• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 1444 H/2023 M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 1444 H/2023 M"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERSEPSI DAN PERILAKU PERNIKAHAN DINI PADA MASYARAKAT DI MASA COVID 19

(STUDI KASUS KECAMATAN SALO KABUPATEN KAMPAR)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memeperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Pada Program Studi Bimbingan Konseling Islam

Oleh :

AL IKLAS NIM. 11642100613

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM

RIAU

1444 H/2023 M

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

ANALISIS PERSEPSI DAN PERILAKU PERNIKAHAN DIRI PADA MASYARAKAT DI MASA COVID 19 (STUDI KASUS KECAMATAN

SALO KABUPATEN KAMPAR) AL IKLAS

11642100613

Latar belakang penelitian yaitu meningkatnya pernikahan dini pada masa pandemic covid 19. Subjek penelitian yaitu pasangan pernikahan dini di Kecamatan Salo periode pernikahan 2020-2021 sedangkan objek penelitian persepsi dan Perilaku Pernikahan Dini pada masyarakat di Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Persepsi dan prilaku Pernikahan Dini Pada Masyarakat di Masa Covid 19 (Studi Kasus Kecamatan Salo Kabupaten Kampar). Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian adalah Kecamatan Salo sekitarnya. Jl.

Datuk Harun Syah, Desa Salo, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Sumber data primer dari hasil wawancara dan data sekunder dari buku dan jurnal. Key informan dalam penelitian ini adalah Kepala KUA, Guru, Masyarakat, Orang Tua dan Pasangan yang melakukan pernikahan dini. Teknik pengumpulan data yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian yaitu persepsi masyarakat terhadap pernikahan dini pada masa covid 19 beragam. Masyarakat yang menolak disebabkan karena terlalu banyak dampak negative nya terhadap anak sedangkan masyakarakat yang menerima karena tuntutan ekonomi, keinginan anak, dan menjauhi sifat zina. Dampak dari pernikahan dini segi positif dapat terhindar dari perbuatan zina, serta dapat meringankan beban orang tua sedangkan dampak negatif yaitu dampak terhadap kesehatan, yaitu mudah mengalami pendarahan serta resiko melahirkan secara premature, putusnya sekolah anak/pendidikan, serta akan mudah terjadi perceraian yang di sebabkan karena pemikiran yang belum dewasa

Kata Kunci : Pernikahan Dini, Covid 19, Persepsi Masyarakat

(7)

ii ABSTRACT

ANALYSIS OF SELF-PERCEPTION AND BEHAVIOR OF MARRIAGE IN COMMUNITIES IN THE TIME OF COVID 19 (CASE STUDY OF

SALO DISTRICT, KAMPAR DISTRICT) AL IKLAS

11642100613

The research background is the increase in early marriage during the covid 19 pandemic. The purpose of this study is to determine the perception and behavior of early marriage in society during the Covid 19 period (a case study in Salo District, Kampar Regency). The research method used is descriptive qualitative.

The research location is the surrounding Salo District. Jl. Datuk Harun Syah, Salo Village, Salo District, Kampar Regency, Riau Province. The research subjects were early marriage couples in Salo District for the 2020-2021 marriage period, while the research object was the perception and behavior of early marriage in the community in Salo District, Kampar Regency. Primary data sources from interviews and secondary data from books and journals. The key informants in this study were the Head of KUA, Teachers, Society, Parents and Spouses who had early marriages. Data collection techniques are interviews, observation and documentation. The results of the study are that people's perceptions of early marriage during the Covid 19 period varied. People who refuse are because there are too many negative impacts on children, while people who accept are because of economic demands, children's desires, and stay away from adultery. The impact of early marriage on the positive side can avoid adultery, and can ease the burden on parents while the negative impact is the impact on health, namely easy bleeding and the risk of premature birth, dropping out of children's schools/education, and there will be easy divorce caused because of immature thinking

Keywords: Early Marriage, Covid 19, Community Perception

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdullilahirabbil‟alamin Puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta‟ala dengan limpahan rahmat, nikmat serta hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beriring salam teruntuk baginda Rasul yakni Muhammad shalallahu‟alaihi wa sallam, yang telah membawa umut manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang. Atas segala rahmat-Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul „‟Analisis Persepsi dan Perilaku Pernikahan Diri Pada Masyarakat di Masa Covid 19 (Studi Kasus Kecamatan Salo Kabupaten Kampar)”

Dalam kesempatan yang berbahagia di penuhi dengan kebesaran Allah yang maha kuasa tidaklah sesuatu terjadi melainkan atas izin-Nya, terwujudlah bagi penulis sebuah karya ilmiah/skripsi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan, tata bahasa, dan penyusunannya. Oleh sebab itu dengan ketulusan dan kerendahan hati menerima masukan berupa kritik dan saran dari berbagai pihak. Semua masukan tersebut akan penulis jadikan sebagai rujukan untuk berkarya lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat oleh setiap pihak yang membacanya.

(9)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian. ... 7

1.4 Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Kajian Terdahulu ... 10

2.2 Landasan Teori ... 11

2.3 Pernikahan ... 21

2.4 Pernikahan Dini ... 29

2.5 Kerangka Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Lokasi Penelitian ... 38

3.3 Subjek Dan Objek Penelitian ... 38

3.4 Informan Penelitian ... 39

3.5 Sumber Data ... 39

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.7 Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN... 42

4.1 Profil KUA Kecamatan Salo kabupaten Kampar ... 42

4.2 Visi Dan Misi ... 42

4.3 Struktur Organisasi KUA kecamatan Salo ... 43

4.4 Program Kerja ... 43

(10)

v

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

5.1 Hasil Penelitian ... 46

5.2 Pembahasan Penelitian ... 54

BAB VI PENUTUP ... 60

6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Nikah artinya menghimpun atau mengumpulkan. Salah satu upaya untuk menyalurkan naluri seksual suami istri dalam rumah tangga sekaligus sarana untuk menghasilkan keturunan yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia di atas bumi. Keberadaan nikah itu sejalan dengan lahirnya manusia di atas bumi dan merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah SWT terhadap hamba-Nya. 1

Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan ulama fiqh, tetapi seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama meskipun redaksionalnya berbeda. Ulama Mazhab Syafi‟i mendefinisikannya dengan

“akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafal nikah/kawin atau yang semakna dengan itu”. 2 Sedangkan ulama Mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan “akad yang mempaedahkan halalnya melakukan hubungan suami istri antara seorang lelaki dan seorang wanita selama tidak ada halangan syara‟.3

Definisi jumhur ulama menekankan pentingnya menyebutkan lafal yang dipergunakan dalam akad nikah tersebut, yaitu harus lafal nikah, kawin atau yang semakna dengan itu. Dalam definisi ulama Mazhab Hanafi, hal ini tidak diungkapkan secara jelas, sehingga segala lafal yang mengandung makna halalnya seorang laki-laki dan seorang wanita melakukan hubungan seksual boleh dipergunakan, seperti lafal hibah. Yang dapat perhatian khusus bagi ulama Mazhab Hanafi, disamping masalah kehalalan hubungan seksual, adalah tidak adanya halangan syara‟ untuk menikahi wanita tersebut.

Misalnya. Wanita itu bukan mahram (mahram atau muhrim) dan bukan pula penyembah berhala. Menurut jumhur ulama, hal-hal seperti itu tidak

1 Hilma Kusuma,Hukum Perkawinan Indonesia(Bandung:Mandar Maju,2010), Hal. 120.

2 Wahbah Az-zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, Jilid 3(Jakarta:Gema Insani,2011),H 232.

3 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawali Press, 2010), Hal. 85.

(12)

2

dikemukakan dalam definisi mereka karena hal tersebut cukup dibicarakan dalam persyaratan nikah.4

Tujuan Pernikahan istu sendiri adalah mencari ketenanga jiwa hal ini sesuai dengan QS Ar-rum 21:

َوْحَرَو ًةَّدَىَّه نُكٌَْيَب َلَعَجَو اَهْيَلِإ اىٌُُكْسَتِّل اًجاَوْزَأ ْنُكِسُفًَأ ْيِّه نُكَل َقَلَخ ْىَأ ِهِتاَيآ ْيِهَو 0 ٍمْىَقِّل ٍتاَي َلَ َكِل ََٰذ يِف َّىِإ ًًۚة

( َىوُرَّكَفَتَي ١٢

)

Artinya: “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.’. (QS. Ar-Rum: 21)

Pemerintah Mengatur tentang pernikahan tertuang dalam Undang- Undang No. 16 Tahun 2019 yang menyatakan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun batas usia pernikahan dalam Undang-Undang Perkawinan disebutkan bahwa pernikahan hanya diijinkan jika pihak pria dan wanita mencapai umur 195. Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batasan usia mi nimal pernikahan ini tentunya sudah melalui proses dan berbagai pertimbangan.

Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari aspek Lebih lanjut dijelaskan pernikahan yang dibawah umur tersebut wajib mengurus surat ke Pengadilan Agama.6.

Namun dalam prakteknya di masyarakat secara umum masih banyak yang melangsungkan pernikahan di usia muda atau di bawah umur.

Pada usia dini, organ reproduksi pada perempuan belum berkembang

4 Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah Jilid 1 (Jakarta: Pustaka at-Tazkia., 2011), Hal. 170.

5 Pemerintah Indonesia, Undang-Undang No.16 Tahun 2019, Tentang Perkawinan, 2019.

6 Mohammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Analisis Dari UU 1 Tahun 1974 Dan Kompilasi Hukum Islam-KHI Cet. Ke-5) (Jakarta: Bumi Aksara., 2004), Hal. 12.

(13)

dengan baik dan kuat, serta secara psikologis belum dianggap matang untuk menjadi calon orang tua bagi laki-laki pada usia tersebut juga sudah kuat sehingga mampu menopang kehidupan keluarga dan melindunginya baik secara psikis emosional, ekonomi, dan sosial.7

Pernikahan dini merupakan perkawinan di bawah umur yang target persiapannya belum dikatakan maksimal baik dari segi persiapan fisik, persiapan mental juga persiapan materi. Terdapat berbagai fakor yang melatar belakangi terjadinya pernikahan dini yang dilakukan, dan menjadi permasalahan yang besar ketika tidak ada pencarian analisa masalah yang tepat yang didasarioleh data yang akurat dan terpercaya serta solusi yang alternatif untuk memecahkan masalah ini. Penangganan adanya dampak buruk pernikahan dini, yaitu dengan pendewasaan usia kawin, keluarga sejahtera dan pemerintah peduli remaja berupa solusi baru yang lebih objektif yang dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk mengatasi maraknya pernikahandini. 8

Dalam pernikahan tidak bermodalkan kemauan saja. Namun juga harus memiliki kesiapan. Hal ini yang membuat perilaku pernikahan dini harus ditinjau terlebih dahulu agar tidak menjadi perilaku yang terkesan seperti tanpa perhitungan dan akhirnya dapat merugikan kedua pihak yang melakukan pernikahan.

Secara biologis, organ-organ reproduksi anak yang baru menginjak akil baligh masih ber ada pada proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hu bungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil dan melahirkan. Jika dipak sakan yang terjadi justru malah sebuah trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Selain itu juga memiliki dampak sosial yang menjadikan wanita sebagai objek nafsu

7 BKKBN, Data Pernikahan Dini, 2012.

8 Dwi Rifiani, „Pernikahan Dini Dalam Perspektif Hukum Islam’, Journal de Jure, 3.2 (2011), 125–34 <https://doi.org/10.18860/j-fsh.v3i2.2144>.

(14)

4

syahwat lelaki saja. Karena tidak jarang, pernikahan dini berakhir pada penelantaran anak dan isteri.

Namun di beberapa kejadian, pilihan pernikahan dini juga dijadikan solusi atas kenakalan remaja yang terjadi saat ini. Hal ini melihat bergitu banyak dan maraknya kenalakan remaja yang terjadi pada masa seakarang ini yang menuntut masayarakt mencari solusi dari kenakalan remaja ini.

Koordinator Pusat Informasi dan Layanan Remaja (Pilar) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Semarang, Nona Yabloy menuturkan, sebagian remaja mempunyai perilaku berisiko. Hasil survei Pilar 2015 terkait perilaku seksual remaja pada 2.843 responden, menunjukkan bahwa 73,4 persen mengaku pertama kali pacaran pada usia 10-15 tahun. Dari responden yang sudah pacaran, mereka melakukan perilaku beresiko seperti ciuman sebanyak 24.6 persen, pelukan 43,7 persen, memengang organ reproduski 11,2 persen, mengesek-gesekkan alat kelamin 2.4 persen dan melakukan hubungan seks 2,2 persen.9

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh York University di Toronto kepada ratusan responden mengemukakan hasil yang mengkhawatirkan tentang kondisi anak zaman sekarang. (1) Anak laki-laki dan perempuan yang pacaran di usia yang sangat muda (sekitar usia 11 tahun) akan mengalami masalah dalam perilakunya. (2) Mereka akan kesulitan dalam mengendalikan emosi dalam hubungan serta cenderung mencoba hal-hal berbahaya seperti mengonsumsi narkoba. (3) Anak-anak yang sudah pacaran juga punya risiko melakukan hubungan seks yang nggak aman serta mengonsumsi alkohol dua kali lebih besar. (4) Orangtua perlu khawatir jika anaknya mulai pacaran di usia 11 tahun karena anak tersebut berpotensi lebih sering berbohong, kabur dan berbuat curang. (5) Remaja yang terlambat menjalin hubungan dengan orang lain (karena fokus

9 Budi Lenggono, „Pengaruh Pacaran Pada Remaja‟, Kompasiana.Com, 2016

<https://www.kompasiana.com/budilenggono/57215cc1b49273f004449b53/artikel-pengaruh- pacaran-pada-remaja?page=all> [accessed 28 October 2020].

(15)

belajar, dll) dinilai lebih baik dan nggak menimbulkan dampak yang serius. (6) Peneliti menambahkan bahwa anak yang dibiarkan tumbuh dewasa sebelum punya hubungan dengan lawan jenis adalah cara terbaik untuk berkembang.10

Menurut penelitian uswatun khasanah tentang pernikahan dini menurut pandangan islam memiliki beberapa dampak positif diantaranya sebagai berikut a) Dukungan emosional; dengan dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ) . b) Dukungan keuangan; dengan menikah di usia dini dapat meringankan beban ekonomi menjadi lebih menghemat. c) Kebebasan yang lebih; Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka bebas melakukan hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara financial dan emosional. d) Belajar memikul tanggung jawab di usia dini; Banyak pemuda yang waktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya masih kecil dikarenakan ada orang tua mereka, disini mereke harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua. e) Terbebas dari perbuatan maksiat seperti zina dan lain-lain11.

Dampak positif yang diperlihatkan pada pernikahan dini berbanding terbalik dengan fenomena yang terjadi saat ini. Hal ini disebabkan dari data fakta yang terjadi terkait usia pernikahan dari masyarakat di Indonesia menunjukan bahwa faktor perceraiain terdiri dari sebagai berikut:

10 Popbela, „Dampak Negatif Pacaran Usia Dini‟, Popbela.Com, 2020

<https://www.popbela.com/relationship/dating/megadini/dampak-negatif-pacaran-usia-dini/15>

[accessed 28 October 2020].

11 Khasanah Uswatun, „Pandangan Islam Tentang Pernikahan Dini‟, Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, 1.2 (2014), 306–18

<http://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97874782241956673/download>.

(16)

6

Sumber: Kumparan.com

Dari data di atas dapat diketahui dari seluruh total kasus perceraiain yang terjadi di Indonesia 35% di antaranya disebabkan masalah ekonomi.

30% lainnya karena perselisihan yang berkepanjangan, 20% karena KDRT, 10% karena Poligami dan 5% karena faktor lainnya. Menurut Vivi Rosdiana Seorang Dosen Psikologi Universitas Gajah Mada menyampaikan bahwa adanya hubungan dari faktor –faktor tersebut dengan kesiapan pernikahan. Kesiapan pernikahan yang dimaksud adalah siap secara fisik, psikis, ekonomi, dan pengetahuan. Ketidaksiapan yang dimaksudkan adalah pernikahan dini. Dimana pasangan yang menikah belum memasuki kategori yang distandarkan sebagai kesiapan.

Fenomena di atas menunjukan bahwa masih terdapat pro kontra di masyarakat terhadap perilaku pernikahan dini tersebut. Dukungan pernikahan dini hadir dari kalangan masyarakat desa yang umumnya masih memegang adat dan religiusitas yang tinggi. Sedangkan kontra dari pernikahan dini ini berasal dari masyarakat intelektual dan modern yang mempunyai perencanaan masa depan yang matang.12

Fenomena pernikahan dini semakin mengkhawatirkan disebabkan terjadinya pandemi Covid 19. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) melaporkan peningkatan

12 Muhammad Aulia Rahman, „Analisis Perilaku Pernikahan Dini Pada Anggota Komunitas Indonesia Tanpa Pacaran Kota Pekanbaru Menurut Tinjauan Hukum Keluarga Islam‟, Skripsi Hukum Keluarga UIN Susqa Riau, 2021.

35%

30%

20%

10% 5%

Gambar 1 Faktor Perceraian 2019

Ekonomi

Perselisihan Berkepanjangan KDRT

(17)

angka perkawinan anak selama pandemi Covid-19. Anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun dan umumnya merupakan pelajar.

Namun, temuan Kemen PPN/Bappenas mengungkap bahwa ada sekitar 400-500 anak perempuan usia 10-17 tahun berisiko menikah dini akibat pandemi Covid-19. Peningkatan angka kehamilan tidak direncanakan serta pengajuan dispensasi pernikahan atau pernikahan di bawah umur juga terjadi. Pada tahun 2020, terdapat lebih dari 64 ribu pengajuan dispensasi pernikahan anak bawah umur.

Peningkatan pernikahan dini pada masa pandemi Covid 19 ini juga terjadi pada Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar. Pengakuan dari KUA Salo menyatakan bahwa periode 2020-2021 terdapat setidaknya 15 permohonan kompensasi pernikahan anak dibawah umur. Angka mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya.

Melihat kondisi tersebut, maka peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian terhadap fenomena pernikahan dini di masa Covid 19 ini. Sehingga diplihlah judul penelitian: “Analisis Persepsi dan Perilaku Pernikahan Diri Pada Masyarakat di Masa Covid 19 (Studi Kasus Kecamatan Salo Kabupaten Kampar)”

1.2 Rumusan Masalah

Dari penelitian ini dapat ditentukan Rumusan Masalah dari Penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Persepsi dan Perilaku Pernikahan Dini Pada Masyarakat di Masa Covid 19 (Studi Kasus Kecamatan Salo Kabupaten Kampar)?

2. Apa faktor yang mempengaruh Persepsi dan Perilaku Pernikahan Dini Pada Masyarakat di Masa Covid 19 (Studi Kasus Kecamatan Salo Kabupaten Kampar)?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(18)

8

a. Untuk mengetahui Persepsi dan Perilaku Pernikahan Dini Pada Masyarakat di Masa Covid 19 (Studi Kasus Kecamatan Salo Kabupaten Kampar)

b. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruh Persepsi dan Perilaku Pernikahan Dini Pada Masyarakat di Masa Covid 19 (Studi Kasus Kecamatan Salo Kabupaten Kampar)

2. Kegunaan Penelitian

Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya sebagai berikut:

a. Bagi Penulis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan

2) Meningkatkan cara berpikir kristis dan analisis terhadap permasalahan yang terjadi pada konseling keluarga islam.

b. Bagi Masyarakat Kecamatan Salo Kabupaten Kampar

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan pada masyarakat dan pihak terkait dalam mengatasi fenomena peningkatan pernikahan dini pada masa Covid 19

c. Bagi UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Dengan adanya penelitian ini bisa memberikan referensi dan pedoman bagi penelitian selanjutnya, sehingga dapat dijadikan perbandingan di masa yang akan datang dan bisa menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Perilaku Pernikahan Dini.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah , penegasan istilah, alasan memilih judul, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.

(19)

BAB II : KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

Bab ini menjelaskan tentang landasan teori yang berkaitan dengan pembahasan masalah yang diteliti. Termasuk didalamnya kajian teori, kajian terdahulu dan kerangka pikir.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang jenis dan pendekatan penelitian, lokasi dan waktu penelitian, sumber data, informan penelitian, teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik analisis data.

BAB IV : GAMBARAN UMUM

Bab ini membahas gambaran umum lokasi lokasi penelitian yaitu : kampung Pematang Kulim Desa pulau Birandang.

BAB V : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang uraian secara umum tentang hasil penelitian dan pembahasan.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dari bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang dapat disampaikan penulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

(20)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajan Terdahulu

Adapun beberapa kajian terdahulu dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Wandi (2018) yang berjudul Peran Bimbingan Konseling Islam Terhadap Pembentukan Karakter Ibu-Ibu Majelis Taklim Sangkale Madani Desa Pararra Kecamatan Sabbang. Hasil penelitian menyatakan bahwa Penyebab terjadinya pernikahan di bawah umur di Kecamatan Wara Utara Kota Palopo karena adanya pergaulan bebas, kemauan sendiri atau saling mencintai, orang tua atau perjodohan, dan media massa, namun faktor yang paling dominan terjadinya pernikahan di bawah umur yaitu adanya faktor pergaulan bebas dan media massa yang membuat para remaja terjerumus kepada pernutan zina karena pergaulan yang tidak dapat dikontrol serta media massa yang tidak dimanfaatkan sebaik mungkin. 2. Dampak dari pernikahan di bawah umur yaitu dilihat dari dampak positifnya dapat terhindar dari perbuatan zina, serta dapat meringankan beban orang tua sedangkan dampak negatif yaitu dampak terhadap kesehatan, yaitu mudah mengalami pendarahan serta resiko melahirkan secara premature, putusnya sekolah anak/pendidikan, serta akan mudah terjadi perceraian yang di sebabkan karena pemikiran yang belum dewasa. 3. Upaya yang dilakukan KUA Kecamatan Wara Utara dalam mengurangi atau meminimalisir terjadinya angka pernikahan di bawah umur yaitu penyuluhan dalam ruangan di KUA dalam bentuk face to face antara kedua pasangan, dan penyuluhan yang dilakukan di lapangan yaitu sosialisasi tentang Undang-Undang perkawinan, keluarga sakinah, ceramah pernikahan yang dilakukan di masjid, 77 acara pengantin, majelis taklim, dan mengunjungi rumah-rumah penduduk.

Serta peran BP4 yaitu sebagai konselor 13

13 Wandi, „Peran Bimbingan Konseling Islam Terhadap Pembentukan Karakter Ibu-Ibu Majelis Taklim Sangkale Madani Desa Pararra Kecamatan Sabbang‟, Skripsi IAIN Palopo, 2018.

(21)

b. Rohman (2021) Bimbingan dan Konseling Islam dalam Menangani Disharmoni Pernikahan Usia Dini. Hasil penelitian menyatakan bahwa KKBPK Kecamatan Proppo memiliki peranan sentral dalam menyusun program untuk mengantisipasi hal tersebut terjadi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengacu pada hasil wawancara dan observasi dan dokumentasi pada kegiatan pembimbingan yang dilakukan KKBPK Kecamatan Proppo kepada para remaja yang melakukan praktik pernikahan dini. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Bimbingan dan konseling Islammemiliki peranan yang sangat penting dalam mencegah atau meminimalisir terjadinya disharmoni bagi pelaku pernikahan dini14

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Persepsi dan Perilaku

Menurut Sumarwan (2011) Persepsi adalah suatu proses memilih, mengatur dan menginterpretasikan informasi mengenai suatu fenomena yang terjadi dilingkungan masyarakat. Persepsi tidak hanya terjadi dalam bentuk rangsangan fisik tapi juga dipengaruhi oleh kondisi isu-isu yang terjadi di masyarakat15.

Persepsi dapat bernilai negatif dan positif. Jika masyarakat memiliki kesan positif terhadap suatu fenomena dan permasalahan maka hal tersebut akan menghasilkan persepsi positif, begitu juga sebaliknya.

Persepsi dalam diri seseorang sangat dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, persepsi secara subtansial dapat sangat berbeda dengan kenyataan atau realitas sebenarnya.

Menurut Oemar Malik (2012) Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku

14 Fathor Rohman and Moh. Ziyadul Haq Annajih, „Bimbingan Dan Konseling Islam Dalam Menangani Disharmoni Pernikahan Usia Dini‟, DA’WA: Jurnal Bimbingan Penyuluhan &

Konseling Islam, 1.1 (2021) <https://doi.org/10.36420/dawa.v1i1.9>.

15 Sumarwan, PERILAKU KONSUMEN, Edisi Kedua (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2011), Hal. 50.

(22)

12

yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai paling yang tidak dirasakan. Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya16.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu kondisi yang mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang terhadap suatu hal atau fenomena yang terjadi di masyarakat. Sedangkan perilaku adalah reaksi seseorang terhadap stimulus yang datang kepada dirinya baik secara internal maupun eksternal.

2.2.2 Apsek Persepsi

Menurut Oemar Malik (2012) Persepsi terdiri dari berbagai aspek adalah17:

a. Seleksi

Seleksi adalah proses dimana masyarakat memilih stimulus yang akan diterima oleh panca indranya berdasarkan kebutuhan yang dipengaruhi oleh masa lalu dan kebutuhan yang menjadi motivasinya.

b. Organisasi

Organisasi merupakan proses dimana masyarakat mengumpulkan atau mengkategorikan kelompok-kelompok stimulus yang ada menjadi satu kesatuan yang utuh secara menyeluruh.

Stimulus yang ada dikelompokkan oleh masyarakat ke dalam pola yang bermakna bagi masyarakat tersebut.

c. Interpretasi

Interpretasi merupakan keadaan yang terjadi ketika seseorang memberikan makna terhadap masukan informasi yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik individu, stimulus, situasional dan bagaimana

16 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Dan Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012). Hal. 45

17Ibid, Hal. 51

(23)

informasi tersebut ditampilkan. Kedekatan interpretasi seseorang atau masyarakat dengan realitas dipengaruhi oleh harapan dan motif dari masyarakat tersebut.

2.2.3 Jenis-jenis Persepsi

Menurut Irwanto (2002) setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Persepsi positif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya.

b. Persepsi negatif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras dengan obyek yang dipersepsi.

Dapat dikatakan bahwa persepsi itu baik yang positif ataupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Dan munculnya suatu persepsi positif ataupun persepsi negatif semua itu tergantung pada bagaimana cara individu menggambarkan segala pengetahuannya tentang suatu obyek yang dipersepsi.18

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Walgito (2010) mengatakan bahwa dalam proses persepsi individu tidak hanya menerima satu stimulus saja, tetapi individu menerima bermacam-macam stimulus yang datang dari lingkungan. Tetapi tidak semua stimulus akan diperhatikan atau akan di beri respon.19 Individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya dan di sini berperannya perhatian. Sebagai akibat dari stimulus yang di pilihnya dan

18 Irwanto, Psikologi umum, (Jakarta : PT Prenhallindo,2002) hlm 71

19 Walgito.Bimo. Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta: C.V Andi,2010) hlm 25

(24)

14

diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut.

Rahmat mengatakan ada empat faktor yang mempengaruhi persepsi20 yaitu:

1. Perhatian

Perhatian yaitu proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran di saat stimuli lainnya melemah.

Perhatian terjadi jika mengkontrasikan pada salah satu alat indera kita dan mengesampingkan masukanmasukan melalui alat indera lain. Perhatian di bentuk oleh faktor internal dan eksternal.

Adapun faktor internal terdiri dari faktor Biologis (kebutuhan dan manusia) dan faktor Sosiopsikologi (sikap, kebiasaan dan kemauan).

Sedangkan faktor eksternal terdiri dari intesitas stimuli yakni kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari yang lain. Gerakan yakni seperti organisme yang lain manusia secara visual tertarik pada objek- objek yang bergerak. Intensitas stimuli, kita akan memperhatikan stimuli yang lebih menonjol dari stimuli yang lain. Kebaruan (novelty) adalah hal- hal yang baru, yang luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian dan Perulangan adalah hal-hal yang di sajikan berkali-kali, bila di sertai dengan sedikit variasi akan menarik perhatian. Di sini unsur familiarity (yang sudah kita kenal) berpadu dengan unsur novelty (yang baru kita kenal). Perulangan juga mengandung unsur sugesti yang mempengaruhi bawah sadar kita.

2. Faktor fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal.

20 Rakhmat Jalaludin. Psikologi Komunikasi. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset:2015) hlm 56

(25)

3. Faktor struktural

Faktor struktural semata-mata dari sifat fisik dan efek-efek saraf yang di timbulkannya pada sistem saraf individu.

4. Memori

Memori menurut Schlessinger dan Groves (dalam Rahmat), adalah sistem yang berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta-fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya.

Mussen dan Rexonzweig (dalam Rahmat:2015) mengemukakan bahwa secara singkat memori melewati tiga proses yakni perekaman, penyimpanan, pemanggilan21 sebagai berikut:

1. Perekaman (disebut encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indera dan sirkut syaraf internal. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh saraf sensoris ke otak. Proses ini disebut dengan proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya apa yang dilihat atau apa yang didengar, atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui indera. Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil dari individu dalam berbagai macam bentuk.22

2. Penyimpanan (storage), proses yang kedua adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa dan di mana.

Penyimpanan bisa aktif atau pasif, kita bisa menyimpan secara aktif, bila

21 Rakhmat Jalaludin. Psikologi Komunikasi. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset:2015) hlm 75

22 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Cet, V; Andi Offset, 2005), h. 102.

(26)

16

kita menambahkan informasi tambahan kita mengisi informasi tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri.

3. Pemanggilan (retrieval) dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi menggunakan informasi yang di simpan.

2.2.5 Jenis-jenis perilaku

Menurut Oktaviana (2014) Jenis-jenis perilaku individu23:

a. Perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan pusat susunan saraf,

b. Perilaku tak sadar, perilaku yang spontan atau instingtif, c. Perilaku tampak dan tidak tampak,

d. Perilaku sederhana dan kompleks,

e. Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.

2.2.6 Bentuk-bentuk perilaku

Menurut Notoatmojo (2011) dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua24.

a. Bentuk pasif /Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada seseorang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

23 Oktaviana, L. (2014). Hubungan Antara Konformitas Dengan Kecenderungan Perilaku Bulliying. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta:Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

24 Notoatmojo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. (Jakarta: Rineka Cipta; 2011) hlm 25

(27)

2.2.7 Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behaviorcauses) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:25

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

a. Pengetahuan apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang dalam hal ini pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai tingkatan.26

b. Sikap Menurut Zimbardo dan Ebbesen, sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau obyek yang berisi komponen-komponen cognitive, affective danbehavior. Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor lingkungan kerja, sebagai berikut:

1) Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.

2) Kognisi adalah keyakinan evaluatif seseorang. Keyakinan keyakinan evaluatif, dimanifestasi dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk yang dimiliki seseorang terhadap objek atau orang tertentu.

3) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu

25 Notoatmojo S. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. (Jakarta: Rineka Cipta; 2011) hlm 32

26 Notoatmodjo, Ilmu Prilaku, (Bandung : Rineka cipta, 2007)hlm 31

(28)

18

dengan cara tertentu.27 Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: menerima (receiving), menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Bertanggungjawab (responsible), bertanggungjawab atas segala suatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang memiliki tingkatan paling tinggi manurut.

2. Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja, misalnya ketersedianya alat pendukung, pelatihan dan sebagainya.

3. Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi undang- undang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya menurut.

Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku menurut Sunaryo dibagi menjadi 2 yaitu :28

1. Faktor Genetik atau Faktor Endogen Faktor genetik atau faktor keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam individu (endogen), antara lain:

a. Jenis Ras

Semua ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda dengan yang lainnya, ketiga kelompok terbesar yaitu ras kulit putih (Kaukasia), ras kulit hitam (Negroid) dan ras kulit kuning (Mongoloid).

27 Winardi, Manajemen prilaku organisasi, (Jakarta: kencana,2004) hlm 23

28Sunaryo, pisikologi prilaku, (Jakarta EGC,2004) hlm 15

(29)

b. Jenis Kelamin

Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku berdasarkan pertimbangan rasional. Sedangkan wanita berperilaku berdasarkan emosional.

c. Sifat Fisik

Perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat fisiknya.

d. Sifat Kepribadian

Perilaku individu merupakan manifestasi dari kepribadian yang dimilikinya sebagai pengaduan antara faktor genetik dan lingkungan.

Perilaku manusia tidak ada yang sama karena adanya perbedaan kepribadian yang dimiliki individu.

e. Bakat Pembawaan

Bakat bawaan adalah kemampuan individu untuk melakukan sesuatu lebih sedikit sekali bergantung pada latihan mengenai hal tersebut.29 f. Intelegensi

Intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu, oleh karena itu kita kenal ada individu yang intelegensi tinggi yaitu individu yang dalam pengambilan keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah.

Sedangkan individu yang memiliki intelegensi rendah dalam pengambilan keputusan akan bertindak lambat.

2. Faktor Eksogen atau Faktor Dari Luar Individu Faktor yang berasal dari luar individu antara lain: 30

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap individu karena lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. Menurut

29 Notoatmodjo, Ilmu Prilaku, (Bandung : Rineka cipta, 2007)hlm 21

30 Nugraheni, Hariyanti. 2015. Pengaruh Narsisme dan Job Stressor pada Perilaku Kerja Kontra Produktif dengan Respon Emosional Negatif (Anger) sebagai Mediator (Studi pada Karyawan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Area Solo). (Skripsi). Surakarta: Universitas Sebelas Maret

(30)

20

Notoatmodjo, perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dalam interkasi manusia dengan lingkungan.

1) Usia

Menurut Sarwono, usia adalah faktor terpenting juga dalam menentukan sikap individu, sehingga dalam keadaan diatas responden akan cenderung mempunyai perilaku yang positif dibandingkan umur yang dibawahnya. Menurut Hurlock masa dewasa dibagi menjadi 3 periode yaitu masa dewasa awal (18-40 tahun), masa dewasa madya (41-60 tahun) dan masa dewasa akhir (>61 tahun). Menurut Santrock dalam Apritasari, orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik secara fisik, transisi secara intelektual, serta transisi peran sosial.Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncaak dari perkembangan sosial masa dewasa.

2) Pendidikan

Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus pada proses belajar dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku, yaitu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan tidak dapat menjadi dapat. Menurut Notoatmodjo, pendidikan mempengaruhi perilaku manusia, beliau juga mengatakan bahwa apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran, sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin tepat dalam menentukan perilaku serta semakin cepat pula untuk mencapai tujuan meningkatkan derajat kesehatan.

3) Pekerjaan

Bekerja adalah salah satu jalan yang dapat digunakan manusia dalam menemukan makna hidupnya. Dalam berkarya manusia menemukan sesuatu serta mendapatkan penghargaan dan pencapaian pemenuhan diri.

(31)

4) Agama

Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk dalam konstruksi kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, bereaksi dan berperilaku individu.

5) Sosial Ekonomi

Lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial, lingkungan sosial dapat menyangkut sosial. Menurut Nasirotun status sosial ekonomi adalah posisi dan kedudukan seseorang di masyarakat berhubungan dengan pendidikan, jumlah pendapatan dan kekayaan serta fasilitas yang dimiliki. Menurut Sukirno pendapatan merupakan hasil yang diperoleh penduduk atas kerjanya dalam satu periode tertentu, baik harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Pendapatan merupakan dasar dari kemiskinan. Pendapatan setiap individu diperoleh dari hasil kerjanya. Sehingga rendah tingginya pendapatan digunakan sebagai pedoman kerja. Mereka yang memiliki pekerjaan dengan gaji yang rendah cenderung tidak maksimal dalam berproduksi. Sedangkan masyarakat yang memiliki gaji tinggi memiliki motivasi khusus untuk bekerja dan produktivitas kerja mereka lebih baik dan maksimal.

6) Kebudayaan

Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat-istiadat atau peradaban manusia, dimana hasil kebudayaan manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.

2.3 Pernikahan

2.3.1 Pengertian Nikah

Istilah penggunaan kata menikah digunakan pada manusia karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat istiadat, dan terutama menurut agama. sedangkan istilah perkawinan digunakan secara umum, untuk tumbuhan, hewan, manusia, dan menunjukkan proses

(32)

22

generatif secara alami. Jadi, kata pernikahan dan perkawinan memiliki makna yang sama, hanya penggunaan kata yang berbeda31.

Pernikahan menurut Undang-Undang Pokok Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk- Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhtumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allat SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya32.

Pernikahan adalah merupakan sunnatullah yang dengan sengaja diciptakan oleh Allah yang antara lain tujuannya untuk melanjutkanketurunan dan tujuan-tujuan lainnya. Dalam al-Qur‟an Allah berfirman:

ًجاَوْزَأ ْنُكِسُفًَأ ْيِّه نُكَل َقَلَخ ْىَأ ِهِتاَيآ ْيِهَو ٍم ْىَقِّل ٍتاَي َلَ َكِل ََٰذ يِف َّىِإ ًًۚةَوْحَرَو ًةَّدَىَّه نُكٌَْيَب َلَعَجَو اَهْيَلِإ اىٌُُكْسَتِّل ا

( َىوُرَّكَفَتَي ١٢

)

Artinya: 21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.33

Defenisi lain tentang pernikahan juga dijelaskan bahwa pernikahan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dan laki-laki. Sedangkan dalam kompilasi hukum islam pasal 2 menjelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mutsaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah

31 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,hal. 36

32 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,hal. 37

33 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahanya, PT. Karya Toha Putra, Semarang, 2010, h. 494

(33)

merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Pernikahan juga merupakan cara yang dipilih Allah untuk manusia agar dapat berkembang biak dan melangsungkan kehidupannya dengan jalan yang diridhoi Allah agar terhindar dari perbuatan dosa.

2.3.2 Hukum Nikah

Meski dianjurkan, namun hukum nikah bisa berubah menurut kondisinya. Dalam kondisi tertentu, hukum menikah bisa menjadi wajib, sunah, makruh, mubah, dan haram. Berikut penjelasan lengkap mengenai hukum nikah34

a. Wajib

Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang telah memiliki kemampuan untuk berumah tangga, baik secara fisik maupun finansial, serta sulit baginya untuk menghindari zina. Orang tersebut diwajibkan menikah karena dikhawatirkan jika tidak, maka ia bisa melakukan perbuatan zina yang dilarang dalam Islam.

b. Sunnah

Dasar hukum nikah menjadi sunah jika seseorang sudah mampu dan siap membangun rumah tangga, tapi dia dapat menahan diri dari segala perbuatan yang menjerumuskannya pada zina.

Meskipun demikian, Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah memiliki kemampuan sebab pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah.

c. Makruh

Selanjutnya ialah hukum nikah makruh. Hal ini terjadi jika seseorang memang tidak menginginkan untuk menikah karena faktor penyakit ataupun wataknya. Dia juga tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya sehingga jika dipaksakan

34 Muhammad Zuhaili@y, Fiqih Munakahat (Kajian Fiqih Prnikahan Dalam Perspektif Madzhab Syafi’i), Terj. Mohammad Kholison (Surabaya: CV. Imtiyaz, 2013), hal. 15-16

(34)

24

menikah, dikhawatirkan orang tersebut tak bisa memenuhi hak dan kewajibannya dalam rumah tangga.

d. Haram

Hukum nikah juga bisa menjadi haram jika seseorang tidak memiliki kemampuan atau tanggung jawab untuk membangun rumah tangga. Misalnya, tidak mampu berhubungan seksual atau tak memiliki penghasilan sehingga besar kemungkinannya dia tidak bisa menafkahi keluarganya kelak. Selain itu, hukum nikah jadi haram jika pernikahan itu dilakukan dengan maksud untuk menganiaya, menyakiti, dan menelantarkan pasangannya.

2.3.3 Rukun dan Syarat Nikah

Rukun dan Syarat Menikah Rukun nikah yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu‟ dan takbiratul ikram shalat. Atau adanya calon pengantin laki-laki/perempuan dalam pernikahan.

Jumhur ulama sepakat bahwa rukun pernikahan itu terdiri atas35: b. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan c. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita

d. Adanya dua orang saksi

e. Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki- laki.

Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat, hal ini bisa dilihat beberapa pendapat berikut ini :

Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:36

35 M.A Tihami, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).Hal. 2

36 Prof. Dr. H. Abdul Hadi, M.A., Fiqh Munakahat, CV. Karya Abadi Jaya, Semarang, 2015, h. 105-106

(35)

1. Wali dari pihak perempuan 2. Mahar (maskawin)

3. Calon pengantin laki-laki 4. Calon pengantin perempuan.

5. Sighat akad nikah.

Imam Syafi‟i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu37: a. Calon pengantin laki-laki.

b. Calon pengantin perempuan.

c. Wali.

d. Dua orang saksi.

e. Sighat akad nikah.

Menurut ulama Hanafiah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja (yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki). Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu:

a. Sighat (ijab dan qabul).

b. Calon pengantin perempuan.

c. Calon pengantin laki-laki.

d. Wali dari pihak calon pengantin perempuan.38

Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan digabung menjadi satu seperti terlihat di bawah ini:

a. Dua orang yang saling melakukan akad perkawinan, yakni mempelai lakilaki dan mempelai perempuan.

b. Adanya wali.

c. Adanya dua orang saksi.

d. Dilakukan dengan sighat tertentu.39

37 ibid

38 Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Dr. Abdul Wahab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat, Amzah, Jakarta, 2009, h. 60

39 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat , h. 47

(36)

26

Syarat pernikahan juga terjadi perbedaan pandangan, misalnya : pendapat dari Muktabah Abu Salmah Al-Atsari yang memberikan penjelasan dari syarat-syarat nikah. Adapun syarat-syarat sahnya nikah ada 4 yaitu:40

a. Menyebutkan secara jelas (ta‟yin) masing-masing kedua mempelai dan tidak cukup hanya mengatakan: “Saya nikahkan kamu dengan anak saya” apabila mempunyai lebih dari satu anak perempuan. Atau dengan mengatakan: “ Saya nikahkan anak perempuan saya dengan anak laki-laki anda” padahal ada lebih dari satu anak laki-lakinya.

Ta‟yin bisa dilakukan dengan menunjuk langsung kepada calon mempelai, atau menyebutkan namanya, atau sifatnya yang dengan sifat itu bisa dibedakan dengan yang lainnya.

b. Kerelaan kedua calon mempelai. Maka tidak sah jika salah satu dari keduanya dipaksa untuk menikah, sebagaimana hadits : “Perempuan janda lebih berhak terhadap dirinya dari pada walinya, sedangkan anak perawan dikawinkan oleh bapaknya”. (HR. daruqutni).41

c. Yang menikahkan mempelai wanita adalah walinya. Apabila seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa wali maka nikahnya tidak sah. Di antara hikmahnya, karena hal itu merupakan penyebab terjadinya perzinahan dan wanita biasanya dangkal dalam berfikir untuk memilih sesuatu yang paling maslahat bagi dirinya.

d. Wali bagi wanita adalah: bapaknya, kemudian yang diserahi tugas oleh bapaknya, kemudian ayah dari bapak terus ke atas, kemudian anaknya yang laki-laki kemudian cucu laki-laki dari anak laki- lakinya terus ke bawah, lalu saudara laki-laki sekandung, kemudian saudara laki-laki sebapak, kemudian keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sekandung kemudian sebapak, lalu pamannya yang sekandung dengan bapaknya, kemudian pamannya yang sebapak

40 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Dar At-Tauji wa An- Nashr Al-Islamiyah, 1999, h.

106

41 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum fiqih Lengkap), (Bandung: Sinar Baru Algasindo, 2004), h. 384.

(37)

dengan bapaknya, kemudian anaknya paman, lalu kerabat-kerabat yang dekat keturunan nasabnya seperti ahli waris, kemudian orang yang memerdekakannya (jika dulu ia seorang budak ) kemudian baru hakim sebagai walinya. Adanya saksi dalam akad nikah, sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir: "Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil (baik agamanya).

Maka tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya dua orang saksi yang adil. Imam Tirmidzi berkata: “Itulah yang dipahami oleh para sahabat Nabi dan para Tabi‟in, dan para ulama setelah mereka. Mereka berkata: “Tidak sah menikah tanpa ada saksi”. Dan tidak ada perselisihan dalam masalah ini diantara mereka. Kecuali dari kalangan ahlu ilmi Muta‟akhirin (belakangan).

Sementara menurut Undang-Undang Pokok Perkawinan dalam pasal 6 dan 7, menyatakan sebagai berikut42:

a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orangtua.

c. Dalam hal salah seorang dari kedua orangtua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orangtua yang masih hidup atau dari orangtua yang mampu menyatakan kehendaknya.

d. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

42 Iffah Muzammil, Fikih Munakahat Hukum Pernikahan Dalam Islam (Tangerang: TS Mart, 2019).Hal. 8

(38)

28

2.3.4 Tujuan Pernikahan

Tujuan pernikahan tersebut adalah sebagai berikut: 43 a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan

b. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya

c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan

d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal

e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 adalah bisa dilihat pada pasal 1 yang menyatakan bahwa44 :

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami Isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.45 Dalam pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Pernikahan adalah hubungan yang sah antara dua pribadi yang berbeda bahwa ikatan itu tidak cukup dengan ikatan lahir saja atau batin saja, akan tetapi kedua-duanya harus terpadu erat. Yang diperhatikan bukan hanya pada ikatan lahiriyah tetapi juga pada ikatan batinnya selain itu kata keluarga atau hubungan yang dibenarkan hanya antara wanita dan laki-laki tidak dibenarkan adanya ikatan sesama jenis. Sehingga pernikahan yang diakui oleh hukum hanya laki-laki dengan wanita. Suatu ikatan lahir merupakan ikatan yang dapat dilihat dan ditandai dengan adanya hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama

43 Prof. Dr. Amir Syarifuddin, op.cit., 4

44 Undang-Undang Perkawinan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

45 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, h. 44

(39)

sebagai suami Isteri.

2. Pernikahan merupakan pergaulan yang dibenarkan dan membentuk keluarga yang bahagia, makna keluarga disini merupakan ikatan suami Isteri yang saling menjaga dan memahami hak dan kewajiban masing-masing, menjaga kepentingan keturunan juga keluarga masing-masing.

3. Hubungan antara kedua individu untuk selama-lamanya atau kekal.

Tujuan pernikahan yang diinginkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 sangatlah ideal karena yang diperhatikan bukan hanya pada kebutuhan lahiriyahnya tetapi juga pada kepentingan batiniyah, yang pada dasarnya dalam pernikahan selalu di bawah tuntunan agama sesuai aturan dan perintah Allah swt.

Bebas dan tanpa batas dalam menciptakan hubungan adalah hal yang dilarang oleh agama, hal ini disesalkan karena kita manusia tidak sama dengan binatang, yang hanya mementingkan kepentingan jasmaninya.

Hubungan bebas tanpa batas akan menimbulkan kerugian bagi kedua individu dan juga bagi keluarganya. Oleh karena itu, dengan melangsungkan pernikahan akan diperoleh kebahagiaan, baik materil maupun spiritual.

2.4 Pernikahan Dini

2.4.1 Pengertian Pernikahan Dini

Menurut WHO, pernikahan dini (early married) adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia dibawah usia 19 tahun.

Menurut United Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara resmi atau tidak resmi yang dilakukan sebelum usia 19 tahun. Menurut UU RI Nomor 16 Tahun 2019 pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria maupun wanita yang sudah mencapai umur

(40)

30

19 tahun. Apabila masih di bawah umur tersebut, maka dinamakan pernikahan dini.46

Pengertian secara umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Remaja itu sendiri adalah anak yang ada pada masa peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak- anak, baik bentuk badan, sikap,dan cara berfikir serta bertindak,namun bukan pula orang dewasa yang telah matang.

2.4.2 Aspek-Aspek Pernikahan Dini

Bahwa Ketentuan pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Perkawinan tersebut seolah-olah membuat Undang-Undang Pernikahan tersebut menjadi tidak tegas karena dengan demikian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 sesungguhnya tidak melarang pernikahan di bawah umur jika agama dan kepercayaan yang bersangkutan tidak menentukan lain, yang artinya secara tidak langsung batas usia minimum untuk melaksanakan suatu pernikahan dapat dikompromikan atas dasar suatu keyakinan/kepercayaan. Celah hukum seperti inilah yang mungkin dapat dipakai oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari dilakukannya pernikahan di bawah umur tersebut.47

Berbeda dengan Undang-Undang Perkawinan, mengenai batas usia dewasa untuk melangsungkan pernikahan bagi orang yang beragama Islam (Muslim) adalah 21 tahun, batas usia dewasa untuk melakukan pernikahan tersebut diatur dalam Bab XIV tentang pemeliharaan anak dalam Pasal 98 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi:

Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.48

46 UU Perkawinan RI Nomor 16 Tahun 2019 pasal 7 ayat 1

47 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

48 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: CV. Akademika Pressindo, 2010), h.

137

(41)

Oleh karena itulah pernikahan adalah satu-satunya syariat Allah yang menyiratkan banyak aspek di dalamnya. Diantara aspek-aspek tersebut adalah:

a. Aspek personal yang meliputi penyaluran kebutuhan biologis dan reproduksi generasi.

b. Aspek sosial, melalui pernikahan bisa membentuk rumah tangga yang baik sebagai fondasi masyarakat yang baik dan membuat manusia menjadi kreatif karena adanya tanggung jawab yang timbul sebab ada pernikahan.

c. Aspek ritual, sebagai salah satu model ibadah kepada Allah karena mengikuti Sunnah rasul. d. Aspek moral, ada perbedaan yang jelas antara manusia dan hewan dalam menyalurkan libido seksualitas, karena manusia harus mengikuti aturan atau norma-norma agama sedangkan hewan tidak.

d. Aspek kultural, karena lebih membedakan kultur atau budaya manusia primitive dan manusia modern, walaupun dalam dunia primitif mungkin terdapat aturan-aturan pernikahan namun dapat dipastikan bahwa aturanaturan kita jauh lebih baik dari pada aturan-aturan mereka. Hal itu menunjukkan bahwa kultur kita lebih baik dari pada kultur mereka.49

2.4.3 Faktor yang mempengaruhi Perilaku Pernikahan Dini Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pernikahan Dini adalah:

a. Faktor individu 50

1) Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang.

Makin cepat perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula berlangsungnya pernikahan sehingga mendorong terjadinya pernikahan pada usia muda.

49 Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia ), h.15

50 Sarlito Sarwono.. Teori-teori Psikologi Sosial.( Jakarta : CV. Rajawali: 1991) hlm 21

(42)

32

2) Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong berlangsungnya pernikahan usia muda.

3) Sikap dan hubungan dengan orang tua. Pernikahan usia muda dapat berlangsung karena adanya sikap patuh dan atau menentang yang dilakukan remaja terhadap perintah orang tua. Hubungan dengan orang tua menentukan terjadinya pernikahan usia muda. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan pernikahan remaja karena ingin melepaskan diri dari pengaruh lingkungan orang tua.

4) Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi, termasuk kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan pernikahan yang berlangsung dalam usia sangat muda, diantaranya disebabkan karena remaja menginginkan status ekonomi yang lebih tinggi.

b. Faktor Keluarga

Peran orang tua dalam menentukan pernikahan anak-anak mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: 51

1) Sosial ekonomi keluarga

Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai keinginan untuk mengawinkan anak gadisnya. Pernikahan tersebut akan memperoleh dua keuntungan, yaitu tanggung jawab terhadap anak gadisnya menjadi tanggung jawab suami atau keluarga suami dan adanya tambahan tenaga kerja di keluarga, yaitu menantu yang dengan sukarela membantu keluarga istrinya.

2) Tingkat pendidikan keluarga

Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering ditemukan pernikahan diusia muda. Peran tingkat pendidikan berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang kehidupan berkeluarga.

51 Sarlito Sarwono.. Teori-teori Psikologi Sosial.( Jakarta : CV. Rajawali: 1991) hlm 22

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pencapaian pemahaman konsep (PK) dan self-efficacy terhadap matematika siswa yang memiliki IQ tinggi, IQ sedang

Berdasarkan tabel 3.25 diatas dapat dijelaskan bahwa Tanggapan Kepuasan Responden mengenai bersifat positif karena customer service menyelesaikan permasalahan dengan

Keberagaman budaya Indonesia bukan lagi hal asing di mata dunia. Indonesia memiliki keberagaman budaya yang sangat banyak dengan ciri khas di setiap wilayahnya. Di era

pengawasan dampak lingkungan dapat dilakukan apabila memenuhi unsur kesengajaan atau kelalaian yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diancam

Pasal 1313 KUH perdata menjelaskan bahwa “Suatu perjanjian (persetujuan) adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang, atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan wawasan mengenai perkembangan Ilmu Administrasi, perkembagan teori manajemen yang

Mahasiswa Mampu Menjelaskan Perkembangan Manajemen dalam Persfektif Islam. Perkembangan Manajemen dalam Persfektif

Menurut Iqbal dan persepsi pendidikan Islam, perlu dibentuk konsep diri manusia dengan jelas dan baik yang berlandaskan nilai-nilai agama, sehingga mampu tercipta Insan yang