• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kesatuan republik yang pemerintahannya dipecah atas wilayah provinsi serta wilayah provinsi dipecah atas kabupaten/ kota.

Pada masa Orde Baru, ketergantungan pemerintah wilayah terhadap pemerintah pusat sangat besar, sehingga independensi perencanaan pemerintah wilayah sangat sedikit. Oleh karena itu, kebijakan otonomi wilayah timbul selaku pemecahan dari sentralisasi pada masa Orde Baru.

Salah satu tujuan negara ialah menaikkan pertumbuhan ekonominya. Satu ukuran pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan nasional. Pendapatan nasional suatu negara menunjukkan berapa banyak kegiatan yang dapat ditampilkan seluruh perekonomian. Pendapatan nasional adalah ukuran yang paling umum digunakan sebagai indikator pertumbuhan ekonomi, tetapi bukan satu-satunya indikator pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu Proses, bukan gambaran suatu periode tertentu dari suatu perekonomian, ada pembangunan atau perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Ekonomi Indonesia tahun 2016 tumbuh 5,02 persen lebih tinggi dari capaian 2015 sebesar 4,88 persen. Pada tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,07 persen yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2016. Dan pada tahun 2018 5,17 persen, kemudian melambat pada tahun 2019 ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,02 persen, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 turun lagi sebesar minus 2,07 persen dikarenakan adanya pandemi covid-19 yang menyebabkan melemahnya perekonomian.

Perumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian dalam jangka Panjang dan merupakan fenomena penting yang dialami dunia belakangan ini.

Salah satu tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai kondisi perekonomian suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut.

Terjadinya kenaikan atau penurunan PDRB mengindikasikan terjadinya kenaikan

(2)

2 atau penurunan dalam proses produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah. Oleh karena itu, PDRB dapat dijadikan salah satu indikator keberhasilan ekonomi suatu daerah.

Pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kemakmuran masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output dipengaruhi oleh berbagai sektor ekonomi untuk menggambarkan bagaimana kemajuannya atau kemunduran yang telah dicapai sektor perekonomian selama periode waktu tertentu. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan tingkat aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat selama periode waktu tertentu.

Pembangunan Daerah juga sama, tujuan utamanya adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkeadilan, termasuk didalamnya pemerataan pendapatan daerah. Untuk mencapai tujuan pembangunan, harus direncanakan pembangunan ekonomi yang baik. Maksud pembangunan ekonomi merupakan untuk menggapai tingkatan pertumbuhan ekonomi yang berkepanjangan. Dalam proses perolehan tujuan pembangunan ekonomi, pemerintah kerap mengalami bermacam permasalahan dalam perekonomian, semacam inflasi yang besar, defisit neraca pembayaran, aktivitas ekonomi yang tidak normal, serta tingkatan pengangguran yang tinggi. Dalam mengalami perkara tersebut, dibutuhkan sesuatu kebijakan buat mengurangi, melenyapkan ataupun menghindari kasus tersebut.

Ekonomi daerah adalah pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk model kemitraan pemerintah daerah dan swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong berkembangnya kegiatan perekonomian (pertumbuhan ekonomi) yang ada di daerah. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai suatu indikator yang mempunyai peran penting dalam mengukur keberhasilan pembangunan yang telah dicapai, dan dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan arah pembangunan suatu daerah dimasa yang akan datang. Tetapi kondisi daerah di Indonesia yang secara geografis dan sumber daya alam yang berbeda menimbulkan daerah yang lebih makmur dan lebih maju dibandingkan daerah lainnya.

(3)

3 Kenyataannya, masih banyak ditemukan daerah yang kesulitan dalam pembangunan perekonomiannya setelah otonomi daerah UU No. 33 Tahun 2004 tentang kekuasaan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk perencanaan dan pengelolaan pembangunan daerah masing-masing berdasarkan potensi dan sumber daya yang ada di daerah yang bersangkutan, dan untuk mengatasi masalah kemiskinan.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Sumatera

No Provinsi Pertumbuhan Ekonomi (%)

2016 2018 2020

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat

Riau Jambi Sumatera Selatan

Bengkulu Lampung Kep. Bangka Belitung

Kepulauan Riau

3,29 5,18 5,27 2,18 4,37 5,04 5,28 5,14 4,10 4,98

4,61 5,18 5,14 2,35 4,69 6,01 4,97 5,23 4,45 4,47

-0,37 -1,07 -1,62 -1,13 -0,44 -0,11 -0,02 -1,67 -2,30 -3,80 Sumber: BPS

Penelitian ini menggunakan PDRB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Karena penelitian ini menggunakan skala daerah. Tabel 1.1 menunjukkan perumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera pada tahun 2016, 2018 dan 2020. Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi tertinggi terletak pada Provinsi Bengkulu sebesar 5,28%. Pertumbuhan terendah pada tahun 2016 terletak pada Provinsi Riau sebesar 2,18%. Pada tahun 2018 terjadi peningkatan PDRB Atas Dasar Harga Konstan yang cukup signifikan di Provinsi Sumatera Selatan yaitu dari 281.571.013,06 Juta rupiah menjadi 298.484.068,40 juta rupiah dengan laju pertumbuhan 6,01%. Sedangkan pertumbuhan terendah terletak di Provinsi Riau sebesar 2,35%. Pada tahun 2020 pertumbuhan ekonomi masing-masing Provinsi di Pulau Sumatera mengalami penurunan dikarenakan

(4)

4 adanya pandemi Covid-19, penurunan laju pertumbuhan ekonomi yang paling rendah berada pada Provinsi Bengkulu sebesar -0,02% sedangkan penurunan pertumbuhan ekonomi yang tertinggi terletak pada Provinsi Kepulauan Riau sebesar -3,80%.

Perhitungan PDRB berbasis pengeluaran atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dibagi menjadi empat komponen, yaitu konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal sektor swasta (investasi), dan ekspor neto (ekspor-impor). Dengan demikian, pertumbuhan PDRB sangat dipengaruhi oleh perubahan keempat komponen tersebut. Situasi ini berarti bahwa kebijakan ekonomi yang diterapkan tidak dapat dipisahkan dari tindakan ekonomi. Setiap pelaku ekonomi akan memberikan respon yang berbeda terhadap kehadiran kebijakan ekonomi.

Selain pertumbuhan ekonomi, pola pengeluaran konsumsi juga dapat dijadikan sebagai salah satu indicator tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan perbelanjaan tersebut.

Dalam kajian ilmu ekonomi, konsumsi adalah penggunaan jasa atau barang untuk memuaskan kebutuhan manusiawi, konsumsi dianggap sebagai maksud serta tujuan yang esensial dari produksi atau dengan kata lain produksi merupakan alat bagi konsumsi. Konsumsi merupakan variabel yang erat kaitannya dengan perekonomian karena konsumsi berbanding lurus dengan PDB (Ichvani & Sasana, 2019). Konsumsi memegang peranan penting dalam kegiatan perekonomian suatu negara dan memiliki dampak yang sangat besar terhadap stabilitas perekonomian suatu negara. Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh konsumsi masyarakatnya, dan semakin tinggi tingkat konsumsinya, maka semakin besar pula perubahan aktivitas ekonomi dan pendapatan nasional suatu negara.

Berdasarkan data konsumsi rumah tangga Provinsi di Pulau Sumatera tahun 2016-2020 dari Badan Pusat Statistik, beberapa provinsi mengalami pertumbuhan dan sebagian lainnya berfluktuasi naik turun. Konsumsi rumah tangga tertinggi pada tahun 2019 berada di Provinsi Kepulauan Riau yaitu mencapai

(5)

5 Rp6.513.006.00, atau meningkat 11,82% secara year on year, sedangkan konsumsi terendah berada di Provinsi Lampung pada tahun 2016 mencapai Rp3.200.503,57 atau tumbuh 6,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2016, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tertinggi terjadi di Sumatera Selatan dengan peningkatan sebesar 14,33%, sedangkan pertumbuhan terendah terjadi di Riau dengan pertumbuhan konsumsi sebesar -2,19% pada tahun 2020.

Selain konsumsi, pengeluaran pemerintah juga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam perekonomian. (Wu, Tang, & Lin, 2010) menjelaskan bahwa pengeluaran pemerintah berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi, dan pengeluaran pemerintah menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih cepat. Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pengeluaran pemerintah adalah belanja sektor pemerintah termasuk pembelian barang dan jasa serta pembayaran subsidi.

Merangsang pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal memerlukan intervensi pemerintah, dan belanja pemerintah adalah salah satunya. Belanja pemerintah daerah adalah nilai pengeluaran pemerintah daerah untuk kepentingan masyarakat. Pengeluaran pemerintah berkaitan erat dengan pembangunan pusat dan daerah, termasuk pembangunan ekonomi. Di antara Dana Pembangunan Daerah Struktural, terdapat pengeluaran oleh daerah untuk membiayai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota, termasuk urusan wajib, urusan pilihan, dan urusan yang diproses di daerah tertentu yang menjadi urusan pelaksanaannya. Ini dirumuskan bersama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Belanja pengelolaan urusan wajib terutama digunakan untuk menjamin dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat untuk memenuhi kewajiban daerah, antara lain peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang memadai, serta mengembangkan sistem jaminan sosial yang mencerminkan. Untuk membantu menilai pembenaran biaya proyek atau kegiatan, pengeluaran menurut kelompok belanja mencakup pengeluaran langsung dan tidak langsung (Tempone, Kalangi, & Siwu, 2020)

Pengeluaran pemerintah langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja

(6)

6 langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

Selanjutnya pengeluaran pemerintah tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung, keduanya sama-sama memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena jika perekonomiannya hanya dipotong oleh konsumsi saja atau investasi saja, maka pertumbuhan ekonomi tidak akan maksimal. Oleh karena itu diperlukannya sinergi dari kedua jenis pengeluaran pemerintah tersebut agar pertumbuhan ekonomi dapat maksimal.

Data Badan Pusat Statistik Menunjukkan bahwa realisasi Pengeluaran Pemerintah Langsung Provinsi di Pulau Sumatera tahun 2016-2020 mengalami fluktuasi. Belanja langsung pemerintah yang tertinggi ialah Provinsi Aceh pada tahun 2018 sebesar Rp 8.384.623.313 dengan pertumbuhan 25,75%, sedangkan realisasi Belanja Langsung Pemerintah terendah yaitu Provinsi Bangka Belitung pada tahun 2016 sebesar Rp 860.473.362 dengan pertumbuhan 9,04%. Untuk Pertumbuhan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Langsung Provinsi di Pulau Sumatera yang tertinggi yaitu Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2017 dengan pertumbuhan 90,18% dari Rp 1.397.916.246 tahun 2016 menjadi Rp 2.658.595.853, yang terendah yaitu Provinsi Bengkulu pada tahun 2020 pertumbuhannya -35,55% dari Rp 1.549.903.007 menjadi Rp 998.877.305.

Sedangkan realisasi belanja pemerintah tidak langsung Provinsi di Pulau Sumatera selama tahun 2016-2020 juga berfluktuasi. Belanja tidak langsung pemerintah tertinggi pada tahun 2019 berada di Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp9.713.483.690, meningkat 10,63%, dan terendah di Provinsi Bengkulu pada tahun 2016 sebesar Rp1.094.260.686, meningkat 2,33% daripada tahun sebelumnya. Provinsi dengan pertumbuhan tertinggi adalah Sumatera Barat, yang tumbuh sebesar 40,97% pada tahun 2017, dari Rp 2.600.44.061 menjadi Rp 3.665.975.571, dan terendah adalah Aceh pada tahun 2018, sebesar -45,27% dari Rp 7.165.446.315 menjadi Rp 3.921.682.874.

(7)

7 Selanjutnya sektor keuangan memegang peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan merupakan lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui akumulasi modal dan inovasi teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu memobilisasi tabungan dan menyalurkannya melalui kredit kepada mereka yang membutuhkan (Faizal, Syapsan, & Widayatsari, 2020). Pada saat sekarang ini sudah banyak lembaga-lembaga keuangan yang dapat memberikan jasa dalam penyimpanan uang bagi masyarakat dengan aman dalam bentuk tabungan. Demikian juga untuk dunia usaha yang dapat meminjam atau kredit dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Lembaga-lembaga keuangan yaitu Bank. Dimana Bank sebagai badan usaha yang dapat menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan juga dapat menyalurkannya dalam bentuk pinjaman atau kredit kepada masyarakat.

Bank sebagai lembaga keuangan merupakan lembaga yang memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian masyarakat khususnya sektor riil. Sektor riil adalah sektor produktif yang menghasilkan produk (barang dan jasa) yang secara langsung akan mendorong perkembangan ekonomi suatu masyarakat di suatu daerah. Seluruh lapisan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekonomi, terutama yang terlibat dalam kegiatan produktif, perlu berperan aktif dalam industri jasa keuangan yaitu jasa perbankan, karena industri perbankan akan berperan aktif dalam bentuk jasa pembiayaan (kredit) yang berkontribusi pada kegiatan produktif masyarakat (Budiyanti, 2018).

Perbankan di Indonesia memiliki model kredit yang beragam seperti kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit UMKM. Kredit akan memudahkan suatu usaha atau perusahaan untuk mencari pendanaan. Semakin berkembang suatu usaha maka semakin banyak pula tenaga kerja yang dibutuhkan, yang berdampak pada membaiknya kondisi perekonomian. Kredit merupakan salah satu kegiatan lembaga keuangan dan memegang peranan penting dalam masyarakat dan lembaga keuangan itu sendiri. Bagi yang menerimanya, kredit digunakan untuk modal usaha atau pembelian barang dan jasa. Bagi lembaga itu sendiri, pemberian kredit akan memberikan keuntungan berupa bunga yang dibebankan kepada debitur (Pradana, 2019).

(8)

8 Kredit modal kerja, adalah kredit yang digunakan dalam operasinya untuk meningkatkan permintaan untuk peningkatan produksi (seperti pembelian bahan baku, membayar karyawan atau biaya lain yang terkait dengan proses produksi).

Berdasarkan hal tersebut kredit modal kerja merupakan kredit yang sangat penting dalam proses pembangunan ekonomi hal ini dikarenakan kredit modal kerja merupakan penggerak dunia usaha disektor riil, sehingga kredit modal kerja berdampak positif pada pembangunan ekonomi khusunya dalam penciptaan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.

Data BI menunjukkan bahwa penyaluran kredit Modal Kerja yang disalurkan perbankan di setiap provinsi cenderung berfluktuatif kecuali pada Provinsi Jambi yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2016 dan 2018 kredit modal kerja masing-masing Provinsi di Pulau Sumatera cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja tertinggi terletak pada Provinsi Sumatera Selatan sebesar 19,28%

sedangkan yang terendah terletak di Provinsi Bengkulu yang pertumbuhannya 0,25% saja. Pada tahun 2018 terjadi peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja yang cukup tinggi yang terletak di Provinsi Bangka Belitung sebesar 67,96% dari 7.543 milyar rupiah menjadi 12.670 milyar rupiah, dan yang terendah terletak di Provinsi Sumatera Barat yang sebesar 5,82% dari 19.124 milyar rupiah menjadi 20.237 milyar rupiah. Sedangkan pada tahun 2020 pertumbuhan tertinggi terletak pada Provinsi Bengkulu sebesar 19,46% kemudian yang terendah terjadi di Provinsi Bangka Belitung dengan pertumbuhan -21,48% dari 15.595 milyar rupiah turun menjadi 12.244 milyar rupiah dari tahun sebelumnya.

Sebagaimana umumnya negara berkembang, sumber pembiayaan dunia usaha di Indonesia masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemberian kredit merupakan aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan, tetapi resiko yang terbesar dalam bank juga bersumber dari pemberian kredit.

Kredit investasi, adalah kredit yang digunakan untuk mengembangkan usaha atau membangun proyek/pabrik baru, berjangka waktu lebih lama dan biasanya digunakan untuk kegiatan utama perusahaan.

(9)

9 Berdasarkan data BI, perkembangan Kredit Investasi Provinsi di Pulau Sumatera lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2016 pertumbuhan penyaluran kredit investasi provinsi-provinsi di Pulau Sumatera yang tertinggi terletak di Provinsi Bengkulu sebesar 29,18% dan yang terendah berada di Provinsi Bangka Belitung sebesar -10,51%. Pada tahun 2018 pertumbuhan tertinggi berada di Provinsi Bengkulu sebesar 61,85% dari 4.069 milyar rupiah menjadi 6.586 milyar rupiah, diikuti Provinsi Bangka Belitung sebesar 47,85% dari 2.368 milyar rupiah menjadi 3.501 milyar rupiah. Sedangkan yang terendah pada tahun 2018 terletak di Provinsi Sumatera Barat sebesar -15,06% dari 11.583 milyar rupiah turun menjadi 9.838 milyar rupiah dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2020 pertumbuhan penyaluran kredit investasi yang tertinggi terletak pada Provinsi Lampung sebesar 9,72% dari 19.009 milyar rupiah menjadi 20.858 milyar rupiah, dan yang terendah berada pada Provinsi Aceh sebesar -18,43% dari 7.263 milyar rupiah turun menjadi 5.924 milyar rupiah.

Berdasarkan masalah dan fakta-fakta pada latar belakang penelitian yang telah dikemukakan, maka pertumbuhan ekonomi di pulau Sumatera dipengaruhi oleh variabel kredit modal kerja, kredit investasi, konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah langsung dan pengeluaran pemerintah tidak langsung, maka penulis terikat untuk melakukan riset pada judul “ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI PULAU SUMATERA”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, Konsumsi Rumah Tangga, Pengeluaran Pemerintah Langsung, Pengeluaran Pemerintah Tidak Langsung dan Pertumbuhan ekonomi Provinsi di Pulau Sumatera pada tahun 2016-2020?

2. Bagaimana pengaruh Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, Konsumsi Rumah Tangga, Pengeluaran Pemerintah Langsung dan Pengeluaran Pemerintah Tidak Langsung secara parsial dan simultan terhadap Pertumbuhan ekonomi Provinsi di Pulau Sumatera pada tahun 2016-2020?

(10)

10 1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis perkembangan Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, Konsumsi Rumah Tangga, Pengeluaran Pemerintah Langsung, Pengeluaran Pemerintah Tidak Langsung dan Pertumbuhan ekonomi Provinsi di Pulau Sumatera pada tahun 2016-2020.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, Konsumsi Rumah Tangga, Pengeluaran Pemerintah Langsung dan Pengeluaran Pemerintah Tidak Langsung secara parsial dan simultan terhadap Pertumbuhan ekonomi Provinsi di Pulau Sumatera pada tahun 2016- 2020.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan bidang ekonomi tentang kredit perbankan, konsumsi dan pengeluaran pemerintah serta perkembangan ekonomi Provinsi-provinsi di pulau Sumatera, dan dapat menjadi bahan komparatif untuk penelitian berikutnya terutama penelitian pada bidang yang sama agar dapat dikembangkan lagi di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan menjadi masukan bagi para pengambil keputusan dalam proses pengambilan keputusan khususnya dalam hal Kredit Perbankan, Konsumsi dan Pengeluaran Pemerintah serta strategi untuk mendorong perkembangan ekonomi Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera.

Referensi

Dokumen terkait

Berpikir kritis dalam keperawatan adalah suatu cara bagaimana perawat menggunakan informasi sebagai pertimbangan, membuat kesimpulan, dan membentuk gambaran

a) Berdasarkan metrik Auditability, 6 user (40%) menilai bahwa prototipe knowledge sharing berbasis Android sudah sangat optimal dan 9 user (60%) menilai sudah

yang dilibatkan, dimana industri besar/ sedang adalah industri dengan jumlah tenaga kerja 20 atau lebih, sedangkan industri kecil/ kerajinan rumahtangga adalah

Meningkatkan Berfikir Kritis Siswa kelas VIII Pada Mata Pelajaran Fiqih. di MTs N 2 Kudus Tahun

1) Identifikasi masalah pembelajaran, tujuan dari tahapan ini adalah mengidentifikasi antara tujuan menurut kurikulum yang berlaku dengan fakta yang terjadi di lapangan

Ketika suatu liabilitas keuangan yang ada digantikan oleh liabilitas keuangan lain dari pemberi pinjaman yang sama dengan persyaratan yang berbeda secara substantial, atau

Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, menganalisa dan menyajikan data secara sistematis, sehingga

❑ Pada Air Conditioner udara ruangan terhisap disirkulasikan secara terus- menerus oleh blower (pada indoor unit) melalui sirip evaporator yang mempunyai suhu yang lebih dingin