makhluk ghaib hakiki (mutlak), yaitu segala sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia, misalnya surga, neraka, malaikat dan sebagainya.

b. Makhluk ghaib idhafi (nisbi), yaitu segala sesuatu yang pada saat sekarang tidak dapat ditangkap oleh panca indera, tetapi pada masa lampau atau pada masa yang akan datang dapat ditangkap oleh panca indera manusia, misalnya peristiwa sejarah, ilmu pengetahuan dan ilmu hitam (black magic).

Kedua: Makhluk syahadah (alam nyata) yaitu segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Makhluk syahadah terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Makhluk jamadi, seperti benda-benda mati: batu, emas, perak dan sebagainya.

b. Makhluk hayati, terbagi menjadi tiga, yaitu: makhluk nabati, hayawani, dan insani (manusia).54

dalam as-Sunnah [no. 102], al-Ajurry dalam asy-Syari‟ah [no.180], Ahmad [V/317], Abu Dawud ath-Thayalisi [no. 577], dari Sahabat „Ubadah bin ash-Shamit, hadits ini shahih).

51 Yazid bin Abdul Qadir Jawas Syarah „Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama‟ah, halaman 377, Pustaka Imam asy-Syafi‟i, hlm.377

52 https://roboguru.ruangguru.com/question/sel-dikatakan-satuan-fungsi-makhluk-hidup- karena

53 J.L Ch Abieneno, Manusia dan sesamanya di dalam dunia (Gunung Mulia: Jakarta, 2003,hlm. 21

54 Ibid

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Menurut penelitian uswatun khasanah tentang pernikahan dini menurut pandangan islam memiliki beberapa dampak positif diantaranya sebagai berikut a) Dukungan

Apabila metode teladan dan nasihat tidak mampu membuat anak untuk melaksanakan shalat, maka diperlukan sikap tegas dari orang tua atau guru kepada

19 Nur Arif, Pembelajaran Berbasis Masalah Perspektif Al-Qu'an, (Tuban: Cv Karya Literasi Indonesia, 2019), hlm 22.. a) Model pembelajaran problem based learning

Fitrah yang tersimpan dalam jiwa manusia dijadikan sebagai pegangan dalam mengarungi kehidupan. Fungsi fitrah tentu saja untuk menalar dan merasa. Menalar ayat Allah

Iskandar juga menyatakan beberapa hal yang dapat dilakukan guru dalam menggerakkan atau memotivasi siswanya dalam belajar adalah: menjelaskan tujuan belajar

12 Dalam al-Qur‟an terdapat beberapa kata sahabat atau term-term yang bermakna dengan kata sahabat itu sendiri, hal tersebut akan menilik bagaimana arti

1) Kecerdasan spiritual digunakan dalam masalah eksistensial, yaitu ketika merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kecemasan, dan persoalan masa lalu akibat

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam, Jurusan Ilmu Al Quran dan Tafsir, Masuk pada tahun 2018-2022.. Ketua Langit Sastra Mas Al Wasliyah