• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi

OLEH :

NURUL AULIA 11860124708

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2023

(2)

i

COMPASSION PADA MAHASISWA BARU UIN SUSKA RIAU

Disusun Oleh:

Nurul Aulia 11860124708

SKRIPSI

Telah diterima dan disetujui untuk disidangkan pada sidang munaqasyah fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Pekanbaru, 2022 Pembimbing,

Ikhwanisifa,M.Psi.Psikolog NIP.198604272015032005

(3)
(4)

iii

(5)
(6)

v

menambah nikmat untuk mu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab-Ku sangat pedih”

(Q.S Ibrahim:14, ayat 7)

“Aku lebih menghargai orang yang beradab daripada berilmu

Kalau hanaya berilmu, iblis-pun lebih tinggi ilmunya daripada manusia”

(Syekh Abdul Qadir Al-Jailani)

“Bukan tentang seberapa tinggi jabatanmu tapi, seberapa bermanfaatkah kamu untuk orang-orang yang berada disekitarmu”

(Lia)

(7)

vi

Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil'alamin atas ridha Allah SWT, peneliti dapat menyelesaikan berbagai permasalahan semasa menjalani pendidikan sampai saat ini di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Peneliti sampai di tahap ini semata-mata bukan hanya atas perjuangan peneliti sendiri melainkan banyak sosok inspiratif yang berada di sekeliling peneliti yang tiada hentinya memberikan dukungan, bantuan, dan nasehat selama ini.

Dengan memohon ridha Allah SWT, peneliti mempersembahkan hasil perjuangan ini untuk orang tua yang saya sayangi yaitu Ibu Syima dan Bapak M.

Ayunan, kakak tercinta Puspita Sari serta adik kandung yang saya sayangi Risma Indah yang senantiasa memberikan kasih sayang dan dukungan kepada peneliti hingga saat ini. Semoga persembahan ini dapat mengukir senyuman dan menjadi kado terindah yang dapat peneliti berikan.

(8)

vii

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan menyebut nama Allah SWT. yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, peneliti mengucapkan puji syukur atas kehadiratnya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahnya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Coping Religius dengan Self Compassion Pada Mahasiswa Baru UIN SUSKA

Riau” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) bagi Mahasiswa program S1 di program studi Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau.

Peneliti menyadari bahwa dalam melaksanakan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak pada peneliti. Maka dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Hairunnas, M.Ag. selaku Rektor UIN Sultan Syarif Kasim Riau.

2. Bapak Dr. H. Kusnadi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau.

(9)

viii Syarif Kasim Riau.

4. Terima kasih kepada Bapak Dr. Khairil Anwar, S.Ag., M.A. selaku penasehat akademik peneliti. Beliau selaku PA yang baik, telah meluangkan waktu dan pikirannya demi menasehati peneliti.

5. Terima kasih yang tiada terhingga dan terketara kepada Ibu Ikhwanisifa, M.Psi., Psikolog. selaku Dosen Pembimbing dalam penyelesaian skripsi ini.

Peneliti menuturkan ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya, karena Beliau telah bersedia untuk meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu peneliti. Beliau yang begitu sabar membimbing penulis dalam proses panjang penulisan karya tulis ini, telah memberikan semangat dan energi positif yang sangat berarti bagi penulis hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

6. Terima kasih kepada Ibu Salmiyati, M.Psi., Psikolog. selaku Narasumber I atas kesediaan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan masukan serta saran yang membangun demi kemajuan skripsi ini.

7. Terima kasih kepada Ibu Raudatussalamah, M.A selaku Narasumber II atas kesediaan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan masukan serta saran yang membangun demi kemajuan skripsi ini.

(10)

ix

penulis selama masa perkuliahan dan untuk masa yang akan datang.

9. Terima kasih banyak kepada seluruh staf Akademik, Umum, Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang telah melayani segala keperluan peneliti selama masa perkuliahaan hingga penyusunan masa skripsi.

10. Teristimewa untuk keluargaku tercinta Ayahanda M. Ayunan, Ibunda Saina,kakak, abang dan Adik yang sudah menjadi bagian dari semangatku dalam mengarungi perjalanan ini.

11. Semua teman-teman kelas B yang telah berbagi suka dan duka selama dalam penyusunan skripsi ini.

12. Terima kasih untuk sahabat seperjuangan peneliti terkhususnya Iki, Hijrah, Esas, Dewi, Dian, Fatimah, dan Ependi yang selalu menerima keluh kesah peneliti dari semester 4 sampai menyusun skripsi ini.

13. Terima kasih untuk Rendi Juanda atas dukungannya, sehingga peneliti bersemangat untuk menyelesaikan penelitian ini.

14. Terima kasih untuk teman virtual peneliti khususnya Hilmi Irawan yang selalu menghibur peneliti dengan kelucuannya.

15. Serta semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan serta dukungan kepada peneliti.

(11)

x

kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan peneliti terima dengan senang hati demi tercapainya kesempurnaan dikemudian hari. Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi pembaca. Aamiin ya robbal a’lamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekanbaru, 11 Januari 2022 Peneliti

Nurul Aulia

(12)

xi

LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIASI...iii

SURAT KETERANGAN SIMILARITY...iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACK ... xvi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Keaslian Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Compassion ... 11

1. Pengertian Self-Compassion ... 11

2. Komponen Self-Compassion ... 13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Compassion ... 15

4. Manfaat Self-Compassion ... 19

B. Coping Religius ... 21

1. Pengertian Coping Religius ... 21

2. Bentuk-bentuk Coping Religius ... 22

3. Aspek-aspek Coping Religius ... 23

4. Dimensi Coping Religius ... 25

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Coping Religius ... 26

C. Kerangka Berpikir ... 28

D. Hipotesis ... 31

BAB III : METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 32

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 32

C. Definisi Operasional ... 32

D. Populasi dan Sampel Penelitian... 34

E. Teknik Sampling ... 37

F. Metode Pengumpulan Data ... 39

G. Validitas dan Reliabilitas ... 43

(13)

xii

D. Analisis Tambahan ... 56

E. Pembahasan ... 60

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 70

(14)

xiii

Tabel 3.3 Blueprint Skala Coping Religius ... 38

Tabel 3.4 Blueprint Skala Self Compassion ... 39

Tebel 3.5 Blueprint Skala Coping Religius (Try Out) ... 41

Tabel 3.6 Blueprint Skala Self Compassion (Try Out) ... 42

Tabel 3.7 Blueprint Skala Coping (Penelitian) ... 43

Tabel 3.8 Blueprint Skala Self Compassion (Penelitian) ... 43

Tabel 3.9 Koefisien Reability ... 44

Tabel 3.10 Jadwal Penelitian ... 45

Tabel 4.1 Gambaran Subjek penelitian berdasarkan usia ... 48

Tabel 4.2 Gambaran Subjek penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 49

Tabel 4.3 Gambaran Subjek penelitian berdasarkan Fakultas ... 51

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas ... 51

Tabel 4.5 Hasil Uji Linieritas ... 52

Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis ... 45

Tabel 4.7 Norma Kategorisasi ... 53

Tabel 4.8 Gambaran Hipotetik dan Empirik Variabel Coping Religius ... 54

Tabel 4.9 Kategorisasi Variabel Coping Religius ... 54

Tabel 4.10 Gambaran Hipotetik dan Empirik Variabel Self Compassion .... 55

Tabel 4.11 Kategorisasi Variabel Self Compassion ... 55

Tabel 4.12 Analisis Cross Product ... 57

Tabel 4.13 Sumbangan Efektif Tiap Aspek ... 57

Tabel 4.14 Analisis Perbedaan Berdasarkan Fakultas ... 58

(15)

xiv

Lampiran C Verbatim ... 71

Lampiran D Skala Try Out ... 72

Lampiran E Tabulasi Data Try Out ... 77

Lampiran F Reliabilitas Dan Validitas ... 84

Lampiran G Skala Penelitian ... 87

Lampiran H Data Penelitian ... 91

Lampiran I Tabulasi Data Penelitian ... 100

Lampiran J Uji Normalitas ... 131

Lampiran K Uji Linearitas ... 133

Lampiran L Uji Hipotesis ... 135

Lampiran M Analisis Tambahan ... 137

Lampiran N Kategorisasi Data Penelitian ... 142

Lampiran O Surat Izin dan Surat Keterangan Selesai Peneitian ... 144

(16)

xv Nurul Aulia

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

ABSTRAK

Transisi dari masa SMA ke Universitas memunculkan berbagai tantangan dan tuntutan baru bagi mahasiswa. Akibatnya banyak timbul berbagai permasalahan pada diri mahasiswa sehingga diperlukan self compassion untuk mengatasi permasalahan tersebut. Coping Religius diprediksi dapat membantu mahasiswa untuk memunculkan self compassion. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Coping Religius dengan self compassion pada mahasiswa baru UIN SUSKA Riau. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 355 mahasiswa baru angkatan 2021 UIN SUSKA Riau dengan teknik pengambilan sampel menggunakan proportionate random sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala Coping Religius RCOPE (Kur‟ani, 2016) dan skala self compassion (Neff, 2003). Berdasarkan hasil analisis korelasi product moment diperoleh nilai korelasi sebesar 0,575 dengan signifikansi 0,000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti ada hubungan coping religius dengan self compassion pada mahasiswa baru UIN SUSKA Riau.

Kata Kunci: coping religius; self compassion; mahasiswa

(17)

xvi

Faculty of Psychology, Sultan Syarif Kasim State Islamic University Riau

ABSTRACK

The transition from high school to university raises new challenges and demands for students. As a result, many problems arise in students so that self-compassion is needed to overcome these problems. Religious Coping is predicted to help students to develop self-compassion. This study aims to determine the relationship between Religious Coping and self-compassion on new students of UIN SUSKA Riau. The sample in this study amounted to 355 new students class 2021 UIN SUSKA Riau with a sampling technique using proportionate random sampling.

The data collection method in this study used the RCOPE Religious Coping scale (Kur'ani, 2016) and the self-compassion scale (Neff, 2003). Based on the results of the product moment correlation analysis, the correlation value is 0.575 with a significance of 0.000. The results showed that the hypothesis was accepted, which means that there is a relationship between religious coping and self-compassion for new students at UIN SUSKA Riau.

Keywords: gratitude; self compassion ; college student

(18)

1 A. Latar Belakang Masalah

Transisi dari SMA ke Universitas memunculkan berbagai tantangan bagi mahasiswa baru yang memasuki masa dewasa awal. Dewasa awal ini juga sering disebut dengan masa peralihan dari yang awalnya ketergantungan menuju masa kemandirian, mulai dari kemandirian ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri dan pandangan tentang masa depan yang lebih realistis. Oleh Karena itu, Berbagai tuntutan sering membelenggu mahasiswa baru dalam menyelesaikan studinya seperti tuntutan akademik, sosialisasi dalam lingkungan kampus maupun lingkungan sekitar lainnya (Karinda, 2020).

Mahasiswa baru dituntut untuk dapat mengatur dirinya secara mandiri, berbagai perubahan yang mereka alami dan banyaknya tuntutan yang mereka dapatkan sehingga menyebabkan munculnya beragam masalah dan menimbulkan pemikiran-pemikiran negatif dalam diri mahasiswa baru tersebut.

Pemikiran negatif tersebut diantaranya adalah menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, maupun lingkungan sekitarnya. Dari hasil pemikiran tersebut akan menurunkan penilaian positif dan penerimaan pada situasi yang dihadapi. Dalam keadaan seperti itu menyebabkan seseorang dapat melakukan berbagai pelampiasan emosi negatif dalam kehidupannya Hudd (dalam Saswita, 2013).

(19)

2

Emosi-emosi negatif yang berkepanjangan tanpa ada penyelesaian dapat menghambat seseorang untuk menjalani kehidupan, sehingga menjadikan seseorang tersebut sulit untuk mengembangkan diri dan cenderung menarik diri dari lingkungan. Untuk mengatasi emosi-emosi negatif tersebut seseorang harus dapat menerima segala kenyataan, kekurangan, dan permasalah yang terjadi. Mempunyai sikap belas kasih diri menjadi gerbang awal dalam mengatasi emosi-emosi negatif yang dialami individu. Istilah ini disebut dengan belas kasih diri atau sering disebut dengan self compassion (Halim, 2015).

Neff (dalam Juliana, 2019) Self Compassion merupakan sebagai sikap berbaik hati terhadap diri sendiri saat menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup ataupun kekurangan dalam diri. Belas kasih diri pada individu cenderung memiliki kasih sayang yang melibatkan diri sendiri seperti bersikap baik kepada diri sendiri dan tidak mengkritik diri, tetapi lebih melihat penderitaan, kegagalan dan kekurangan sebagai bagian dari kehidupan manusia pada umumnya. Belas kasih diri adalah menghibur diri dan peduli ketika diri sendiri mengalami penderitaan, kegagalan, ketidaksempurnaan serta dapat mengambil makna dari kesulitan tersebut dan dapat mengubahnya ke hal yang lebih positif (Hidayati, 2015).

Menurut Gilbert & Procter (dalam Karinda, 2020) self compassion dapat menenangkan individu saat berada dalam situasi yang kurang baik dan situasi yang tidak diinginkan. Namun, hal ini tidak sejalan dengan wawancara yang peneliti lakukan kepada 6 Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN SUSKA

(20)

Riau pada tanggal 23 September 2021 dengan inisial RF, SW, S, SM, dan WD. Wawancara dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran self compassion pada beberapa mahasiswa baru UIN SUSKA Riau. Berikut kutipan wawancara subjek RF yang cenderung menyalahkan diri dan menarik diri jika mengalami kesulitan.

“…Karena ada mata kuliah yang gak kita pelajari waktu SMA kak, tugasnya juga banyak ternyata dan susah paham rasanya sedih kak, kecewa karena dosen udah ngejelasin panjang lebar tapi akunya gak paham dan tugasnya gak sesuai sama apa yang diminta dosen, sementara teman-teman yang lain bisa aku enggak, kadang ada juga kayak menyalahkan diri sendiri ee karena rasanya udah gagal.. kadang sengaja ngejauh dari temen-temen karena malu

Berikut kutipan wawancara subjek SW yang cenderung menyalahkan dirinya:

“...mau nyalahin keadaan juga kayanya ya emang di diri sendiri juga salah deh, orang lain bisa kita gak bisa tu jadi ya salahnya di diri kita sendiri”.

Berikut kutipan subjek S yang cenderung berekasi berlebihan dan menyalahkan dirinya terhadap suatu masalah yang di hadapinya:

“Kalo masalah kuliah ni merasa cemas kaya mikir bisa gak ya cepat tamat,, karena dengar dari kating banyak yang lulus gak tepat waktu “Ya panik juga, gemetar kalau ditanya dosen gak bisa jawab, terus kaya ada rasa stres.

Ee, tu pusing, terutamanya ya itu pusing”.Iiya, saya suka nyalahin diri saya sendiri”.marah sama diri sendiri biasanya aku pergi keluar nyari makanan yang pedas kak, ntah itu samyang atau yang lainnya, karna bisa kayak ngelupain gitu, sampai pernah ke puskesmas karena perutnya panas

(21)

Berikut kutipan wawancara SM yang mengtakan bahwa ia mengalami beberapa kesulitan namun tidak menyalahkan dirinya dan memandang permasalahan secara positif:

.“memang ada mata kuliah yang memang gak kita pelajari waktu SMA kak, susah untuk paham, tapi ya biasa aja kayak dijalani aja…

Berikut kutipan wawancara WD yang mengalami beberapa kesulitan namun mampu memandang segala permasalahan yang dihadapinya secara positif:

“Aduh, gak usah ditanya lagi banyak permasalahannya kak, baru semester 2 aja kami dah pening”

“tapi merasa wajar aja sih kak dengan kesulitan ini, soalnya tanya teman-teman juga merasakan hal yang sama”.

Berdasarkan hasil wawancara awal yang peneliti lakukan pada kelima subjek, mendapatkan hasil bahwa 3 dari 5 subjek terlihat masih memliki self compassion yang kurang baik. Sehingga menyebabkan mahasiswa memunculkan emosi-emosi negatif secara terus-menerus. Menurut Neff (dalam Aldyafigama, Baihaqi, & Pujasari, 2018) seseorang yang memiliki self compassion memiliki karakteristik seperti peduli dan penuh kasih terhadap diri sendiri, tidak mengkritik dan menghakimi diri sendiri, melihat kelemahan diri secara luas, merasa baik tentang diri sendiri, memiliki keinginan untuk kesehatan dan kesejahteraan diri, serta sadar akan pikiran dan emosi negatif pada dirinya. oleh sebab itu, self compassion sangat penting dimiliki oleh mahasiswa agar dapat menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapinya selama masa pademi. Menurut Neff, agar individu inisiatif untuk mencapai

(22)

potensi penuh yang di milikinya dan agar tingkatan kecemasannya lebih rendah maka di perlukan self compassion (dalam Zulaehah & Kushartati, 2017).

Terdapat 3 dimensi dalam self compassion menurut Neff (dalam Aldyafigama dkk, 2018), yaitu self kindness, common humannity, dan mindfullnes. Idealnya mahasiswa harus memiliki ketiga dimensi self compassion ini pada dirinya. Dimensi pertama kebaikan diri (self kindness) yaitu kemampuan diri untuk memahami, menerima, dan tidak menghakimi diri sendiri saat mengahadapi kesulitan dalam hidupnya. Namun, pada hasil wawancara masih terdapat mahasiswa yang merasa panik dan kesal ketika menghadapi masalah sehingga mahasiswa menyalahkan dirinya sendiri, hal ini berlawanan dengan self kindnes yang di sebut dengan self judgement. Dimensi kedua common humanity yaitu individu sadar bahwa pengalaman seperti merasa kesulitan, kegagalan, dan penderitaan adalah hal yang manusiawi dan dirasakan oleh semua manusia bukan hanya dirinya sendiri. Namun, pada hasil wawancara terdapat mahasiswa yang masih menarik diri dari lingkungan ketika di hadapkan masalah, hal ini berlawanan dengan dimensi common humanity yang disebut dengan isolution. Dimensi ketiga mindfulness yaitu individu merespon suatu kejadian tanpa melebih-lebihkan ataupun menguranginya.

Namun, pada hasil wawancara masih terdapat mahasiswa yang masih bereaksi berlebihan ketika dihadapkan pada suatu masalah seperti merasa panik hingga gemetaran, hal ini berlawanan dengan dimensi mindfulness yang di sebut dengan over-identification.

(23)

Melihat hal ini, tentu self compassion dirasa penting untuk dimiliki dan ditingkatkan oleh mahasiswa karena mahasiswa yang memiliki self compassion yang baik akan mampu mengatasi emosi negatif yang timbul dari berbagai permasalahan yang dihadapinya. Menurut Satwika, Setyowati, & Anggawati (2021) mahasiswa mampu menerima segala keadaan yang terjadi dan mampu mengatur emosi pada dirinya dengan self compassion.

Salah satu faktor yang mempengaruhi self compassion diantaranya adalah agama, dimana agama memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan psikologis dan dapat meningkatkan self compassion pada diri individu.

Angganantyo (2014) mengemukakan salah satu strategi yang dapat dilakukan mahasiswa baru dalam menghadapi permasalahannya dapat menggunakan strategi pendekatan agama, salah satu strateginya yaitu Koping religius.

Koping religius artinya koping yang dilakukan menggunakan pendekatan keagamaan. Koping religius merupakan strategi dengan memasukkan pemahaman akan kekuatan dalam hidup, dimana kekuatan tersebut dikaitkan dengan unsur ketuhanan (Wong & Wong, dalam Angganantyo, 2014). Oleh sebab itu, pendekatan koping religius dapat memberikan solusi untuk masalah dalam kehidupan.

Coping religious memungkinkan adanya pemikiran yang lebih positif terhadap permasalahan yang terjadi koping melalui berdoa, ritual keagamaan dapat membantu mahasiswa ketika mengalami kesulitan dalam hidup, sehingga menciptakan makna yang dapat dijadikan pembelajaran dengan begitu akan mampu memunculkan self compassion dalam diri, yakni bersikap baik terhadap

(24)

diri sendiri saat mengalami permasalahan dan menganggap bahwa permasalahan atau kesulitan tersebut adalah bagian dari hidup yang harus dijalani (Rammohan, Rao & Subbakhrisna, dalam Angganantyo, 2014) .

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Aldyafigama (2018) yang mengemukakan bahwa semakin tinggi koping religius maka semakin tinggi pula self compassion pada diri individu.

Pargament (2005), meyakini bahwa koping religius dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan subjektif dan berharap bahwa penelitian ini akan terus dikembangkan oleh peneliti yang lain, karena hal ini sangat menarik dan unik. Perlunya manusia untuk belajar lebih banyak tentang agama, bukan hanya sebagai sumber daya tetapi lebih pada pengenalan terhadap diri serta menguatkan keyakinannya mengenai keterkaitan kesehatan, kesejahteraan, dan religius.

Berdasarkan fenomena tersebut dapat dipahami bahwa mahasiswa yang memiliki self compassion memungkinkan dirinya untuk mampu mengontrol emosinya, termasuk emosi negatif. Sehingga tidak merasa bahwa tidak hanya dirinya yang mengalami hal-hal buruk dalam hidup. Saat emosi negatif dapat ditangani, diri akan merasa tenang dan dapat membantu seseorang mengambil keputusan yang tepat. Penelitian ini berfokus pada mahasiswa baru, karena mahasiswa baru dituntut oleh lingkungannya untuk mampu menghadapi perubahan baru yang terjadi. oleh karena itu penelitian tentang gambaran self compassion dan Koping religius ini menjadi penting

(25)

untuk dilakukan agar mahasiswa baru tersebut dapat menjalankan perannya sebagai mahasiswa yang optimal.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu ”Apakah terdapat hubungan antara coping religius dengan self compassion pada mahasiswa baru Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara coping religius dengan self compassion pada mahasiswa mahasiswa baru Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

D. Keaslian Penelitian

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan self compassion telah banyak diteliti mahasiswa psikologi. Hal tersebut dikarenakan pembahasannya sesuai dengan kajian mahasiswa psikologi. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang terkait dengan variabel-variabel yang akan diteliti oleh peneliti :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Aldyafigama (2018) dengan judul

“Hubungan antara Coping Religius dan Rasa Syukur dengan Self Compassion” menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara coping religius dan syukur dengan self compassion. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah variabel bebasnya sama yaitu coping religius dan variable terikatnya juga sama yaitu self compassion. Penelitian ini juga menggunakan metode kuantitatif sebagai

(26)

pendekatan penelitiannya. Perbedaannya dengan peneliti lakukan adalah pada penelitian ini subjeknya adalah mahasiswa baru, sedangkan pada penelitian Aldyafigama subjeknya yaitu tunanetra dewasa awal.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Dinda Marisa dan Nelia Afriyeni (2019) dengan judul “ Kesepian dan Self Compassion pada Mahasiswa Perantau”

menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kesepian dengan self compassion. Salah satu persamaan dengan yang peneliti lakukan adalah variabel terikatnya sama yaitu self compassion. Penelitian ini juga menggunakan metode kuantitatif sebagai pendekatan penelitiannya.

Perbedaan dengan yang peneliti lakukan adalah subjeknya mahasiswa baru sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dinda Marisa dan Nelia Afriyeni yaitu mahasiswa perantau Universitas Andalas.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Kristin D. Neff dan Elizabeth Pommier (2013) dengan judul “The Relationship between Self Compassion and Other-Focused Concern among College Undergraduates, Community Adults, and Practicing Mediators” menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara self compassion berkaitan dengan perhatian yang terfokus pada orang lain. Perbedaan dengan yang peneliti lakukan adalah pada penelitian ini subjeknya mahasiswa baru, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh oleh Kristin D. Neff dan Elizabeth Pommier subjeknya yaitu mahasiswa, komunitas dewasa dan mediator praktisi.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Sulistyani, Ratna Supradewi, dan Diany Ufieta Syafitri (2019) dengan judul “Hubungan antara Koping

(27)

Religius dengan Penyesuaian Diri pada mahasiswa Tingkat Awal di Universitas Islam Sultan Agung Semarang” menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara koping religius dengan penyesuaian diri.

Persamaan dengan yang peneliti lakukan adalah variabel bebasnya sama yaitu Coping Religius. Penelitian ini juga menggunakan metode kuantitatif sebagai pendekatan penelitiannya. Perbedaan dengan yang peneliti lakukan pada penelitian ini yaitu terletak pada variabel terikatnya.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Pratista Arya Satwika, Rini Setyowati dan Fika Anggawati (2020) dengan judul “Dukungan Emosional Keluarga dan Teman Sebaya terhadap Self Compassion pada Mahasiswa saat Pandemi Covid-19” menunjukan adanya hubungan antara dukungan emosional keluarga dengan self compassion pada mahasiswa saat pandemi.

Persamaan dengan yang peneliti lakukan adalah variabel terikatnya sama yaitu self compassion. Penelitian ini juga menggunakan metode kuantitatif sebagai pendekatan penelitiannya. Perbedaan dengan yang peneliti lakukan pada penelitian ini yaitu terletak pada variabel bebas dan subjeknya, penelitian ini subjeknya yaitu mahasiswa baru UIN SUSKA Riau sementara pada penelitian Pratista Arya Satwika, Rini Setyowati dan Fika Anggawati subjeknya mahasiswa yang mengerjakan skripsi.

(28)

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi atau masukan dalam bidang psikologi klinis terkait coping religius dan self compassion pada mahasiswa.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman baru yang nantinya diterapkan oleh mahasiswa baru tentang pentingnya coping religius dalam membentuk self compassion.

(29)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Self Compassion

1. Pengertian Self Compassion

Self Compassion merupakan ide yang diambil dari ajaran Buddha tentang cara terbaik untuk berempati dengan diri sendiri dan fokus pada diri sendiri untuk membuat pilihan dalam kondisi yang sulit. Self Compassion membebaskan diri dari kesengsaraan, kesadaran akan sumber siksaan, dan perilaku yang menggambarkan kasih dan sayang Gilbert (2005).

Neff (2003) menjelaskan bahwa self compassion berkaitan keterbukaan individu pada penderitaan yang dialami sehingga menimbulkan kepedulian dan kebaikan pada diri, memahami dan tidak menghakimi kekurangan secara berlebihan, serta melihat kondisi sebagai pengalaman yang dialami seluruh kehidupan manusia .

Neff (2003) juga menjelaskan belas kasih diri sebagai alternatif konsep langkah untuk menuju individu yang sehat tanpa melibatkan evaluasi diri. Gagasan dari belas kasih diri memberikan jalan pemikiran alternatif bagaimana untuk melihat diri sendiri agar meningkatkan resiliensi pada individu. Memiliki belas kasih diri bukan berarti seseorang harus menjadi egois atau berpusat pada diri sendiri. Belas kasih diri berbeda dengan selfpity, ketika seseorang merasa selfpity ia akan merasa berada jauh dari orang lain dan lebih fokus melihat bahwa masalah yang

(30)

dialami adalah yang paling berat dibandingkan orang. Belas kasih diri adalah menghibur diri dan peduli ketika diri sendiri mengalami penderitaan, kegagalan, dan ketidaksempurnaan serta dapat mengambil makna dari kesulitan tersebut dan mengubahnya ke hal yang lebih positif (Hidayati, 2015).

Reyes (2011) menjelaskan bahwa belas kasih diri adalah kemampuan mencintai dan bermurah hati pada diri sendiri ketika dalam keadaan yang tidak menyenangkan. Kemudian menurut Werner, Jazaieri,

& Goldin (2012) self compassion merupakan sikap kepemilikan orientasi diri yakni lebih kepada penerimaan diri dan kepedulian terhadap diri sendiri. Sedangkan menurut Breines dan Chen (2012) mendefinisikan suatu kemampuan mengasihi diri meski ketika kondisi yang sedang dialami kurang baik.

Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa self compassion merupakan suatu sikap atau perilaku menyayangi diri sendiri ketika menghadapi kesulitan dan memiliki pemikiran terbuka terhadap segala bentuk kesulitan, kekurangan dalam diri, dan setiap kegagalan, karena semua itu adalah bagian dari kehidupan setiap manusia.

2. Aspek-aspek Self Compassion

Berikut merupakan enam aspek dari self compassion diri menurut Neff (2003), yaitu:

a. Self-kindess vs Self-judgement

(31)

Kemampuan individu untuk memahami dan menerima diri apa adanya serta memberikan kelembutan, tidak menyakiti atau menghakimi diri sendiri. Self-kindess membuat individu menjadi hangat terhadap diri sendiri ketika menghadapi rasa sakit dan kekurangan pribadi, memahami diri sendiri dan tidak menyakiti atau mengabaikan diri dengan mengkritik dan menghakimi diri sendiri ketika menghadapi masalah. Self-judgement adalah kebalikan dari Self-kindess yaitu individu dengan Self-judgement lebih menyerang atau menghakimi diri sendiri secara keras atas kekurangan maupun kegagalan yang dimiliki. Individu tersebut juga akan merendahkan dan mengkritik aspek-aspek dalam diri.

Menurut Hidayati (2013) digambarkan ketika individu menolak pemikiran, perasaan, dorongan, tindakan, dan nilai-nilai diri sehingga menyebabkan individu merespon secara berlebih sesuatu yang terjadi pada dirinya.

b. Common humanity vs isolation

Common humanity adalah kesadaran bahwa individu memandang kesulitan, kegagalan, dan tantangan merupakan bagian dari hidup manusia dan merupakan sesuatu yang dialami oleh semua orang, bukan hanya dialami diri sendiri. Komponen mendasar kedua dari self compassion adalah pengakuan terhadap pengalaman manusia bersama. Common humanity mengaitkan kelemahan yang individu miliki dengan keadaan manusia pada umumnya, sehingga kekurangan

(32)

tersebut dilihat secara menyeluruh bukan hanya pandangan subjektif yang melihat kekurangan hanyalah miliki diri individu. Begitupula dengan masa-masa sulit, perjuangan, dan kegagalan dalam hidup berada dalam pengalaman manusia pada keseluruhan, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa bukan hanya diri kita sendiri yang mengalami kesakitan dan kegagalan di dalam hidup. Penting dalam hal ini untuk memahami bahwa setiap manusia mengalami kesulitan dan masalah dalam hidupnya. Menurut Neff individu yang merasa terisolasi cenderung akan memiliki pandangan sempit pada kesulitan, tantangan, dan kegagalan sehingga akan berfokus pada ketidaksempurnaan diri. Individu tersebut juga akan merasa ketidak adilan karena kenapa hanya dirinya saja yang menderita dan mengalami penderitaan tersebut dan cenderung merasa dirinya paling menderita.

c. Mindfulness vs overidentification

Mindfulness adalah melihat secara jelas, menerima, dan menghadapi kenyataan tanpa harus menghakimi terhadap apa yang terjadi di dalam suatu situasi. Mindfulness mengacu pada tindakan untuk melihat pengalaman yang dialami dengan perspektif yang objektif. Mindfulness diperlukan agar individu tidak terlalu terindenfikasi dengan pikiran atau perasaan negatif. Hidayati (2013) menjelaskan bahwa konsep utama mindfulness adalah melihat sesuatu seperti apa adanya, tidak ditambah tambahi maupun dikurangi,

(33)

sehingga respon-respon yang dihasilkan dapat lebih efektif. Dengan mindfulness ini individu dapat sepenuhnya mengetahui dan mengerti apa yang sebenarnya dirasakan. Overidentification adalah kebalikan dari Mindfulness yaitu sebuah reaksi berlebih dari individu ketika menghadapi permasalahan. Individu akan cenderung melebihlebihkan sesuatu yang dirasakan sehingga akan muncul kecemasan dan depresi.

Dari hal itu Mindfulness akan bertugas mencegah individu melakukan over identification dengan metode perenungan keterbatasan diri.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi self compassion

Faktor-faktor yang mempengaruhi self compassion sebagaimana yang diungkap oleh Neff (2003) yaitu :

a. Lingkungan

Pertama kali manusia mendapat pengasuhan dari orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang tumbuh dengan orang tua yang selalu mengkritik ketika masa kecilnya akan menjadi lebih mengkritik dirinya sendiri ketika dewasa. Model dari orang tua juga dapat mempengaruhi self compassion yang dimiliki individu. Perilaku orang tua yang sering mengkritik diri sendiri saat menghadapi kegagalan atau kesulitan. Orang tua yang mengkritik diri akan menjadi contoh bagi individu untuk melakukan hal tersebut saat mengalami kegagalan yang menunjukkan derajat self compassion yang rendah. Individu yang memiliki derajat self compassion yang rendah kemungkinan besar memiliki ibu yang kritis, berasal dari

(34)

keluarga disfungsional, dan menampilkan kegelisahan dari pada individu yang memiliki derajat self compassion yang tinggi (Neff &

McGeehee, 2010).

b. Usia

Tahap perkembangan seorang remaja mengalami peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa karena kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis di lain pihak, maka selama tahap pembentukan identitas seorang remaja, masa remaja adalah periode kehidupan di mana self compassion yang terendah.

c. Jenis Kelamin

Secara umum, hasil penelitian yang dilakukan oleh Yarnell, Stafford et al. menunjukkan bahwa terdapat perbedaan gender yang mempengaruhi tingkat self compassion, dimana laki-laki ditemukan memiliki tingkat self compassion yang sedikit lebih tinggi dari pada perempuan. Temuan ini konsisten dengan temuan masa lalu yang mana perempuan cenderung lebih kritis terhadap diri mereka sendiri dan lebih sering menggunakan self-talk negatif dibandingkan laki-laki.

Hal lain yang menjelaskan perbedaan gender tersebut yaitu perempuan juga lebih sering melakukan perenungan yang berulang, mengganggu, dan merupakan cara berpikir yang tak terkendali atau yang disebut rumination. Rumination mengenai hal-hal yang terjadi di masa lalu dapat mengarahkan munculnya depresi, sedangkan rumination

(35)

mengenai potensi peristiwa negatif di masa depan akan menimbulkan kecemasan (Neff, 2003).

d. Kepribadian

Salah satu yang turut berpengaruh terhadap adanya belas kasih diri pada individu adalah kepribadian dengan salah satu dari dimensi The Big Five Personality dipakai untuk menggambarkan. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh NEO-FFI, ditemukan bahwa self compassion memiliki hubungan dengan dimensi neuroticism, agreebleness, extroversion, dan conscientiousness dari the big five personality. Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Pada kepribadian extraversion seseorang mudah termotivasi oleh tantangan dan sesuatu yang baru sehingga akan terbuka dengan dunia luar dan lebih bisa menerima diri sendiri.

Agreeablesness berorientasi pada sifat sosial sehingga hal itu dapat membantu mereka untuk bersikap baik kepada diri sendiri dan melihat pengalaman yang negatif sebagai pengalaman yang dialami semua.

Concientiousness menggambarkan perbedaan keteraturan dan disiplin diri individu. Concientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, sehingga seseorang dapat mengontrol diri dalam menyikapi masalah (Missilliana, 2014).

(36)

e. Agama dan Religiusitas

Salah satu yang turut berpengaruh terhadap self compassion adalah agama, (Watkins, 2014). Agama dapat mendorong individu untuk meningkatkan self compassion, agama dapat memberikan arahan, bimbingan, dukungan, serta harapan, dengan penghayatan agama yang baik maka akan tumbuh kesadaran diri dan penyadaran diri yang totalitas kepada tuhan sehingga menimbulkan sikap penerimaan diri yang baik dan dapat meningkatkan self Compassion (Aldyafigama, 2018).

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan oleh Varaee (2019) terdapat pengaruh tidak langsung yang signifikan antara religiusitas terhadap self-compassion sebagai mediator dimana religiusitas memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan psikologis dan meningkatkan self compassion. Individu yang memiliki self- compassion akan mampu untuk menerima diri sendiri dan mengapresiasi dirinya yang memunculkan kesejahteraan secara psikologis pada dirinya (Sari, 2020).

4. Manfaat Self Compassion a. Emotional well being

Menurut Neff seseorang yang memiliki tingkat belas kasih diri yang tinggi akan memiliki tingkat kecemasan dan depresi lebih sedikit. Kunci dari self compassion atau belas kasih diri adalah

(37)

rendahnya self-criticism. Self-criticism dikenal menjadi salah satu prediktor penting dari kecemasan dan depresi. Seseorang yang memiliki belas kasih diri menyadari ketika mereka menderita, baik terhadap diri mereka sendiri, dan mengakui keterhubungan mereka dengan semua orang (Karinda, 2018).

Penelitian Waskito, (2018) yang dilakukan pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling di Universitas Kristen Satya Wacana menggambarkan mindfulness (salah satu aspek belas kasih diri) memiliki hubungan yang searah dengan kepuasan hidup mahasiswa yang artinya samakin tinggi mindfullness yang dimiliki maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan hidup mahasiswa begitupun sebaliknya semakin rendah mindfullness maka semakin rendah pula kepuasan hidupnya. Sehingga dapat digambarkan individu yang memiliki self compassion.akan memiliki kebahagiaan sehingga kepuasan hidup pada individu tersebut juga akan meningkat.

b. Motivasi

Hasil penelitian yang dilakukan Breines & Chen (2012) memperlihatkan seseorang yang menggunakan belas kasih diri ketika menghadapi kelemahan diri akan mempunyai motivasi yang lebih besar untuk mengubah perilaku menjadi lebih baik. Ketika seseorang mengalami permasalahan, belas kasih diri membantu individu tersebut untuk dapat lebih mengenal dirinya sendiri, lebih menyayangi dirinya, sehingga akan mempermudah dalam meringankan permasalahan yang

(38)

dihadapi. belas kasih diri juga meringankan rasa terpuruk hal tersebut membuat seseorang menjadi lebih terbuka pada kegagalan maupun permasalahan yang dihadapinya, sehingga seorang tersebut juga akan lebih terbuka pada lingkungan atau orang lain.

c. Empati

Neff menjelaskan bahwa belas kasih diri secara signifikan terkait dengan kasih sayang, kepedulian empatik terhadap orang lain, dan altruisme. seseorang yang memiliki belas kasih diri akan lebih cenderung untuk mengampuni orang lain yang telah merugikan dirinya. Seseorang tersebut juga akan menunjukkan kebijaksanaan sehingga memiliki peningkatan keterampilan pengambilan keputusan (Karinda, 2018).

d. Kesehatan

Salah satu studi lain tentang tujuan wanita untuk berolahraga menunjukan bahwa wanita dengan self compassionate lebih memiliki motivasi instrinsik daripada ekstrinsik untuk melakukan olah raga.

Mereka juga merasa lebih nyaman dengan tubuh mereka, dan lebih tidak cemas mengenai evaluasi sosial seperti penampilan fisik mereka.

Oleh karena itu, belas kasih diri tampaknya meningkatkan baik kesejahteraan fisik maupun mental (Karinda, 2018).

(39)

B. Coping Religious

1. Pengertian Coping Religious

Menurut Pargament (1997) coping religious merupakan suatu upaya penyelesaian masalah dengan menggunakan pendekatan keagamaan melalui berbagai cara seperti berdoa, berserah diri kepada tuhan, mengikuti kegiatan keagamaan seperti mendengarkan ceramah serta memberikan dampak secara fisik maupun psikis serta berdamai dengan kejadian berbahaya yang menekan kehidupan seseorang.

Coping religious merupakan suatu cara individu dalam mengelola stress dan masalah-masalah kehidupan dengan memasukkan suatu kekuatan besar dalam hidup yang berkaitan dengan ketuhanan Wong &

Wong (dalam Angganantyo,2014). Wong McDonald dan Gorsuch (2000) coping religious adalah cara individu menggunakan keyakinannya dalam mengelola permasalahan dalam kehidupan.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa coping religious adalah suatu teknik untuk mengatasi masalah atau tekanan dalam hidup dengan memasukkan unsur religius dan spiritualitas yang mengacu pada kekuatan yang amat besar yang disebut dengan tuhan.

2. Bentuk-bentuk Coping Religious

Adapun bentuk-bentuk dari coping religious menurut Pargament (1997 ) ada 2, yaitu:

(40)

a. coping religius positif adalah ekspresi spritualitas dimana kedekatan hubungan dengan Tuhan dan sosial terbangun serta pemahaman arti dari kehidupan yang dijalani. Bentuk coping religious positif telah diasosiasikan dengan penyesuaian yang lebih baik, kesejahteraan yang lebih baik, berkurangnya persepsi dari beban antar pemberi perhatian, dan lebih banyak efek positif dan lebih sedikit efek negatif, dan mengukur dari pertumbuhan personal. Pargament menyebutkan beberapa bentuk coping religius positif yaitu dukungan spiritualitas, penilaian kembali mengenai kebaikan dalam agamanya, serta adanya pendekatan kolaboratif atau aktif dalam mengatasi masalah. Gaya pendekatan kolaboratif atau aktif ini menunjukkan adanya tanggungjawab bersama dalam proses penyelasaian masalah dan kerjasama individu dengan Tuhan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

b. coping religious negatif adalah ekspresi dari kurangnya kedekatan hubungan dengan Tuhan dan sosial serta suatu bentuk perjuangan untuk mencari makna. Pargament menyebutkan bentuk dari coping religious negatif ini meliputi ketidakpuasan terhadap anggota jama'ah tertentu dan adanya penilaian mengenai hal-hal negatif terhadap agamanya. Gaya pendekatan penangguhan atau pasif, yaitu individu tunduk pasrah pada tanggungjawab Tuhan dan menunggu solusi muncul melalui upaya aktif Tuhan dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya.

(41)

3. Dimensi Coping Religious

Menurut Pargament (1997) coping religius memiliki lima Dimensi utama, secara umum memiliki fungsi sebagai cara untuk mengurangi rasa stress yang diakibatkan oleh masalah hidup melalui pendekatan agama, antara lain:

a. To gain meaning yaitu untuk menemukan makna dari suatu kejadian, mencakup benevolent religious reappraisal, punishing god reappraisal, demonic reappraisal, dan reappraisal of god’s powers.

b. To gain control yaitu untuk menemukan kendali atas suatu kejadian, mencakup collaborative religious coping, active religious surrender, passive religious deferral, pleding for direct intercession, dan self directing religious coping.

c. To gain confort yaitu untuk menemukan kenyamanan dan mencapai kedekatan dengan orang lain dan Tuhan, mencakup seeking spiritual support, religious focus, religious purification, spiritual connection, spiritual discontent, dan marking religious boundaris.

d. To gain intimacy yaitu mencapai kedekatan dengan orang lain dan Tuhan mencakup seeking support from clergy or members, religious helping, dan interpersonal religious discontent.

e. Life transformation yaitu untuk menciptakan perubahan dalam hidup, mencakup seeking religious direction, religious conversation, dan religious forgiving.

(42)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping religious

Faktor-faktor yang mempengaruhi coping religious menurut Thouless (2000) meliputi:

a. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor sosial), Pendidikan sangat mempengaruhi penggunaan koping religius atau tidak dalam hidup seseorang, terlebih pendidikan dari keluarga. Menurut Rasulullah saw fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Setiap bayi yang terlahir sudah memiliki potensi beragama, namun bentuk keyakinan agama yang dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan dan pengaruh kedua orang tua mereka (Jalaluddin, 1996). Apabila orang tua tidak memberikan contoh sikap atau didikan keagamaan pada anak sehingga anak tidak memiliki pengalaman keagamaan maka ketika dewasa ia akan cenderung kepada sikap negatif terhadap agama. (Jalaluddin, 1996,). Lain halnya jika orang tua telah memperkenalkan konsep keimanan kepada Tuhan dan membiasakan anak pada ritual keagamaan sejak kecil, maka sikap keagamaannya pun akan menjadi positif.

b. Pengalaman, Berbagai pengalaman yang membantu sikap keagamaan, terutama pengalaman-pengalaman mengena Keindahan, Keselarasan, dan kebaikan di dunia lain, Konflik moral (faktor moral), Pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif). Pengalaman seorang individu atau pengalaman orang lain juga turut mempengaruhi penggunaan

(43)

koping religius pada seorang individu. Misalnya pengalaman Prof.

Mohammad Sholeh yang rutin melaksanakan ibadah sholat tahajud dan mendapat manfaat dari ke ke-istiqomah beribadahnya tersebut menjadi salah satu faktor penggunaan koping religius (dalam hal ini adalah sholat tahajud) bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain.

c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan kebutuhan terhadap Keamanan, Cinta kasih, Harga diri, Ancaman, dan Kematian

d. Berbagai proses pemikiran verbal (faktor intelektual), Berkaitan dengan berbagai proses penalaran verbal atau rasionalisasi. Sikap keagamaan adalah keputusan untuk menerima atau menolak terhadap ajaran suatu agama. keagamaan adalah apabila keputusan untuk menerima itu membuat individu menginternalisasi ajaran agama tersebut ke dalam dirinya. faktor ini menyangkut proses pemikiran secara verbal terutama dalam pembentukan keyakinan‐keyakinan agama. Jadi, beberapa hal yang dapat mempengaruhi koping religius antara lain pengaruh pendidikan, berbagai tekanan sosial (faktor sosial), pengalaman keagamaan, faktor yang tumbuh dari kebutuhan yang tidak terpenuhi (keamanan, cinta kasih, hrga diri, kematian), serta berbagai proses pemikiran verbal (faktor intelektual).

(44)

C. Kerangka Pikir.

Mahasiswa baru dituntut untuk dapat mengatur dirinya secara mandiri, berbagai perubahan yang mereka alami dan banyaknya tuntutan baru di perguruan tinggi seperti tuntutan akademik yang lebih tinggi dibandingkan saat SMA tidak dapat diselesaikan dengan baik, sehingga menyebabkan munculnya beragam masalah dan menimbulkan pemikiran-pemikiran negatif dalam diri mahasiswa baru tersebut. Pemikiran negatif tersebut diantaranya adalah menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, maupun lingkungan sekitarnya. Dari hasil pemikiran tersebut akan menurunkan penilaian positif dan penerimaan pada situasi yang dihadapi. Dalam keadaan seperti itu menyebabkan seseorang dapat melakukan berbagai pelampiasan emosi negatif dalam kehidupannya ( Saswita, 2013).

Emosi-emosi negatif tersebut harus dapat diatasi, salah satunya dengan memiliki self compassion yang baik, terutama saat mahasiswa baru dihadapkan pada keadaan yang tidak baik seperti gagal dalam menjalankan tuntutan akademik biasanya cenderung menghakimi dan merasakan emosi negative seperti sedih, marah, dan merasa diri tak berharga (Halim, 2015).

Neff (2003) menjelaskan Self Compassion merupakan sebagai sikap berbaik hati terhadap diri sendiri saat menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup ataupun kekurangan dalam diri. Self compassion memiliki aspek-aspek yaitu self Kindness versus self-judgement, common humanity versus isolation, dan mindfulness versus overidentification. Dengan self kindness ketika individu mengalami permasalahan tidak menghakimi diri sendiri serta menghindari

(45)

perasaan rendah diri, sebaliknya dengan self-judgement individu akan menghadapi permasalahan dengan mengkritik diri sendiri, menghakimi bahwa permasalahan tersebut merupakan kesalahan diri sendiri (Germer & Neff, 2013). Pada konteks mahasiswa baru dimana peralihan dari masa SMA ke jenjang perguruan tinggi dengan permasalahan yang terjadi dapat menerima permasalahan tersebut tanpa adanya rendah diri.

individu dapat memiliki kesadaran bahwa suatu permasalahan atau kesulitan merupakan bagian hidup yang bukan hanya terjadi pada diri sendiri tetapi hal tersebut melainkan hal tersebut juga dialami oleh orang lain, sebaliknya dengan isolation individu akan merasa bahwa kesulitan atau permasalahan hanya dialami oleh diri sendiri akan situasi yang dialami (Germer & Neff, 2013). Oleh karena itu mahasiswa baru ketika dihadapkan oleh suatu permasalahan,ia dapat menerima permasalahan tersebut maka ia tidak akan membandingkan keadaan diri sendiri dengan orang lain.

Individu dapat melihat permasalahan atau keadaan secara jelas, lebih terbuka dan dapat merencanakan sikap apa yang akan ditunjukan pada permasalahan atau keadaan tertentu, mindfulness diperlukan agar individu agar individu tidak terlalu teridentifikasi dengan pikiran atau perasaan negatif, salah satu strategi agar mahasiswa baru tidak teridentifikasi dengan pikiran dan perasaan negatifnya dalam menjalankan tuntutan dapat menggunakan pendekatan agama salah satunya yaitu koping religius.

Koping religius memungkinkan adanya pemikiran yang lebih positif terhadap permasalahan yang dialami mahasiswa baru. Koping melalui berdoa,

(46)

ritual keagamaan dapat membantu individu ketika mengalami kesulitan dalam hidup, sehingga menciptakan makna yang dapat dijadikan pembelajaran dengan begitu akan mampu memunculkan self compassion dalam diri, yakni bersikap baik terhadap diri sendiri saat mengalami permasalahan dan menganggap bahwa permasalahan atau kesulitan tersebut adalah bagian dari hidup yang harus dijalani (Rammohan, Rao & Subbakhrisna, dalam Angganantyo, 2014).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aldyafigama (2018) mengemukakan bahwa semakin tinggi koping religiuos maka semakin tinggi pula self compassion pada diri individu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut :

Mahasiswa baru UIN SUSKA Riau

Coping religious

menemukan makna

 Mendapatkan kontrol

 Kenyamanan dan mencapai kedekatan dengan tuhan

 Menciptakan perubahan

 pencarian pencapaian transformasi kehidupan

Self Compassion

 Mampu memahami dan menerima diri

 Memandang pengalaman diri sebagai bagian umum dari pengalaman orang pada umumnya

 Mampu

menginterpretasikan perasaan secara jelas mampu

(47)

D. Hipotesis

Berdasarkan kajian kepustakaan dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, maka hipotesis yang diajukan yakni “adanya hubungan antara coping religius dengan self compassion pada mahasiswa baru Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau”.

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Kuantitatif dengan teknik korelasional. Azwar (2010) menyebutkan penelitian yang menggunakan teknik korelasional memiliki tujuan untuk menyelidiki satu variabel berkaitan dengan satu atau lebih variabel lain. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mencari hubungan atau korelasi antara coping religious sebagai variabel bebas (X) dan self compassion sebagai variabel terikat (Y).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel merupakan atribut atau sifat yang terdapat pada subyek, obyek atau kegiatan penelitian untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel Bebas : Coping Religious (X).

2. Variabel Terikat : Self Compassion (Y) C. Defenisi operasional

1. Self Compassion

Self Compassion adalah kemampuan mahasiswa untuk memahami, sadar dan mengasihi diri sendiri ketika mengalami kesulitan dan kegagalan dengan menganggap bahwa kesulitan dan kegagalan merupakan hal yang wajar dan pasti dialami oleh setiap manusia. Aspek-aspek self compassion yaitu self Kindness, common Humanity dan Mindfullness (Neff, 20003).

Tingginya skor yang dihasilkan mempengaruhi tingginya self compassion,

(49)

maka begitu juga sebaliknya rendahnya hasil skor yang dihasilkan mempengaruhi rendahnya self compassion.

2. Coping Religious

Coping religious pada penelitian ini adalah bagaimana mahasiswa baru memiliki keyakinan yang baik kepada tuhan dalam menjalankan kehidupan, sehingga dapat melibatkan tuhan dalam menyelesaikan masalah yang dialami melalui ritual keagamaan yang dilakukan serta mencari dukungan melalui agama. Religiuos coping memiliki lima Dimensi utama, yaitu Meaning, control, confort, intimacy dan life transformation (Pargament, 2002). Tingginya skor yang dihasilkan mempengaruhi tingginya coping religious, maka begitu juga sebaliknya rendahnya hasil skor yang dihasilkan mempengaruhi rendahnya coping religious.

D. Subjek penelitian 1. Populasi

Priyano (2016) menyebutkan populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti. Azwar (2010) juga menjelaskan bahwa populasi merupakan kelompok subjek yang hendak dilakukan generalisasi hasil penelitian. Wilayah generalisasi terdiri atas subjek yang mempunyi karakteristik tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa tahun pertama UIN SUSKA Riau angkatan 2021.

(50)

2. Sampel

Sampel adalah subkelompok populasi (Kumar, 2011). Sampel penelitian menurut Azwar (2010) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Selain itu Azwar (2010) juga menyebutkan bahwa sampel haruslah memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. Roscoe (dalam Sugiono, 2019) menyebutkan ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah sebanyak 30-500 orang. Dikarenakan kondisi masih pandemi covid-19 dengan jumlah populasi yang besar dan tidak memungkinkan untuk meneliti seluruh populasi yang ada, maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 60 responden. Jika 30 merupakan batas minimal ukuran sampel, maka 60 merupakan jumlah yang lebih dari cukup untuk dijadikan subjek penelitian.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang akan digunakan pada penelitian ini adalah nonprobability sampling dengan jenis pengambilan accidental sampling,

yaitu suatu metode penentuan sampel dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoadmodjo, 2010). Penelitian ini menggunakan link google form sebagai lembaran skala ukur sehingga mahasiswa yang kebetulan ada dan bersedia langsung diberi link penelitian.

(51)

E. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai pengambilan data awal dan skala psikologi sebagai instrumen pengumpulan data. Skala adalah alat ukur psikologi yang biasanya digunakan untuk mengukur aspek yang ciri stimulusnya ambigu serta tidak terdapat jawaban benar atau salah. Bentuk skala yang digunakan adalah skala langsung, dimana yang menjawab atau mengisi skala adalah subyek yang diteliti (Azwar, 2007). Bentuk pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pernyataan dan jawabannya telah dibatasi atau ditentukan sehingga responden tidak dapat memberikan respon seluas-luasnya atau disebut juga angket tertutup (Arikunto, 2002).

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan 2 skala, yaitu skala Coping Religius dan skala Self Compassion.

1. Alat Ukur Penelitian a. Skala Coping Religious

Skala Coping Religious yang digunakan pada penelitian ini di adaptasi dari Kur‟ani (2016) dengan relibialitas 0,898. Model skala yang digunakam terdiri dari pernyataan favorable dan unfavorable Penyusunan pernyataan dalam skala koping religius terdiri atas empat pilihan yang menunjukkan frekuensi kejadian, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Penilaian yang diberikan untuk pernyataan favourable (sangat mendukung) diberi skor sebagai berikut yaitu, sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3, tidak setuju (TS) = 2, dan sangat tidak setuju (STS) = 1. Sedangkan

(52)

pernyataan unfavourable (yang tidak mendukung) diberi skor sebagai berikut yaitu,sangat tidak setuju (STS) = 4, tidak setuju (TS) = 3, setuju (S) = 2, dan sangat setuju (SS) = 1 Berikut blueprint skala dari Kur‟ani (2016) :

Tabel 3.1

blueprint skala coping religious (X) sebelum uji coba/try out

Dimensi Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable

Meaning 4, 17, 7 1, 3 5

Control 5, 14, 15 6, 18 5

Comfort 8, 13, 21 2, 19 5

Intimacy 9, 20, 23 10, 25 5

Life transformation 11, 12, 24 16, 22, 26 6

Jumlah 15 11 26

b. Skala Self Compassion

Skala self compassion yang digunakan adalah terjemahan dan modifikasi dari self compassion Scale (SCS) yang dikembangkan oleh Neff (2003) dan diadaptasi oleh Sugianto, Suwarto & Sutanto (2020) untuk self compassion versi Indonesia dengan relibialitas 0,872.

Model skala yang digunakam terdiri dari pernyataan favorable dan unfavorable Penyusunan pernyataan dalam skala koping religius terdiri atas empat pilihan yang menunjukkan frekuensi kejadian, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS).

Penilaian yang diberikan untuk pernyataan favourable (sangat mendukung) diberi skor sebagai berikut yaitu, sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3, tidak setuju (TS) = 2, dan sangat tidak setuju (STS) = 1.

Sedangkan pernyataan unfavourable (yang tidak mendukung) diberi

(53)

skor sebagai berikut yaitu,sangat tidak setuju (STS) = 4, tidak setuju (TS) = 3, setuju (S) = 2, dan sangat setuju (SS) = 1 Berikut blueprint self compassion :

Tabel 3.2

blueprint skala self compassion (Y) sebelum uji coba/try out

Komponen Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable Self kindess vs self

judgement

5, 12, 19,23,26

1, 8, 11, 16, 21

10 Common humanity vs

isolation

3, 7, 10, 15

4, 13, 18, 25 8 Mindfulness vs

overidentification

9, 14, 17, 22

2, 6, 20, 24 8

Jumlah 13 13 26

F. Validitas Dan Reabilitas 1. Uji Coba Alat Ukur

Sebuah skala dapat digunakan apabila dikatakan valid dan reliable berdasarkan statistik dengan melalui uji coba (try out) terlebih dahulu. Uji coba (try out) dilakukan pada mahasiswa baru UIN SUSKA Riau yang tidak termasuk subjek penelitian dengan jumlah sebanyak 30 mahasiswa.

Pengujian alat ukur dilakukan untuk mengatur tongklat validitas dan reabilitas suatu alat ukur. Setelah melakukan uji coba maka selanjutnya akan diberi nilai untuk dilakukan scoring sehingga dapat di uji reabilitasnya dengan bantuan aplikasi SPSS 20.0 for windows.

2. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan

(54)

fungsi „ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan sesungguhnya dari apa yang diukur (Azwar, 2009).

Tipe validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang menunjukkan sejauh mana aitem- aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur oleh tes itu (Azwar, 2014).

3. Indeks Daya Beda Aitem

Indek daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2010). Pada penelitian ini untuk melihat daya beda masing-masing aitem, peneliti menggunakan product momen correlation dari pearson dengan menggunakan program computer statistical product and service solutions (SPSS) 20.0 for windows.

Pada penelitian ini untuk menentukan apakah aitem dianggap valit atau gugur, digunakan kriteria Azwar (2010) yang mengatakan bahwa apabila aitem yang memiliki koefision korelasi aitem-total sama dengan atau > 0,30 jumlah aitem yang dispesifikasikan dalam rencana untuk dijadikan skala, maka dapat dipilih aitem-aitem yang memiliki indeks daya

(55)

diskriminasi tertinggi. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi tersebut daya bedanya dianggap memuaskan. Namun apabila jumlah aitem ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas criteria yaitu menjadi 0,25 sehingga jumlah aitem yang diinginkan dapat tercapai.

Berdasarkan hasil perhitungan data uji coba yang diolah dengan menggunakan program computer statistical product and service solutions (SPSS) 20.0 for windows pada skala coping religius yang memiliki 26 aitem, diperoleh 17 aitem yang valid dengan koefisien korelasi daya butir aitem > 0,25 berkisar dari 0,254 sampai 0,647 dan terdapat 9 aitem yang dinyatakan gugur adapun aitem yang tidak valid adalah aitem 3, 4, 7, 9, 11, 16, 18, 19, dan 25.

Tabel 3.3

blueprint skala coping religious (X) Hasil uji coba/try out

Dimensi Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable Valid Gugur Valid gugur

Meaning 17 4, 7 1 3 5

Control 5, 14, 15 - 6 18 5

Comfort 8, 13,21 - 2 19 5

Intimacy 20, 23 9 10 25 5

Life transformation

12, 24 11 22,26 16 6

Jumlah 11 4 6 5 26

Berdasarkan hasil perhitungan data uji coba yang diolah dengan menggunakan program computer statistical product and service solutions (SPSS) 20.0 for windows pada skala self compassion yang memiliki 26 aitem, diperoleh 16 aitem yang valid dengan koefisien korelasi daya butir aitem > 0,25 berkisar dari 0,260 sampai 0,635 dan terdapat 10 aitem yang

Referensi

Dokumen terkait

etika dan moral, maka kita sudah dapat mengerti bahwa antara etika dan moral tampak memiliki persoalan yang cendrung sama, yaitu nilai-nilai yang dianut oleh manusia dalam mengatur

Selama log phase ini dibutuhkan jumlah makanan yang banyak, apabila jumlah makanan dan jumlah bakteri tidak dapat seimbang dikenal dengan decline phase, pada akhirnya jumlah

Kepuasan mitra usaha dapat lebih dioptimalkan apabila manajemen PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk Cabang Purwokerto mampu mempertahankan atau bahkan lebih meningkatan

Hal ini sejalan dengan nilai dari parameter rasa yang dihasilkan ketiga jenis stik ikan ini dimana tidak terdapat perbedaan yang nyata pada semua stik ikan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 121 ayat (7) Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, maka perlu menetapkan

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penguasaan konsep fisika siswa dengan penalaran formal tinggi dan siswa dengan penalaran formal rendah yang belajar dengan model

Algoritma Kompresi / Dekompresi Citra  Algoritma umum untuk kompresi image adalah:.  Menentukan bitrate dan toleransi distorsi

Fasilitas utama dari sinepleks ini adalah studio bioskop utama yang hadir bagi mereka yang menyukai menonton film dalam keramaian.. Salah satu fasilitas utama